Home / Lainnya / Jeruji Tanah Anarki / 11. Siapa namamu?

Share

11. Siapa namamu?

Author: Maula Faza
last update Last Updated: 2021-07-29 12:33:43

“Yeayy!” Shaw melompat riang. Ia berseru lagi, “Bold mau!”

Air muka tenang Bailey berubah. Sekejap ia terkesiap oleh teriakan Shaw. Tingkah Shaw yang langsung menyimpulkan padahal Bold belum menjawab adalah faktor lainnya.

“Tidak.” Bold akhirnya menjawab.

Sekarang air muka Shaw yang berubah. Ia menunduk murung.

Bold mengernyit.

“Aku akan berubah pikiran kalau kau bisa menjatuhkan pedangku.”

Shaw mengangkat wajah, mengukir kembali senyumnya.

“Bertarung?”

“Shaw belum sembuh benar. Biar kugantikan.” Bailey mengajukan usul.

“Tidak apa, Bailey. Aku saja. Tidak masalah.”

Shaw mundur beberapa langkah dan mencabut pedang dari sarung di sisi kiri tubuhnya.

“Haah ... ya sudah.”

Bailey mengalah, menepi, membiarkan Shaw dan Bold melanjutkan. Beberapa prajurit menengok ketika mendengar pedang Shaw dan Bold mulai beradu, kemudian mendekat dan menonton di tepian. Ini adalah momen langka bagi mereka juga Bailey. Sang Tuan Muda bisa melihat bagaimana Shaw menggerakkan pedangnya jika bertarung dengan orang lain selain dirinya.

Prajurit yang kebetulan lewat pun mendekat dan perlahan prajurit-prajurit lain yang tadi berlatih di lapangan utama pun berdatangan. Mereka berkumpul di tepian halaman, menonton, dan bersorak.

“Perhatikan gerakanmu, Bold.” Shaw membuka suara, melempar seringai, lalu dalam satu langkah kaki, Shaw memotong pergerakan pedang Bold dari sisi kiri. Ia gerakkan cepat pedangnya, memutar pedang Bold dan menariknya.

Riuh sorak sorai dan tepuk tangan memenuhi halaman belakang asrama. Terhibur sekali mereka dengan pertarungan Bold dan Shaw, pun terkagum pada permainan pedang Shaw dan cara bagaimana anak itu mengalahkan Bold.

Bailey mendekat, memberi tepuk tangan pada Shaw dengan wajah berseri.

“Kukira permainan pedangmu akan melemah karena tidak berlatih beberapa hari,” tutur Bailey, terkekeh. “Dengan mengalahkan Bold, kau baru saja menjadi pengguna pedang terbaik ketiga di Zanwan, kau tahu?!”

“Ketiga?” Shaw memiringkan kepala.

Bailey mengangguk dan menjawab, “Kata orang-orang, pengguna pedang terbaik di Zanwan saat ini adalah si Jubah Hitam, lalu Ayah yang kedua, dan yang ketiga adalah Bold. Namun, karena kau berhasil melepas dan menjatuhkan pedang Bold dari tangannya, berarti kau adalah pengguna pedang terbaik ketiga!”

Sebuah kejutan lain bagi para penonton melihat antusiasme Bailey. Ini bahkan tidak kalah langka dari pertarungan Bold dan Shaw.

“Begitu, ya ....” Shaw menggaruk tengkuk dan tersenyum kikuk. Ia meneruskan dalam hati, “Si Jubah Hitam? Mungkinkah yang kemarin itu?”

Atasan pasukan elite yang mendengar kabar kedatangan Shaw dan Bailey pun mendekat. Kedatangannya adalah alarm. Para prajurit yang semula berkumpul gegas membubarkan diri.

Bold mengambil pedangnya, menghampiri Shaw dan Bailey.

“Kau hebat juga,” puji Bold. Walau matanya terlihat menatap Shaw dan Bailey berbarengan, sudah pasti kata-katanya ia tujukan kepada Shaw.

Begitu sampai di hadapan Bailey dan Shaw, Bold menjatuhkan lutut beserta harkatnya, menundukkan kepala juga congkaknya. Bold membumi; mengaku kalah, tunduk pada sang ahli waris takhta dan nadimnya.

“Yang rendahan ini sudah memutuskan, memberikan kesetiaan yang tak akan tergerus waktu,” ucap Bold, tegas nan tulus.

“Heehh?!” Shaw terkesiap.

Bailey menunjukkan reaksi yang kurang lebih sama. Ia dan Shaw mundur selangkah, saling pandang dalam bingung.

“Apa maksudmu, Bold?” tanya Shaw.

“Aku pernah bersumpah akan mengabdikan diri kepada siapa pun yang berhasil mengalahkanku,” jawab Bold, masih dengan posisinya.

Shaw bungkam.

“Namun, bagaimanapun sumpahku tidak dapat menggantikan tugas dan keharusanku akan pengabdian kepada pemimpin Zanwan. Maka, selain dikau, Shaw, aku pun dalam genggaman titah Tuan Muda Bailey.”

Shaw melirik Bailey. Apa yang Bold lakukan telah melampau jauh baginya yang tidak hidup dalam hal seperti itu.

“Kau tahu, Bold, pepatah Zanwan salah satunya adalah bahwa penduduk Acilav cenderung disebut sebagai penduduk budak. Kalaupun ada di antaranya yang menjadi tuan, itulah bagai keajaiban sekali dalam seribu tahun. Aku datang hanya ingin memintamu menemaniku mencari panasea. Ikrar dan penyerahan dirimu ini tidak ada dalam harapan maupun tujuan kedatanganku. Tidak akan. Jadi, tidak perlu seperti itu. Lagipula, kau sudah jadi temanku!” kata Shaw. Senyum cerah menghias wajahnya.

“Bangunlah, Bold.” Bailey bergilir bicara.

Bold mendengar. Namun, ia malah bergeming.

Bailey menoleh pada Shaw, memberi kode melalui gerakan kepala untuk meminta Bold bangun.

“Bangunlah, Bold. Akan kujawab kalau kau bangun.” Shaw yang meminta kali ini.

Patuh, Bold menegakkan tubuhnya, kembali tegap seperti ia yang biasa, tetapi dengan pandangan yang masih menunduk.

“Kau tahu bersumpah seperti itu sangat berbahaya, 'kan? Bagaimana kalau yang mengalahkanmu adalah orang jahat? Orang itu bisa saja memanfaatkanmu!” Shaw tidak mengerti, juga heran. Ia merasa Bold ceroboh kali ini.

“Dan saya pun sudah memutuskan, memilah akan dengan siapa saya bertarung.” Tenang Bold bersuara.

Shaw menghela napas, tidak nyaman dengan perubahan sikap Bold.

“Aku tidak menyukai perubahanmu, Bold,” kata Shaw jujur.

“Sumpah adalah sumpah, Shaw.” Itu Bailey, mengingatkan Shaw meski dirinya sama tidak nyamannya.

Sekali lagi Shaw menghela napas.

“Tidak ada harga yang pantas untuk kesetiaan yang kau tawarkan, Bold. Bagaimana kami akan membayarnya?” kata Shaw, menghirup udara dan memberi jeda pada perkataannya. “Kami. Maksudku, yah, seperti katamu. Kami, aku dan Bailey. Hah, berhubung aku tidak suka hal seperti ini, kalau kau ingin berdiri di sisiku, kau juga harus berdiri di sisi Bailey. Bukan hanya karena Bailey anak pemimpin Zanwan, melainkan karena aku dan Bailey adalah satu.”

“Tidak ada bayaran yang diperlukan, Tuan. Ini adalah apa yang seharusnya saya lakukan,” jawab Bold.

“Kau yakin, Bold?” Bailey bertanya.

Perkataan Bold tidak menjelaskan batas waktu yang artinya bisa saja bermakna seumur hidup. Bailey tidak yakin akan hal itu. Sumpah Bold.

Bold hanya merespon dengan anggukan. Ia sudah meyakinkan diri sejak pertama kali sumpah itu terucap olehnya beberapa tahun lalu. Mengetahui bahwa orang di hadapannya ini adalah yang dimaksud oleh sumpahnya, Bold makin yakin.

“Mau bagaimana lagi. Nah, Bailey, tetaplah sehat dan hidup. Bawa Zanwan pada napas yang seharusnya. Anggap saja itu bayaran untuk kesetiaan Bold.” Santai Shaw berucap, menyatukan jemari kedua tangannya di belakang kepala.

“Bold bicara padamu, Shaw.” Bailey memutar bola matanya.

“Kan sudah kubilang. Kalau ingin berdiri di sisiku, harus berdiri di sisimu juga. Bold, kan, bersikeras dengan sumpahnya, berarti Bold bicara padamu juga.”

Bailey geleng-geleng kepala. Tidak heran ia pada sikap Shaw. Ia tahu betul Shaw memang blak-blakan.

“Angkat kepalamu, Bold. Kami terima apa pun yang kau ucapkan. Jadi, angkat kepalamu,” titah Bailey.

Mendengar itu, Bold mengangkat kepalanya perlahan, menatap lurus sepasang mata Bailey, berganti ke Shaw.

Bailey dan Shaw saling tatap sesaat, mengangguk, dan menghambur bersamaan di detik berikutnya; memeluk Bold. Senyum hangat membingkai tanpa kata.

“Tu … Tuan ....”

Tidak ragu dalam berkata dan bertindak adalah kebiasaan Bold. Ia hampir tidak pernah terlihat gagap atau gugup, tetapi sekarang ia bahkan tidak tahu harus merespon bagaimana. Lidahnya kelu dan sekujur tubuhnya seperti membatu.

“Tidak perlu sungkan, Bold. Kita adalah teman baik mulai sekarang! Teman baik!” tutur Shaw, mendongakkan kepala. Cengiran ia tampilkan. “Aku serius! Kita adalah teman baik sekarang. Jadi, bersikaplah sebagaimana seorang teman bersikap pada temannya. Tidak ada kasta ataupun status sosial dan jangan gunakan kata-kata menyebalkan tadi untuk menyebut diri sendiri saat kau bicara dengan kami.”

Tertegun Bold. Ragu-ragu ia mengangkat kedua tangan, perlahan balas memeluk kedua anak lelaki itu. Penuh hati-hati ia ketika menyentuh pundak Shaw.

Bergetar hati Bold. Tidak pernah ia dapatkan perlakuan seperti ini dari orang lain. Aksi Bailey dan Shaw membawa jiwa Bold pada guncangan terhebatnya, semburat simpul pada parasnya yang tegas dan dingin, mengubah datar yang selalu tampak di sana. Bold tersenyum. Hangat dan haru memenuhi dirinya saat ini.

“Baiklah. Kita harus bergegas,” kata Shaw, melepaskan pelukan. Bailey mengikuti.

Bold tidak bertanya apa pun lagi. Ia masih dalam kejutnya. Jadi, ia hanya mengangguk dan mengikuti dua anak lelaki yang kini ia anggap sebagai Tuan sekaligus keluarganya.

“Tunggu!”

Satu suara menghentikan langkah ketiganya saat hendak meninggalkan lapangan utama. Suaranya datang dari arah samping.

Bold sangat mengenal suara tersebut. Ia segera mengambil sikap hormat.

“Jenderal Eduardo Galvan.”

“Kulihat-lihat kau sedang bersenang hati, Bold.” Eduardo tersenyum kecil. Atensi ia alihkan kepada Bailey. “Tuan Muda.”

Mengangkat kepala setelah menunduk sekilas, mata Eduardo lekas beralih, menangkap kehadiran Shaw. Sejenak ia terdiam.

“Jenderal Eduardo.” Bailey menyambut sapaan Eduardo.

“Ah, ke mana tujuan kalian berikutnya?” Eduardo tersenyum ramah.

“Ke rumah Profesor Barid.” Bailey yang menjawab. 

Eduardo mengangguk singkat, kembali menatap Shaw dalam diam. Sejurus kemudian, tangannya terangkat dengan sebuah sorban di tangan. Ia pakaikan sorban pada Shaw hingga menutupi setengah wajah Shaw, area mulut dan hidung.

“Jangan lepaskan ini selama kau berada di distrik Aloclya, terutama jika sedang di luar. Kau boleh melepasnya saat di rumah Profesor Barid nanti,” tutur Eduardo.

“Mengapa?” Shaw dan Bailey bertanya bersamaan.

“Kalian akan mengetahui jawabannya suatu hari nanti,” ujar Eduardo, tersenyum, mempersilakan ketiganya melanjutkan perjalanan.

Setelah mengurus perizinan Bold dan membantu membereskan pakaian juga barang-barang yang ingin Bold bawa, ketiganya pergi dari asrama. Bold menunggangi kuda miliknya, mengekor di belakang kuda Bailey yang terpacu ke kediaman Barid. Sesuai yang diucapkan pagi tadi, Bailey membawa Shaw berkunjung.

Beberapa penduduk Aloclya yang berpapasan dengan ketiganya menatap penasaran pada Shaw. Pergi dengan Bailey dan Bold membersamai? Ini seperti mereka bertiga hendak menjalankan misi. Pada akhirnya orang-orang menundukkan pandangan saat ketiganya mendekat dan melewati mereka.

Terlihat Ramas di halaman depan ketika kuda Bailey dan Bold memasuki pekarangan seusai penjaga membukakan gerbang. Asisten Barid itu sedang menarik kuda ke kandang.

“Sepertinya Profesor baru tiba, tapi dari mana? Apa dari rumah? Kalau iya, lama sekali Profesor mengobrol dengan Ayah,” terka Bailey dalam pikirannya.

Ramas yang mendengar suara kuda lain datang langsung menghentikan aksi menarik kuda. Menoleh ia ke sumber suara dan keningnya mengerut sekejap. Gegas ia serahkan kuda kepada seorang pekerja di dalam kandang dan pergi menyambut tamu.

“Selamat datang, Tuan-Tuan,” kata Ramas.

“Ey, Ramas! Bagaimana kabarmu?” Bold tiba-tiba membuka suara. Nada dan cara bicaranya mengundang Bailey dan Shaw untuk menoleh.

Bold seramah itu? Pada Ramas?

“Bold! Kabarku baik! Sangat baik!” Ramas antusias. Ia menyalami dan memeluk Bold sebentar sambil saling menepuk punggung.

Shaw berjalan ke sisi Bailey. Keduanya memperhatikan Bold dan Ramas yang kini terlibat obrolan dan saling tertawa.

“Bailey, kau bilang Bold susah diajak berbincang santai, kan?” Shaw bertanya lirih.

Bailey memberi Shaw anggukan kepala.

“Lalu apa yang kita lihat sekarang ini?”

“Entahlah. Kurasa informasinya tidak cukup valid.”

Benak Bailey dan Shaw berselimut tanya. Namun, tidak satu pun dari mereka menyuarakannya karena Bold dan Ramas bahkan seperti mendadak lupa pada sekitar.

“Bold?!” Shaw memanggil. Tergambar rasa heran pada raut mukanya.

Obrolan dan tawa itu seketika berhenti.

“Kami tidak bermaksud menginterupsi, tapi apa Profesor luang untuk bertemu?” Bailey bertanya.

Bold membuka mulut seperti mengucap kata A dan Ramas menunjukkan cengiran.

“Ah, maafkan saya!” Ramas mendekat. “Profesor baru kembali. Seharusnya luang untuk bertemu. Mari, saya antar.”

Di sela berjalan, Shaw melirik Bold sepintas lalu. Ia temukan tidak ada ekspresi di wajah Bold.

“Silakan duduk ... mohon tunggu sebentar!” kata Ramas ketika ia memasuki ruang tamu. Sesudahnya, ia berlalu; memanggil Barid.

Tidak lama dari kepergian Ramas, pelayan datang membawa hidangan, menyusunnya rapi di meja dan kembali setelah mendapat ucapan terima kasih.

Shaw melonggarkan sorban yang menutupi setengah wajahnya, menariknya ke bawah sebatas leher dan mengambil napas banyak-banyak.

“Aku ... tidak biasa memakai ini,” kata Shaw dengan napas menderu.

Bailey menepuk-nepuk punggung Shaw, memberi semangat.

“Kau akan segera terbiasa. Jenderal Eduardo adalah orang baik. Aku yakin ada alasan kuat mengapa Jenderal memintamu menyembunyikan wajah selama kau berada di distrik ini. Benar, 'kan, Bold?”

“Benar. Jenderal Eduardo orang baik dan tidak akan melakukan sesuatu tanpa alasan.”

Satu hal baik yang masih dipertahankan penduduk Zanwan di tengah hitamnya aturan yang berlaku adalah tradisi memperlakukan tamu. Ruang tamu adalah satu-satunya tempat di mana orang dari semua kalangan bisa merasakan duduk di tempat yang sama. Setara.

Penduduk Zanwan memperlakukan tamu mereka dengan baik, tidak peduli pangkat dan jabatan. Siapa pun yang bertamu ke rumah mereka akan mendapat perlakuan yang sama dari empunya rumah. Hal inilah yang menjadi salah satu sebab mengapa perompak bajak laut berkeinginan menguasai Zanwan. Mereka meyakini penduduk Zanwan akan menjadi orang yang besar di masa depan, meyakini diri mereka pada dasarnya adalah orang-orang baik.

“Selamat datang ….” Barid muncul dengan wajah semringah. Namun, kata-katanya terhenti kala matanya terarah pada Shaw.

Terdiam Barid, melangkah mendekat. Tangannya sedikit gemetar saat menangkup wajah Shaw. Ia usap kepala Shaw penuh haru. Sorot gembiranya meredup sementara Shaw hanya menampilkan wajah polos yang bingung.

Barid seperti kehilangan suara ketika ia bertanya, “Siapa … namamu?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Jeruji Tanah Anarki   12. Riuh di alun-alun

    “Shaw. Namaku Shaw.”“Hanya Shaw?” tanya Barid lagi.Shaw mengangguk.“Hmm ... baiklah. Silakan diminum.”Barid duduk, mengambil gelas berisikan air jeruk manis dan meminumnya.“Tuan Muda, terima kasih sudah beranjang dan membawa Shaw serta.”“Hum. Jadi, kenapa Profesor ingin bertemu Shaw?”Bailey tidak bisa menahan diri lagi untuk tidak mengajukan pertanyaan yang muncul dalam benaknya sejak pagi. Nama Shaw sedang melambung dalam rumor, Bailey tahu benar, tetapi keraguan menyusupinya bahwa Barid ingin bertemu Shaw karena hal tersebut.“Saya hanya ingin melihat secara langsung. Ah, kalian pasti belum makan. Mari kita makan!”Barid berdiri, menggandeng tangan Bailey dan Shaw hingga keduanya mau tak mau berdiri mengikuti.Bold tetap diam di tempat. Dalam benaknya, Bold berpikir bahwa dirinya tidaklah pantas untuk ikut serta. Di ruang tamu, mereka semua bisa duduk dalam jajar dan tinggi kursi yang sama, tetapi di meja makan, itu adalah hal lain lagi. Tempat yang berbeda.Barid menolehkan k

    Last Updated : 2021-07-30
  • Jeruji Tanah Anarki   13. Menghilangnya lima tahanan

    Dunia sedang tertidur. Pekat malam menyelimuti raga dalam lelap, menemani sukma dalam bunga mimpi.“Siapa kau?”Mata bulat hitamnya menyipit, mencoba menyingkap entitas di balik jubah dan topeng hitam sesosok di depan jeruji. Sisi lain memperhatikan gerak jemari sang sosok yang tampak menggerakkan sesuatu. Sebuah kunci.Temaram lentera menghasilkan siluet sang sosok yang justru makin menyembunyikan dirinya. Hanya berupa bayang hitam yang mengecewakan.“Mau apa kau?”Matanya terus mengawasi sementara raga memasang kuda-kuda. Tubuh yang melemah kehilangan banyak tenaga oleh luka ia abaikan. Tungkai mundur merapat dinding bersamaan sang sosok yang berhasil membuka gembok yang mengunci pintu jeruji besi. Sekarang sang sosok melangkah masuk, mendekat pada gelapnya ruang.Ketika kau tahu bahwa pekat malam menyimpan berjuta misteri, kau kira, apa yang akan kau temui saat memutuskan terjaga di titik tergelap malam? Dalam setarik napas, dalam sekejap, semua hal bisa terjadi.“Tuan, lima tahanan

    Last Updated : 2021-07-31
  • Jeruji Tanah Anarki   14. Mata yang familier

    “Apakah Anda terluka, Tuan muda?” Bexter bertanya sambil memindai keadaan Bailey.“Aku tidak apa-apa, Bexter, tapi kudaku sepertinya tidak bisa berdiri.”Bailey melirik sosok misterius yang tersisa. Satu prajurit mengunci kedua tangan sosok tersebut dengan rantai. Sesaat mata keduanya bersirobok saat sang sosok didorong untuk berjalan, melewati Bailey. Keempat sosok lain yang sudah tidak bernyawa digendong di pundak oleh empat prajurit berbadan kekar.“Biar prajurit membawa kudanya ke mansion nanti. Tuan muda, oh! Leher Anda terluka!”Seruan Bexter memancing atensi prajurit lain dan dalam sekejap ketegangan tercipta. Satu dua dari mereka meneguk ludah, lainnya berusaha bersikap biasa.Bailey meraba lehernya, melihat darah di tangannya dari luka itu.“Hanya luka kecil, tidak usah khawatir. Cukup tidak memberitahukannya pada orang lain, maka ini tidak akan jadi masalah.”Bailey tahu apa yang akan terjadi. Meskipun luka di lehernya cenderung tipis, tidak besar dan dalam, masalah tetap aka

    Last Updated : 2021-08-01
  • Jeruji Tanah Anarki   15. Bekal

    “Bentuknya seperti peti. Kau tahu ini apa, Bold?”Benda di tangannya Shaw sodorkan pada Bold agar dapat melihat lebih jelas. Mereka masih di gudang.“Kurasa memang peti. Ada tempat kunci, lihatlah.” Bold menunjuk satu lubang kecil di tengah benda itu.“Tapi tidak ada kuncinya.”“Mungkin kakek dan nenekmu tahu.”“Hmm ... benar juga.”Lesu Shaw menanggapi perkataan Bold barusan. Kakek dan neneknya mungkin tahu, tetapi masalahnya adalah apakah mereka akan memberikan kunci itu padanya jika mereka tahu dan memilikinya? Sisi muara pikiran buruk dan cemas menghinggapi isi kepala Shaw. Gundah ia dibuatnya.“Eeeehhhh ... kenapa masih di situ?”Satu dari dua yang baru saja dibicarakan datang. Panjang umur Gracie yang muncul dari pintu, mencari keduanya.“Ayo, masuk. Hari sudah gelap.”Shaw dan Bold saling berpandangan sesaat, lalu berjalan mengikuti Gracie.Bold agak canggung, tetapi perlakuan hangat kakek nenek Shaw perlahan mencairkannya. Ia bahkan ikut bersenda gurau saat makan malam bersama.

    Last Updated : 2021-08-02
  • Jeruji Tanah Anarki   16. Cerita Mival

    “Dasar lambat! Ayo, cepat!”Ctash!“Ba … baik, Tuan.”“Lebih cepat lagi! Dasar anak pemalas!”Tungkai yang gemetar melangkah terseok-seok. Rantai dengan bola logam di kedua kaki tidak beralas memberatkan langkah, ditambah sebuah karung yang memperparah sampai raga membungkuk.Aksi tidak menyenangkan mata tersebut tertangkap pelupuk mata Shaw. Ia berbelok ke sana. Bold yang sedikit terkejut sigap mengikuti. Kedua orang yang mengganggu pemandangan Shaw itu menghentikan diri dan menoleh pada kehadiran yang tak diundang.Terlihat jelaslah oleh Shaw, seorang anak berkulit sawo matang lagi kurus yang terlihat begitu tersiksa, tetapi berusaha tidak menunjukkan. Di hadapan samping kiri Shaw, seorang pria dewasa yang Shaw taksir usianya sekitar 40-50 tahun.“Siapa kau?” Sang pria dewasa bertanya setelah mengamati Shaw dari atas ke bawah, lalu pandangannya berganti pada Bold yang baru datang.Mengetahui yang mendatanginya adalah prajurit elite tersohor, sang pria mematung di tempat. Pikirannya m

    Last Updated : 2021-08-03
  • Jeruji Tanah Anarki   17. Pesan dalam anak panah

    Luka di telapak kaki Mival selesai diobati dan dibalut perban. Shaw melepas sandal yang ia kenakan, memakaikannya ke kaki Mival.“Kau anak yang kuat, Mival. Kau sangat tangguh!” puji Shaw, menepuk pelan betis Mival dua kali seraya tersenyum cerah.“Sebentar ….”Shaw mencuci tangan juga kotak makannya ke sungai, kemudian memasukkan kotak makan ke dalam ransel setelahnya dan kembali.Mival merasa pipinya basah. Ia mengangkat tangan, mengusap dengan jemarinya. Ketika air matanya berderai lagi dan lagi, Mival menutup matanya dengan punggung tangan kanan.Shaw duduk di tempatnya, menatap Mival di samping dengan senyum dan membawa anak delapan tahun itu ke dalam dekapan.“Kau hebat, Mival. Orang lain belum tentu bisa bertahan sampai sekarang sepertimu,” ujar Shaw lirih.Bold terdiam memperhatikan. Ia masih belum terbiasa membuka diri dan memeluk orang lain.“Masa depanmu pasti cerah. Kau tidak boleh putus asa. Semuanya akan membaik,” tutur Shaw lembut sambil mengusap-usap punggung Mival. Ana

    Last Updated : 2021-08-04
  • Jeruji Tanah Anarki   18. Pesan dalam anak panah (2)

    Laci dibuka, Bailey mengambil pena dan buku catatan berukuran kecil, lantas menuliskan rentetan kejadian yang ia ingat sejak beberapa hari sebelum penyerangan, saat perang, nama-nama yang ia curigai beserta alasannya, orang yang mengusulkan dan mendesak penundaan hukuman mati di rapat, dan laporan-laporan yang masih ia ingat beserta nama-nama pelapornya. Selesainya, pena ia taruh dan melanjutkan membaca.“Dua prajurit itu, terkadang aku melihat mereka berjaga di area tahanan tetua. Maksudku, para orang tua, jeruji-jeruji di lorong yang kau lewati saat Shaw dihukum. Terkadang aku hanya melihat satu dari mereka, terkadang keduanya. Kalau dipikir-pikir, bukankah seharusnya mereka tidak sesering itu berjaga di tempat yang sama? Bukankah begitu peraturannya? Setidaknya itu yang kutahu dari seorang prajurit yang pernah kutanyai.”“Hum, memang begitu.” Bailey membenarkan, menulis lagi di buku catatan.“Aku juga pernah mendengar mereka membicarakan tahanan-tahanan tetua itu. Kalau kau lupa tah

    Last Updated : 2021-08-05
  • Jeruji Tanah Anarki   19. Pesan dalam anak panah (3)

    Lampu-lampu ruangan telah menyala, kontras dengan gelap yang terpampang di luar jendela. Baru Bailey sadari kalau hari sudah malam. Ia pergi ke dapur. Pelayan dan koki di sana menengok dengan desir kejut menjalar.“Tu … Tuan Muda, apa yang Anda lakukan di sini? Anda membutuhkan sesuatu?” Itu Dexter sang koki. Ia meletakkan piring berisi olahan ayam di meja dan menghampiri Bailey sembari mengelap tangan. Para pelayan menundukkan pandangan sekilas dan melanjutkan kegiatan.“Aku haus,” jawab Bailey, mengambil gelas.“Ah, sebentar, biar saya ambilkan.”Dexter bergegas mengambil gelas, tetapi langkahnya terhenti karena Bailey sudah lebih dulu mengisi gelasnya.“Tidak usah, Dexter, terima kasih. Ini hanya air putih,” ujar Bailey seraya mengangkat gelas berisi air putih di tangan.Sambil membawa gelas, Bailey keluar dapur, mendudukkan diri di kursinya, membiarkan para pelayan menghidangkan makan malam di meja dengan gugup. Tentu saja gugup. Belum tepat jam makan malam, tetapi tuan muda mereka

    Last Updated : 2021-08-06

Latest chapter

  • Jeruji Tanah Anarki   102. Markas naga hibrid

    Kilau cahaya pohon dan jalan memandu Bailey ke kaki gunung sisi utara, melewati area yang Bailey datangi tempo lalu bersama Shaw dan yang lain pada malam operasi penambangan ilegal. Semak belukar lebih tinggi, lalu ketika Bailey sampai di timur, menuju belokan ke tenggara, kilau cahaya kemerahan berkelap-kelip di depan.Bailey segera menghentikan laju kudanya.“Profesor bilang warna lain selain hitam dan putih akan cenderung samar, tapi merah itu terlalu jelas,” gumam Bailey.Menggeser fokus tatapannya, Bailey menemukan lebih banyak siluet merah dengan haki yang menguar di dalam sebuah gua. Bailey mengamati sekitar lebih jeli. Terlihat oleh matanya dinding seperti kubah di atas.Bailey menyalurkan hakinya ke kuda, tetapi tetap menyamarkannya, kemudian membuat kuda berderap pelan dan santai. Sang kuda bagai berjalan di atas angin; tidak ada suara yang terdengar tiap kali kakinya memijak.Mendekati gua, Bailey turun dari kuda. Ia ikatkan tali kuda ke sebuah pohon, kemudian melanjutkan d

  • Jeruji Tanah Anarki   101. Monokrom

    Aaban mengangguk, kemudian beralih tatap pada prajurit yang tadi membawakan kuda.“Buka gerbangnya.”Sang prajurit mengangguk patuh, kemudian berlari menuju pos jaga di sisi salah satu gerbang. Model pos agak tinggi dari permukaan tanah, jadi, ia mendongak dan berseru pada prajurit yang berada di pos.“Buka gerbangnyaaaa!”Prajurit di pos segera menjalankan perintah. Engsel gerbang segera berbunyi, lalu gerbang berderit, perlahan terbuka seiring Bailey menunggangi kuda.“Hati-hati, Tuan Muda!” kata Aaban.Bailey mengangguk. “Aku pergi.”Prajurit yang berseru pada prajurit di gerbang menyingkir, kembali ke sisi Aaban. Bailey menghentak tali kuda, melewati gerbang begitu gerbang terbuka lebar.“Tuan Muda sangat berani dan cerdik,” celetuk prajurit di sisi Aaban. Ia memandangi kepergian Bailey dengan binar takjub di matanya.“Dia putra pemimpin Zanwan. Keberanian dan kecerdikan akan bagus untuk menjadi bagian dari dirinya,” kata Aaban sambil memandangi Bailey yang menjauh, membelah padan

  • Jeruji Tanah Anarki   100. Ancaman Jillian

    Matahari telah terbenam di ufuk barat. Malam telah bertakhta. Dinginnya udara menerpa Zanwan sedingin suasana di meja makan mansion Hunt.“Wilton, di mana Bailey?” Jillian bertanya.Piring-piring masih terisi, belum habis setengah hidangan di atasnya. Satu kursi di meja makan, kursi yang biasa diduduki Bailey, kini kosong. Wilton berdiri di belakang samping kursi tersebut.Pelayan mengatakan Bailey tidak ada di kamarnya beberapa saat lalu. Sebentar sebelum duduk ke kursinya, Jillian pun mengecek kamar Bailey, hanya menemukan ruangan kosong. Sampai Ascal tiba, Bailey belum juga muncul. Tak ayal Ascal memanggil Wilton.“Tuan Muda ….” Wilton bicara serupa suara bisikan di keramaian, nyaris tidak terdengar saking lirihnya.Jillian mengerjap. Ia melirik Wilton sambil makan. Wilton terus menunduk, bahkan tidak kunjung menyelesaikan bicaranya. Ascal berganti melontarkan tanya tanpa menoleh.“Wilton, di mana Bailey?”“Tuan Muda pergi ….” Wilton masih serupa anak kecil yang bersembunyi.“Wilto

  • Jeruji Tanah Anarki   99. Jawaban Bailey

    Bailey manggut-manggut. “Aku tidak mengira kalian akan mengajukan pertanyaan semacam itu, bahkan tidak mengira kalian akan pernah menghiraukan hal semacam itu. Terima kasih, kurasa.”Senyum terukir di hati Bailey. Sebuah kabar gembira bagai menggema di dalam dirinya. Begitu pula yang dirasakan Otto dan Milo. Bailey menyambut baik, tentu itu kabar besar yang membahagiakan. Sekali lagi, perkiraan mereka salah. Sepertinya Bailey tidak mendengar pembicaraan mereka di kelas atau mungkin mendengar, tetapi tidak mempermasalahkan, dan itu membuat kegembiraan mereka kian bertambah.“Sanjungan lebih pantas untukmu,” kata Milo.Bailey merespon itu dengan senyum kecil. Otto dan Milo mengerjap, segera berpikir apakah mereka salah lihat. Namun, mereka dapati bahwa mereka tidak salah lihat. Bailey memang tersenyum. Senyum itu, Bailey tujukan kepada mereka.“Aku mulai dari pertanyaan pertama, ya,” kata Bailey, kemudian menghirup udara sejenak.Otto dan Milo mengangguk dan memasang telinga baik-baik.

  • Jeruji Tanah Anarki   98. Pertanyaan Otto dan Milo

    “Kau mendengarnya?” Otto bertanya dengan wajah memucat. Suaranya amat pelan sampai nyaris tidak terdengar.Milo mengangguk kecil dalam gerakan patah-patah dan sarat keraguan. Ekspresi pada wajahnya tidak jauh berbeda.Kepala mereka kemudian bergerak bersamaan, berpaling tatap ke baris terdepan, lalu mereka melihat Bailey beranjak dari duduknya, pergi keluar.“Apa Tuan Muda mendengar pembicaraan kita?” Milo bertanya dalam suara lebih rendah, serupa bisik-bisik yang mungkin saja akan hanyut terbawa angin.Otto menggeleng. Bukan jawaban meyakinkan, hanya harapan bahwa itu adalah kenyataan yang terjadi.“Kalau benar, semesta mungkin tidak akan berpihak pada kita setelah ini,” kata Otto.Cemas menyerang Otto. Kalau Bailey benar mendengar pembicaraan mereka, apakah kali ini Bailey akan tersinggung? Kesal? Emosi dan apa pun yang lebih buruk?“Kurasa kita sebaiknya bergegas?” Milo melirik Otto.“Itu keputusan paling baik.” Otto berdiri.Milo memasukkan buku catatan yang baru sebentar ia baca

  • Jeruji Tanah Anarki   97. Temui aku di perpustakaan

    “Katakan saja,” ucap Bailey di sela makannya.Bailey tahu dua anak lelaki ini takkan mendatanginya kalau hanya untuk makan. Ada meja-meja kosong lain yang siap untuk ditempati, pun keduanya belum pernah begitu pada Bailey sepanjang sejarah bersekolah walau satu kelas dengan Bailey.“Kami … agak … penasaran. Apa Tuan Muda akan mendaftar untuk turnamen?” Otto Atrius yang duduk di sebelah Milo bertanya. Bibir merah cerahnya berulang kali mengatup dan terbuka setelah pertanyaan diajukan. Otaknya berpikir apakah pertanyaan itu sudah pas atau tidak.“Turnamen umum, maksudmu?” tanya Bailey.Otto mengangguk. “Kami dengar-dengar tahun ini murid yang terpilih untuk mewakili sekolah boleh mendaftar turnamen umum. Kami juga baca informasinya di mading pagi ini.”“Kalau terpilih mewakili sekolah, lalu mendaftar di turnamen umum dan ternyata lolos dalam keduanya ke final, terlebih keluar sebagai juara di peringkat satu, akan otomatis mendapat tiket emas dan bonus berlipat.” Milo turut bicara setela

  • Jeruji Tanah Anarki   96. Keluarga yang sempurna

    “Ayah dan Ibu bawa apa? Itu terlihat banyak sekali!” Shaw mengamati tas-tas belanjaan dengan antusias. Salah satu isi yang tertangkap matanya adalah pakaian.“Oh, ini untuk putra Ibu yang paling manis!” Suara wanita menjawab.“Asyik! Pakaian, ya?” tanya Shaw.“Betul. Ada mainan juga!” Suara pria yang bicara.“Horeeee … mainan!” Shaw berseru gembira. Kebahagiaan meluap-luap pada suaranya.Di atas kaca, Shaw gemetar. Ia tidak mengira danau kaca keyakinan akan menampilkan momen seperti itu. Ia kira itu hanya akan berkisar perjalanannya, rencananya dengan Bailey, tantangan yang dihadapi dalam upaya mewujudkan impian tentang Zanwan. Namun, apa yang ia dengar sepenuhnya berbeda. Sama sekali tidak ada dalam bayangannya. Tidak sedikit pun.Mata Shaw bergetar. Air makin banyak di sana, lalu tumpah kala Shaw dengar suara yang sangat familier.“Shaw, jangan melompat-lompat tinggi begitu.” Itu suara Spencer, terdengar riang dan penuh kasih.“Shaw gembira sekali sepertinya.” Gracie menyusul bicara

  • Jeruji Tanah Anarki   95. Kaca keyakinan

    “Ini danaunya.”Shaw sampai di ujung hutan lain setelah dari hutan sunyi dan melewati padang rumput. Di hadapannya membentang danau jernih yang berkilau, besar dan luas yang tidak mampu Shaw ukur dengan pasti. Ia perkirakan luasnya sama atau bahkan melebihi lapangan alun-alun distrik Acilav.“Sampai di danau itu, cara paling cepat untuk melewatinya adalah membelahnya. Menyeberanginya,” kata Fu dalam pesannya sebelum berpisah. “Jangan terkecoh dengan ukurannya yang kau mungkin kira tidak seberapa luas; masih sangat mungkin untuk dilewati dengan mengitarinya. Terkadang dalam waktu dan untuk alasan yang tidak terduga, setelah melihat wujudnya, begitu kau berjalan, mencoba memutari danau untuk sampai di seberang, di sisi lain, kau akan dapati bahwa ujung danau bahkan tidak kautemukan. Semua yang kaulihat mungkin hanya akan menjadi hamparan air. Tidak ada lagi pepohonan, tidak ada lagi daratan selain tempat kau berpijak dan sekitar.”Shaw berjinjit, mencoba menjangkau seberang danau dengan

  • Jeruji Tanah Anarki   94. Bakat alam

    “Ada rencana untuk keluar lagi di sisa hari ini, Tuan Muda?” Wilton bertanya seturunnya ia dari kuda, memegangi tali setelah Bailey turun. Mereka baru sampai di mansion, pulang dari sekolah.“Kurasa tidak. Sepertinya aku akan habiskan waktu di meja belajar.”“Baik. Saya akan ada di pos malam ini kalau Tuan Muda butuh sesuatu.”“Ya. Aku masuk, ya. Terima kasih untuk hari ini, Wilton.”Bailey pergi, masuk ke mansion. Wilton mengiringi kepergian Bailey dengan anggukan penuh hormat. Bibirnya melengkung membentuk senyum. Usai Bailey tidak lagi terlihat, Wilton membawa kuda ke kandang.Sampai kamar, Bailey menyalakan penerangan, melepaskan ransel, dan bersih-bersih. Ia melanjutkan dengan menekuri buku-buku mata pelajaran sampai pelayan memanggil namanya dari luar pintu.Makan malam tiba, Bailey berseri-seri menemukan Jillian di meja makan. Canda tawa Jillian serupa bunga-bunga di musim semi dan keceriaan Bariela adalah penyempurna. Jillian telah kembali dengan warna cerahnya, tidak lagi ber

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status