"Hmm ... lantas, satu halnya lagi?"
Ascal tak ingin menahan Bexter lebih lama karena hari sudah sangat larut. Pun tahu kalau besok asistennya itu akan siaga dengan jadwalnya di pagi buta. Mengenal dan bersama cukup lama membuat Ascal sangat paham bagaimana seorang Bexter Larson. Dan Ascal ingin Bexter mendapat cukup istirahat agar tubuhnya prima, juga agar dapat bekerja dengan maksimal.
Bexter yang memahami respon Ascal pun tak membuka lebih banyak bahasan. Ia mengeluarkan sebuah kotak kayu kecil dari saku dan menaruhnya di meja.
"Ini, Tuan."
Ascal meraih kotak itu dan membukanya. Ada sebuah robekan syal berwarna maroon dan secarik kertas di dalamnya.
"Itu adalah kotak yang saya temukan di saku perompak yang terakhir itu."
Ascal mengambil secarik kertas dan membaca tulisan yang tertera di sana.
"Little shark of Zanwan & bloody night of Viking?" Kening Ascal mengernyit; menatap Bexter. "Interaksi antara para Vik
Tanah yang lembab membuat setiap tapal kuda berjejak cukup dalam diakibatkan oleh hentakan yang kuat. Perlu kehati-hatian ekstra agar kuda tidak terjerembab ataupun terpeleset dan jatuh. Semak dan rerumputan yang semakin tinggi tersebab kawasan yang sangat jarang disentuh manusia itu tak menjadi penghalang Shaw dan Bold untuk mempercepat laju kuda mereka. Keduanya memilih area tanah yang lebih datar dengan rerumputan yang lebih rendah dan kering agar kuda dapat melaju lebih cepat.Kini mereka berhasil mencapai jarak 3/4 busur panah dari kaki gunung di titik mereka memanjat tebing, terus melajukan kuda sampai mencapai penuh ujung busur; sejajar dengan titik saat mereka memanjat tebing.Pandangan dan pendengaran ditajamkan sembari terus menghentak kuda. Pepohonan yang lebat dengan jarak cukup rapat membuat pemandangan sekitar tampak seperti potongan puzzle dengan kecepatan kuda mereka."Arah jam sebelas!!" Shaw berseru begitu melihat sang sosok memac
Apalah yang bisa semesta lakukan? Ketika hati masih terpaut pada orang yang sama, meski raga telah terpisahkan. Jarak yang teramat jauh membentang, beribu ruang dan pintu kokoh menjadi penghalang, pun waktu yang meragu beri kesempatan, disempurnakan takdir yang seakan lelah untuk kembali pertemukan.Apalah yang bisa semesta lakukan? Ketika atma yang merindu menolak untuk berhenti mengaum, ketika rasa dalam kalbu yang bergejolak menimbulkan gelombang ombak menolak untuk berhenti meraung.Adakah setitik harapan itu masih hidup? Sekecil kesempatan pun 'kan diterima, lebih dari cukup untuk menarik dua sudut bibir melengkung ke atas. Adakah benang merah itu masih terikat? Setipis benang layang pun tak masalah. Cukup untuk membuat nadi tetap dalam iramanya, menari di hamparan ladang bunga ... bertemankan kupu-kupu, capung, dan burung-burung.Rangkaian aksara di buku yang terbuka tak lebih dari pengalih atensi orang lain; barangkali ada yang melihat. Seme
"Apa itu?" Shaw bergumam pelan dengan mata yang masih terpejam.Suara gesekan benda menjadi satu-satunya yang terdengar di dalam gua, ke kamar yang ditempatinya. Mereka mengobrol sampai sore, dan sang tuan rumah menyarankan Shaw, Bold, dan Mival untuk bermalam ketika ketiganya pamit untuk melanjutkan perjalanan.Shaw mengerutkan kening, mendengar suara yang kembali menyelusup ke pendengarannya. Merasa sudah terjaga dan sulit tidur lagi, Shaw membuka mata; mengusapnya sekali dan beranjak dari peraduan. Ia telusuri asal suara yang didengar, membawa langkah ke lorong gelap yang tak begitu lebar, menurun; ke ruangan bawah. Barulah ia tahu bahwa lantai gua yang ia pijak sebelumnya bukan benar-benar lantai dasar karena masih ada lantai lain di bawahnya, seperti ruangan bawah tanah.Tuan rumah terlihat duduk di kursi paling dekat dinding. Ada lentera minyak yang diletakkan di tengah meja persegi, dan beberapa benda di sekitar lentera."Ini bukan wa
"Bold!?"Salah seorang jagawana refleks menyebut nama Bold saat lampu menyorot kedatangan sang prajurit jagur. Lampu sorot yang dinyalakan lebih redup daripada lampu sorot yang digunakan saat malam hari, sebab hanya sebagai penerang pembantu ... karena hutan yang lebat membuat sekitar lebih gelap meskipun malam telah lewat.Jagawana lain yang berkutat dengan penerangan mereka pun mengarahkan pandang ke depan menara, melihat sang prajurit jagur datang mendekat. Serentak, mereka memberi hormat, sebab posisi dan jabatan mereka berada di bawah Bold."Tidak perlu formal, bersikap biasa saja ... aku hanya mampir sebentar," ujar Bold seraya menaik-turunkan telapak tangannya melihat para jagawana dengan posisi sigap dan tampak lebih tegang.Sang ketua tim jagawana yang bertugas turun dari atas menara, menyambut Bold dan mempersilakan prajurit jagur itu duduk di kursi pos samping menara; tempat para jagawana beristirahat. Pandangannya ia arahkan pula
Afmosfer langka yang menyelimuti pos jagawana selama beberapa saat itu memudar; semua kembali seperti sedia kala seiring kepergian Shaw, Bold, dan Mival usai ketiganya pamit. Para jagawana kembali dengan ekspresi serius, datar, nan tenang mereka, menyorot setiap inchi jenggala dalam jangkauan jarak sesuai tugas yang diamanatkan.Matahari terus bergulir, tak lama lagi mencapat titik 50° dari ufuk barat. Shaw, Bold, dan Mival melewati padang rumput di luar jagawana yang tak begitu luas, kemudian menanjak ke bukit rumput di timurnya, menurun dan melaju ke jenggala di kaki bukit, kembali menyeberangi padang rumput lagi, lalu memasuki area perumahan penduduk yang tampak sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Renovasi di sana tidak lama lagi akan selesai.Mereka terus memacu cepat kuda yang ditunggangi, mengabaikan tatapan orang yang melihat mereka. Risau menelisik hati Shaw, membuatnya lebih bungkam lagi muram."Kakeeek? Neneeek?" Suara Shaw membaha
"Ada kata-kata terakhir?"Rantai telah terpasang sempurna di kedua kaki dan tangan. Pecut cambuk telah dibersihkan, siap untuk dipakai lagi. Lantai ruangan pun telah bersih hingga menguarkan semerbaknya yang harum, mengalahkan amis anyir darah yang biasanya menyelimuti. Semua dipersiapkan untuk hari ini, setelah penantian 10 tahun lamanya.Di ruangan area lain yang lebih dalam, sepanjang lorong untuk ke sana pun telah dibersihkan, juga dengan ruangan di sana. Tiang tempat penggal kepala pun telah bersih, dengan pisau panjangnya yang berkilau. Pun semerbak telah menguar, memenuhi ruangan hingga ke lorong gelap di luarnya."Tolong gantikan kami untuk merawat Shaw," pinta Spencer lirih."Shaw .... Tolong jaga Shaw." Gracie pun ikut bersuara dengan nada sendu.Tak ada yang dipikirkan keduanya selain cucu mereka. Tentang hari ini, telah mereka bicarakan bersama sejak 10 tahun lalu. Keduanya siap untuk saling melepas satu sama lain, siap untuk bert
"Kuberitahukan jika Tuan Hunt benar-benar tidak datang," jawab sang prajurit dengan suara yang lebih lirih.Shaw tidak menyahut lagi, menatap sekitar sesaat kemudian hanyut dalam pikirannya. 'Bagaimana jika Bailey kembali sendirian? Dan Tuan Hunt tidak datang?' batinnya cemas. Shaw memijat pelipisnya pelan sambil menghirup napas dan menghembuskannya perlahan. Mengulanginya sampai beberapa kali."Apa yang kau sembunyikan dariku?"Buku-buku dan berkas-berkas disingkirkan dari tengah meja, lalu sebuah bingkai lukisan diletakkan dengan kasar."Kenapa diam saja?" Nada ketus terdengar sekali dari Jill, menatap kesal Ascal yang hanya mengambil lukisan dan menatapnya lama."Kau pasti menyembunyikan sesuatu. Paman Baldric, kau pasti membicarakan sesuatu dengannya hari itu, 'kan? Dan itu pasti tentang Hao Yi dan Maru."Ascal tergeming, tak menjawab pertanyaan Jill. Ia masih menatap sang sosok terlukis yang tidak lain adalah Shaw. Setelah 3 detik
Keogan menatap tidak suka, mendengus dan terfokus pada satu pedang lain yang berasal dari belakang seorang prajurit anak buah Dorn.Pemilik pedang itu mendorong pedangnya dan menghempaskan prajurit Keogan hingga sang prajurit mundur beberapa langkah. Ia lantas berjalan perlahan ke samping, memperlihatkan dirinya dan berhenti di depan Spencer. Sorot matanya menajam dan mendingin, terarah lurus ke depan."Berani sekali kalian menghunuskan pedang kepada kakek dan nenekku!" ujarnya dengan nada datar nan dingin. Mival mengerjapkan mata, merasa Shaw seperti orang yang berbeda."Siapa kau anak kecil? Berani sekali menghalangi!" tandas Keogan seraya memicingkan mata; merasa familier dengan mata Shaw sekaligus penasaran dengan wajah di balik sorban yang dikenakan Shaw.Mata Keogan sesaat beralih pada Dorn, melempar tatapan tajamnya."Kau juga! Berani sekali kau!"Dorn memasang badan di depan sedikit ke kiri dari Gracie dan menggenggam erat pedang