Share

Chapter 110

Penulis: Els Arrow
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56
"Sayang," panggil Darren, suaranya sedikit gemetar.

Nadia menoleh perlahan dengan perasaan gugup, matanya menatap Darren dengan penuh tanya.

"Aku ... aku mau ngomong sesuatu," kata Darren, tangannya mencengkram erat bahu Nadia.

Nadia mengangguk. "Ngomong apa, Kak?"

Darren menarik napas dalam-dalam. Ia ingin mengulang lagi permintaan Kakeknya tadi, berharap kali ini Nadia tidak memalingkan wajah darinya.

Ya, ia takut Nadia akan menolaknya.

"Kakek ... Kakek minta kita ... kita ...." Darren terbata-bata.

Nadia memilih diam karena sudah tahu ke mana arah perbincangan itu, ia tadi sudah mendengar jelas dari seberang telepon ucapan Kakeknya. Dan kini suaminya hendak mengulangi lagi.

"Kakek minta kita ... kita ... cepat punya anak," ujar Darren, suaranya semakin gemetar.

Nadia terdiam sejenak. Ia sebenarnya sudah siap untuk melayani suaminya, ye tetapi ia masih gugup. Ia takut tidak bisa memuaskan Darren dengan keadaannya yang cacat.

"Kak, aku ... aku masih gugup," kata
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    111 || Melahirkan

    Berbeda dengan Raka dan Embun yang berbahagia dengan pernikahan mereka, juga Darren dan Nadia yang baru saja mengecap manisnya malam pertama, di balik jeruji besi yang dingin dan sunyi, Tania merasakan perutnya berdenyut-denyut. Kontraksi yang semakin sering dan kuat membuat tubuhnya bergetar. Usia kandungannya sudah sembilan bulan lebih, dan si kecil di dalam perutnya bersiap untuk lahir."Ibu ... perutku—" Tania meringis menahan rasa sakit.Mella yang duduk di sampingnya langsung panik. Wajahnya pucat pasi, tangannya gemetar memegang tangan Tania. "Tania, Sayang ... kamu kenapa? Sakitnya makin parah?""A-aku kayaknya mau melahirkan." Tania terengah-engah, keringat dingin membasahi dahinya.Mella langsung berteriak memanggil petugas polisi yang berjaga di luar sel. "Tolong ... tolong! Anak saya mau melahirkan!"Suara Mella yang panik menggema di lorong penjara. Petugas polisi bergegas menghampiri sel Tania. Mereka melihat Tania terbaring pada tikar yang tergelar di lantai, wajahnya

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 112

    Raka mengusap keringat dingin yang menetes di pelipisnya. Kaki terasa lemas, jantung berdebar kencang seperti drum band yang berlatih untuk konser. Ia baru saja sampai di kantor polisi, tempat Tania dan Mella dihukum. Embun, istrinya, setia mendampinginya, tangannya menggenggam erat tangan Raka."Tania gimana, Bibi?" tanya Raka, suaranya sedikit gemetar. Mella yang sejak semalam meringkuk di pojok sel, langsung berdiri saat mendapati Raka datang bersama Embun.Netranya menatap Raka dengan tatapan tajam. Wajahnya memerah, rahangnya mengeras. "Kamu baru datang sekarang?""Maaf, Bi. Ka-kami kemarin masih sibuk mengurusi pernikahan, baru hari ini kamu bisa datang. Kami membawa niat baik untuk menjenguk Tania, ke mana dia?" Raka kembali bertanya, meskipun terus ditatap tajam oleh Mella.Ujung bibir wanita paruh baya itu menyeringai. "Masih bisa bibirmu mengucapkan nama anakku, hah? Setelah kamu mencampakkannya, dan tidak mau bertanggung jawab pada anak di dalam kandungannya, kamu masih b

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 113

    "Kami ingin menjengukmu, Tan. Jangan marah-marah seperti ini, kami datang membawa niat baik," kata Raka, berharap agar Tania segera tenang. Namun, wanita yang baru saja melahirkan itu rupanya sudah diselimuti emosi yang membumbung tinggi di hatinya. Dia tidak peduli, matanya masih melayangkan tatapan tajam ke arah Embun."Aku baru bisa tenang kalau wanita ini keluar, Raka! Dia itu pelakor, dia perusak hubungan kita. Seharusnya yang kamu nikahi adalah aku, bukan Embun. Aku sudah berkorban banyak, tapi kamu malah menikmati semuanya dengan wanita lain. Wanita mana yang terima diperlakukan seperti ini, Raka ...?!" Embun mengangguk singkat saat Raka menatapnya, dia langsung keluar dari ruang rawat tanpa menunggu persetujuan suaminya. Raka memanggil nama Embun, tetapi istrinya itu berjalan sangat cepat dan langsung menutup pintu ruang rawat."Kamu bisa nggak, sih, bersikap lebih baik?" tanyanya, matanya mendelik menatap tidak suka kepada Tania."Aku sudah baik tidak menghajarnya, Raka. S

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 114

    "Kamu mau apa, Alana?" tanya Nadia saat baru saja keluar ruangan dan mendapati Alana duduk di salah satu sofa. "Aku ingin memesan gaun yang paling mahal dan istimewa di sini, ada photoshoot yang harus aku lakukan satu minggu lagi. Pokoknya aku mau gaun yang paling bagus, dan tentunya ... gaun itu harus rancangan desainer pemilik butik ini." Alana menyunggingkan senyum sinis, dia menganggap bahwa Nadia hanya wanita biasa yang tidak bisa membuat gaun mewah. "Baiklah, biar staf yang mengukur. Setelah selesai diukur, nanti kita diskusi buat penentuan bahan sama modelnya seperti apa." Alana bangkit dari duduk, mendekati Nadia yang masih memasang raut datar. "Aku maunya diukur sama kamu, bukan sama staf. Kenapa? Apa kamu nggak bisa mengukur? Apa karena kamu cacat, makanya nggak bisa melakukan hal sekecil itu?" Nadia mengulas senyum manis, berusaha tetap menampilkan raut hangat meskipun dadanya bergejolak. Sebisa mungkin dia tetap profesional, walaupun ingin sekali menampar wajah so

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 115

    Langkah Alana menjejakkan kaki ke ruangan Nadia terasa berat. Udara di ruangan itu terasa dingin, seakan membeku oleh aura ketegangan yang terpancar dari kedua wanita yang berada di dalamnya.Nadia duduk di kursi kerja, matanya menatap tajam ke arah Alana yang baru saja duduk di hadapannya."Jadi, bagaimana dengan desainnya?" tanya Nadia, suaranya datar dan dingin."Hmm, aku ingin sesuatu yang elegan, tapi juga menonjolkan sisi feminin," jawab Alana, matanya berbinar-binar, penuh dengan kecerdasan licik. "Seperti gaun yang dirancang oleh Renaldy dulu. Dia memang jago dalam mendesain gaun yang membuat wanita terlihat anggun dan memikat."Nadia mengerutkan kening. "Pak Renaldy? Memangnya apa hubungannya dengan desain gaunmu?""Oh, tidak ada hubungannya. Hanya saja, aku terkesan dengan hasil karyanya," jawab Alana, senyum sinis mengembang di bibirnya. "Dia memang lebih berpengalaman, dan punya selera yang lebih baik. Kamu masih muda, Nadia. Masih banyak yang harus kamu pelajari."Nadia m

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 116

    Waktu sudah menunjukkan sore hari, Darren merasa bersalah saat meninggalkan istrinya dalam waktu lama. Padahal tadi niatnya hanya sebentar saja di apartemen, tetapi rupanya dia harus berkoordinasi dengan petugas apartemen sehingga memakan waktu cukup lama."Sayang, sudah lelah?" tanya Darren lembut, tangannya meraih tangan Nadia untuk membantunya keluar dari mobil.Mereka baru saja sampai rumah, matahari sudah hampir sepenuhnya condong ke barat. Menandakan sebentar lagi waktu malam akan tiba.Nadia tersenyum. "Sedikit, Kak. Tapi aku senang hari ini," jawabnya sambil menghela napas lirih. "Aku nggak mungkin jujur kalau Alana tadi datang ke butik. Khawatir suamiku kepikiran," batinnya.Darren mencium kening Nadia. "Syukurlah, padahal aku sudah khawatir kalau kamu kelelahan."Mereka berdua berjalan beriringan menuju pintu masuk rumah. Darren membuka pintu dan membiarkan Nadia masuk terlebih dahulu."Aku akan minta maid untuk siapkan makan malam, Sayang. Kamu istirahat dulu," kata Darr

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 117. Video Tersebar

    Malam harinya.Darren menatap Nadia yang sedang terlelap di sampingnya. Senyum lembut terukir di wajahnya. Darren meraih ponselnya dan membuka folder berisi rekaman video Alana. Dia tersenyum licik. Dia sudah berencana untuk membalas kejahatan Alana dan keluarganya."Ini saatnya untuk membongkar semua kejahatanmu, Alana," bisik Darren.Darren mengedit video tersebut. Dia membuat wajahnya terlihat samar, sementara wajah Alana dibiarkan tampak jelas di rekaman tersebut. Dia ingin semua orang tahu siapa sebenarnya Alana."Aku akan menyebarkan video ini ke media sosial," kata Darren, suaranya penuh dengan tekad. "Persetan dengan reaksi Alana besok, mau dia jantungan pun aku nggak akan peduli!"Darren mengunggah beberapa potongan video ke media sosial. Dia memilih beberapa potongan video yang paling menunjukkan bahwa Alana tengah memimpin permainan.Saat mengunggah video tersebut, Darren merasakan dejavu. Dia teringat dengan aksinya dulu yang membongkar perselingkuhan Tania, manta

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 118. Dunia Tidak Adil

    Alana mengusap air matanya yang membasahi pipi. Wajahnya memerah menahan amarah. Beberapa saat lalu Papanya pulang, dia tidak jadi meeting dengan klien dan menyerahkan kepada asisten pribadinya. Putrinya lebih penting, Rudi takut mental anak kesayangannya itu hancur."Papa, aku yakin yang menyebarkan video itu adalah Darren," kata Alana, suaranya bergetar. "Hanya dia yang ada di kamar hotel saat itu."Rudi mengerutkan kening. "Tapi, kenapa dia melakukan itu? Kenapa dia menyebarkan video itu?""Aku tidak tahu, Pa. Kayaknya memang sengaja ingin balik menyerang kita," jelas Alana.Rahayu yang sedari tadi menyimak pembicaraan mereka, mengusap pundak Alana dengan lembut."Tenang, Sayang," kata Rahayu, suaranya lembut. "Kita akan mengurus semuanya.""Mama, aku yakin Darren yang mencuri kamera tersembunyi itu. Kalau tidak ... maka akan lebih banyak potongan video yang tersebar. Kita harus mengambil kembali kamera itu, Ma!" pekiknya dengan suara terbata-bata.Rudi dan Rahayu saling be

Bab terbaru

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Extra Part - Ending

    Hari-hari berlalu begitu cepat, berganti minggu dan bulan. Kehidupan Darren dan Nadia dipenuhi dengan kebahagiaan. Mereka menikmati setiap momen bersama, membangun bisnis bersama, dan merencanakan masa depan mereka. Suatu pagi, Nadia terbangun dengan perasaan yang berbeda. Perutnya terasa sedikit mual, dan dia merasa lebih sensitif terhadap bau. Dia langsung menuju kamar mandi dan mengambil test pack yang sudah dia beli beberapa hari sebelumnya. Dengan tangan gemetar, Nadia melakukan tes. Dia menahan napas, jantungnya berdebar kencang. Beberapa saat kemudian, hasil tes muncul. Dua garis merah terang muncul di layar test pack. Nadia terdiam, matanya berkaca-kaca. Air matanya mengalir deras, membasahi pipinya. Dia tak percaya, dia hamil. Dia akan menjadi seorang ibu. Wanita cantik itu langsung berlari keluar dari kamar mandi dan menuju kamar tidur. Darren masih tertidur pulas di ranjang. Nadia duduk di tepi ranjang, matanya menatap Darren dengan penuh kasih sayang. "Kak," bisik Nadi

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Extra Part

    Minggu-minggu berlalu begitu cepat. Nadia sudah beberapa kali kontrol ke dokter untuk memeriksa kondisi tulang pahanya setelah operasi pelepasan pen. Dokter mengatakan bahwa tulang pahanya sudah pulih dengan baik dan dia sudah bisa beraktivitas seperti biasa."Kak, aku sudah bisa jalan normal lagi, lho!" seru Nadia, matanya berbinar gembira.Darren tersenyum, matanya memancarkan kebahagiaan. "Aku senang mendengarnya, Sayang," jawabnya. "Kamu sudah bisa kembali ke butik."Nadia mengangguk, matanya berbinar-binar. "Aku sudah tidak sabar untuk kembali bekerja," katanya. "Aku ingin membantu kamu mengembangkan butik."Darren mencium kening Nadia dengan lembut. "Aku tahu kamu bisa, Nad," kata Darren. "Kamu akan jadi desainer yang berbakat."Nadia kembali bekerja di butik milik Darren. Dia sangat antusias dalam berbagai hal, mulai dari mendesain baju, memilih bahan, hingga melayani pelanggan. Kehadiran Nadia di butik membuat suasana di sana semakin hidup dan ceria."Kak, aku punya

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 165

    Malam itu, udara dingin menusuk tulang. Darren dan Nadia berjalan beriringan menuju kediaman Rudi, om Darren yang terkenal kejam. Nadia melangkah dengan hati-hati, tulang pahanya masih terasa nyeri setelah operasi pelepasan pen."Kamu yakin mau ke sini?" tanya Darren, sedikit ragu."Iya, sekadar berbela sungkawa sebentar."Sesampainya di depan rumah Rudi, mereka mendengar suara teriakan yang nyaring. Suara itu berasal dari dalam rumah, terdengar seperti jeritan orang kesakitan. Nadia mengernyit, jantungnya berdebar kencang."Itu suara Om Rudi," bisik Darren.Mereka mengintip dari balik jendela. Di dalam, Rudi tampak seperti orang gila, berteriak-teriak histeris. "Mama ... Ma! Kembalilah padaku, Ma. Aku mohon jangan tinggalkan Papa ...!" teriaknya histeris, memeluk foto mendiang istrinya.Nadia merasa iba melihat Rudi yang terpuruk. "Kasian, dia kayak orang kehilangan akal," gumamnya.Darren hanya diam, matanya menatap Rudi dengan dingin. "Karma," gumamnya pelan, "Karma atas semua keja

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 164

    Beberapa jam berlalu. Nadia terbangun dari tidurnya, tubuhnya masih terasa lemas akibat pengaruh obat bius. Matanya perlahan terbuka, dan pandangannya langsung tertuju pada Darren yang duduk di samping ranjang, wajahnya tampak lesu. Nadia berusaha bangkit, tetapi rasa sakit yang menusuk di perutnya membuatnya kembali terbaring."Kak ...," lirih Nadia, suaranya serak dan bergetar.Darren langsung mendekat, memegang tangan Nadia dengan lembut. "Sayang, kamu udah bangun? Kamu masih sakit?"Nadia menggeleng lemah. "Sudah nggak terlalu."Darren tidak menjawab, hanya mengelus lembut rambut istrinya. Membuat Nadia berpikir macam-macam, tak biasanya suaminya murung."Kak, apa semua baik-baik saja? Ada masalah, sampai kamu murung begitu?" tanya Nadia, sambil tangannya perlahan menekan perut meredam rasa nyeri.Darren menarik napas dalam-dalam. "Iya, Sayang. Maaf membuatmu khawatir.""Ada apa?"Darren sebenarnya belum ingin cerita, tetapi Nadia sudah terlanjur curiga. "Kakek meninggal be

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 163

    Darren melangkah gontai memasuki ruangan rumah sakit tempat Nadia dirawat. Ia berharap bisa menemukan sedikit ketenangan di sini, setelah melakukan tindakan brutal terhadap Rahayu. Sayangnya, saat ia melihat wajah Nadia yang pucat dan terbaring lemah, rasa bersalah kembali menyergapnya."Sayang," lirih Darren, tangannya meraih tangan Nadia yang dingin. "Maafkan aku. Aku nggak bisa mencegah Tante Rahayu mengirimkan pesan itu, sehingga membuat pikiranmu terganggu."Namun, sebelum Darren bisa melanjutkan kata-katanya, bodyguard-nya, datang menghampiri. Wajahnya tampak muram, matanya berkaca-kaca."Tuan, ada kabar buruk," ucap Ryan, suaranya bergetar menahan tangis. "I-ini menyangkut Tuan Besar.""Apa?" tanya Darren, jantungnya berdebar kencang."Tuan Besar telah meninggal dunia, Dokter mengabarkan dua puluh menit yang lalu, dan saat ini jenazahnya masih ada di ICU karena menunggu Tuan," ucap Ryan, suaranya tercekat.Darren terpaku di tempat, matanya membelalak tak percaya. Ia tak

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 162

    Darren melangkah tegap menuju kantornya, meninggalkan kekacauan di Atmajaya. Ia tak peduli dengan perusahaan yang kini terancam bangkrut, tak peduli dengan kekhawatiran staf-staf Atmajaya tadi, dan tak peduli dengan nasib Rudi. Ia memasuki ruangannya, sebuah ruangan mewah dengan pemandangan kota dari jendela besar. Namun, kemewahan itu tak lagi berarti apa-apa baginya. Ia duduk di kursi empuk, membuka laptop, dan mulai mengetik.Darren mengirim email kepada para investor Atmajaya, memerintahkan mereka untuk segera menarik investasi dari perusahaan milik omnya. Ia tahu, dengan kekuasaannya, para investor pasti lebih berpihak padanya.[Saya harap Anda semua sudah membaca berita terkini tentang Atmajaya. Saya sarankan Anda untuk segera menarik investasi Anda dari perusahaan ini. Atmajaya sudah tidak layak untuk Anda investasikan.] tulis Darren dalam emailnya.Ia menekan tombol "kirim" dengan penuh amarah. Ia tahu, dengan email itu, ia telah menghancurkan Atmajaya. Namun, ia tak

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 161

    Nadia terbaring lemah di ranjang rumah sakit, matanya terpejam. Napasnya teratur, tubuhnya lemas setelah perawat menyuntikkan obat penenang. Air mata yang sebelumnya membasahi pipinya kini telah kering, meninggalkan jejak samar di kulit pucatnya. Marah, sedih, dan kecewa bercampur aduk dalam hatinya. Janin yang baru berusia dua bulan terpaksa diluruhkan, mimpi untuk menjadi seorang ibu harus ditunda.Darren duduk di kursi samping ranjang, matanya tertuju pada wajah Nadia yang tenang dalam tidurnya. Hatinya pedih melihat istrinya terbaring lemah, tetapi ia tak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya bisa menggenggam erat tangan Nadia, berharap sentuhannya bisa sedikit meringankan beban yang sedang ditanggung istrinya. "Maaf, Sayang. Aku gak bisa ngelakuin apa-apa," bisik Darren lirih, suaranya bergetar menahan kesedihan. "Aku janji, kita bakal punya anak lagi."Darren terdiam sejenak, matanya berkaca-kaca. Ia teringat untuk menemani Brata, sang kakek, yang dirawat di ICU karena infek

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 160

    Dokter itu meletakkan selembar kertas dan pulpen di hadapan Darren. Tangannya gemetar saat meraih pulpen, matanya menerawang ke arah pintu ruang operasi tempat Nadia terbaring."Ini, Pak Darren. Formulir persetujuan untuk tindakan medis. Saya sudah jelaskan risikonya, dan saya harap Anda bisa memahami keputusan ini." Dokter itu berkata dengan nada lembut, tetapi suaranya terasa berat di telinga Darren.Darren menatap formulir itu dengan tatapan kosong. Kata-kata dokter berputar-putar di kepalanya.Risiko tinggi.Kondisi kritis.Keputusan sulit. Ia mencoba mencari kekuatan di dalam diri, mencoba mencari jalan keluar dari dilemma yang menjeratnya."Dokter, apakah ... apakah tidak ada cara lain?" tanya Darren, suaranya terasa serak dan patah.Dokter menggeleng pelan. "Maaf, Pak Darren. Ini adalah pilihan terbaik yang bisa kita ambil saat ini. Jika kita tidak bertindak segera, kondisi Ibu Nadia akan semakin memburuk. Dan ris

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 159

    Darren masih terpaku di depan pintu ruang operasi, matanya menerawang ke dalam ruangan. Kekhawatirannya belum juga mereda. Nadia, istrinya, masih belum sadar dari pengaruh obat bius. Operasi pelepasan pen berjalan lancar, tapi kondisi Nadia justru memburuk setelahnya. Tekanan darahnya terus meningkat, dan keadaan kandungannya juga melemah.Tiba-tiba, seorang perawat berlari menghampirinya. Wajahnya tampak panik. "Maaf, Pak Darren. Ada kabar buruk. Kakek Brata kritis."Darren tersentak. "Apa maksudnya? Kakek Brata kenapa?""Infeksi paru-parunya semakin parah, Pak. Batuknya semakin keras dan sulit bernapas. Saat ini, Kakek Brata kejang-kejang." Perawat itu mengusap keringat di dahinya. Darren langsung berdiri tegak. "Dimana Kakek sekarang?""Di ruang ICU, Pak." Perawat itu menunjuk arah. "Saya harus kembali ke sana. Maaf, Pak."Darren terdiam sejenak. Rasa cemas dan takut bercampur aduk dalam dirinya. Nadia masih belum sadar, dan sekarang Kakeknya kritis. Ia merasaka

DMCA.com Protection Status