Beranda / Lain / Jeruji Tanah Anarki / Menyusun rencana

Share

Menyusun rencana

Penulis: Maula Faza
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Penjagaan di selatan lebih ketat ... aku tidak mungkin ke sana. Tapi jalan yang kulewati kemarin lalu bersama Kak Daniel pun tidak bisa kulewati lagi ... penjagaannya pasti ditambah." Mulutnya bergerak, bersahutan dengan pikirannya.

".... Hilir sungai perbatasan di barat lebih mudah dicapai, tapi membutuhkan waktu lebih lama. Dan tentu penjagaannya pasti ditambah juga."

Shaw menegakkan diri; melipat tangan, mengetuk-ngetuk pelan hidungnya dengan jari telunjuk tangan kanan. Pandangannya masih terarah pada peta, mencari celah sembari otaknya memikirkan cara terbaik untuk sampai ke pesisir dan kembali tanpa ketahuan; secepat mungkin. Sesekali meringis ia, merasakan gelenyar perih di punggungnya.

Beberapa hari beristirahat total dengan makan dan obat teratur membuat lukanya berangsur membaik dengan cepat, namun belum bisa dikatakan sembuh 50%.

"Aha!" Shaw mengangkat jari telunjuk tangan kanannya. Matanya melebar cerah menanggapi ide yang terlintas dalam benak.

"Kurasa aku bisa menggunakan cara itu. Yah, meski akan memakan waktu lebih lama. Tapi setidaknya itu yang paling aman untuk dicurigai."

Kepalanya mengangguk-angguk.

"Tapi ... bagaimana jika penjaga tidak mengizinkan? Dan, bagaimana jika Kakek dan Nenek juga tidak mengizinkan? Atau yang paling parah, bagaimana jika diizinkan tapi dengan syarat tidak boleh sendiri?"

Shaw mengerutkan dahi, memajukan tubuh dan menopang dagu.

"Oh!"

Lagi, ia menegakkan tubuh dan mengangkat jari telunjuk tangan kanan.

"Aku bisa meminta Bold untuk menemani. Mereka pasti akan mengizinkan, termasuk Kakek dan Nenek."

Dan sekali lagi, kepalanya mengangguk-angguk.

"Otakku memang baik dan perhatian!"

Senyuman lebar menyerupai seringai terlukis di wajahnya yang sudah terlihat lebih segar dibandingkan beberapa hari kemarin. Shaw menaik-turunkan alisnya, lalu mengedip-ngedipkan matanya jenaka.

Meja dan ranjang ia rapikan. Kemudian disambung dengan membersihkan rumah. Barang perabotan yang tak seberapa mewah itu dilap. Lemari, meja, kursi, tak luput dari jangkauan tangannya. Arkian, ia beranjak mengambil sapu. Lalu kain pel. Menjamah setiap sudut rumah.

"Kakek dan Nenek pasti akan senang! Atau mereka justru akan marah? Tapi ini bagus untuk meregangkan tubuhku. Haaahh ...." Kedua sudut bibir Shaw mengembang. Tangannya terlentang, menghirup oksigen dalam-dalam seraya memejamkan mata.

Indah pemandangan halaman rumah yang bersih dengan rumpun tanaman pancarona. Segar ambu terhirup penciuman. Dipejamkan mata; menikmati semilir sejuk sarayu menyentuh kulit yang belum kering benar seusai membersihkan diri.

Daksa sudah cukup ia manjakan. Sedikit memaksa berdamai dengan air akan membuatnya terbiasa. Meski itu artinya merelakan air mata meluruh berderai, berbaur dengan air.

Sejuk sungguh dersiknya, menggugah batin Shaw akan rindu pada bukit batu timur; sudah beberapa hari ini ia tidak ke sana. Lantas teringat pula pada Bailey, yang tak terlihat lagi setelah makan malam tempo hari. Edvard datang sendirian sejak malam itu. Bagaimana keadaannya? Apakah sesuatu terjadi padanya? Pikiran Shaw melanglang.

"Biar kutanyakan pada Dokter Ed sore nanti," tukasnya. Menatap lurus hamparan payoda sewarna asap.

Tungkai berbalik, laju mengarah ke dalam. Pintu ditutup pelan, lalu suara berisik perabotan dapur memenuhi ruangan setelahnya.

"Shaw ....??" Panggilan terdengar dari ruang tamu. Suara kakek. Shaw menghentikan aksi cuci mencuci perabotan dan bergegas ke depan.

"Shaaw ...." Itu nenek. Mengedarkan pandangan menatap heran pada sekitar, seakan tengah berada di tempat asing. "Kau ... yang melakukannya? Ini bersih dan rapi ... dan wangi! Di luar juga!" ujarnya. Senang dan takjub terpancar dari wajah dan suara, begitu juga kakek. Namun detik berikutnya berubah menjadi suasana mencekam.

"Kau, kan, seharusnya istirahat!?" Kakek menatap horor seperti hendak menguliti Shaw. Sementara nenek sudah melipat tangannya seraya memicingkan mata melihat Shaw cengir-cengir.

"Tubuhku terasa kaku karena beristirahat terus menerus ...." Shaw membela diri dengan nada memelas yang dibuat seputus asa yang ia bisa.

"Karena itu ... aku membersihkan rumah dan halaman. Lihat!" ujarnya. Meregangkan tubuh; melakukan beberapa gerakan pemanasan. Mengayunkan tangan, berjalan bolak-balik, lari di tempat dan melompat-lompat kecil. ".... Tubuhku terasa jauh lebih baik sekarang," imbuhnya. Melempar senyum cerah.

"Tetap saja kau harus beristirahat ... kau belum boleh terlalu lelah," sanggah Kakek. Sorot matanya melunak. Menggeleng-gelengkan kepala pelan.

"Ehehehe ... aku tidak terlalu lelah, kok. Sekarang ayo makan!" Shaw berjalan ke tengah kakek dan nenek; menarik tangan keduanya ke dapur.

Begitu sampai di dapur, kakek dan nenek terdiam sesaat; terkesima dengan hidangan yang sudah ditata rapi dan tampak menggugah selera di atas meja makan. Keduanya serentak menoleh pada Shaw yang sudah menggeser kursi ke belakang.

"Ayo makan!" ucapnya bersemangat. Kakek dan nenek bergabung seusai mencuci tangan dan kaki.

"Katakan yang kau inginkan ... kau pasti menginginkan sesuatu, 'kan?" tanya kakek. Melirik Shaw di sela-sela makannya.

"A- ... ehehehe ...." Deretan gigi rapi dan putih terpampang saat Shaw menunjukkan senyum lebar. Ketahuan sudah maksud terselubung darinya.

"Aku ingin keluar desa untuk mencari panasea," jawab Shaw pelan. Kakek dan nenek seketika menghentikan makannya dan menatap Shaw. Menyadari itu, Shaw buru-buru menambahkan, "A-aku akan meminta Bold untuk menemaniku! Aku tidak akan pergi sendiri ... Kakek dan Nenek tenang saja." Senyuman cerah dengan mata memohon ditampilkan sebagai pelengkap.

"Kau tahu panasea itu tidak pasti tempatnya, 'kan?" Kakek bertanya. Melanjutkan makannya.

Shaw mengangguk.

"Ya sudah ... Kakek izinkan kalau Bold bersedia menemani," ucap kakek yang membuat air muka Shaw semakin cerah.

Panasea, memang, terdapat cukup banyak di Zanwan ... namun tempatnya tidak tentu. Selain karena ukuran yang biasanya tidak begitu besar sehingga harus jeli melihat, pun karena penduduk lain biasa mencarinya juga. Mayoritas penduduk Zanwan masih menggunakan obat herbal.

"Biasanya Dokter Ed akan datang di waktu-waktu ini," gumam Shaw. Duduk di pelataran rumah. "Nah, itu dia! Oh, ada Bailey juga!"

Edvard datang dengan kuda hitamnya seperti biasa. Namun kali ini Bailey ikut serta bersamanya setelah beberapa hari absen.

"Selamat datang," sambut Shaw. Berdiri dan membuka pintu.

Bailey berdehem, melempar tatap selidik.

"Tumben sekali."

"Apa?" Shaw bertanya dengan ekspresi jutek. "Ayo, masuklah ... kebetulan sekali kau ikut," ujarnya kemudian. Sedang Bailey hanya merespon dengan tatapan bingung. Seakan mengatakan, 'huh?'

"Jadi ... aku berencana untuk mengajak Bold. Memintanya untuk menemaniku dalam perjalanan nanti. Menurutmu Bold akan setuju?" Shaw mengutarakan niatnya.

"Bold? Perjalanan? Ke mana kau akan pergi? Tujuannya?" Rentetan pertanyaan diajukan Bailey sekaligus.

Edvard mendengarkan sembari mengobati punggung Shaw. Keningnya berkerut mendengar penuturan anak itu, namun ia memilih mendengarkan keseluruhan terlebih dahulu dan menunggu waktu yang pas untuk menimpali.

Keadaan lebih hening karena kakek dan nenek langsung pergi lagi setelah makan siang tadi; ke ladang.

"Ya, Bold. Aku berencana pergi ke luar desa ... untuk mencari panasea," jelas Shaw.

Bailey membulatkan mata dengan mulut terbuka, dan mengatupkannya lagi.

"Bold bukan orang yang mudah diajak pergi. Bahkan untuk diajak berbincang santai pun susah ... itu yang kudengar. Tapi masalahnya adalah ... kau yakin? Kau belum sembuh benar, loh ...."

"Hum, aku yakin. Lagipula persediaan panasea di rumah sudah hampir habis. Jadi, memang, sudah waktunya untuk mencari lagi."

"Bagaimana menurut Dokter?" Bailey memiringkan kepala sedikit, melirik Edvard di belakang Bailey.

"Beberapa bilurnya sudah mulai mengering, tapi tidak dengan lainnya. Kemungkinan akan melembab dan berkeringat, menimbulkan bakteri jika tertutup pakaian terlalu lama ... tapi juga bisa terinfeksi jika terbuka dan terlalu banyak terkena udara bebas." Edvard memperhatikan lebih seksama, dan menyadari kalau luka Shaw membaik lebih cepat dari perkiraannya.

"Kau dengar itu?" Bailey kembali menatap Shaw.

"Tidak apa-apa ... aku bisa mengatasinya." Shaw tidak ingin menyerah.

Jika ditunda lebih lama, kemungkinan untuk orang lain menemukan tas Daniel akan lebih besar. Bisa juga turun hujan yang membuat tas dan seisinya basah ... bahkan rusak. Shaw merasa tidak boleh membiarkan semua kemungkinan itu terjadi.

Bailey menghela napas kasar. Mendebat Shaw tidak akan membuahkan hasil yang berarti.

"Baiklah, nanti besok kutemani menemui Bold. Mumpung sekolah libur," ujarnya. Dibalas anggukan Shaw.

'Bold. Sepertinya aku pernah mendengar nama itu.' Batin Edvard. Terpikirkan nama Bold yang terus terngiang di kepalanya. 'Sudahlah, nanti juga aku akan mengetahuinya.' Batin Edvard lagi. Melepaskan tali kekang kuda dan menungganginya. Bailey menyusul naik di belakang.

"Hati-hati di jalan!" Shaw berucap semangat. Melambaikan tangan sampai kuda menjauh.

"Bold, ya. Pertemananmu luas juga," gumam seseorang berpakaian tertutup jubah hitam dengan tudung yang menyembunyikan wajahnya, disertai sebuah topeng berwarna hitam polos. Ia turun dari dahan salah satu pohon di depan samping rumah Spencer setelah Shaw menutup pintu, lalu bergerak cepat ke samping rumah; kamar Shaw.

Bab terkait

  • Jeruji Tanah Anarki   Jika kau mati 5 menit setelah ini....

    "Baiklah, apa saja yang perlu kubawa untuk nanti?" Shaw bertanya pada dirinya sendiri. Melangkah lebar-lebar dengan riang dan semangat menuju kamar."Sepertinya aku harus mencatatnya dulu," ucapnya. Menghampiri meja dan meraih buku catatan. Namun tangannya terhenti saat matanya menatap sesuatu yang tidak asing. Tas pemberian Daniel!Mata Shaw membulat. Diraih lalu dirabanya tas yang terpampang di hadapan. Dicek pula isinya. Lalu dimiringkan ke depan, kiri, kanan, belakang. Memastikan itu adalah tas yang sama."Ini tas dari Kak Daniel!" ujarnya dengan nada tidak percaya."Tapi bagaimana bisa ada di sini? Siapa yang membawanya ke sini?" tanyanya. Mengangkat kepala melihat ke jendela yang tertutup. Keningnya berkerut."Aku." Sebuah suara muncul dari belakang. Shaw membalik badan; menatap waspada namun juga penuh tanda tanya pada sosok misterius yang bersandar pada lemari."Siapa?" tanya Shaw penasaran.Sosok itu maju bebera

  • Jeruji Tanah Anarki   Tuan, Anda berdarah!

    'Tetap pergi atau batalkan?' Gundah Shaw dalam hati. Tujuan utama pergi mencari panasea dan mengajak Bold adalah agar bisa kembali ke barat daya dan mengambil tas pemberian Daniel, tapi sekarang tas itu sudah kembali padanya."Jadi, kalian akan langsung pergi?" Spencer meletakkan sebuah keranjang penuh apel merah yang sudah dicuci. Ia masukkan apel itu ke dalam dua wadah."Benar, Kek. Kami akan langsung pergi ... biar tidak kesorean nanti pulangnya, soalnya ini sudah mau siang." Shaw menjawab. Merapikan pakaiannya. 'Pergi sajalah ... aku sudah terlanjur bilang, Bailey pun pasti sudah mengatakan itu pada orangtuanya.'"Ya sudah, berhati-hatilah. Ini ada apel yang sudah masak. Kakek memetiknya pagi-pagi sekali hari ini," ujar Spencer. Memberikan sekantung apel merah pada Bailey dan Edvard."Terima kasih, Kek." jawab Bailey dan Edvard.Kuda berpacu menjauh, membelah jenggala. Menuju distrik Aloclya.Shaw menengok ke arah kiri saat s

  • Jeruji Tanah Anarki   Siapa namamu?

    "Yeayy!!" Shaw melompat riang. Membuat Bailey dan Bold sedikit terkejut. "Bold mau!" serunya. Tersenyum senang."Tidak." Bold menjawab. Membuat air muka Shaw berubah. Ia menunduk murung."Aku akan berubah pikiran kalau kau bisa menjatuhkan pedangku." Bold menambahkan.Shaw mengangkat wajah, mengukir kembali senyumnya."Bertarung?" tanyanya."Shaw belum sembuh benar ... biar kugantikan." Bailey mengusulkan."Tidak apa, Bailey .... Tidak masalah," ujar Shaw kemudian. Mundur beberapa langkah dan mencabut pedang dari sarung di sisi kiri."Haah ... ya sudah." Bailey mengalah. Menepi; membiarkan Shaw dan Bold melanjutkan. Beberapa prajurit di sana menoleh ketika mendengar pedang Shaw dan Bold mulai beradu, kemudian mendekat dan menonton di tepian; penasaran siapa yang akan menang. Ini adalah momen langka bagi mereka juga Bailey. Ia bisa melihat bagaimana Shaw menggerakkan pedangnya jika bertarung dengan orang lain selain

  • Jeruji Tanah Anarki   Riuh di alun-alun

    "Shaw. Namaku Shaw.""Hanya Shaw?" tanya Baldric lagi. Shaw mengangguk."Hmm ... baiklah, silakan diminum." Baldric duduk. Mengambil gelas berisikan air jeruk manis dan meminumnya."Tuan Muda ... terima kasih sudah beranjang dan membawa Shaw serta.""Hum. Jadi, kenapa Profesor ingin bertemu Shaw?" Bailey tidak bisa menahan diri lagi untuk tidak mengajukan pertanyaan yang muncul dalam benaknya sejak pagi."Saya hanya ingin melihat secara langsung. Ah, kalian pasti belum makan ... mari kita makan!"Baldric berdiri, menggandeng tangan Bailey dan Shaw hingga keduanya mau tak mau berdiri mengikuti. Sedang Bold tetap diam di tempat. Dalam benaknya, Bold berpikir bahwa dirinya tidaklah pantas untuk ikut serta. Di ruang tamu, mereka semua bisa duduk dalam jajar dan tinggi kursi yang sama. Tapi di meja makan, itu adalah hal lain lagi ... tempat yang berbeda.Baldric menolehkan kepala. Melempar senyum hangat pada Bold yang tak ber

  • Jeruji Tanah Anarki   Menghilangnya 5 tahanan

    Dunia sedang tertidur. Pekat malam menyelimuti raga dalam lelap, menemani sukma dalam bunga mimpi."Siapa kau?"Mata bulat hitamnya menyipit mencoba menyingkap entitas di balik jubah dan topeng hitam sesosok di depan jeruji. Sisi lain memperhatikan gerak jemari sang sosok yang tampak menggerakkan sesuatu. Sebuah kunci.Temaram lentera menghasilkan siluet sang sosok yang justru semakin menyembunyikan dirinya. Hanya berupa bayang hitam yang mengecewakan."Mau apa kau?"Matanya terus mengawasi, sementara daksa memasang kuda-kuda. Tubuh yang melemah kehilangan banyak tenaga oleh luka ia abaikan. Tungkai mundur merapat dinding, bersamaan sang sosok yang berhasil membuka gembok yang mengunci pintu jeruji besi. Melangkah masuk mendekat pada gelapnya ruang.Dan apa yang akan kau temui di pekat lain saat diri memutuskan terjaga di titik tergelapnya malam? Ketika kau tahu bahwa pekat malam menyimpan berjuta misteri. Semua hal bisa

  • Jeruji Tanah Anarki   Mata yang familier

    "Apakah Anda terluka, Tuan muda?" Orang yang memanggil Bailey bertanya."Aku tidak apa-apa, Bexter. Tapi kudaku sepertinya tidak bisa berdiri." Bailey menjawab pelan; melihat ke arah sosok misterius yang tersisa. Satu prajurit mengunci kedua tangan orang itu dengan rantai. Sesaat mata keduanya bersirobok saat sang sosok didorong untuk berjalan; melewati Bailey. Sementara keempat orang lainnya yang sudah tidak bernyawa dibopong di pundak oleh empat prajurit berbadan kekar.Bexter menoleh pada kuda Bailey, lalu memerintahkan prajurit lain untuk mengobatinya."Biar prajurit membawa kudanya ke mansion nanti. Tuan muda, oh-! Leher Anda terluka!" Bexter berseru terkejut sekaligus panik. Guratan lukanya tidak besar dan dalam, bahkan tipis. Tapi masalah yang akan timbul karenanya itulah yang membuat Bexter lebih panik. Karena pasti akan ada lebih dari satu punggung yang menerima cambukan nantinya.Bailey meraba lehernya, melihat darah di tangannya d

  • Jeruji Tanah Anarki   Bekal

    "Bentuknya seperti peti. Kau tahu ini apa, Bold?"Benda di tangan disodorkan pada Bold agar bisa melihat lebih jelas."Kurasa, memang, peti. Ada tempat kunci, lihatlah." Bold menunjuk pada satu lubang kecil di tengah benda itu."Tapi tidak ada kuncinya.""Mungkin Kakek dan Nenekmu tahu.""Hmm ... benar juga." Shaw menanggapi dengan lesu perkataan Bold barusan. Kakek dan neneknya mungkin tahu, tapi masalahnya adalah ... apakah mereka akan memberikan kunci itu padanya jika mereka tahu dan memilikinya? Sisi muara pikiran buruk dan cemas menghinggapi isi kepala Shaw; gundah ia dibuatnya."Eeeehhhh ... kenapa masih di situ?" Satu dari dua yang baru saja dibicarakan datang. Panjang umur Gracie yang muncul dari pintu, mencari keduanya. "Ayo masuk, hari sudah gelap," ujarnya lagi.Shaw dan Bold saling berpandangan sesaat, lalu berjalan mengikuti Gracie."Nah, ada satu kamar lagi yang kosong, sudah Nenek bersihkan. Bold bi

  • Jeruji Tanah Anarki   Cerita Mival

    "Dasar lambat! Ayo cepat!"Ctash!"Ba-baik, Tuan.""Lebih cepat lagi!! Dasar anak pemalas!!"Tungkai yang gemetar melangkah sembari terseok-seok. Kentara sekali dipaksa tetap tegak. Rantai dengan bola logam di kedua kaki tak beralas membuat langkahnya semakin payah, ditambah sebuah karung yang nampak berat sebab daksa terlihat sampai membungkuk membuat usahanya bak bunuh diri.Aksi tak menyenangkan mata tersebut tertangkap pelupuk mata Shaw. Membuatnya segera berbelok menghampiri. Bold yang sedikit terkejut sigap mengikuti. Kedua orang yang mengganggu pemandangan Shaw itu menghentikan diri dan menoleh pada kehadiran yang tak diundang.Terlihat jelaslah oleh Shaw, seorang anak berkulit sawo matang lagi kurus yang terlihat begitu tersiksa namun berusaha tak menunjukkan. Lalu di hadapan samping kirinya, seorang pria dewasa yang Shaw taksir usianya sekitar 40-50 tahun."Siapa kau?" Sang pria dewasa bertanya setelah mengamati

Bab terbaru

  • Jeruji Tanah Anarki   Morth

    Atmosfer terasa lebih ramah. Irama dari ranting-ranting dan dahan oleh angin terdengar lebih wajar dibandingkan tadi. Shaw makin yakin, semua karena Morth. Atmosfer, halusinasi, entah apa lagi yang Morth sebabkan. Satu pertanyaan besar dalam benak Shaw, siapa Morth sesungguhnya? Mengapa seisi jenggala sunyi hingga seluruh penjurunya seakan-akan berada di bawah kaki tangan Morth?“Kau pikirkan aku?” Morth tiba-tiba bertanya. Rupanya ia mengekori Shaw.Huh? Apa Morth juga bisa membaca pikiran?Shaw menengok ke belakang, langkahnya melambat. “Jangan katakan kau dapat menembus kepala orang.”“Kau banyak bertanya, belum tuntas seluruhnya.” Morth mensejajarkan diri. Sejenak, ia melihat Shaw dari atas ke bawah. “Orang keras kepala seperti kau tentu akan merenungkannya. Aku benar, bukan?”“Kita baru saling tahu beberapa saat lalu dan kau yakin sekali dengan kata-katamu. Antara kau pandai menilai atau hanya pandai berasumsi.” Shaw menggeleng. Pandangan ia tujukan ke depan.Morth menyentuh leng

  • Jeruji Tanah Anarki   Penunggu hutan sunyi

    Tanduk. Hal pertama yang dilihat oleh Shaw dari sumber suara adalah tanduk, tersembunyi di antara dedaunan semak belukar setinggi pinggang orang dewasa.Shaw mengernyit, kemudian bergumam lirih, nyaris tak bersuara, "Itu seperti tanduk rusa."Sepasang mata semerah darah terlihat dari celah dedaunan. Shaw menelan ludah. Ia tahu betul itu bukan mata hewan biasa, apalagi manusia. Tidak ada satu pun penduduk desa yang pernah ditemuinya memiliki mata seperti itu.Mungkinkah ini yang Fu maksud? Apapun itu, merasakan haki tidak biasa dari sang sosok misterius membuat Shaw merasa dirinya tidak boleh berlama-lama.Diliputi kewaspadaan dan dengan suara tercekat, ia berucap dalam hati, "Aku harus segera pergi dari sini."Tanpa melakukan pergerakan yang kentara serta dengan posisi kepala yang masih sama, tatapan Shaw menyisir sekitar; memastikan tidak ada keanehan lain. Ia yang semula berjongkok pun perlahan berdiri sepelan mungkin. Namun, bak lelah bermain petak umpet, ransel yang Shaw gendong m

  • Jeruji Tanah Anarki   Halusinasi

    "Tetap tidak bisa! Terlalu berbahaya. Kau kan tahu lebih baik daripada aku, Tibate." Fu mengangkat kepala, menatap lurus Tibate dan Baldor. Ini bukan waktu yang tepat, pikir Fu. "Lagi pula aku bisa menjaga diri. Akan kupanggil kalian jika hal buruk terjadi dan aku tidak bisa mengatasinya.""Kau bisa tinggal, Fu. Aku akan melanjutkan perjalananku seorang diri," sela Shaw, angkat bicara setelah menimang-nimang."Tidak―""Aku juga akan meninggalkan kudaku di sini." Shaw menepuk pundak Fu. Ia serius ingin Fu tinggal. "Bold bilang ada danau dan tebing. Jadi, aku tidak bisa membawa kudaku. Selain itu, kau bisa mengawasi keadaan hutan dan mengabariku. Kau juga terluka, Fu. Jangan bersikeras seolah kau baik-baik saja. Bagaimanapun kau juga masih anak-anak."Ini adalah tugas Shaw. Sejak awal, Shaw memulainya sendiri, dan ia harus melanjutkannya sendiri. Shaw tidak ingin merepotkan.Fu berdecak, tidak terima, tetapi juga tidak menyangkal ataupun menyanggah. Bertemu Baldor dan Tibate membuatnya

  • Jeruji Tanah Anarki   Janji pada jenderal besar

    Pria berjanggut memperhatikan sambil mengusap-usap janggut dan kumisnya. Saat otaknya mengingat sesuatu tentang Fu, matanya seketika melebar."Kau ingin aku mencincangmu, hah?!" Tibate berseru.Setelah ikan bakarnya rusak, sekarang dirinya yang nyaris terbakar. Pria plontos itu tidak terima.Tibate menghentak tanah dengan kakinya, bergantian kaki kanan dan kaki kiri. Pegangannya pada gagang pedang semakin erat dan erat.Fu melompat mundur, mengambil sikap siaga dan meningkatkan kewaspadaannya. Ia siap dengan apapun yang akan Tibate lakukan untuk membalasnya.Sebelum Tibate menyerang balik, pria berjanggut yang masih menggenggam keranjang bambu itu berjalan ke depan Tibate, lalu berdiri memunggungi Fu dan Shaw."Kau mau dikutuk atau sudah bosan hidup?!" tanyanya."Apa maksudmu? Kalau kau hanya ingin aku berhenti memberi anak itu pelajaran, sebaiknya kau minggir!" balas Tibate."Kau tahu kau sedang berhadapan dengan siapa? Kau tidak berencana mengingkari janjimu pada Jenderal Besar, 'ka

  • Jeruji Tanah Anarki   Pertarungan Fu dan Tibate

    "Apa kau sedang bercanda?" Tibate mendengus kasar. Ia tampak tidak suka.Pria plontos itu tahu dirinya sudah hidup lama, tetapi bukan berarti ingatannya menua. Ia tahu ingatannya masih berfungsi dengan sangat baik. Ia sangat meyakini itu."Aku tidak bercanda," sanggah Fu, berkacak pinggang. "Kau memberitahukannya sendiri padaku saat aku memberimu buah persik. Kalau kau masih tidak ingat, berarti ada yang salah dengan ingatanmu," imbuhnya.Buah persik?Tibate mengerutkan kening. Ia merasa tidak asing, tetapi tidak mengingat apapun."Sudahlah. Lebih baik kalian pulang sekarang, dan akan kuanggap ini tidak pernah terjadi," ujar Tibate seraya memasang wajah serius."Tidak bisa!" Shaw berseru. "Aku harus pergi ke tenggara!""Ya. Kami tidak bisa kembali ke desa saat ini," Fu menimpali.Tibate memukulkan ujung pedangnya ke tanah, menimbulkan gelombang angin yang kencang. Dedaunan dan batu kerikil tersapu, begitu pun Fu dan Shaw yang ikut terpental."Aduh ...." Shaw mengerang, berusaha bangun

  • Jeruji Tanah Anarki   Penjaga hutan hitam

    Menjelang pagi, suara kehidupan awal sekali menggaung. Beberapa penduduk desa sudah mulai melakukan aktivitas mereka. Sebagian di dalam rumah, sebagian di luar rumah.Satu di antara manusia yang telah lepas dari peraduannya adalah Wilton. Ia bertugas pagi kali ini."Selalu rajin, ya." Zander berkomentar. Kuda-kuda di kandang bersuara antusias saat Zander memberi mereka makan."Tidak juga. Aku hanya tidur cukup nyenyak semalam, dan tubuhku merasa lebih segar saat aku bangun. Jadi, ya, mungkin lebih bersemangat," sahut Wilson seraya terkekeh kecil."Padahal kau hanya tidur sebentar, 'kan, semalam," Celetuk Zander. Tangannya cekatan melipat karung-karung rumput yang sudah kosong.Wilton tersenyum cerah menanggapinya. Ia memeras kain yang dipakai untuk mengelap kuda yang akan ia pakai untuk mengantar Bailey ke sekolah."Sebentar pun tetap saja namanya tidur, Zan," kata Wilton, keluar dari kandang sambil membawa kain basah dan ember hitam kecil."Ya, tidak salah."Suara derap kaki nyaring

  • Jeruji Tanah Anarki   Penemuan Avidius

    "Ada yang menarik perhatianmu, Vid? Aku sampai mengantuk menunggumu." Bailey menimpali."Ah, maaf maaf .... Tadi ada yang harus kulakukan. Ada sesuatu! Jadi, aku kembali lebih lama," ujar Avidius seraya tersenyum canggung.Avidius adalah cucu Barid. Ia satu sekolah dengan Leonere."Sesuatu apa?" Leonere bertanya.Avidius, remaja berkulit putih kemerahan dengan senyum manis dan lesung pipi itu mengeluarkan sebuah kain merah dari saku pakaian di balik jubahnya. Saat kain dibuka, Leonere dan Bailey membulatkan mata melihat benda yang terpampang di sana."Bukankah itu—" Kata-kata Leonere terhenti. Ia mendekat tergesa dan memegang benda yang ditunjukkan Avidius. "Ini kan ....""Dari mana kau menemukan itu?" tanya Bailey yang juga mendekat.Avidius melirik ke arah belakang sesaat, memastikan sekitarnya aman. Senyumnya pudar seketika."Dari hutan barat laut. Aku menemukannya tadi," bisik Avidius, tampak serius.Bailey dan Leonere tercengang lalu saling menatap. Pikiran keduanya seolah tersam

  • Jeruji Tanah Anarki   Hutan hitam

    "Tidak ada yang gratis," sahut Fu seraya menyeringai tipis.Shaw berdecak. "Kubayar dengan manisan.""Apa itu? Tidak cukup! Informasiku sangat mahal, kau tahu.""Ck, kubayar dengan makanan lain. Kau bebas memintanya, dan aku akan membuatkannya untukmu," tawar Shaw.Fu menyeringai penuh kemenangan kini. Sebuah siasat terlintas di benaknya."Bisa dipertimbangkan," kata Fu. Sesaat kemudian seringai di wajahnya hilang, berganti raut serius. "Kurangi kecepatan kudanya. Melewati batang pohon besar di depan itu, buat kudanya berjalan biasa.""Huh? Oke."Shaw percaya pada Fu. Ia mengikuti instruksi Fu tanpa ragu.Pohon-pohon besar yang dimaksud Fu berada 20 meter dari mereka. Warna pohonnya gelap, seolah melambangkan sesuatu yang misterius dan tampak mati. Pepohonan itu seakan telah terbakar. Meski begitu, dedaunannya sangat rimbun.Melewati dua pohon besar tersebut, kuda memasuki jenggala yang lebih gelap dan sunyi dari sebelumnya. Sekeliling tampak benar-benar gelap dengan aura yang terasa

  • Jeruji Tanah Anarki   Desa neraka dan tetua desa

    "Ya sudah." Eroth menghela napas.Selain belajar bersikap baik pada budaknya, Eroth pun belajar untuk tidak memaksakan kehendak. Ya, itu sungguhan, bukan sandiwara yang dibuat-buat.Di depan mereka, Aaban mendengarkan dalam diam. Komandan itu sibuk dengan pikirannya.Menjelang ujung dari jenggala ketiga, Fu tiba-tiba berujar. Suaranya terdengar serius di telinga Shaw."Berhenti, Shaw."Shaw menghentikan laju kuda dan melirik Fu. "Ada apa?""Kita ambil jalan lain," tukas Fu."Kenapa? Ada apa dengan jalan ini?""Ada sesuatu di depan. Hakinya tidak jauh berbeda dengan Kaye dan teman-temannya.""Ha?"Shaw menatap lurus, lalu memejamkan mata. Ia mencoba merasakan haki di depan, tetapi tidak merasakan atau melihat apapun."Aku tidak merasakan apapun," kata Shaw seraya membuka mata.Fu berdecak dan memegang kedua pundak Shaw. Aliran haki mengalir dari tangannya."Coba lihat lagi," kata Fu. Shaw mengiyakan.Bayangan sosok berjumlah lebih dari 10 terlihat di kejauhan di depan, dengan haki yang

DMCA.com Protection Status