Beranda / Lainnya / Jeruji Tanah Anarki / 10. Tuan, Anda berdarah!

Share

10. Tuan, Anda berdarah!

Penulis: Maula Faza
last update Terakhir Diperbarui: 2021-07-28 13:23:56

“Tetap pergi atau batalkan?” Shaw berpikir.

Shaw dilema. Tujuan utama pergi mencari panasea dan mengajak Bold adalah agar bisa kembali ke barat daya, mengambil tas pemberian Daniel, tetapi sekarang tas itu sudah kembali padanya.

“Jadi, kalian akan langsung pergi?”

Spencer meletakkan sebuah keranjang penuh apel merah yang sudah dicuci. Ia masukkan apel itu ke dalam dua wadah.

“Benar, Kek. Kami akan langsung pergi biar tidak kesorean nanti pulangnya soalnya ini sudah mau siang,” jawab Shaw sambil merapikan pakaian setelah Edvard mengobatinya. Ia menambahkan dalam hati, “Pergi sajalah. Aku sudah terlanjur bilang, Bailey pun pasti sudah mengatakan itu pada orangtuanya. Dia juga sudah di sini.”

“Ya sudah, berhati-hatilah. Ini ada apel yang sudah masak. Kakek memetiknya pagi-pagi sekali hari ini,” ujar Spencer, memberikan sekantung apel merah pada Bailey dan Edvard.

“Terima kasih, Kek,” jawab Bailey dan Edvard.

Shaw, Bailey, dan Edvard lantas pamit. Spencer dan Gracie melepas kepergian ketiganya dengan cemas.

Shaw menunggangi kuda Bailey. Edvard berada di belakang mereka. Kedua kuda berpacu menjauh, membelah hutan, menuju distrik Aloclya.

Shaw menengok ke kiri saat sampai di hamparan padang rumput, melihat rute jalan yang dilaluinya saat pelarian bersama Daniel. Tampak beberapa bangunan telah selesai direnovasi, juga para tukang yang sibuk melakukan pekerjaan mereka di bangunan lainnya.

“Ada apa?” Bailey membuka suara saat melirik ke samping belakang sekilas.

“Tidak. Hanya melihat perbaikan bangunan di sana itu,” kata Shaw, menunjuk ke arah barat.

“Ramai?” tanya Bailey lagi.

Shaw mengangguk.

“Ayah memerintahkan untuk membuka lebih banyak lowongan dan merekrut lebih banyak orang, katanya agar renovasi lebih cepat selesai,” jelas Bailey tanpa menoleh.

Di depan mereka, birai setebal 50 sentimeter berdiri kokoh di kedua sisi jembatan yang melengkung di sungai perbatasan. Abu-abu gelap warnanya menyempurnakan pemandangan, berbaur dengan jernihnya air sungai, hitam batu, cokelat batang pepohonan, hijau daun, serta terangnya cahaya yang menyelusup malu-malu. Hutan asri ini akan lebih berwarna saat musim semi dan musim gugur.

“Rasanya hutan ini semakin indah saja,” celetuk Shaw.

Di depan Shaw, kekehan keluar dari Bailey, merasa lucu akan Shaw yang seperti seorang pengunjung sedang berkeliling.

Bangunan rumah-rumah bak istana dengan halaman seperti taman indah yang luas tersuguhkan di depan mata begitu melewati hutan. Sungguh berbanding terbalik dengan distrik Acilav yang sederhana.

Asrama pasukan elite Zanwan terletak tidak jauh dari mansion Hunt, terpisah oleh hampar pekarangan, dinding pagar, dan jalanan. Mansion Hunt sendiri memiliki halaman yang luas seperti taman seribu bunga. Ini dikarenakan sang nyonya besar, Jillian, suka sekali tanam-menanam, terutama bunga.

Keluarga pemimpin Zanwan seharusnya tinggal di mansion tertua di Zanwan; sebuah bangunan menyerupai kastil dengan hamparan padang rumput yang luas. Letaknya di dekat bukit utara. Namun, Ascal dan Jillian sepakat menolak. Keduanya memilih tinggal di rumah yang mereka bangun dari uang mereka sendiri, memilih dekat dengan asrama pasukan elite Zanwan karena pada saat itu Ascal sering bolak-balik ke sana, entah untuk melihat prajurit berlatih atau latihan sendiri.

Dahulu pula pemimpin di Zanwan dipanggil dengan sebutan Yang Mulia; panggilan khas untuk seorang raja. Namun, sejak Ascal dilantik, panggilan itu dihapuskan. Banyak suara yang tidak setuju dan sempat terjadi perdebatan panas di ruang rapat, tetapi Ascal mengabaikan semuanya.

“Ibuku bilang tinggal di kastil yang besar dan megah membutuhkan perawatan yang lebih rumit, uang dan tenaga yang lebih banyak, serta memperbesar celah untuk dimasuki orang asing. Jadi, lebih rawan bahaya. Karena itulah, Ayah dan Ibu menolak untuk tinggal di sana. Ibu juga bilang kalau sejak kecil Ayah tidak suka dipanggil dengan panggilan berbau kerajaan. Maka dari itu, Ayah mengeluarkan perintah dan pernyataan untuk memanggilnya dengan panggilan yang sama seperti orang lain setelah pelantikan,” tutur Bailey suatu hari kala Shaw bertanya padanya mengenai kastil dan panggilan yang dihapuskan.

Shaw hanya melihat sekilas mansion Hunt dari celah pagar yang tinggi lagi kokoh. Terlihat jelas hamparan taman bunga di halaman depannya.

Sementara kuda yang ditunggangi Shaw dan Bailey melambat; bersiap untuk berbelok masuk ke kawasan asrama prajurit elite Zanwan, Edvard menghentikan lajunya.

“Saya hanya mengantar sampai di sini, ya.”

“Terima kasih, Tuan Dokter!” Shaw yang menyahut.

“Hati-hati di jalan,” sambung Bailey.

“Baik. Oh, iya, Shaw, kalau mulai merasa tidak nyaman punggungnya, lepaskan bajunya beberapa saat sampai merasa lebih baik dan ingat jangan memberi tekanan berlebih,” pesan Edvard.

“Roger, Kapten!” Shaw berseru semangat, mengangkat tangan membuat pose hormat.

Edvard terkekeh.

“Baiklah, saya pergi dulu,” pamit Edvard, memperbaiki posisi ransel di gendongannya. Ia tersenyum, lalu melanjutkan ucapan sambil menekuk siku, mengepalkan tangan ke atas, kemudian menariknya ke bawah, “Semoga sukses!”

Seperginya Edvard, Shaw dan Bailey memasuki asrama elite.

Para prajurit yang sedang mengobrol, berlatih, dan melakukan aktivitas lainnya berangsur menegapkan badan dan menundukkan pandangan seiring mata mereka menangkap kehadiran sang tuan muda.

“Woaahh ... luasnyaaa!”

Shaw menatap takjub sekeliling. Suaranya yang jadi terdengar lebih kencang karena suasana hening mengakibatkan beberapa prajurit sedikit mengangkat kepala mereka; mencuri pandang pada Shaw.

Dalam hati, mereka membisikkan tanya, “Itukah anak yang dimaksud dalam kabar itu?”

Seorang prajurit yang sedang bertugas jaga berlari dari arah jam sembilan, mendekati Shaw dan Bailey yang hendak turun dari kuda.

“Adakah sesuatu yang bisa saya bantu, Tuan?”

“Aku mencari Bold. Di mana dia?” tanya Bailey seraya turun dari kuda setelah Shaw.

“Tadi pagi saya melihat Bold di halaman belakang, Tuan. Mari, saya antar ke ruangan untuk menunggu. Biar saya panggilkan Bold sesudahnya.”

“Terima kasih, tapi tidak usah. Kami akan menemuinya sendiri. Umm ... minta tolong bawa kuda ke tempat yang lebih teduh, boleh?” Ramah Bailey berkata. Sejenak ia mengamati sekeliling. “Bawa ke mana saja asal tidak terlalu jauh.”

“Seperti yang Anda katakan, Tuan Muda.”

Shaw dan Bailey mengucap terima kasih, lekas melanjutkan langkah menuju lorong.

“Betapa santunnya,” kata sang prajurit dalam hati, menatap punggung Shaw dan Bailey sepersekian detik, lalu menarik kuda ke dekat pos jaganya.

Suara denting pedang memenuhi udara. Terlihat di lapangan yang luas di tengah bangunan asrama itu, para prajurit yang berlatih. Namun, bising itu tidak bertahan lama. Seperti di luar tadi, berangsur mereka menegapkan badan dan menundukkan pandangan ketika mata menangkap kehadiran sang tuan muda.

“Tuan, Anda berdarah!” Shaw tiba-tiba memekik, berlari menghampiri seorang prajurit dengan kaos pendek berwarna hitam polos yang tergores tangan kirinya oleh pedang. Sayatan tipis sepanjang tujuh sentimeter terlihat jelas di sana.

Aksi Shaw sontak menjadi perhatian prajurit lain termasuk Bailey yang segera menghampiri.

“Shaw, ingat kata Kakek. Kau harus hati-hati.” Bailey mengingatkan dengan suara rendah.

“Hehe, sebentar.” Shaw mengeluarkan sebuah kain berwarna hijau tua yang terlipat persegi dari sakunya. “Berikan tangan Anda, Tuan.”

“Ti … tidak apa, ini hanya luka kecil.” Sang prajurit menarik tangan kirinya ke belakang tubuh.

Tidak mengindahkan, Shaw menarik tangan kiri sang prajurit, lalu mengikatkan kain menutupi lukanya.

“Luka sekecil apa pun bisa jadi masalah dan penyebab luka lain yang lebih serius jika dibiarkan berlama-lama.”

Shaw menalikan ujung kain sekali lagi. Ikatan kain ia buat kencang, tetapi tidak terlalu menekan tangan sang prajurit.

“Nah, sudah,” imbuh Shaw, menepuk tangan sekali dan mengangkat wajah menatap sang prajurit. “Nanti segera obati kalau sudah selesai berlatih, ya.”

Sang prajurit terbengong-bengong, kemudian mengangguk pelan. Ini tentu kejadian nyata, bukan mimpi, tetapi mengapa terasa mustahil?

“Ba … baik, terima kasih.”

Antara terkejut dan tidak percaya, sang prajurit kehabisan kata-kata. Sampai Shaw dan Bailey berlalu menjauh, sang prajurit tidak mengatakan apa pun lagi, melainkan hanya menatap punggung dua bocah lelaki itu.

“Apakah dia anak yang dibicarakan itu?” Prajurit lain menggumamkan tanya.

“Kurasa iya. Buktinya dia terlihat bersama Tuan Muda,” respon prajurit lain.

Citra Bailey yang terkenal dingin dan tidak mudah didekati, apalagi diajak berteman, sudah menyebar luas, menjadi rahasia umum di kalangan penduduk Aloclya. Melihat Bailey berjalan dan pergi bersama orang lain sebayanya adalah sesuatu yang langka.

“Baik sekali dia,” sahut prajurit yang lain lagi, lalu suasana kembali seperti semula; para prajurit meneruskan latihannya.

Ke halaman belakang asrama, Bailey dan Shaw menujukan langkah. Di sana, sesuai pernyataan prajurit yang mereka temui di depan asrama, mereka menemukan Bold.

“Itu Bold!” Bailey melempar pandang tepat pada sosok yang mereka cari.

“Woah! Ruciragati sekali gerakannya! Tajam pandangan lagi tenang. Pantas saja dia menjadi yang terbaik di Zanwan!” Shaw spontan berkomentar, terkesima melihat gerakan pedang Bold yang lembut, tetapi tegas.

“Benar. Dia menghanyutkan sekaligus mematikan.” Bailey mengangguk setuju.

Bold, begitu ia biasa dipanggil, adalah seorang yang jagur, seniman bela diri, dan prajurit elite terbaik di zanwan di angkatannya. Ketika usianya 16 tahun, tujuh tahun lalu, setelah melewati proses seleksi yang ketat dan berat, ia bergabung ke dalam pasukan elite.

Merasa diperhatikan, Bold menoleh. Ia dapati Shaw dan Bailey berajalan mendekat. Bold mengenali keduanya, lalu serupa para prajurit lain, Bold menundukkan pandangan. Bukan karena Shaw, melainkan Bailey.

“Angkat kepalamu, Bold.” Tenang Bailey bersuara. Sebuah perintah.

“Bold! Bagaimana kabarmu?” Pertanyaan dengan nada riang dari Shaw menyambut di detik Bold mengangkat kepala.

“Kabarku baik. Bagaimana denganmu? Kudengar kau terluka parah.” Bold menatap tanpa ekspresi.

“Kabarku juga baik! Aku terluka, tapi sudah dalam pengobatan Dokter Ed!” Shaw menjawab seraya tersenyum cerah.

“Shaw, beritahukan.” Bailey menatap Shaw dan memberi anggukan.

Shaw balas mengangguk sekilas, berpaling kepada Bold yang masih menampilkan wajah tanpa ekspresi.

“Bold, aku ingin memintamu untuk menemani perjalananku mencari panasea ke luar desa. Maukah? Iya? Mau, 'kan?” Shaw mengedip-ngedipkan mata, menyatukan kedua tangan di depan dada, dan memasang ekspresi imut.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Jeruji Tanah Anarki   11. Siapa namamu?

    “Yeayy!” Shaw melompat riang. Ia berseru lagi, “Bold mau!”Air muka tenang Bailey berubah. Sekejap ia terkesiap oleh teriakan Shaw. Tingkah Shaw yang langsung menyimpulkan padahal Bold belum menjawab adalah faktor lainnya.“Tidak.” Bold akhirnya menjawab.Sekarang air muka Shaw yang berubah. Ia menunduk murung.Bold mengernyit.“Aku akan berubah pikiran kalau kau bisa menjatuhkan pedangku.”Shaw mengangkat wajah, mengukir kembali senyumnya.“Bertarung?”“Shaw belum sembuh benar. Biar kugantikan.” Bailey mengajukan usul.“Tidak apa, Bailey. Aku saja. Tidak masalah.”Shaw mundur beberapa langkah dan mencabut pedang dari sarung di sisi kiri tubuhnya.“Haah ... ya sudah.”Bailey mengalah, menepi, membiarkan Shaw dan Bold melanjutkan. Beberapa prajurit menengok ketika mendengar pedang Shaw dan Bold mulai beradu, kemudian mendekat dan menonton di tepian. Ini adalah momen langka bagi mereka juga Bailey. Sang Tuan Muda bisa melihat bagaimana Shaw menggerakkan pedangnya jika bertarung dengan or

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-29
  • Jeruji Tanah Anarki   12. Riuh di alun-alun

    “Shaw. Namaku Shaw.”“Hanya Shaw?” tanya Barid lagi.Shaw mengangguk.“Hmm ... baiklah. Silakan diminum.”Barid duduk, mengambil gelas berisikan air jeruk manis dan meminumnya.“Tuan Muda, terima kasih sudah beranjang dan membawa Shaw serta.”“Hum. Jadi, kenapa Profesor ingin bertemu Shaw?”Bailey tidak bisa menahan diri lagi untuk tidak mengajukan pertanyaan yang muncul dalam benaknya sejak pagi. Nama Shaw sedang melambung dalam rumor, Bailey tahu benar, tetapi keraguan menyusupinya bahwa Barid ingin bertemu Shaw karena hal tersebut.“Saya hanya ingin melihat secara langsung. Ah, kalian pasti belum makan. Mari kita makan!”Barid berdiri, menggandeng tangan Bailey dan Shaw hingga keduanya mau tak mau berdiri mengikuti.Bold tetap diam di tempat. Dalam benaknya, Bold berpikir bahwa dirinya tidaklah pantas untuk ikut serta. Di ruang tamu, mereka semua bisa duduk dalam jajar dan tinggi kursi yang sama, tetapi di meja makan, itu adalah hal lain lagi. Tempat yang berbeda.Barid menolehkan k

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-30
  • Jeruji Tanah Anarki   13. Menghilangnya lima tahanan

    Dunia sedang tertidur. Pekat malam menyelimuti raga dalam lelap, menemani sukma dalam bunga mimpi.“Siapa kau?”Mata bulat hitamnya menyipit, mencoba menyingkap entitas di balik jubah dan topeng hitam sesosok di depan jeruji. Sisi lain memperhatikan gerak jemari sang sosok yang tampak menggerakkan sesuatu. Sebuah kunci.Temaram lentera menghasilkan siluet sang sosok yang justru makin menyembunyikan dirinya. Hanya berupa bayang hitam yang mengecewakan.“Mau apa kau?”Matanya terus mengawasi sementara raga memasang kuda-kuda. Tubuh yang melemah kehilangan banyak tenaga oleh luka ia abaikan. Tungkai mundur merapat dinding bersamaan sang sosok yang berhasil membuka gembok yang mengunci pintu jeruji besi. Sekarang sang sosok melangkah masuk, mendekat pada gelapnya ruang.Ketika kau tahu bahwa pekat malam menyimpan berjuta misteri, kau kira, apa yang akan kau temui saat memutuskan terjaga di titik tergelap malam? Dalam setarik napas, dalam sekejap, semua hal bisa terjadi.“Tuan, lima tahanan

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-31
  • Jeruji Tanah Anarki   14. Mata yang familier

    “Apakah Anda terluka, Tuan muda?” Bexter bertanya sambil memindai keadaan Bailey.“Aku tidak apa-apa, Bexter, tapi kudaku sepertinya tidak bisa berdiri.”Bailey melirik sosok misterius yang tersisa. Satu prajurit mengunci kedua tangan sosok tersebut dengan rantai. Sesaat mata keduanya bersirobok saat sang sosok didorong untuk berjalan, melewati Bailey. Keempat sosok lain yang sudah tidak bernyawa digendong di pundak oleh empat prajurit berbadan kekar.“Biar prajurit membawa kudanya ke mansion nanti. Tuan muda, oh! Leher Anda terluka!”Seruan Bexter memancing atensi prajurit lain dan dalam sekejap ketegangan tercipta. Satu dua dari mereka meneguk ludah, lainnya berusaha bersikap biasa.Bailey meraba lehernya, melihat darah di tangannya dari luka itu.“Hanya luka kecil, tidak usah khawatir. Cukup tidak memberitahukannya pada orang lain, maka ini tidak akan jadi masalah.”Bailey tahu apa yang akan terjadi. Meskipun luka di lehernya cenderung tipis, tidak besar dan dalam, masalah tetap aka

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-01
  • Jeruji Tanah Anarki   15. Bekal

    “Bentuknya seperti peti. Kau tahu ini apa, Bold?”Benda di tangannya Shaw sodorkan pada Bold agar dapat melihat lebih jelas. Mereka masih di gudang.“Kurasa memang peti. Ada tempat kunci, lihatlah.” Bold menunjuk satu lubang kecil di tengah benda itu.“Tapi tidak ada kuncinya.”“Mungkin kakek dan nenekmu tahu.”“Hmm ... benar juga.”Lesu Shaw menanggapi perkataan Bold barusan. Kakek dan neneknya mungkin tahu, tetapi masalahnya adalah apakah mereka akan memberikan kunci itu padanya jika mereka tahu dan memilikinya? Sisi muara pikiran buruk dan cemas menghinggapi isi kepala Shaw. Gundah ia dibuatnya.“Eeeehhhh ... kenapa masih di situ?”Satu dari dua yang baru saja dibicarakan datang. Panjang umur Gracie yang muncul dari pintu, mencari keduanya.“Ayo, masuk. Hari sudah gelap.”Shaw dan Bold saling berpandangan sesaat, lalu berjalan mengikuti Gracie.Bold agak canggung, tetapi perlakuan hangat kakek nenek Shaw perlahan mencairkannya. Ia bahkan ikut bersenda gurau saat makan malam bersama.

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-02
  • Jeruji Tanah Anarki   16. Cerita Mival

    “Dasar lambat! Ayo, cepat!”Ctash!“Ba … baik, Tuan.”“Lebih cepat lagi! Dasar anak pemalas!”Tungkai yang gemetar melangkah terseok-seok. Rantai dengan bola logam di kedua kaki tidak beralas memberatkan langkah, ditambah sebuah karung yang memperparah sampai raga membungkuk.Aksi tidak menyenangkan mata tersebut tertangkap pelupuk mata Shaw. Ia berbelok ke sana. Bold yang sedikit terkejut sigap mengikuti. Kedua orang yang mengganggu pemandangan Shaw itu menghentikan diri dan menoleh pada kehadiran yang tak diundang.Terlihat jelaslah oleh Shaw, seorang anak berkulit sawo matang lagi kurus yang terlihat begitu tersiksa, tetapi berusaha tidak menunjukkan. Di hadapan samping kiri Shaw, seorang pria dewasa yang Shaw taksir usianya sekitar 40-50 tahun.“Siapa kau?” Sang pria dewasa bertanya setelah mengamati Shaw dari atas ke bawah, lalu pandangannya berganti pada Bold yang baru datang.Mengetahui yang mendatanginya adalah prajurit elite tersohor, sang pria mematung di tempat. Pikirannya m

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-03
  • Jeruji Tanah Anarki   17. Pesan dalam anak panah

    Luka di telapak kaki Mival selesai diobati dan dibalut perban. Shaw melepas sandal yang ia kenakan, memakaikannya ke kaki Mival.“Kau anak yang kuat, Mival. Kau sangat tangguh!” puji Shaw, menepuk pelan betis Mival dua kali seraya tersenyum cerah.“Sebentar ….”Shaw mencuci tangan juga kotak makannya ke sungai, kemudian memasukkan kotak makan ke dalam ransel setelahnya dan kembali.Mival merasa pipinya basah. Ia mengangkat tangan, mengusap dengan jemarinya. Ketika air matanya berderai lagi dan lagi, Mival menutup matanya dengan punggung tangan kanan.Shaw duduk di tempatnya, menatap Mival di samping dengan senyum dan membawa anak delapan tahun itu ke dalam dekapan.“Kau hebat, Mival. Orang lain belum tentu bisa bertahan sampai sekarang sepertimu,” ujar Shaw lirih.Bold terdiam memperhatikan. Ia masih belum terbiasa membuka diri dan memeluk orang lain.“Masa depanmu pasti cerah. Kau tidak boleh putus asa. Semuanya akan membaik,” tutur Shaw lembut sambil mengusap-usap punggung Mival. Ana

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-04
  • Jeruji Tanah Anarki   18. Pesan dalam anak panah (2)

    Laci dibuka, Bailey mengambil pena dan buku catatan berukuran kecil, lantas menuliskan rentetan kejadian yang ia ingat sejak beberapa hari sebelum penyerangan, saat perang, nama-nama yang ia curigai beserta alasannya, orang yang mengusulkan dan mendesak penundaan hukuman mati di rapat, dan laporan-laporan yang masih ia ingat beserta nama-nama pelapornya. Selesainya, pena ia taruh dan melanjutkan membaca.“Dua prajurit itu, terkadang aku melihat mereka berjaga di area tahanan tetua. Maksudku, para orang tua, jeruji-jeruji di lorong yang kau lewati saat Shaw dihukum. Terkadang aku hanya melihat satu dari mereka, terkadang keduanya. Kalau dipikir-pikir, bukankah seharusnya mereka tidak sesering itu berjaga di tempat yang sama? Bukankah begitu peraturannya? Setidaknya itu yang kutahu dari seorang prajurit yang pernah kutanyai.”“Hum, memang begitu.” Bailey membenarkan, menulis lagi di buku catatan.“Aku juga pernah mendengar mereka membicarakan tahanan-tahanan tetua itu. Kalau kau lupa tah

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-05

Bab terbaru

  • Jeruji Tanah Anarki   102. Markas naga hibrid

    Kilau cahaya pohon dan jalan memandu Bailey ke kaki gunung sisi utara, melewati area yang Bailey datangi tempo lalu bersama Shaw dan yang lain pada malam operasi penambangan ilegal. Semak belukar lebih tinggi, lalu ketika Bailey sampai di timur, menuju belokan ke tenggara, kilau cahaya kemerahan berkelap-kelip di depan.Bailey segera menghentikan laju kudanya.“Profesor bilang warna lain selain hitam dan putih akan cenderung samar, tapi merah itu terlalu jelas,” gumam Bailey.Menggeser fokus tatapannya, Bailey menemukan lebih banyak siluet merah dengan haki yang menguar di dalam sebuah gua. Bailey mengamati sekitar lebih jeli. Terlihat oleh matanya dinding seperti kubah di atas.Bailey menyalurkan hakinya ke kuda, tetapi tetap menyamarkannya, kemudian membuat kuda berderap pelan dan santai. Sang kuda bagai berjalan di atas angin; tidak ada suara yang terdengar tiap kali kakinya memijak.Mendekati gua, Bailey turun dari kuda. Ia ikatkan tali kuda ke sebuah pohon, kemudian melanjutkan d

  • Jeruji Tanah Anarki   101. Monokrom

    Aaban mengangguk, kemudian beralih tatap pada prajurit yang tadi membawakan kuda.“Buka gerbangnya.”Sang prajurit mengangguk patuh, kemudian berlari menuju pos jaga di sisi salah satu gerbang. Model pos agak tinggi dari permukaan tanah, jadi, ia mendongak dan berseru pada prajurit yang berada di pos.“Buka gerbangnyaaaa!”Prajurit di pos segera menjalankan perintah. Engsel gerbang segera berbunyi, lalu gerbang berderit, perlahan terbuka seiring Bailey menunggangi kuda.“Hati-hati, Tuan Muda!” kata Aaban.Bailey mengangguk. “Aku pergi.”Prajurit yang berseru pada prajurit di gerbang menyingkir, kembali ke sisi Aaban. Bailey menghentak tali kuda, melewati gerbang begitu gerbang terbuka lebar.“Tuan Muda sangat berani dan cerdik,” celetuk prajurit di sisi Aaban. Ia memandangi kepergian Bailey dengan binar takjub di matanya.“Dia putra pemimpin Zanwan. Keberanian dan kecerdikan akan bagus untuk menjadi bagian dari dirinya,” kata Aaban sambil memandangi Bailey yang menjauh, membelah padan

  • Jeruji Tanah Anarki   100. Ancaman Jillian

    Matahari telah terbenam di ufuk barat. Malam telah bertakhta. Dinginnya udara menerpa Zanwan sedingin suasana di meja makan mansion Hunt.“Wilton, di mana Bailey?” Jillian bertanya.Piring-piring masih terisi, belum habis setengah hidangan di atasnya. Satu kursi di meja makan, kursi yang biasa diduduki Bailey, kini kosong. Wilton berdiri di belakang samping kursi tersebut.Pelayan mengatakan Bailey tidak ada di kamarnya beberapa saat lalu. Sebentar sebelum duduk ke kursinya, Jillian pun mengecek kamar Bailey, hanya menemukan ruangan kosong. Sampai Ascal tiba, Bailey belum juga muncul. Tak ayal Ascal memanggil Wilton.“Tuan Muda ….” Wilton bicara serupa suara bisikan di keramaian, nyaris tidak terdengar saking lirihnya.Jillian mengerjap. Ia melirik Wilton sambil makan. Wilton terus menunduk, bahkan tidak kunjung menyelesaikan bicaranya. Ascal berganti melontarkan tanya tanpa menoleh.“Wilton, di mana Bailey?”“Tuan Muda pergi ….” Wilton masih serupa anak kecil yang bersembunyi.“Wilto

  • Jeruji Tanah Anarki   99. Jawaban Bailey

    Bailey manggut-manggut. “Aku tidak mengira kalian akan mengajukan pertanyaan semacam itu, bahkan tidak mengira kalian akan pernah menghiraukan hal semacam itu. Terima kasih, kurasa.”Senyum terukir di hati Bailey. Sebuah kabar gembira bagai menggema di dalam dirinya. Begitu pula yang dirasakan Otto dan Milo. Bailey menyambut baik, tentu itu kabar besar yang membahagiakan. Sekali lagi, perkiraan mereka salah. Sepertinya Bailey tidak mendengar pembicaraan mereka di kelas atau mungkin mendengar, tetapi tidak mempermasalahkan, dan itu membuat kegembiraan mereka kian bertambah.“Sanjungan lebih pantas untukmu,” kata Milo.Bailey merespon itu dengan senyum kecil. Otto dan Milo mengerjap, segera berpikir apakah mereka salah lihat. Namun, mereka dapati bahwa mereka tidak salah lihat. Bailey memang tersenyum. Senyum itu, Bailey tujukan kepada mereka.“Aku mulai dari pertanyaan pertama, ya,” kata Bailey, kemudian menghirup udara sejenak.Otto dan Milo mengangguk dan memasang telinga baik-baik.

  • Jeruji Tanah Anarki   98. Pertanyaan Otto dan Milo

    “Kau mendengarnya?” Otto bertanya dengan wajah memucat. Suaranya amat pelan sampai nyaris tidak terdengar.Milo mengangguk kecil dalam gerakan patah-patah dan sarat keraguan. Ekspresi pada wajahnya tidak jauh berbeda.Kepala mereka kemudian bergerak bersamaan, berpaling tatap ke baris terdepan, lalu mereka melihat Bailey beranjak dari duduknya, pergi keluar.“Apa Tuan Muda mendengar pembicaraan kita?” Milo bertanya dalam suara lebih rendah, serupa bisik-bisik yang mungkin saja akan hanyut terbawa angin.Otto menggeleng. Bukan jawaban meyakinkan, hanya harapan bahwa itu adalah kenyataan yang terjadi.“Kalau benar, semesta mungkin tidak akan berpihak pada kita setelah ini,” kata Otto.Cemas menyerang Otto. Kalau Bailey benar mendengar pembicaraan mereka, apakah kali ini Bailey akan tersinggung? Kesal? Emosi dan apa pun yang lebih buruk?“Kurasa kita sebaiknya bergegas?” Milo melirik Otto.“Itu keputusan paling baik.” Otto berdiri.Milo memasukkan buku catatan yang baru sebentar ia baca

  • Jeruji Tanah Anarki   97. Temui aku di perpustakaan

    “Katakan saja,” ucap Bailey di sela makannya.Bailey tahu dua anak lelaki ini takkan mendatanginya kalau hanya untuk makan. Ada meja-meja kosong lain yang siap untuk ditempati, pun keduanya belum pernah begitu pada Bailey sepanjang sejarah bersekolah walau satu kelas dengan Bailey.“Kami … agak … penasaran. Apa Tuan Muda akan mendaftar untuk turnamen?” Otto Atrius yang duduk di sebelah Milo bertanya. Bibir merah cerahnya berulang kali mengatup dan terbuka setelah pertanyaan diajukan. Otaknya berpikir apakah pertanyaan itu sudah pas atau tidak.“Turnamen umum, maksudmu?” tanya Bailey.Otto mengangguk. “Kami dengar-dengar tahun ini murid yang terpilih untuk mewakili sekolah boleh mendaftar turnamen umum. Kami juga baca informasinya di mading pagi ini.”“Kalau terpilih mewakili sekolah, lalu mendaftar di turnamen umum dan ternyata lolos dalam keduanya ke final, terlebih keluar sebagai juara di peringkat satu, akan otomatis mendapat tiket emas dan bonus berlipat.” Milo turut bicara setela

  • Jeruji Tanah Anarki   96. Keluarga yang sempurna

    “Ayah dan Ibu bawa apa? Itu terlihat banyak sekali!” Shaw mengamati tas-tas belanjaan dengan antusias. Salah satu isi yang tertangkap matanya adalah pakaian.“Oh, ini untuk putra Ibu yang paling manis!” Suara wanita menjawab.“Asyik! Pakaian, ya?” tanya Shaw.“Betul. Ada mainan juga!” Suara pria yang bicara.“Horeeee … mainan!” Shaw berseru gembira. Kebahagiaan meluap-luap pada suaranya.Di atas kaca, Shaw gemetar. Ia tidak mengira danau kaca keyakinan akan menampilkan momen seperti itu. Ia kira itu hanya akan berkisar perjalanannya, rencananya dengan Bailey, tantangan yang dihadapi dalam upaya mewujudkan impian tentang Zanwan. Namun, apa yang ia dengar sepenuhnya berbeda. Sama sekali tidak ada dalam bayangannya. Tidak sedikit pun.Mata Shaw bergetar. Air makin banyak di sana, lalu tumpah kala Shaw dengar suara yang sangat familier.“Shaw, jangan melompat-lompat tinggi begitu.” Itu suara Spencer, terdengar riang dan penuh kasih.“Shaw gembira sekali sepertinya.” Gracie menyusul bicara

  • Jeruji Tanah Anarki   95. Kaca keyakinan

    “Ini danaunya.”Shaw sampai di ujung hutan lain setelah dari hutan sunyi dan melewati padang rumput. Di hadapannya membentang danau jernih yang berkilau, besar dan luas yang tidak mampu Shaw ukur dengan pasti. Ia perkirakan luasnya sama atau bahkan melebihi lapangan alun-alun distrik Acilav.“Sampai di danau itu, cara paling cepat untuk melewatinya adalah membelahnya. Menyeberanginya,” kata Fu dalam pesannya sebelum berpisah. “Jangan terkecoh dengan ukurannya yang kau mungkin kira tidak seberapa luas; masih sangat mungkin untuk dilewati dengan mengitarinya. Terkadang dalam waktu dan untuk alasan yang tidak terduga, setelah melihat wujudnya, begitu kau berjalan, mencoba memutari danau untuk sampai di seberang, di sisi lain, kau akan dapati bahwa ujung danau bahkan tidak kautemukan. Semua yang kaulihat mungkin hanya akan menjadi hamparan air. Tidak ada lagi pepohonan, tidak ada lagi daratan selain tempat kau berpijak dan sekitar.”Shaw berjinjit, mencoba menjangkau seberang danau dengan

  • Jeruji Tanah Anarki   94. Bakat alam

    “Ada rencana untuk keluar lagi di sisa hari ini, Tuan Muda?” Wilton bertanya seturunnya ia dari kuda, memegangi tali setelah Bailey turun. Mereka baru sampai di mansion, pulang dari sekolah.“Kurasa tidak. Sepertinya aku akan habiskan waktu di meja belajar.”“Baik. Saya akan ada di pos malam ini kalau Tuan Muda butuh sesuatu.”“Ya. Aku masuk, ya. Terima kasih untuk hari ini, Wilton.”Bailey pergi, masuk ke mansion. Wilton mengiringi kepergian Bailey dengan anggukan penuh hormat. Bibirnya melengkung membentuk senyum. Usai Bailey tidak lagi terlihat, Wilton membawa kuda ke kandang.Sampai kamar, Bailey menyalakan penerangan, melepaskan ransel, dan bersih-bersih. Ia melanjutkan dengan menekuri buku-buku mata pelajaran sampai pelayan memanggil namanya dari luar pintu.Makan malam tiba, Bailey berseri-seri menemukan Jillian di meja makan. Canda tawa Jillian serupa bunga-bunga di musim semi dan keceriaan Bariela adalah penyempurna. Jillian telah kembali dengan warna cerahnya, tidak lagi ber

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status