Lampu-lampu ruangan telah menyala, kontras dengan gelap terpajang di luar jendela. Baru Bailey sadari kalau hari sudah malam. Ia melangkah ke dapur, membuat pelayan dan koki di sana menengok dengan desir kejut menjalar seketika.
"T-tuan Muda, apa yang Anda lakukan di sini? Anda membutuhkan sesuatu?" Itu Dexter, sang koki. Menaruh piring berisi olahan ayam di meja dan menghampiri Bailey sembari mengelap tangan. Para pelayan menundukkan pandangan dan melanjutkan kegiatan.
"Aku haus," jawab Bailey. Mengambil gelas.
"Ah, sebentar, biar saya ambilkan." Dexter bergegas mengambil gelas, namun langkahnya terhenti karena Bailey sudah lebih dulu mengisi gelasnya.
"Tidak usah, Dexter ... terima kasih. Ini hanya air putih," ujar Bailey seraya mengangkat gelas berisi air putih di tangan. Setelahnya, Bailey berjalan keluar dapur lalu mendudukkan diri di kursinya, membiarkan para pelayan menghidangkan makan malam di meja dengan gugup. Tentu saja gugup, belum tepat jam makan malam tetapi Tuan Muda mereka sudah hadir.
Myriam datang dari pintu samping dengan dua pelayan di belakangnya membawa nampan kosong di tangan.
"Tuan Muda?" Myriam menghampiri, sementara dua pelayan berlalu ke dapur.
"Hmm?" Bailey menengok dengan mulut yang masih meminum air.
"Tuan Muda ingin makan sesuatu sambil menunggu makan malam?"
"Tidak." Bailey menjawab singkat, menaruh gelasnya.
"Baiklah .... Kalau begitu saya permisi. Ada pelayan di dapur jika Anda membutuhkan sesuatu," ujar Myriam. Pamit undur diri ke dapur. Tak lama, Myriam kembali bersama dua pelayan tadi dengan nampan berisi makanan. Kedua tangan Myriam pun memegang satu nampan besar penuh makanan. Ketiganya pergi ke pintu samping yang tadi dilalui.
Satu hal yang terbilang sederhana, namun menurut para pelayan, prajurit, dan pekerja lain sangat istimewa di mansion Hunt adalah jam makan yang tidak dibedakan. Semua makan di jam yang sama dengan jam makan Ascal, istri, dan anak-anaknya. Tidak seperti kediaman lain yang biasanya para pekerja akan makan setelah tuan mereka makan. Hal sederhana ini, yang menjadi salah satu alasan mengapa para pekerja betah mengabdikan diri di mansion Hunt. Sekaligus suatu keberuntungan karena dapat mengetahui sisi lain dari keluarga sang pemimpin mutlak yang tidak tersorot mata di luar pagar.
Satu usapan terasa di kepala Bailey, membuatnya menegang lagi kala mengetahui pemilik tangan itu.
"Ayah ...." ucap Bailey lirih.
"Makanya kalau disuruh makan itu cepat makan, jangan menunda-nunda." Ascal berujar, menggeser kursinya dan duduk.
Pelayan semakin gugup karena Ascal datang, tapi juga lega karena datangnya di saat mereka hendak menaruh hidangan terakhir.
Bailey diam, mengerjapkan mata menatap gelasnya. 'Ayah barusan mengusap kepalaku? Oh, apa mungkin ini karena gulungan kertas di tanganku? Karena Ayah ingin mengetahuinya tapi aku tidak memberikannya?' Bailey menerka-nerka. Lalu melepaskan genggaman pada buku dan gulungan kertas; membiarkannya di pangkuan saat melihat Ascal duduk.
Jill muncul dari sisi lain, melongo melihat suami dan puteranya di meja makan. 'Bukankah tadi Ascal bilang melihat Bailey? Apa dia benar-benar melihat Bailey? Sepertinya begitu.'
Simpul senyum tercetak di paras Jill, berpikir hubungan suami dan puteranya membaik. Namun obrolan hangat yang diharapkannya tak terjadi. Jill harus menelan pil pahit karena Ascal dan Bailey sama-sama bungkam tak banyak bersuara.
"Ibu ingin berbicara apa?" Bailey menatap Jill yang bengong, lalu berpindah menatap Bariela yang sibuk mengunyah; disuapi Selise. Mulut penuh membuat pipi Bariela terlihat berkali lipat lebih tembam dan menggemaskan.
"Ah, itu,--" Jill melirik Ascal dan mendapat anggukan dari suaminya, lalu menatap Bailey. "Ibu dan Ayah berharap kau mau meliburkan kegiatan rutin ke bukit timur selama Shaw pergi."
Bailey berhenti mengunyah, menatap Jill dengan alis terangkat; meminta penjelasan.
"Kau pasti masih ingat dengan penyerangan itu, 'kan? Ibu tidak ingin hal yang sama terjadi," terang Jill. Membuat Bailey diam dan melanjutkan makan.
Otaknya berpikir tentang surat dari perompak. Lalu sebuah ide terlintas di kepalanya. Bailey menatap Jill lagi, dengan wajah datar. Berpikir ia tidak boleh bersikap mencurigakan atau ayahnya akan benar-benar merebut gulungan kertasnya.
"Baiklah. Tapi sebagai gantinya, aku ingin pergi ke manapun yang aku mau. Baik di distrik ini ataupun di distrik Acilav," tukas Bailey. Tenang.
Ascal menatap curiga, menaikkan satu alisnya. Lalu menoleh pada Jill saat merasa istrinya menatapnya.
"Deal." Itu Ascal. Menyetujui permintaan Bailey. Dilihatnya Bailey menatap dirinya kemudian mengukir senyum, berterima kasih dan kembali menatap ke depan; memakan makanannya dengan lahap.
"Tapi," sela Ascal. Membuat tangan Bailey yang memegang sendok dengan makanan berhenti di udara. Dalam hati Ascal terkekeh, lalu melanjutkan kata-katanya. "Kau tidak boleh sendirian."
Bailey mengerucutkan bibir dan menjawab.
"Aku akan mengajak Wilton," respon Bailey singkat.Jill hanya diam mendengarkan dengan tersenyum. Membiarkan suami dan puteranya mengakrabkan diri. Sesekali ia melirik Ascal dan Bailey bergantian untuk melihat ekspresi kedua orang itu.
'Baiklah, Izin sudah kudapatkan!' Bailey bersorak dalam hati, mengunci pintu dan berjalan ke meja belajarnya. Menaruh gulungan kertas dan buku catatan lalu duduk; membuka gulungannya dan membaca lanjutan pesannya.
“Tuan Muda, kuberikan segala yang kubisa. Kukorbankan segala yang kupunya. Kuharap apa yang kulakukan ini benar. Tolong bersihkan nama kami, bangsaku. Semoga Tuhan memberimu petunjuk untuk mengungkap kebenaran dan meluruskan kesalah pahaman.’’
Baru saja raut wajah Bailey berseri karena mendapat izin dari Ascal, sudah berubah masam lagi. Ia, memang, ingin mengungkap semuanya, tapi kemudian menyadari kalau melakukan itu membutuhkan keberanian yang sangat besar. Dan Bailey belum yakin akan hal itu. 'Aku benar-benar harus membicarakan ini dengan Shaw.'
“Beberapa dari kami memiliki keluarga yang kami tinggalkan di daratan berbeda. Jika kelak cahaya menyinari Zanwan, dan kau mampu mencapai dunia luar, maukah kau menemui keluarga dari anggota kami yang telah tiada? Menyampaikan pada mereka tentang kematian kami? Agar mereka tak lagi berharap kepulangan kami ke rumah.’’
'Aku tidak bisa berjanji, tapi akan kuusahakan.'
“Kau bisa pergi ke Glover Garden di Nagasaki, Jepang, saat musim semi. Jika takdir menghendaki, kau akan bertemu seorang wanita muda bernama Zenifa. Atau jika kau bertemu dengannya di tempat lain, beritahukan tentang pesanku. Dia kan memandumu. Kau akan tahu bahwa dia adalah Zenifa yang kumaksud, saat kau bertemu dengannya. Hanya satu yang bisa kuberitahu tentang dia .... Usianya denganmu tak terpaut jauh.’’
'Bagaimana aku bisa mengenali seseorang hanya dengan itu? Ada banyak orang dengan usia yang tidak terpaut jauh dariku. Haish ....'
“Kau mungkin ingat cecunguk yang dibicarakan beberapa tahanan di dungeon hari itu ... kuyakin mereka terlibat dalam pembunuhan orang terkasih pemimpin kami. Atau mungkin justru salah satu dari mereka adalah dalangnya. Dan kuyakin juga mereka terlibat di banyak kejadian yang terjadi di Zanwan di masa lalu. Berhati-hatilah terhadap mereka.’’
“Kudengar kau tak terlalu dekat dengan orang tuamu. Tapi, Bailey ... lindungilah mereka. Karena mereka adalah pendukung revolusi Zanwan. Cecunguk itulah yang membuat mereka mengubur impian dan menghentikan pergerakan mereka. Itu yang kudengar dari tahanan dungeon lain.’’
'Ayah ... ibu ... benarkah?'
Terlepas dari semua pesan yang sudah ia baca, pesan barusan adalah yang paling membuatnya tercengang. Bailey mengerjapkan mata beberapa kali dan membaca ulang pesan barusan, hanya untuk memastikan apa yang ia baca.
“Satu lagi, jangan sampai cecunguk itu melihat wajah Shaw. Anak itu dan keluarganya bisa berada dalam bahaya jika para cecunguk itu tahu .... Bahkan termasuk orang tuamu. Kau bisa menanyakannya pada orang tuamu. Dan jika kau tidak mendapatkan jawabannya, datanglah ke dungeon. Tempat yang pernah kau lewati bersama Shaw. Tanyakan pada tahanan yang pernah kau dengar celotehnya. Karena mereka adalah teman dekat orang tuamu.’’
'Aku tidak yakin akan mendapat jawaban dari mereka. Jadi sebaiknya aku pergi ke dungeon lebih dulu.’
Bailey mengambil satu lembar kertas kosong dari laci, menuliskan surat yang kemudian digulung dan dimasukkan ke dalam sebuah batang bambu kecil. Lantas ia berdiri, mengambil burung merpati dari kandangnya dan mengikat bambu itu di kaki merpati yang kemudian terbang setelah jendela dibuka.
"Semoga kau belum pergi terlalu jauh, Shaw," gumamnya. Mengunci jendela dan kembali ke ruang belajar; lanjut membaca pesan.
“Dan jika kau bertanya mengapa aku bisa menulis begitu panjang, itu karena aku sudah menyiapkannya sejak lama. Kau tahu kapan rapat penentuan hukuman perompak yang masih hidup, 'kan? Ingat? Nah, kami dipindahkan ke dungeon lantai bawah bagian dalam begitu hasil rapat keluar. Masih ingat pesan yang kutulis di atas? Tentang prajurit yang mengatakan aku akan mati? Ingat waktu yang kutuliskan di situ saat kedua prajurit mengatakan itu? Lalu gabungkan dengan waktu saat hasil rapat keluar. Menemukan sesuatu?’’
'Waktunya. Sudah cukup lama berlalu.'
Rapat besar diadakan setelah perang berakhir dan para perompak berhasil diatasi. Tepatnya setelah undangan tersebar untuk memastikan semua petinggi desa dan orang-orang berpengaruh di desa dapat mengatur jadwal sehingga bisa ikut hadir. Waktu berlangsung rapat pun hanya dalam satu hari.
“Waktunya sudah cukup lama berlalu? Tepat! Kau memang pintar! Nah, sudah selama itu pula mereka merencanakan sesuatu. Dan kau tahu apa hasil dari rencana yang dibuat sejak lama?’’
'Rencana yang terstruktur dengan tingkat keakuratan dan keberhasilan tinggi.'
“Benar! Hasilnya adalah rencana yang tersusun rapi, terstruktur dengan sangat baik, tingkat keakuratan dan keberhasilannya tinggi. Lalu, kau tahu apa artinya?’’
Bailey membulatkan mata untuk kesekian kali.
'Apa orang ini memiliki kemampuan meramal? Atau bahkan bekerja sampingan sebagai peramal?' Terheran-heran Bailey karena perkiraan sang perompak tepat semua. Lalu Bailey berpikir sesaat, dan matanya membulat lagi setelahnya. 'Artinya orang-orang di sekitarku dalam bahaya!'“Benar sekali! Oh-! Kau benar-benar cerdas dan pintar! Mungkin karena itu Tuhan menakdirkanmu terlahir sebagai putera Tuan Ascal dan sebagai seorang pewaris tahta. Hohoho! .... Jadi, karena itu, kau harus lebih waspada dan hati-hati. Perhatikan setiap pergerakan dan tindakanmu. Para cecunguk itu mungkin saja mengirimkan mata-mata untuk mengawasimu.’’
Pening terasa, menggerakkan tangan Bailey ke pelipisnya. Memijat area itu dengan kening mengerut.
“Ada satu orang dari bangsa kami yang ditempatkan di jeruji berbeda dan terpisah cukup jauh dari kami. Dia temanku, seorang remaja perempuan. Kau bisa menemuinya di area jeruji perempuan. Kuharap dia masih hidup ... dan jika kau menemukannya, keluarkan dia dari dungeon dan pindahkan ke tempat yang jauh. Kau akan membutuhkan bantuannya. Namanya Emilie Fletcher. Dia cukup keras kepala dan sulit diajak bicara apalagi pergi, dia tidak mudah percaya pada orang lain. Panggil dia Elwanda, maka dia akan mendengarkanmu. Itu adalah nama kecilnya, dan hanya sedikit orang yang tahu.’’
“Terakhir, kuberi tahu jubah hitam yang asli. Si misterius jubah hitam yang asli itu, pertama ... dia bisa melompat tinggi. Mengapa aku bisa berkata begitu? Karena dia yang menyelamatkanku dan beberapa temanku di hari perang itu. Kedua ... dia bergerak cepat. Benar-benar cepat. Ketiga ... permainan pedangnya juga sangat cepat dan halus sekali, seperti sebuah aliran musik. Keempat ... suaranya terdengar lebih ramah meskipun dingin. Kelima ... kurasa dia melindungi keluarga Shaw. Karena di malam peperangan itu, aku mendengarnya berujar pada sosok bertopeng lainnya untuk pergi ke rumah Tuan Spencer dan mengecek keadaan mereka, juga meminta sosok bertopeng itu untuk berjaga di sana dan memastikan mereka aman, terutama anak kecilnya. Nah, memangnya ada anak kecil lain yang tinggal di rumah Tuan Spencer malam itu selain Shaw?’’
'Tidak, tidak ada lagi anak kecil lain selain Shaw.'
“Itu saja. Simpan surat ini, jangan sampai orang lain membacanya. Pelayan dan prajurit di rumahmu, juga orang tuamu sekalipun. Untuk sementara, simpan untuk dirimu sendiri. Aku yakin kau akan melakukan sesuatu setelah membaca pesanku. Beritahukan pada orang tuamu dan orang-orang lain yang kau percayainya nanti saja ... kecuali pada Shaw. Mulutnya yang tetap rapat bahkan ketika cambukan menghujam punggungnya sudah menyebar dan menjadi rahasia umum di kalangan para tahanan. Dia bisa kau ajak berbagi ... tapi ingat! Ceritakan di saat yang tepat, pastikan tak ada orang lain di sana selain kalian. Perhatikan sekitar termasuk pepohonan dan semak. Kau tahu kalau mata-mata sangat ahli bersembunyi, 'kan? Baiklah. Aku pamit. Terima kasih banyak. Aku tahu kau dan Shaw orang baik. Dan aku tidak menyesal melakukan ini. Tolong sampaikan juga terima kasihku pada Shaw. Yah, aku yakin anak itu akan mencari tahu kebenarannya. Hahaha .... Juga pada Tuan Ascal, dan jubah hitam yang asli.’’
'Baiklah, akan kusimpan. Semua informasi ini bisa kujadikan pegangan. Mungkin akan berguna suatu hari nanti.'
“Oh- hampir lupa! Jubah hitam yang asli itu ... anggap saja kacang kedelai. Sedangkan yang palsu itu kacang buncis. Kalau kau ingin tahu alasannya, jawabannya tidak ada. Aku tiba-tiba ingat itu saja. Aku suka makan kacang, dan aku sudah lama tidak makan kacang. Kelak, jika kau bisa pergi ke dunia luar Zanwan, cobalah makan olahan kedelai. Enak. Cari saja olahan kedelai yang bernama tempe. Itu enak! Terutama tempe yang digoreng kering! Enak sekali. Kalau kau tidak ingin memakannya, setidaknya makan itu untukku. Ya? Kau harus mencobanya!’’
"Oh, astaga .... Orang ini! Bagaimana dia bisa seceria ini saat dia tahu dia akan mati?! Aku tidak mengerti lagi!" Bailey bergumam frustasi.
Bailey mengambil napas panjang dan dalam. Bacaannya kali ini lebih berat dari membaca buku sastra ataupun filosofi.
Buku catatan kembali dibuka, Bailey menuliskan lagi semua hal yang menghampiri kepalanya. Tak lupa ia menyalin pesan sang perompak untuk berjaga-jaga akan kemungkinan buruknya. Selesainya, Bailey menyimpan semuanya di tempat rahasianya lalu pergi bersiap untuk tidur.
Di luar pintu, Ascal terdiam. Tak terdengar apapun dari Bailey selain gumaman terakhirnya. Tapi itu sudah cukup baginya untuk menyimpulkan jika, memang, ada sesuatu dengan anak panah dan gulungan kertasnya.
Ascal melangkah pergi ke ruangan kerjanya, mengambil sebuah buku dan menuliskan sesuatu di sana; sebuah rencana.
"Perapian sudah siap!""Woaaahhhh ... Bold hebat!! Cepat sekalii ...." Mata berbinar Mival terarah lurus pada Bold dan perapian di depan prajurit jagur itu. Mival belum pernah membuat api secepat itu, apalagi di malam hari yang udaranya dingin. Meski memakai pemantik pun, dirinya belum bisa secepat Bold menyalakan api dan membuatnya menjadi api unggun kecil."Hmm ... bekal yang Nenek siapkan cukup banyak, tapi tidak dengan jenisnya. Jadi makanan kita malam ini sama seperti tadi siang, dan ini cukup sampai besok malam. Tapi minumnya kurasa akan lebih cepat habis." Shaw menghampiri Bold dan Mival di dekat perapian, meletakkan ranselnya dan mengeluarkan tiga kotak makan serta botol minum."Tidak masalah. Masih ada buah-buahan, 'kan? Kalau kurang, kita bisa mencarinya. Di hutan luar desa ada banyak pohon buah. Ikan pun melimpah di sungai." Bold menenangkan."A-apa itu?" Mival yang asik menyimak tak sengaja melihat benda berwarna putih di ketingg
"Hmm ... lantas, satu halnya lagi?"Ascal tak ingin menahan Bexter lebih lama karena hari sudah sangat larut. Pun tahu kalau besok asistennya itu akan siaga dengan jadwalnya di pagi buta. Mengenal dan bersama cukup lama membuat Ascal sangat paham bagaimana seorang Bexter Larson. Dan Ascal ingin Bexter mendapat cukup istirahat agar tubuhnya prima, juga agar dapat bekerja dengan maksimal.Bexter yang memahami respon Ascal pun tak membuka lebih banyak bahasan. Ia mengeluarkan sebuah kotak kayu kecil dari saku dan menaruhnya di meja."Ini, Tuan."Ascal meraih kotak itu dan membukanya. Ada sebuah robekan syal berwarna maroon dan secarik kertas di dalamnya."Itu adalah kotak yang saya temukan di saku perompak yang terakhir itu."Ascal mengambil secarik kertas dan membaca tulisan yang tertera di sana."Little shark of Zanwan & bloody night of Viking?" Kening Ascal mengernyit; menatap Bexter. "Interaksi antara para Vik
Tanah yang lembab membuat setiap tapal kuda berjejak cukup dalam diakibatkan oleh hentakan yang kuat. Perlu kehati-hatian ekstra agar kuda tidak terjerembab ataupun terpeleset dan jatuh. Semak dan rerumputan yang semakin tinggi tersebab kawasan yang sangat jarang disentuh manusia itu tak menjadi penghalang Shaw dan Bold untuk mempercepat laju kuda mereka. Keduanya memilih area tanah yang lebih datar dengan rerumputan yang lebih rendah dan kering agar kuda dapat melaju lebih cepat.Kini mereka berhasil mencapai jarak 3/4 busur panah dari kaki gunung di titik mereka memanjat tebing, terus melajukan kuda sampai mencapai penuh ujung busur; sejajar dengan titik saat mereka memanjat tebing.Pandangan dan pendengaran ditajamkan sembari terus menghentak kuda. Pepohonan yang lebat dengan jarak cukup rapat membuat pemandangan sekitar tampak seperti potongan puzzle dengan kecepatan kuda mereka."Arah jam sebelas!!" Shaw berseru begitu melihat sang sosok memac
Apalah yang bisa semesta lakukan? Ketika hati masih terpaut pada orang yang sama, meski raga telah terpisahkan. Jarak yang teramat jauh membentang, beribu ruang dan pintu kokoh menjadi penghalang, pun waktu yang meragu beri kesempatan, disempurnakan takdir yang seakan lelah untuk kembali pertemukan.Apalah yang bisa semesta lakukan? Ketika atma yang merindu menolak untuk berhenti mengaum, ketika rasa dalam kalbu yang bergejolak menimbulkan gelombang ombak menolak untuk berhenti meraung.Adakah setitik harapan itu masih hidup? Sekecil kesempatan pun 'kan diterima, lebih dari cukup untuk menarik dua sudut bibir melengkung ke atas. Adakah benang merah itu masih terikat? Setipis benang layang pun tak masalah. Cukup untuk membuat nadi tetap dalam iramanya, menari di hamparan ladang bunga ... bertemankan kupu-kupu, capung, dan burung-burung.Rangkaian aksara di buku yang terbuka tak lebih dari pengalih atensi orang lain; barangkali ada yang melihat. Seme
"Apa itu?" Shaw bergumam pelan dengan mata yang masih terpejam.Suara gesekan benda menjadi satu-satunya yang terdengar di dalam gua, ke kamar yang ditempatinya. Mereka mengobrol sampai sore, dan sang tuan rumah menyarankan Shaw, Bold, dan Mival untuk bermalam ketika ketiganya pamit untuk melanjutkan perjalanan.Shaw mengerutkan kening, mendengar suara yang kembali menyelusup ke pendengarannya. Merasa sudah terjaga dan sulit tidur lagi, Shaw membuka mata; mengusapnya sekali dan beranjak dari peraduan. Ia telusuri asal suara yang didengar, membawa langkah ke lorong gelap yang tak begitu lebar, menurun; ke ruangan bawah. Barulah ia tahu bahwa lantai gua yang ia pijak sebelumnya bukan benar-benar lantai dasar karena masih ada lantai lain di bawahnya, seperti ruangan bawah tanah.Tuan rumah terlihat duduk di kursi paling dekat dinding. Ada lentera minyak yang diletakkan di tengah meja persegi, dan beberapa benda di sekitar lentera."Ini bukan wa
"Bold!?"Salah seorang jagawana refleks menyebut nama Bold saat lampu menyorot kedatangan sang prajurit jagur. Lampu sorot yang dinyalakan lebih redup daripada lampu sorot yang digunakan saat malam hari, sebab hanya sebagai penerang pembantu ... karena hutan yang lebat membuat sekitar lebih gelap meskipun malam telah lewat.Jagawana lain yang berkutat dengan penerangan mereka pun mengarahkan pandang ke depan menara, melihat sang prajurit jagur datang mendekat. Serentak, mereka memberi hormat, sebab posisi dan jabatan mereka berada di bawah Bold."Tidak perlu formal, bersikap biasa saja ... aku hanya mampir sebentar," ujar Bold seraya menaik-turunkan telapak tangannya melihat para jagawana dengan posisi sigap dan tampak lebih tegang.Sang ketua tim jagawana yang bertugas turun dari atas menara, menyambut Bold dan mempersilakan prajurit jagur itu duduk di kursi pos samping menara; tempat para jagawana beristirahat. Pandangannya ia arahkan pula
Afmosfer langka yang menyelimuti pos jagawana selama beberapa saat itu memudar; semua kembali seperti sedia kala seiring kepergian Shaw, Bold, dan Mival usai ketiganya pamit. Para jagawana kembali dengan ekspresi serius, datar, nan tenang mereka, menyorot setiap inchi jenggala dalam jangkauan jarak sesuai tugas yang diamanatkan.Matahari terus bergulir, tak lama lagi mencapat titik 50° dari ufuk barat. Shaw, Bold, dan Mival melewati padang rumput di luar jagawana yang tak begitu luas, kemudian menanjak ke bukit rumput di timurnya, menurun dan melaju ke jenggala di kaki bukit, kembali menyeberangi padang rumput lagi, lalu memasuki area perumahan penduduk yang tampak sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Renovasi di sana tidak lama lagi akan selesai.Mereka terus memacu cepat kuda yang ditunggangi, mengabaikan tatapan orang yang melihat mereka. Risau menelisik hati Shaw, membuatnya lebih bungkam lagi muram."Kakeeek? Neneeek?" Suara Shaw membaha
"Ada kata-kata terakhir?"Rantai telah terpasang sempurna di kedua kaki dan tangan. Pecut cambuk telah dibersihkan, siap untuk dipakai lagi. Lantai ruangan pun telah bersih hingga menguarkan semerbaknya yang harum, mengalahkan amis anyir darah yang biasanya menyelimuti. Semua dipersiapkan untuk hari ini, setelah penantian 10 tahun lamanya.Di ruangan area lain yang lebih dalam, sepanjang lorong untuk ke sana pun telah dibersihkan, juga dengan ruangan di sana. Tiang tempat penggal kepala pun telah bersih, dengan pisau panjangnya yang berkilau. Pun semerbak telah menguar, memenuhi ruangan hingga ke lorong gelap di luarnya."Tolong gantikan kami untuk merawat Shaw," pinta Spencer lirih."Shaw .... Tolong jaga Shaw." Gracie pun ikut bersuara dengan nada sendu.Tak ada yang dipikirkan keduanya selain cucu mereka. Tentang hari ini, telah mereka bicarakan bersama sejak 10 tahun lalu. Keduanya siap untuk saling melepas satu sama lain, siap untuk bert