Home / Lainnya / Jeruji Tanah Anarki / 4. Sedekat itukah?

Share

4. Sedekat itukah?

Author: Maula Faza
last update Last Updated: 2021-07-22 15:52:15

“Hukum Zanwan memang tegas. Namun, juga keterlaluan!” Seseorang dari jeruji lain menimpali.

Bailey terus berjalan tanpa menoleh ke kanan kiri.

“Mau bagaimana lagi? Memasukkan toleransi dan sedikit hati ke dalam hukum Zanwan bagaikan mengharap oasis di padang pasir.” Lagi, seorang pria bersua dari balik jeruji yang baru saja dilalui Bailey, Shaw, Kakek, dan Nenek.

“Benar. Itu pun jika mungkin. Para cecunguk itu tentu tidak akan tinggal diam,” sahut tahanan yang lain.

Semua tahanan di lorong ini adalah lelaki. Sel tahanan bagi perempuan terpisah guna mencegah hal yang tidak diinginkan. Ada juga penjaga dan pengawal wanita, tetapi jumlahnya masih sebatas hitungan jari. Sedikit sekali.

Bailey mengeratkan pegangan tangannya, menaiki tangga dengan hati-hati. Kakek Shaw kembali berjalan ke depan, membukakan pintu. Mereka melewati lusinan sel yang berjajar di kanan kiri sampai di ujung pintu utama dungeon.

“Pergilah ke tempat Dokter Edvard. Katakan padanya untuk datang ke rumah Tuan Spencer Porter saat ini juga!” titah Bailey pada prajurit penjaga di luar pintu dungeon yang kemudian mengangguk dan salah satunya bergegas pergi.

Bailey melanjutkan langkah, menuju rumah Spencer. Ia tidak bisa membawa Shaw ke tempat tinggalnya, khawatir akan mendatangkan amukan ayahnya. Maka dari itu, Bailey memilih membawa Shaw ke rumah Spencer yang juga merupakan tempat tinggal Shaw. Meski akan lebih lama untuk Shaw mendapat pengobatan, tetapi setidaknya lebih aman daripada membawa Shaw ke tempat tinggalnya.

Mereka melewati jalanan setapak hutan rindang, cukup jauh untuk sampai ke perumahan penduduk, tetapi tidak terlalu jauh ke rumah Spencer karena rumah mereka terletak di pedalaman hutan; memisahkan diri dari keramaian.

“Bertahanlah, Shaw! Tetaplah bernapas! Tetaplah bersama suaraku!” Bailey gusar, mempercepat langkah.

Di mansion Hunt, Ascal sedang di teras, memandang hamparan rumput dan bunga-bunga.

“Jadi, putraku membebaskan Shaw?” ucap Ascal, berdiri dengan setelan jas hitam, menautkan kedua tangan di belakang. Ia sudah mendengar perihal kepergian Bailey pagi buta tadi.

Di belakang samping kiri Ascal, berdiri Alton dan tiga anak buahnya.

“Benar, Tuan,” sahut Alton.

“Bailey nampaknya semakin menunjukkan posisi dan kuasanya.” Ascal tidak menunjukkan ekspresi, bahkan dalam nada suaranya.

Alton mengangguk kecil. “Bukankah itu sesuatu yang bagus?”

“Tapi ....” Seseorang yang berdiri di belakang samping kanan Ascal membuka suara. Itu Dokter Edvard Eidem. “Tuan Muda masih terlalu belia untuk bersikap seperti itu. Perkembangannya terlalu pesat. Dia menguasai semua yang dipelajari dalam waktu singkat. Saya khawatir akan bagaimana dirinya saat dewasa nanti jika di usia sebelia itu pun sudah bersikap demikian.”

Ascal masih dengan tenangnya memandang halaman di depan mata. Benaknya tertuju pada Bailey yang menjadi pusat perhatian para petinggi desa akhir-akhir ini.

Benar, Bailey masih muda. Ada banyak hal yang terlewat oleh Ascal mengenai pertumbuhan dan perkembangan putranya itu. Satu atap tidak menjadikan mereka dekat selayaknya ayah dan anak.

Sesaat kemudian, perhatian Ascal teralih pada derap langkah cepat dari arah kiri. Langkah sang prajurit dungeon. Walau begitu, pandangan Ascal tetap lurus ke depan.

“Saya membawa pesan Tuan Muda Bailey untuk Dokter Edvard,” ujar sang prajurit dungeon seraya menundukkan kepala. Ia dari klinik Edvard. Asisten Edvard mengatakan Edvard pergi ke mansion Hunt untuk jadwal periksa rutin kesehatan Ascal.

Singkat ucapan mengundang tanya hingga semua menoleh pada sang prajurit termasuk Ascal.

Edvard mengernyit. “Katakan!”

“Katakan pada Dokter Edvard untuk datang ke rumah Tuan Spencer Porter saat ini juga. Itu adalah pesannya.”

Usai menyampaikan pesan, sang prajurit berkomat-kamit dalam hati, berharap tidak akan mendapat masalah atas pesan yang ia bawa.

Lagi, Edvard mengernyit, menatap tanya akan gerangan apa yang membuat Tuan Muda memangganggilnya ke kediaman Spencer. Namun, ia segera teringat perihal Shaw yang dibicarakan barusan. Ia pun pamit undur diri.

“Semoga tidak ada masalah setelah ini,” gumam Edvard, menunggangi kuda dan memacunya keluar pekarangan mansion Hunt, melaju cepat melewati jalanan hingga perbatasan distrik Aloclya.

Di tempat lain, Bailey, Shaw, Kakek, dan Nenek baru tiba di halaman rumah.

“Silakan masuk, Tuan Muda.” Spencer menyingkir setelah membuka pintu rumah, membiarkan Bailey dan istrinya masuk terlebih dahulu.

Gracie Baker, nenek Shaw, langsung menuntun Bailey ke dapur. Ia menunjuk sebuah ranjang kayu di sana.

“Baring di sana dahulu, Tuan Muda.”

Gracie mengambil sebaskom kecil air dan handuk kecil untuk membersihkan luka Shaw sementara Spencer membantu Bailey membaringkan Shaw dengan posisi telungkup.

Kembali Gracie, pelan menggerakkan jemarinya, membersihkan darah di punggung Shaw. Tangannya gemetar. Matanya yang sudah berhenti meneteskan air mata pun kembali berembun, meringis melihat luka yang banyak dan dalam di punggung Shaw. Suaminya, Spencer, memperhatikan dalam duka, bergetar hati melihat Shaw terkulai dengan luka separah itu.

Bailey mundur beberapa langkah ke belakang. Tangannya mengepal mencengkeram ujung pakaian sembari menggigit sedikit bibir bawahnya, menahan diri agar tidak menangis. Sesekali ia menengok ke arah ruang depan, menggerutu dalam hati karena Edvard tidak kunjung datang.

Shaw yang terkejut menunjukkan tanda-tanda sadar. Tubuhnya berulang kali bergetar dan menegang, matanya terpejam erat. Sentuhan kecil pada kulitnya saja terasa menyakitkan, ditambah sapuan air pada luka-lukanya. Berulang kali ia mengerang dalam hati akan perih luar biasa yang dirasakannya.

Suara kuda terdengar dari luar rumah. Edvard akhirnya tiba.

“Baiklah, sampai.” Edvard turun dari kudanya.

Spencer pergi ke depan untuk membuka pintu, mendapati seorang pria muda mengenakan mantel abu-abu gelap sedang menalikan tali kuda pada tiang kecil di depan samping rumah. Spencer tersenyum ramah, membuka pintu lebar-lebar; mempersilakan Edvard masuk dan menuntunnya ke dapur.

“Oh, astaga!” Edvard memekik setibanya ia di dapur.

Gracie menoleh, lalu berdiri setelah selesai membersihkan luka Shaw; berlalu ke belakang. Sekarang terlihat jelas garis-garis cambuk di sana, merah menghitam terbuka. Beberapa memperlihatkan tulang punggung Shaw yang putih. Edvard sigap mendudukkan diri di samping Shaw, membuka kotak obat yang ia bawa. Tangannya lihai mengobati Shaw sepelan mungkin.

Hening, tidak ada lagi yang bersuara setelahnya.

Waktu terasa berjalan lambat sampai Edvard selesai mengobati Shaw.

“Lukanya harus dibersihkan dua kali sehari, jangan sampai terkena angin secara langsung terlebih dahulu, dan Shaw harus istirahat total.” Edvard memecah keheningan yang sempat menyelimuti mereka, menutup kotak obatnya, lalu berdiri.

“Mari minum, Dokter.” Gracie membawa nampan berisi beberapa gelas minum dan camilan ke ruang tamu.

Spencer pergi ke kamarnya, mengambil sesuatu. 

“Terima kasih, Nyonya, tetapi sepertinya saya akan langsung kembali ke klinik.

“Dokter ….” Spencer kembali dari kamarnya, membawa kantung berwarna krem berukuran sedang. Ia sodorkan kantung itu kepada Edvard. “Ini semua uang yang saya punya. Terima kasih telah mengobati Shaw. Kalau boleh tahu, berapa harga untuk mengobati Shaw? Kekurangannya akan saya usahakan bayar segera.”

Edvard bergeming, mematung sesaat menatap Spencer dan kantung yang disodorkan padanya. Terdengar olehnya gemerincing uang logam di dalam sana. Terenyuh ia oleh penuturan Spencer. Bagaimanapun, uang itu bahkan masih jauh dari kata cukup untuk membayar jasanya sekadar mengecek kondisi Shaw.

Sebagai seorang dokter lulusan universitas terkemuka di negeri luar, Edvard menjadi dokter elite di Zanwan. Pasiennya adalah para petinggi Zanwan beserta kerabat-kerabatnya. Hal itu pulalah yang menjadi satu dari sekian alasan Edvard direkrut sebagai dokter pribadi keluarga Hunt, pemimpin Zanwan.

Tidak seperti kebanyakan orang lain yang tinggal di kawasan elite di Zanwan, Edvard memiliki pola pikir yang berbeda semenjak ia melancong ke negeri jauh untuk belajar. Dari pengalamannya selama belajar di negeri lain, Edvard belajar tentang banyak hal yang tidak didapatkannya di Zanwan. Pola pikir dan perasaannya pun berubah seiring ilmu dan pengetahuan yang ia dapatkan.

Baru saja Edvard hendak membuka mulutnya, Bailey sudah bersuara.

“Tidak perlu, Kakek. Bayaran Dokter Edvard dan obatnya, aku yang menanggungnya.”

Bailey tersenyum hangat pada Spencer, lalu sekali lagi, untuk sesaat Edvard mematung. Amat jarang Edvard melihat Bailey tersenyum serekah itu dan mendengar bagaimana Bailey memanggil Spencer membuat Edvard tertegun.

“Sedekat itukah Tuan Muda dengan keluarga ini?” tanya Edvard dalam hati.

“Tapi ....” Spencer meragu, tidak enak hati pada Bailey, pun tidak ingin ada masalah apa pun yang menghampiri keluarganya di masa depan.

Raut muka Bailey berubah. Ia memasang wajah cemberut.

“Aku punya uang, Kakek, dan bukankah Kakek bilang kalau Kakek menganggapku seperti cucu sendiri? Biasanya Shaw yang membantu kalian, bekerja dan menghasilkan uang untuk kebutuhan sehari-hari. Nah, berhubung sekarang Shaw sedang terluka, biarkan aku menggantikannya.” Bailey melipat tangan dan menggelembungkan pipi.

Related chapters

  • Jeruji Tanah Anarki   5. Berseteru

    Kekehan lolos dari bibir Shaw, memalingkan perhatian Bailey, Edvard, dan Spencer. Gracie yang baru kembali dari ruang tamu menatap Shaw dengan terharu. Ia mendekat, membantu Shaw yang berusaha duduk.“Kau bilang kau punya uang?” tanya Shaw, menatap Bailey.Bailey merespon dengan anggukan.Shaw terkekeh lagi, menampilkan sedikit deretan gigi putihnya.“Kalau uang yang kau maksud itu adalah pemberian dari ayah atau keluarga yang lain, kerabatmu, petinggi desa atau lainnya, urungkan niatmu. Bagimu itu uangmu, tapi bagiku itu bukan uangmu.”“Kenapa?” Bailey mengerjap.“Semua uang itu bisa saja menjadi pemicu, bahan bakar masalah di kemudian hari dan kau mungkin saja akan tersudutkan. Aku tidak ingin ada resiko, perintah, atau hukuman yang tidak berdaya untuk ditentang ketika kita seharusnya mampu melakukannya.”“Aku mengerti. Kalau begitu, aku akan bekerja dan menghasilkan uangku sendiri.”Aliran kejut menyapa semua orang yang ada di sana kecuali Bailey atas ucapan yang barusan Bailey lont

    Last Updated : 2021-07-23
  • Jeruji Tanah Anarki   6. Peringatan

    Bailey berdecak.“Ketahuilah, Ayah. Kebenaran adalah kebenaran. Tidak ada seorang pun yang dapat membendung ketika kebenaran sudah tiba pada waktu untuk menunjukkan dirinya. Ayah tidak tahu, kan, apa yang sebenarnya diinginkan dan diharapkan penduduk Zanwan?” Bailey memberi atensi penuh kepada Ascal, berharap ayahnya akan memahami maksud dari perkataan dan sorot matanya.“Zaman sudah berubah. Aku menginginkan kebebasan sebagaimana orang lain menginginkannya.” Suara Bailey lebih tenang kali ini.Sejenak Bailey menghela napas, mengalihkan tatap pada roti di piring, lalu melanjutkan, “Akan kupikul beban berat di pundak Ayah. Aku ... aku tidak keberatan untuk menggantikan Ayah nantinya, meneruskan takhta Ayah seperti yang seharusnya. Aku tidak keberatan mengorbankan hidupku untuk Zanwan, melupakan semua mimpi menjelajah dunia luar untuk mengabdi pada Zanwan, tapi ….”Menjeda sejenak, Bailey menyunggingkan senyum. Seutas senyum pedih.“Sebelum hari itu tiba, biarkan aku menjadi diriku sendi

    Last Updated : 2021-07-24
  • Jeruji Tanah Anarki   7. Lilin merah

    “Tidurlah dengan nyenyak.” Spencer mengusap lembut kepala Shaw.Perapian di dapur sudah dinyalakan. Berat Spencer dan Gracie melajukan tungkai ke kamar, meninggalkan Shaw terbaring sendiri; bermalam di ranjang kayu di dapur, tanpa selimut. Bukan tidak ada, cuma tidak bisa dipakai sesuai fungsinya. Luka di punggung Shaw belum pulih.Derit pintu terdengar menandakan Spencer dan Gracie sudah masuk ke ruang peristirahatan mereka. Perlahan Shaw membuka mata, mengerjap. Otak dan batinnya mulai riuh. Hati merapal pelajaran yang disampaikan Bailey petang tadi.“Tidak ada penyakit yang tidak bisa disembuhkan kecuali kemalasan. Tidak ada obat yang tidak berguna selain kurangnya ilmu pengetahuan.”Sebuah kata mutiara dari Ibnu Sina yang Bailey hafalkan dari buku bacaannya. Tentu bukan buku sekolah, melainkan buku ilegal. Ya, ilegal, karena buku tersebut adalah selundupan. Dipesan khusus oleh Edvard dari temannya di negeri seberang, hadiah atas keberhasilan Bailey menghafal satu buku medis bersama

    Last Updated : 2021-07-25
  • Jeruji Tanah Anarki   8. Menyusun rencana

    “Penjagaan di selatan lebih ketat. Aku tidak mungkin ke sana, tapi jalan yang kulewati bersama Kak Daniel pun tidak bisa kulewati lagi. Penjagaannya pasti ditambah.” Mulut Shaw bergerak, bersahutan dengan pikirannya. “Hilir sungai perbatasan di barat lebih mudah dicapai, tapi butuh waktu lebih lama. Penjagaannya pasti ditambah juga.”Shaw menegakkan badan, melipat tangan, mengetuk-ngetuk pelan hidungnya dengan jari telunjuk tangan kanan. Tatapnya masih terarah pada peta, mencari celah sembari otaknya memikirkan cara terbaik untuk sampai ke pesisir dan kembali tanpa ketahuan secepat mungkin. Sesekali meringis ia, merasakan gelenyar perih di punggungnya.Beberapa hari beristirahat total dengan makan dan obat teratur membuat lukanya berangsur membaik, cepat walau belum bisa dikatakan sembuh 50%.“Aha!” Shaw mengangkat jari telunjuk tangan kanan. Matanya melebar cerah menanggapi ide yang terlintas dalam benak. “Kurasa aku bisa menggunakan cara itu. Yah, meski akan memakan waktu lebih lama,

    Last Updated : 2021-07-26
  • Jeruji Tanah Anarki   9. Jika kau mati lima menit setelah ini

    “Baiklah. Apa saja yang perlu kubawa untuk nanti?”Shaw melangkah lebar-lebar, riang, dan semangat menuju kamar.“Sepertinya aku harus mencatatnya dulu.”Ia menghampiri meja dan meraih buku catatan. Namun, tangannya terhenti saat matanya menangkap sesuatu yang tidak asing.Tas pemberian Daniel!Mata Shaw membulat. Diraih dan dirabanya tas yang terpampang di hadapan. Dicek pula isinya. Dimiringkan ke depan, kiri, kanan, belakang, memastikan itu adalah tas yang sama.“Ini tas dari Kak Daniel!” Shaw nyaris berteriak. “Tapi bagaimana bisa ada di sini? Siapa yang membawanya ke sini?”Shaw mengangkat kepala, menoleh ke jendela yang tertutup. Keningnya berkerut.“Aku.” Sebuah suara muncul dari belakang.Shaw membalik badan, menatap waspada, tetapi juga penuh tanda tanya akan sosok misterius yang bersandar pada lemari.“Siapa?” Shaw bertanya.Sosok itu maju beberapa langkah, menautkan tangan di belakang, di balik jubahnya, sembari pandang mengitari kamar. Topeng yang dikenakannya menutup sempu

    Last Updated : 2021-07-27
  • Jeruji Tanah Anarki   10. Tuan, Anda berdarah!

    “Tetap pergi atau batalkan?” Shaw berpikir.Shaw dilema. Tujuan utama pergi mencari panasea dan mengajak Bold adalah agar bisa kembali ke barat daya, mengambil tas pemberian Daniel, tetapi sekarang tas itu sudah kembali padanya.“Jadi, kalian akan langsung pergi?”Spencer meletakkan sebuah keranjang penuh apel merah yang sudah dicuci. Ia masukkan apel itu ke dalam dua wadah.“Benar, Kek. Kami akan langsung pergi biar tidak kesorean nanti pulangnya soalnya ini sudah mau siang,” jawab Shaw sambil merapikan pakaian setelah Edvard mengobatinya. Ia menambahkan dalam hati, “Pergi sajalah. Aku sudah terlanjur bilang, Bailey pun pasti sudah mengatakan itu pada orangtuanya. Dia juga sudah di sini.”“Ya sudah, berhati-hatilah. Ini ada apel yang sudah masak. Kakek memetiknya pagi-pagi sekali hari ini,” ujar Spencer, memberikan sekantung apel merah pada Bailey dan Edvard.“Terima kasih, Kek,” jawab Bailey dan Edvard.Shaw, Bailey, dan Edvard lantas pamit. Spencer dan Gracie melepas kepergian ketig

    Last Updated : 2021-07-28
  • Jeruji Tanah Anarki   11. Siapa namamu?

    “Yeayy!” Shaw melompat riang. Ia berseru lagi, “Bold mau!”Air muka tenang Bailey berubah. Sekejap ia terkesiap oleh teriakan Shaw. Tingkah Shaw yang langsung menyimpulkan padahal Bold belum menjawab adalah faktor lainnya.“Tidak.” Bold akhirnya menjawab.Sekarang air muka Shaw yang berubah. Ia menunduk murung.Bold mengernyit.“Aku akan berubah pikiran kalau kau bisa menjatuhkan pedangku.”Shaw mengangkat wajah, mengukir kembali senyumnya.“Bertarung?”“Shaw belum sembuh benar. Biar kugantikan.” Bailey mengajukan usul.“Tidak apa, Bailey. Aku saja. Tidak masalah.”Shaw mundur beberapa langkah dan mencabut pedang dari sarung di sisi kiri tubuhnya.“Haah ... ya sudah.”Bailey mengalah, menepi, membiarkan Shaw dan Bold melanjutkan. Beberapa prajurit menengok ketika mendengar pedang Shaw dan Bold mulai beradu, kemudian mendekat dan menonton di tepian. Ini adalah momen langka bagi mereka juga Bailey. Sang Tuan Muda bisa melihat bagaimana Shaw menggerakkan pedangnya jika bertarung dengan or

    Last Updated : 2021-07-29
  • Jeruji Tanah Anarki   12. Riuh di alun-alun

    “Shaw. Namaku Shaw.”“Hanya Shaw?” tanya Barid lagi.Shaw mengangguk.“Hmm ... baiklah. Silakan diminum.”Barid duduk, mengambil gelas berisikan air jeruk manis dan meminumnya.“Tuan Muda, terima kasih sudah beranjang dan membawa Shaw serta.”“Hum. Jadi, kenapa Profesor ingin bertemu Shaw?”Bailey tidak bisa menahan diri lagi untuk tidak mengajukan pertanyaan yang muncul dalam benaknya sejak pagi. Nama Shaw sedang melambung dalam rumor, Bailey tahu benar, tetapi keraguan menyusupinya bahwa Barid ingin bertemu Shaw karena hal tersebut.“Saya hanya ingin melihat secara langsung. Ah, kalian pasti belum makan. Mari kita makan!”Barid berdiri, menggandeng tangan Bailey dan Shaw hingga keduanya mau tak mau berdiri mengikuti.Bold tetap diam di tempat. Dalam benaknya, Bold berpikir bahwa dirinya tidaklah pantas untuk ikut serta. Di ruang tamu, mereka semua bisa duduk dalam jajar dan tinggi kursi yang sama, tetapi di meja makan, itu adalah hal lain lagi. Tempat yang berbeda.Barid menolehkan k

    Last Updated : 2021-07-30

Latest chapter

  • Jeruji Tanah Anarki   98. Pertanyaan Otto dan Milo

    “Kau mendengarnya?” Otto bertanya dengan wajah memucat. Suaranya amat pelan sampai nyaris tidak terdengar.Milo mengangguk kecil dalam gerakan patah-patah dan sarat keraguan. Ekspresi pada wajahnya tidak jauh berbeda.Kepala mereka kemudian bergerak bersamaan, berpaling tatap ke baris terdepan, lalu mereka melihat Bailey beranjak dari duduknya, pergi keluar.“Apa Tuan Muda mendengar pembicaraan kita?” Milo bertanya dalam suara lebih rendah, serupa bisik-bisik yang mungkin saja akan hanyut terbawa angin.Otto menggeleng. Bukan jawaban meyakinkan, hanya harapan bahwa itu adalah kenyataan yang terjadi.“Kalau benar, semesta mungkin tidak akan berpihak pada kita setelah ini,” kata Otto.Cemas menyerang Otto. Kalau Bailey benar mendengar pembicaraan mereka, apakah kali ini Bailey akan tersinggung? Kesal? Emosi dan apa pun yang lebih buruk?“Kurasa kita sebaiknya bergegas?” Milo melirik Otto.“Itu keputusan paling baik.” Otto berdiri.Milo memasukkan buku catatan yang baru sebentar ia baca

  • Jeruji Tanah Anarki   97. Temui aku di perpustakaan

    “Katakan saja,” ucap Bailey di sela makannya.Bailey tahu dua anak lelaki ini takkan mendatanginya kalau hanya untuk makan. Ada meja-meja kosong lain yang siap untuk ditempati, pun keduanya belum pernah begitu pada Bailey sepanjang sejarah bersekolah walau satu kelas dengan Bailey.“Kami … agak … penasaran. Apa Tuan Muda akan mendaftar untuk turnamen?” Otto Atrius yang duduk di sebelah Milo bertanya. Bibir merah cerahnya berulang kali mengatup dan terbuka setelah pertanyaan diajukan. Otaknya berpikir apakah pertanyaan itu sudah pas atau tidak.“Turnamen umum, maksudmu?” tanya Bailey.Otto mengangguk. “Kami dengar-dengar tahun ini murid yang terpilih untuk mewakili sekolah boleh mendaftar turnamen umum. Kami juga baca informasinya di mading pagi ini.”“Kalau terpilih mewakili sekolah, lalu mendaftar di turnamen umum dan ternyata lolos dalam keduanya ke final, terlebih keluar sebagai juara di peringkat satu, akan otomatis mendapat tiket emas dan bonus berlipat.” Milo turut bicara setela

  • Jeruji Tanah Anarki   96. Keluarga yang sempurna

    “Ayah dan Ibu bawa apa? Itu terlihat banyak sekali!” Shaw mengamati tas-tas belanjaan dengan antusias. Salah satu isi yang tertangkap matanya adalah pakaian.“Oh, ini untuk putra Ibu yang paling manis!” Suara wanita menjawab.“Asyik! Pakaian, ya?” tanya Shaw.“Betul. Ada mainan juga!” Suara pria yang bicara.“Horeeee … mainan!” Shaw berseru gembira. Kebahagiaan meluap-luap pada suaranya.Di atas kaca, Shaw gemetar. Ia tidak mengira danau kaca keyakinan akan menampilkan momen seperti itu. Ia kira itu hanya akan berkisar perjalanannya, rencananya dengan Bailey, tantangan yang dihadapi dalam upaya mewujudkan impian tentang Zanwan. Namun, apa yang ia dengar sepenuhnya berbeda. Sama sekali tidak ada dalam bayangannya. Tidak sedikit pun.Mata Shaw bergetar. Air makin banyak di sana, lalu tumpah kala Shaw dengar suara yang sangat familier.“Shaw, jangan melompat-lompat tinggi begitu.” Itu suara Spencer, terdengar riang dan penuh kasih.“Shaw gembira sekali sepertinya.” Gracie menyusul bicara

  • Jeruji Tanah Anarki   95. Kaca keyakinan

    “Ini danaunya.”Shaw sampai di ujung hutan lain setelah dari hutan sunyi dan melewati padang rumput. Di hadapannya membentang danau jernih yang berkilau, besar dan luas yang tidak mampu Shaw ukur dengan pasti. Ia perkirakan luasnya sama atau bahkan melebihi lapangan alun-alun distrik Acilav.“Sampai di danau itu, cara paling cepat untuk melewatinya adalah membelahnya. Menyeberanginya,” kata Fu dalam pesannya sebelum berpisah. “Jangan terkecoh dengan ukurannya yang kau mungkin kira tidak seberapa luas; masih sangat mungkin untuk dilewati dengan mengitarinya. Terkadang dalam waktu dan untuk alasan yang tidak terduga, setelah melihat wujudnya, begitu kau berjalan, mencoba memutari danau untuk sampai di seberang, di sisi lain, kau akan dapati bahwa ujung danau bahkan tidak kautemukan. Semua yang kaulihat mungkin hanya akan menjadi hamparan air. Tidak ada lagi pepohonan, tidak ada lagi daratan selain tempat kau berpijak dan sekitar.”Shaw berjinjit, mencoba menjangkau seberang danau dengan

  • Jeruji Tanah Anarki   94. Bakat alam

    “Ada rencana untuk keluar lagi di sisa hari ini, Tuan Muda?” Wilton bertanya seturunnya ia dari kuda, memegangi tali setelah Bailey turun. Mereka baru sampai di mansion, pulang dari sekolah.“Kurasa tidak. Sepertinya aku akan habiskan waktu di meja belajar.”“Baik. Saya akan ada di pos malam ini kalau Tuan Muda butuh sesuatu.”“Ya. Aku masuk, ya. Terima kasih untuk hari ini, Wilton.”Bailey pergi, masuk ke mansion. Wilton mengiringi kepergian Bailey dengan anggukan penuh hormat. Bibirnya melengkung membentuk senyum. Usai Bailey tidak lagi terlihat, Wilton membawa kuda ke kandang.Sampai kamar, Bailey menyalakan penerangan, melepaskan ransel, dan bersih-bersih. Ia melanjutkan dengan menekuri buku-buku mata pelajaran sampai pelayan memanggil namanya dari luar pintu.Makan malam tiba, Bailey berseri-seri menemukan Jillian di meja makan. Canda tawa Jillian serupa bunga-bunga di musim semi dan keceriaan Bariela adalah penyempurna. Jillian telah kembali dengan warna cerahnya, tidak lagi ber

  • Jeruji Tanah Anarki   93. Morth

    Atmosfer terasa lebih ramah. Irama dari ranting-ranting dan dahan oleh angin terdengar lebih wajar dibandingkan tadi. Shaw makin yakin, semua karena Morth. Atmosfer, halusinasi, entah apa lagi yang Morth sebabkan.Satu pertanyaan besar dalam benak Shaw. Siapa Morth sesungguhnya? Mengapa seisi hutan sunyi hingga seluruh penjurunya seakan-akan berada di bawah kaki tangan Morth?“Kau memikirkan aku?” Morth tiba-tiba bertanya. Rupanya ia mengekori Shaw.Huh? Apa Morth juga bisa membaca pikiran?!Shaw menengok ke belakang, langkahnya melambat.“Jangan katakan kau dapat menembus kepala orang.”“Kau banyak bertanya, belum tuntas seluruhnya.” Morth mensejajarkan diri. Sejenak, ia melihat Shaw dari atas ke bawah. “Orang keras kepala seperti kau tentu akan merenungkannya. Aku benar, bukan?”“Kita baru saling tahu beberapa saat lalu dan kau yakin sekali dengan kata-katamu. Antara kau pandai menilai atau hanya pandai berasumsi.” Shaw menggeleng. Pandangan ia tujukan ke depan.Morth menyentuh lenga

  • Jeruji Tanah Anarki   92. Penunggu hutan sunyi

    Tanduk. Hal pertama yang dilihat oleh Shaw dari sumber suara adalah tanduk, tersembunyi di antara dedaunan semak belukar setinggi pinggang orang dewasa.Shaw mengernyit, kemudian bergumam lirih dalam hati, “Itu seperti tanduk rusa.”Sepasang mata semerah darah terlihat dari celah dedaunan. Shaw menelan ludah. Ia tahu betul itu bukan mata hewan biasa, apalagi manusia. Tidak ada satu pun penduduk desa yang pernah ditemuinya memiliki mata seperti itu.Mungkinkah ini yang Fu maksud? Apa pun itu, merasakan haki tidak biasa dari sang sosok misterius membuat Shaw merasa dirinya tidak boleh berlama-lama.Diliputi kewaspadaan dan dengan suara tercekat, ia berucap dalam hati, “Aku harus segera pergi dari sini.”Tanpa melakukan pergerakan yang kentara serta dengan posisi kepala yang masih sama, tatapan Shaw menyisir sekitar; memastikan tidak ada keanehan lain. Ia yang semula berjongkok pun perlahan berdiri sepelan mungkin. Namun, bak lelah bermain petak umpet, ransel yang Shaw gendong mengeluarka

  • Jeruji Tanah Anarki   91. Halusinasi

    “Tetap tidak bisa! Terlalu berbahaya. Kau, kan, tahu lebih baik daripada aku, Tibate.” Fu mengangkat kepala, menatap lurus Tibate dan Baldor. Ini bukan waktu yang tepat, pikir Fu. “Lagi pula aku bisa menjaga diri. Akan kupanggil kalian jika hal buruk terjadi dan aku tidak bisa mengatasinya.”“Kau bisa tinggal, Fu. Aku akan melanjutkan perjalananku seorang diri,” sela Shaw, angkat bicara setelah menimang-nimang.“Tidak ....”“Aku juga akan meninggalkan kudaku di sini.” Shaw menepuk pundak Fu. Ia serius ingin Fu tinggal. “Bold bilang ada danau dan tebing. Jadi, aku tidak bisa membawa kudaku. Selain itu, kau bisa mengawasi keadaan hutan dan mengabariku. Kau juga terluka, Fu. Jangan bersikeras seolah-olah kau baik-baik saja. Bagaimanapun kau juga masih anak-anak.”Ini adalah tugas Shaw. Sejak awal, Shaw memulainya sendiri dan ia harus melanjutkannya sendiri. Shaw tidak ingin merepotkan.Fu berdecak, tidak terima, tetapi juga tidak menyangkal ataupun menyanggah. Bertemu Baldor dan Tibate me

  • Jeruji Tanah Anarki   90. Janji pada Jenderal Besar

    Pria berjanggut memperhatikan sambil mengusap-usap janggut dan kumisnya. Saat otaknya mengingat sesuatu tentang Fu, matanya melebar.“Kau ingin aku mencincangmu, hah?!” Tibate berseru.Setelah ikan bakarnya rusak, sekarang dirinya yang nyaris terbakar. Pria plontos itu tidak terima.Tibate menghentak tanah dengan kakinya, bergantian kaki kanan dan kaki kiri. Pegangannya pada gagang pedang makin erat.Fu melompat mundur, mengambil sikap siaga, meningkatkan kewaspadaannya. Ia siap dengan apa pun yang akan Tibate lakukan untuk membalasnya.Sebelum Tibate menyerang balik, pria berjanggut yang masih menggenggam keranjang bambu berjalan ke depan Tibate, lalu berdiri memunggungi Fu dan Shaw.“Kau mau dikutuk atau sudah bosan hidup?!” tanya pria berjanggut.“Apa maksudmu? Kalau kau hanya ingin aku berhenti memberi anak itu pelajaran, sebaiknya kau minggir!” balas Tibate.“Kau tahu kau sedang berhadapan dengan siapa? Kau tidak berencana mengingkari janjimu pada Jenderal Besar, 'kan?! Ini memang

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status