author-banner
Maula Faza
Maula Faza
Author

Novels by Maula Faza

Jeruji Tanah Anarki

Jeruji Tanah Anarki

Setelah kekacauan parah akibat peperangan dengan perompak bajak laut, Zanwan yang primitif membuka diri; berbaur dengan peradaban luar. Beberapa sistem diterapkan, sekolah dibangun, penduduk diajarkan bela diri & pengetahuan guna melindungi desa dan pulau mereka yang berharga. Namun semua tak secerah bayangan harapan kebanyakan penduduk, tersebab Zanwan memilih tetap bersembunyi dalam gelapnya. Ibarat malam yang semakin larut, Zanwan bangkit dengan segala sisi kelamnya. Perintah tanpa tapi dan hukuman tanpa kecuali menunggu siapapun yang melanggar aturan. “Aku yakin ... bumi yang kita pijak ini akan menemukan pelanginya. Kehidupan tanpa ancaman, bahagia tanpa ada pedih tersembunyi.” Shaw berujar suatu hari, menikmati akhir malam di ujung tebing bukit batu timur bersama Bailey. “Dan kau adalah titik balik dari semuanya. Harapan Zanwan, poros akan semua cahaya. Kelak, kau akan menjadi pemimpin yang dihormati dan disegani. Kesetiaan dan kasih sayang yang tulus dari semua penduduk akan memelukmu. Zanwan akan mencapai kejayaannya yang paling bersinar di bawah kepemimpinanmu,” tutur Shaw, menatap penuh keyakinan pada sang pewaris takhta Zanwan. Dengan senyum hangat ia kembali berujar, “Aku akan membantumu untuk mewujudkan itu. Mimpiku dan mimpimu. Selama napas ada dalam ragaku, dan selama aku mampu ... takkan kubiarkan kegelapan menggenggammu.” “Maka tetaplah bersamaku, tetaplah di sisiku.” Singkat Bailey berucap, namun tersirat berjuta makna yang dalam. Pagi itu, di ujung tebing bukit batu timur, persahabatan mereka bermula. Dua anak lelaki yang tidak sabar menanti mentari pagi menyinari Zanwan. Akankah mimpi keduanya terwujud? Ketika semesta semakin senang bermain dan bercanda, tanpa peduli luka, tanpa peduli air mata. Akankah sanubari penuh tekad dan sukma penuh keberanian itu mempertahankan keyakinan dan membuat keduanya tetap pada langkah meraih tujuan? Ketika takdir lagi dan lagi menempatkan mereka pada titik rapuh yang menyedihkan. Karena bagaimana pun, keduanya tetaplah anak-anak dengan segala keterbatasannya. Tak ubahnya kertas putih yang masih rapi nan bersih, lugu dengan mimpinya yang sederhana. Silakan dibaca.
Read
Chapter: Morth
Atmosfer terasa lebih ramah. Irama dari ranting-ranting dan dahan oleh angin terdengar lebih wajar dibandingkan tadi. Shaw makin yakin, semua karena Morth. Atmosfer, halusinasi, entah apa lagi yang Morth sebabkan. Satu pertanyaan besar dalam benak Shaw, siapa Morth sesungguhnya? Mengapa seisi jenggala sunyi hingga seluruh penjurunya seakan-akan berada di bawah kaki tangan Morth?“Kau pikirkan aku?” Morth tiba-tiba bertanya. Rupanya ia mengekori Shaw.Huh? Apa Morth juga bisa membaca pikiran?Shaw menengok ke belakang, langkahnya melambat. “Jangan katakan kau dapat menembus kepala orang.”“Kau banyak bertanya, belum tuntas seluruhnya.” Morth mensejajarkan diri. Sejenak, ia melihat Shaw dari atas ke bawah. “Orang keras kepala seperti kau tentu akan merenungkannya. Aku benar, bukan?”“Kita baru saling tahu beberapa saat lalu dan kau yakin sekali dengan kata-katamu. Antara kau pandai menilai atau hanya pandai berasumsi.” Shaw menggeleng. Pandangan ia tujukan ke depan.Morth menyentuh leng
Last Updated: 2024-05-30
Chapter: Penunggu hutan sunyi
Tanduk. Hal pertama yang dilihat oleh Shaw dari sumber suara adalah tanduk, tersembunyi di antara dedaunan semak belukar setinggi pinggang orang dewasa.Shaw mengernyit, kemudian bergumam lirih, nyaris tak bersuara, "Itu seperti tanduk rusa."Sepasang mata semerah darah terlihat dari celah dedaunan. Shaw menelan ludah. Ia tahu betul itu bukan mata hewan biasa, apalagi manusia. Tidak ada satu pun penduduk desa yang pernah ditemuinya memiliki mata seperti itu.Mungkinkah ini yang Fu maksud? Apapun itu, merasakan haki tidak biasa dari sang sosok misterius membuat Shaw merasa dirinya tidak boleh berlama-lama.Diliputi kewaspadaan dan dengan suara tercekat, ia berucap dalam hati, "Aku harus segera pergi dari sini."Tanpa melakukan pergerakan yang kentara serta dengan posisi kepala yang masih sama, tatapan Shaw menyisir sekitar; memastikan tidak ada keanehan lain. Ia yang semula berjongkok pun perlahan berdiri sepelan mungkin. Namun, bak lelah bermain petak umpet, ransel yang Shaw gendong m
Last Updated: 2023-12-01
Chapter: Halusinasi
"Tetap tidak bisa! Terlalu berbahaya. Kau kan tahu lebih baik daripada aku, Tibate." Fu mengangkat kepala, menatap lurus Tibate dan Baldor. Ini bukan waktu yang tepat, pikir Fu. "Lagi pula aku bisa menjaga diri. Akan kupanggil kalian jika hal buruk terjadi dan aku tidak bisa mengatasinya.""Kau bisa tinggal, Fu. Aku akan melanjutkan perjalananku seorang diri," sela Shaw, angkat bicara setelah menimang-nimang."Tidak―""Aku juga akan meninggalkan kudaku di sini." Shaw menepuk pundak Fu. Ia serius ingin Fu tinggal. "Bold bilang ada danau dan tebing. Jadi, aku tidak bisa membawa kudaku. Selain itu, kau bisa mengawasi keadaan hutan dan mengabariku. Kau juga terluka, Fu. Jangan bersikeras seolah kau baik-baik saja. Bagaimanapun kau juga masih anak-anak."Ini adalah tugas Shaw. Sejak awal, Shaw memulainya sendiri, dan ia harus melanjutkannya sendiri. Shaw tidak ingin merepotkan.Fu berdecak, tidak terima, tetapi juga tidak menyangkal ataupun menyanggah. Bertemu Baldor dan Tibate membuatnya
Last Updated: 2023-06-06
Chapter: Janji pada jenderal besar
Pria berjanggut memperhatikan sambil mengusap-usap janggut dan kumisnya. Saat otaknya mengingat sesuatu tentang Fu, matanya seketika melebar."Kau ingin aku mencincangmu, hah?!" Tibate berseru.Setelah ikan bakarnya rusak, sekarang dirinya yang nyaris terbakar. Pria plontos itu tidak terima.Tibate menghentak tanah dengan kakinya, bergantian kaki kanan dan kaki kiri. Pegangannya pada gagang pedang semakin erat dan erat.Fu melompat mundur, mengambil sikap siaga dan meningkatkan kewaspadaannya. Ia siap dengan apapun yang akan Tibate lakukan untuk membalasnya.Sebelum Tibate menyerang balik, pria berjanggut yang masih menggenggam keranjang bambu itu berjalan ke depan Tibate, lalu berdiri memunggungi Fu dan Shaw."Kau mau dikutuk atau sudah bosan hidup?!" tanyanya."Apa maksudmu? Kalau kau hanya ingin aku berhenti memberi anak itu pelajaran, sebaiknya kau minggir!" balas Tibate."Kau tahu kau sedang berhadapan dengan siapa? Kau tidak berencana mengingkari janjimu pada Jenderal Besar, 'ka
Last Updated: 2022-06-27
Chapter: Pertarungan Fu dan Tibate
"Apa kau sedang bercanda?" Tibate mendengus kasar. Ia tampak tidak suka.Pria plontos itu tahu dirinya sudah hidup lama, tetapi bukan berarti ingatannya menua. Ia tahu ingatannya masih berfungsi dengan sangat baik. Ia sangat meyakini itu."Aku tidak bercanda," sanggah Fu, berkacak pinggang. "Kau memberitahukannya sendiri padaku saat aku memberimu buah persik. Kalau kau masih tidak ingat, berarti ada yang salah dengan ingatanmu," imbuhnya.Buah persik?Tibate mengerutkan kening. Ia merasa tidak asing, tetapi tidak mengingat apapun."Sudahlah. Lebih baik kalian pulang sekarang, dan akan kuanggap ini tidak pernah terjadi," ujar Tibate seraya memasang wajah serius."Tidak bisa!" Shaw berseru. "Aku harus pergi ke tenggara!""Ya. Kami tidak bisa kembali ke desa saat ini," Fu menimpali.Tibate memukulkan ujung pedangnya ke tanah, menimbulkan gelombang angin yang kencang. Dedaunan dan batu kerikil tersapu, begitu pun Fu dan Shaw yang ikut terpental."Aduh ...." Shaw mengerang, berusaha bangun
Last Updated: 2022-06-26
Chapter: Penjaga hutan hitam
Menjelang pagi, suara kehidupan awal sekali menggaung. Beberapa penduduk desa sudah mulai melakukan aktivitas mereka. Sebagian di dalam rumah, sebagian di luar rumah.Satu di antara manusia yang telah lepas dari peraduannya adalah Wilton. Ia bertugas pagi kali ini."Selalu rajin, ya." Zander berkomentar. Kuda-kuda di kandang bersuara antusias saat Zander memberi mereka makan."Tidak juga. Aku hanya tidur cukup nyenyak semalam, dan tubuhku merasa lebih segar saat aku bangun. Jadi, ya, mungkin lebih bersemangat," sahut Wilson seraya terkekeh kecil."Padahal kau hanya tidur sebentar, 'kan, semalam," Celetuk Zander. Tangannya cekatan melipat karung-karung rumput yang sudah kosong.Wilton tersenyum cerah menanggapinya. Ia memeras kain yang dipakai untuk mengelap kuda yang akan ia pakai untuk mengantar Bailey ke sekolah."Sebentar pun tetap saja namanya tidur, Zan," kata Wilton, keluar dari kandang sambil membawa kain basah dan ember hitam kecil."Ya, tidak salah."Suara derap kaki nyaring
Last Updated: 2022-06-24
You may also like
MENYUSUI TUYUL
MENYUSUI TUYUL
Lainnya · Maula Faza
33.4K views
Setelah Bapak Tiada
Setelah Bapak Tiada
Lainnya · Maula Faza
32.7K views
NAFKAH DARI ADIK IPAR
NAFKAH DARI ADIK IPAR
Lainnya · Maula Faza
30.2K views
MY 5 BROTHERS |
MY 5 BROTHERS |
Other · Maula Faza
26.0K views
DMCA.com Protection Status