Share

Bab 3 | Aku Perlu Kasur

Aku meletakkan pisau dan garpu di tangan karena restoran mematikan sebagian besar lampu ruangan demi menciptakan suasana yang romantis untuk sang karakter utama, Pak Malik dan Nona Rosiana. Musik mengalun dengan indah ditemani balutan cahaya yang redup mengiringi mereka berdua yang sedang berada di lantai dansa.

Rosiana  yang memakai gaun berwarna putih berputar dengan indah, dia bergerak dengan indah selaras dengan dengan gerakan Pak Malik. Di bawah kendali pria itu, mereka berdansa secara harmonis hingga lantunan musik berakhir.

Akhirnya aku bisa melanjutkan makan malam setelah mereka selesai berdansa. Rasa lelah yang mendera langsung sirna saat menikmati rib eye steik yang dimasak dengan tingkat kematangan medium rare. Jika saja kenikmatan ini bisa dinikmati setiap hari.

“Permisi Bu, Pak Malik menyuruh kami untuk membawa makanan Ibu ke meja beliau,” ucap salah seorang pegawai restoran.

Ada gila-gilanya juga nih si Bos. Lelaki di belahan bumi mana yang sedang kencan dengan seorang wanita namun membawa sekretarisnya untuk makan di meja yang sama dengan mereka? Aku tidak ingin usaha yang semua orang lakukan menjadi sia-sia karena tindakan konyol Pak CEO. Pokoknya aku tidak mau ke sana. TIDAK AKAN!

Mari putar badan menghadap ke belakang di mana kedua orang itu berada. Berikan saja kode pada Pak Malik bahwa aku tidak bisa pergi ke sana. Beres, kan? Ayo lanjut makan.

“Apa ada yang menaruh lem di kursi ini?” Pria yang menjadi objek cuci mata para karyawati Pecitra itu berbicara tepat di depan wajahku. Sungguh tidak disangka dia akan datang ke sini dengan sendirinya.

Aku menggeleng.

“Kenapa masih di sini?” Dia masih  bergeming dari tempatnya.

“Saya tidak ingin merusak kencan Bapak dan Nona Rosiana. Wanita manapun akan kecewa jika ada perempuan lain selain dia yang menemani pasangannya.” Tuhan bantu aku agar dia memahami niat baik sekretarisnya yang berhati bidadari ini.

“Tidak ada perempuan lain di ruangan ini,” sanggahnya.

Lelaki ini membuat kadar emosiku memuncak hingga menyentuh titik maksimal karena di matanya, aku hanya dianggap sebagai robot superego.

“Pak! Tidak peduli bagaimana Bapak tidak menganggap saya sebagai perempuan, namun faktanya  jenis kelamin di KTP tertulis perempuan, tubuh yang sedang Bapak pandang ini adalah perempuan. Jiwa yang terkandung di badan, juga perempuan.” Ayo kita lihat, apa yang akan dia katakan setelah ini.

“Tapi,”-Pak Malik mengepalkan tangan-“tidak ada perempuan lain di sini selain kamu.” Dia berbicara tanpa membuka mulut, hanya menggerakkan bibirnya. Memang boleh kesal begitu?

Aku langsung berdiri dan balik badan untuk membuktikan omongan Pak Bos. Benar saja, Rosiana sudah tidak ada di kursinya.

“Nona Rosiana…, pergi ke mana?”

Pria yang menjadi atasanku tersebut mengangkat kedua bahunya. “Mana aku tahu.”

“Kenapa dia pergi?” Aku tidak percaya wanita itu pergi begitu saja tanpa alasan.

“Entahlah,”-dia mengambil tas-“mungkin karena saya bilang kalau badannya tidak cocok untuk saya.” Beliau menggandengku berjalan ke mejanya, di mana makan malam pria itu disajikan.

***

Mawar merah yang sengaja disiapkan untuk acara kencan buta Pak Malik berakhir menjadi bunga tabur yang menggenangi bak mandiku. Wanita yang seharusnya menerima buket bunga ini pergi begitu saja meninggalkan si Bos tanpa membawa bunga dan gaun merah dari Pak Malik.

Jika Rosiana hanyalah wanita umum, aku tidak perlu pusing memikirkan kejadian semalam. Masalahnya, wanita itu adalah putri dari Pak Wirawan, Direktur PT  Onenabe yang masih menjadi rekan bisnis Pelisia Grup. Ditambah lagi, wanita itu adalah Manajer Project di sana. Demi menjaga hubungan baik yang sudah terjalin antara kedua belah pihak, mau tidak mau aku harus minta maaf atas nama Pak Malik karena dilihat dari sisi mana pun, lelaki itu enggan untuk melakukannya.

***

“Kamu bawa saja, aku tidak ingin memakannya,” Dia menolak bingkisan yang aku bawa tanpa membukanya terlebih dahulu.

Aku pergi ke PT Onenabe membawa kue kesukaan Rosiana. Devil cake, kue yang memiliki tekstur lembut dengan rasa cokelat yang kaya, merupakan pilihan yang sempurna bagi pecinta kue cokelat. Devil cake memiliki warna yang lebih gelap dari kue cokelat lainnya karena penggunaan cokelat hitam yang bereaksi dengan bahan lain yang bersifat asam. Proses karamelisasi juga ikut berperan dalam menambah warna gelap pada kue. 

“Apa ibu sudah tahu apa yang saya bawa ini?” Aku tidak akan menyerah begitu saja, demi Pecitra.

“Devil cake dari Weloveu Bakery, kan?” Rosiana memutar kedua bola matanya.

Hah. Ternyata dia sudah tahu.

“Kalau begitu, Ibu pasti tahu kan bagaimana ketulusan saya? Untuk mendapatkan kue ini, saya harus melakukan perjalanan selama dua jam dari Jakarta ke Bogor balik lagi ke Jakarta. Empat jam saya habiskan waktu di jalan.” Bohong. Sebenarnya aku membeli kue itu dengan layanan pesan antar.

Dia menggenggam tanganku. “Katakan dengan jujur. Kamu datang ke sini karena keinginan sendiri atau karena perintah atasan?”

Ini pertanyaan jebakan yang sulit untuk dijawab. Aku harus berpikir jernih memikirkan apa yang harus dikatakan.

“Sebenarnya, Pak Malik ingin datang sendiri menemui Ibu. Sayangnya, Bapak memiliki pertemuan yang tidak dapat dijadwalkan ulang. Maka dari itu saya datang ke sini atas nama beliau.” Ini adalah jawaban yang sempurna.

“Sepertinya pertemuan itu sangat penting,”-dia menyesap kopi hitam-“namun, kenapa dia tidak membawa sekretarisnya ke sana. Kamu bohong, kan? Sebenarnya dia memang tidak ada niatan untuk bertemu secara langsung.”

Bagaimana ini? Dari cara bicara dan bahasa tubuh yang dia tunjukkan, sepertinya dia bisa membaca isi kepala orang lain. Apa mungkin dia seorang indigo?

“Itu tidak benar. Beliau tulus ingin menemui Anda.” Tenang saja Pak Malik, saya selalu ada di pihak Anda.

“Kenapa dia ingin menemuiku? Mau minta maaf? Jangan harap dia akan mendapatkannya!” Pekik Rosiana.

Bos, sebenarnya apa yang anda lakukan pada wanita ini? Kenapa emosinya meledak tak terkendali seperti kembang api di malam tahun baru.

“Seumur hidup, aku belum pernah bertemu laki-laki kurang ajar seperti dia,”-Rosiana memukul meja-“kamu tahu apa yang dia katakan semalam?”-mata wanita itu melotot-“dia bilang kalau kukuku bentuknya seperti kuaci.” Dia menunjukkan jemarinya.

Rosiana memasang kuku tiruan yang ujungnya berbentuk sangat runcing. Jika dilihat sekilas memang seperti kuaci. Tapi, ini kan model yang sedang digemari oleh kalangan wanita muda. Memang dasar Pak Malik saja yang tak tahu sama sekali tentang selera perempuan.

“Dia juga bilang kalau sepatu yang aku pakai kemarin  tumitnya terlalu tinggi, kalau jatuh saat berdansa maka akan merepotkan dirinya,”-Rosiana menggenggam tanganku dengan kuat-“padahal kemarin aku hanya menggunakan yang 10 cm.”

Beri tahu aku bagaimana cara menahan diri untuk mengendalikan mulut ini agar tidak menganga. High heels 10 cm dia bilang ‘hanya’? Luar biasa sekali perempuan ini.

“Dan kamu tahu dia bilang apalagi? ‘Kalau pasang implan dada jangan terlalu besar, nanti kamu cepat jadi bungkuk’ dia bilang begitu!”-Rosiana memperbaiki posisi duduknya dan memastikan bahwa dia duduk dengan tegap-“aku pasang yang 300cc, itu termasuk ukuran yang wajar, kamu tahu kan?”

Aku perlu kasur, segera! Lebih baik pingsan saat ini juga daripada menahan malu karena perlakuan yang Pak Malik lakukan pada wanita ini.

Bos, citramu di mata Nona Rosiana sudah sangat buruk. Nama baik Anda sungguh tidak tertolong.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status