Share

Pesan dalam anak panah (3)

Lampu-lampu ruangan telah menyala, kontras dengan gelap terpajang di luar jendela. Baru Bailey sadari kalau hari sudah malam. Ia melangkah ke dapur, membuat pelayan dan koki di sana menengok dengan desir kejut menjalar seketika.

"T-tuan Muda, apa yang Anda lakukan di sini? Anda membutuhkan sesuatu?" Itu Dexter, sang koki. Menaruh piring berisi olahan ayam di meja dan menghampiri Bailey sembari mengelap tangan. Para pelayan menundukkan pandangan dan melanjutkan kegiatan.

"Aku haus," jawab Bailey. Mengambil gelas.

"Ah, sebentar, biar saya ambilkan." Dexter bergegas mengambil gelas, namun langkahnya terhenti karena Bailey sudah lebih dulu mengisi gelasnya.

"Tidak usah, Dexter ... terima kasih. Ini hanya air putih," ujar Bailey seraya mengangkat gelas berisi air putih di tangan. Setelahnya, Bailey berjalan keluar dapur lalu mendudukkan diri di kursinya, membiarkan para pelayan menghidangkan makan malam di meja dengan gugup. Tentu saja gugup, belum tepat jam makan malam tetapi Tuan Muda mereka sudah hadir.

Myriam datang dari pintu samping dengan dua pelayan di belakangnya membawa nampan kosong di tangan.

"Tuan Muda?" Myriam menghampiri, sementara dua pelayan berlalu ke dapur.

"Hmm?" Bailey menengok dengan mulut yang masih meminum air.

"Tuan Muda ingin makan sesuatu sambil menunggu makan malam?"

"Tidak." Bailey menjawab singkat, menaruh gelasnya.

"Baiklah .... Kalau begitu saya permisi. Ada pelayan di dapur jika Anda membutuhkan sesuatu," ujar Myriam. Pamit undur diri ke dapur. Tak lama, Myriam kembali bersama dua pelayan tadi dengan nampan berisi makanan. Kedua tangan Myriam pun memegang satu nampan besar penuh makanan. Ketiganya pergi ke pintu samping yang tadi dilalui.

Satu hal yang terbilang sederhana, namun menurut para pelayan, prajurit, dan pekerja lain sangat istimewa di mansion Hunt adalah jam makan yang tidak dibedakan. Semua makan di jam yang sama dengan jam makan Ascal, istri, dan anak-anaknya. Tidak seperti kediaman lain yang biasanya para pekerja akan makan setelah tuan mereka makan. Hal sederhana ini, yang menjadi salah satu alasan mengapa para pekerja betah mengabdikan diri di mansion Hunt. Sekaligus suatu keberuntungan karena dapat mengetahui sisi lain dari keluarga sang pemimpin mutlak yang tidak tersorot mata di luar pagar.

Satu usapan terasa di kepala Bailey, membuatnya menegang lagi kala mengetahui pemilik tangan itu.

"Ayah ...." ucap Bailey lirih.

"Makanya kalau disuruh makan itu cepat makan, jangan menunda-nunda." Ascal berujar, menggeser kursinya dan duduk.

Pelayan semakin gugup karena Ascal datang, tapi juga lega karena datangnya di saat mereka hendak menaruh hidangan terakhir.

Bailey diam, mengerjapkan mata menatap gelasnya. 'Ayah barusan mengusap kepalaku? Oh, apa mungkin ini karena gulungan kertas di tanganku? Karena Ayah ingin mengetahuinya tapi aku tidak memberikannya?' Bailey menerka-nerka. Lalu melepaskan genggaman pada buku dan gulungan kertas; membiarkannya di pangkuan saat melihat Ascal duduk.

Jill muncul dari sisi lain, melongo melihat suami dan puteranya di meja makan. 'Bukankah tadi Ascal bilang melihat Bailey? Apa dia benar-benar melihat Bailey? Sepertinya begitu.'

Simpul senyum tercetak di paras Jill, berpikir hubungan suami dan puteranya membaik. Namun obrolan hangat yang diharapkannya tak terjadi. Jill harus menelan pil pahit karena Ascal dan Bailey sama-sama bungkam tak banyak bersuara.

"Ibu ingin berbicara apa?" Bailey menatap Jill yang bengong, lalu berpindah menatap Bariela yang sibuk mengunyah; disuapi Selise. Mulut penuh membuat pipi Bariela terlihat berkali lipat lebih tembam dan menggemaskan.

"Ah, itu,--" Jill melirik Ascal dan mendapat anggukan dari suaminya, lalu menatap Bailey. "Ibu dan Ayah berharap kau mau meliburkan kegiatan rutin ke bukit timur selama Shaw pergi."

Bailey berhenti mengunyah, menatap Jill dengan alis terangkat; meminta penjelasan.

"Kau pasti masih ingat dengan penyerangan itu, 'kan? Ibu tidak ingin hal yang sama terjadi," terang Jill. Membuat Bailey diam dan melanjutkan makan.

Otaknya berpikir tentang surat dari perompak. Lalu sebuah ide terlintas di kepalanya. Bailey menatap Jill lagi, dengan wajah datar. Berpikir ia tidak boleh bersikap mencurigakan atau ayahnya akan benar-benar merebut gulungan kertasnya.

"Baiklah. Tapi sebagai gantinya, aku ingin pergi ke manapun yang aku mau. Baik di distrik ini ataupun di distrik Acilav," tukas Bailey. Tenang.

Ascal menatap curiga, menaikkan satu alisnya. Lalu menoleh pada Jill saat merasa istrinya menatapnya.

"Deal." Itu Ascal. Menyetujui permintaan Bailey. Dilihatnya Bailey menatap dirinya kemudian mengukir senyum, berterima kasih dan kembali menatap ke depan; memakan makanannya dengan lahap.

"Tapi," sela Ascal. Membuat tangan Bailey yang memegang sendok dengan makanan berhenti di udara. Dalam hati Ascal terkekeh, lalu melanjutkan kata-katanya. "Kau tidak boleh sendirian."

Bailey mengerucutkan bibir dan menjawab.

"Aku akan mengajak Wilton," respon Bailey singkat.

Jill hanya diam mendengarkan dengan tersenyum. Membiarkan suami dan puteranya mengakrabkan diri. Sesekali ia melirik Ascal dan Bailey bergantian untuk melihat ekspresi kedua orang itu.

'Baiklah, Izin sudah kudapatkan!' Bailey bersorak dalam hati, mengunci pintu dan berjalan ke meja belajarnya. Menaruh gulungan kertas dan buku catatan lalu duduk; membuka gulungannya dan membaca lanjutan pesannya.

“Tuan Muda, kuberikan segala yang kubisa. Kukorbankan segala yang kupunya. Kuharap apa yang kulakukan ini benar. Tolong bersihkan nama kami, bangsaku. Semoga Tuhan memberimu petunjuk untuk mengungkap kebenaran dan meluruskan kesalah pahaman.’’

Baru saja raut wajah Bailey berseri karena mendapat izin dari Ascal, sudah berubah masam lagi. Ia, memang, ingin mengungkap semuanya, tapi kemudian menyadari kalau melakukan itu membutuhkan keberanian yang sangat besar. Dan Bailey belum yakin akan hal itu. 'Aku benar-benar harus membicarakan ini dengan Shaw.'

“Beberapa dari kami memiliki keluarga yang kami tinggalkan di daratan berbeda. Jika kelak cahaya menyinari Zanwan, dan kau mampu mencapai dunia luar, maukah kau menemui keluarga dari anggota kami yang telah tiada? Menyampaikan pada mereka tentang kematian kami? Agar mereka tak lagi berharap kepulangan kami ke rumah.’’

'Aku tidak bisa berjanji, tapi akan kuusahakan.'

“Kau bisa pergi ke Glover Garden di Nagasaki, Jepang, saat musim semi. Jika takdir menghendaki, kau akan bertemu seorang wanita muda bernama Zenifa. Atau jika kau bertemu dengannya di tempat lain, beritahukan tentang pesanku. Dia kan memandumu. Kau akan tahu bahwa dia adalah Zenifa yang kumaksud, saat kau bertemu dengannya. Hanya satu yang bisa kuberitahu tentang dia .... Usianya denganmu tak terpaut jauh.’’

'Bagaimana aku bisa mengenali seseorang hanya dengan itu? Ada banyak orang dengan usia yang tidak terpaut jauh dariku. Haish ....'

“Kau mungkin ingat cecunguk yang dibicarakan beberapa tahanan di dungeon hari itu ... kuyakin mereka terlibat dalam pembunuhan orang terkasih pemimpin kami. Atau mungkin justru salah satu dari mereka adalah dalangnya. Dan kuyakin juga mereka terlibat di banyak kejadian yang terjadi di Zanwan di masa lalu. Berhati-hatilah terhadap mereka.’’

“Kudengar kau tak terlalu dekat dengan orang tuamu. Tapi, Bailey ... lindungilah mereka. Karena mereka adalah pendukung revolusi Zanwan. Cecunguk itulah yang membuat mereka mengubur impian dan menghentikan pergerakan mereka. Itu yang kudengar dari tahanan dungeon lain.’’

'Ayah ... ibu ... benarkah?'

Terlepas dari semua pesan yang sudah ia baca, pesan barusan adalah yang paling membuatnya tercengang. Bailey mengerjapkan mata beberapa kali dan membaca ulang pesan barusan, hanya untuk memastikan apa yang ia baca.

“Satu lagi, jangan sampai cecunguk itu melihat wajah Shaw. Anak itu dan keluarganya bisa berada dalam bahaya jika para cecunguk itu tahu .... Bahkan termasuk orang tuamu. Kau bisa menanyakannya pada orang tuamu. Dan jika kau tidak mendapatkan jawabannya, datanglah ke dungeon. Tempat yang pernah kau lewati bersama Shaw. Tanyakan pada tahanan yang pernah kau dengar celotehnya. Karena mereka adalah teman dekat orang tuamu.’’

'Aku tidak yakin akan mendapat jawaban dari mereka. Jadi sebaiknya aku pergi ke dungeon lebih dulu.’

Bailey mengambil satu lembar kertas kosong dari laci, menuliskan surat yang kemudian digulung dan dimasukkan ke dalam sebuah batang bambu kecil. Lantas ia berdiri, mengambil burung merpati dari kandangnya dan mengikat bambu itu di kaki merpati yang kemudian terbang setelah jendela dibuka.

"Semoga kau belum pergi terlalu jauh, Shaw," gumamnya. Mengunci jendela dan kembali ke ruang belajar; lanjut membaca pesan.

“Dan jika kau bertanya mengapa aku bisa menulis begitu panjang, itu karena aku sudah menyiapkannya sejak lama. Kau tahu kapan rapat penentuan hukuman perompak yang masih hidup, 'kan? Ingat? Nah, kami dipindahkan ke dungeon lantai bawah bagian dalam begitu hasil rapat keluar. Masih ingat pesan yang kutulis di atas? Tentang prajurit yang mengatakan aku akan mati? Ingat waktu yang kutuliskan di situ saat kedua prajurit mengatakan itu? Lalu gabungkan dengan waktu saat hasil rapat keluar. Menemukan sesuatu?’’

'Waktunya. Sudah cukup lama berlalu.'

Rapat besar diadakan setelah perang berakhir dan para perompak berhasil diatasi. Tepatnya setelah undangan tersebar untuk memastikan semua petinggi desa dan orang-orang berpengaruh di desa dapat mengatur jadwal sehingga bisa ikut hadir. Waktu berlangsung rapat pun hanya dalam satu hari.

“Waktunya sudah cukup lama berlalu? Tepat! Kau memang pintar! Nah, sudah selama itu pula mereka merencanakan sesuatu. Dan kau tahu apa hasil dari rencana yang dibuat sejak lama?’’

'Rencana yang terstruktur dengan tingkat keakuratan dan keberhasilan tinggi.'

“Benar! Hasilnya adalah rencana yang tersusun rapi, terstruktur dengan sangat baik, tingkat keakuratan dan keberhasilannya tinggi. Lalu, kau tahu apa artinya?’’

Bailey membulatkan mata untuk kesekian kali.

'Apa orang ini memiliki kemampuan meramal? Atau bahkan bekerja sampingan sebagai peramal?' Terheran-heran Bailey karena perkiraan sang perompak tepat semua. Lalu Bailey berpikir sesaat, dan matanya membulat lagi setelahnya. 'Artinya orang-orang di sekitarku dalam bahaya!'

“Benar sekali! Oh-! Kau benar-benar cerdas dan pintar! Mungkin karena itu Tuhan menakdirkanmu terlahir sebagai putera Tuan Ascal dan sebagai seorang pewaris tahta. Hohoho! .... Jadi, karena itu, kau harus lebih waspada dan hati-hati. Perhatikan setiap pergerakan dan tindakanmu. Para cecunguk itu mungkin saja mengirimkan mata-mata untuk mengawasimu.’’

Pening terasa, menggerakkan tangan Bailey ke pelipisnya. Memijat area itu dengan kening mengerut.

“Ada satu orang dari bangsa kami yang ditempatkan di jeruji berbeda dan terpisah cukup jauh dari kami. Dia temanku, seorang remaja perempuan. Kau bisa menemuinya di area jeruji perempuan. Kuharap dia masih hidup ... dan jika kau menemukannya, keluarkan dia dari dungeon dan pindahkan ke tempat yang jauh. Kau akan membutuhkan bantuannya. Namanya Emilie Fletcher. Dia cukup keras kepala dan sulit diajak bicara apalagi pergi, dia tidak mudah percaya pada orang lain. Panggil dia Elwanda, maka dia akan mendengarkanmu. Itu adalah nama kecilnya, dan hanya sedikit orang yang tahu.’’

“Terakhir, kuberi tahu jubah hitam yang asli. Si misterius jubah hitam yang asli itu, pertama ... dia bisa melompat tinggi. Mengapa aku bisa berkata begitu? Karena dia yang menyelamatkanku dan beberapa temanku di hari perang itu. Kedua ... dia bergerak cepat. Benar-benar cepat. Ketiga ... permainan pedangnya juga sangat cepat dan halus sekali, seperti sebuah aliran musik. Keempat ... suaranya terdengar lebih ramah meskipun dingin. Kelima ... kurasa dia melindungi keluarga Shaw. Karena di malam peperangan itu, aku mendengarnya berujar pada sosok bertopeng lainnya untuk pergi ke rumah Tuan Spencer dan mengecek keadaan mereka, juga meminta sosok bertopeng itu untuk berjaga di sana dan memastikan mereka aman, terutama anak kecilnya. Nah, memangnya ada anak kecil lain yang tinggal di rumah Tuan Spencer malam itu selain Shaw?’’

'Tidak, tidak ada lagi anak kecil lain selain Shaw.'

“Itu saja. Simpan surat ini, jangan sampai orang lain membacanya. Pelayan dan prajurit di rumahmu, juga orang tuamu sekalipun. Untuk sementara, simpan untuk dirimu sendiri. Aku yakin kau akan melakukan sesuatu setelah membaca pesanku. Beritahukan pada orang tuamu dan orang-orang lain yang kau percayainya nanti saja ... kecuali pada Shaw. Mulutnya yang tetap rapat bahkan ketika cambukan menghujam punggungnya sudah menyebar dan menjadi rahasia umum di kalangan para tahanan. Dia bisa kau ajak berbagi ... tapi ingat! Ceritakan di saat yang tepat, pastikan tak ada orang lain di sana selain kalian. Perhatikan sekitar termasuk pepohonan dan semak. Kau tahu kalau mata-mata sangat ahli bersembunyi, 'kan? Baiklah. Aku pamit. Terima kasih banyak. Aku tahu kau dan Shaw orang baik. Dan aku tidak menyesal melakukan ini. Tolong sampaikan juga terima kasihku pada Shaw. Yah, aku yakin anak itu akan mencari tahu kebenarannya. Hahaha .... Juga pada Tuan Ascal, dan jubah hitam yang asli.’’

'Baiklah, akan kusimpan. Semua informasi ini bisa kujadikan pegangan. Mungkin akan berguna suatu hari nanti.'

“Oh- hampir lupa! Jubah hitam yang asli itu ... anggap saja kacang kedelai. Sedangkan yang palsu itu kacang buncis. Kalau kau ingin tahu alasannya, jawabannya tidak ada. Aku tiba-tiba ingat itu saja. Aku suka makan kacang, dan aku sudah lama tidak makan kacang. Kelak, jika kau bisa pergi ke dunia luar Zanwan, cobalah makan olahan kedelai. Enak. Cari saja olahan kedelai yang bernama tempe. Itu enak! Terutama tempe yang digoreng kering! Enak sekali. Kalau kau tidak ingin memakannya, setidaknya makan itu untukku. Ya? Kau harus mencobanya!’’

"Oh, astaga .... Orang ini! Bagaimana dia bisa seceria ini saat dia tahu dia akan mati?! Aku tidak mengerti lagi!" Bailey bergumam frustasi.

Bailey mengambil napas panjang dan dalam. Bacaannya kali ini lebih berat dari membaca buku sastra ataupun filosofi.

Buku catatan kembali dibuka, Bailey menuliskan lagi semua hal yang menghampiri kepalanya. Tak lupa ia menyalin pesan sang perompak untuk berjaga-jaga akan kemungkinan buruknya. Selesainya, Bailey menyimpan semuanya di tempat rahasianya lalu pergi bersiap untuk tidur.

Di luar pintu, Ascal terdiam. Tak terdengar apapun dari Bailey selain gumaman terakhirnya. Tapi itu sudah cukup baginya untuk menyimpulkan jika, memang, ada sesuatu dengan anak panah dan gulungan kertasnya.

Ascal melangkah pergi ke ruangan kerjanya, mengambil sebuah buku dan menuliskan sesuatu di sana; sebuah rencana.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status