Share

Bab 2 | Menemui Calon Pasangan

Beberapa adegan film menyajikan tontonan romantis di mana seorang pria memeluk wanitanya di ruangan gelap seperti yang dilakukan oleh Pak Malik saat ini. Dalam adegan itu, mereka terlihat bahagia menikmati momen kebersamaannya.

Andai saja aku adalah kekasihnya Pak Malik, tentu saja aku akan sangat senang dengan tingkah yang dilakukannya sekarang. Tapi kan, aku dan dia bukan sepasang kekasih, jadi tindakan dia memelukku di dalam lift seharusnya tidak dilakukan karena ini sungguh tak bermoral.

DASAR MESUM!

Jika menuruti isi hati, ingin sekali rasanya untuk memberontak serta berteriak dengan keras,  namun kepalaku masih menggunakan logika untuk berpikir. Terlalu banyak gerak hanya akan membuang energi. Selain itu, kami harus menghemat oksigen, jangan sampai menghabiskannya untuk hal yang tak perlu.

Demi menyelamatkan diri dari serangan lelaki yang tidak mempunyai akhlak, aku harus memukul leher belakang Pak Malik supaya dia jatuh pingsan. Menyerang dengan cara yang halus adalah kunci agar dia tidak mencurigai rencanaku yang luar biasa ini.

Langkah pertama dimulai dengan meraba dadanya, lalu naik ke atas menelusuri batang leher….

TUNGGU! ADA YANG SALAH!

Pak Bos berkeringat sangat banyak, napasnya sesak, dan tangannya bergetar hebat. GAWAT. Terjadi sesuatu yang buruk pada pria yang menjadi motor kebanggaan Pecitra.

Aku segera mengambil telepon genggam, lalu menyalakan senter. Terlihat wajah Pak Malik pucat pasi. Tanpa membuang waktu, aku langsung melepas dasinya, lalu membuka beberapa kancing baju lelaki itu agar dia bisa bernapas lega.

“Duduk dulu, Pak.”

Aku ambil saputangan yang berada di kantong jas Pak Malik kemudian menggunakan saputangan tersebut untuk menyeka keringat pada tubuh milik pria yang lemah tak berdaya itu. Setelahnya, aku memeluk tubuh sang CEO Pecitra erat-erat, membiarkannya bersandar di bahuku yang tak begitu lebar ini.

“Tidak apa-apa…,”-aku menepuk-nepuk punggung Pak Malik dengan lembut dan beberapa kali mengelusnya-“semua akan baik-baik saja…, semuanya baik-baik saja.”

***

“Jika Bapak masih merasa kurang nyaman, saya akan membatalkan agenda Bapak dengan Nona Rosiana.” Kami sudah berada di dalam mobil.

Untung saja teknisi lift segera datang setelah aku menekan tombol bantuan sehingga kami dapat keluar dari sana dengan cepat.

“Lakukan saja seperti yang sudah direncanakan,” ucapnya.

“Baik, Pak”

Ah orang ini bikin gemas saja. Meskipun beberapa waktu yang lalu beliau terlihat sangat memprihatinkan, namun sekarang kelakuannya seperti orang benar, seolah tidak terjadi apa-apa.

“Pak, tolong mampir dulu ke mal terdekat ya,” pintaku pada Pak Budi, sopir yang mengantar kami.

Pak Malik tidak boleh menemui pasangan kencan butanya dengan pakaian seperti ini. Terdapat  bekas lipstik di kemeja putih yang dia pakai sekarang. Pasti tertinggal di sana ketika lelaki  berparas rupawan ini memelukku di lift.

Kalau tahu akan terjadi kejadian yang memalukan seperti ini, aku pasti tidak akan menggunakan pewarna bibir yang mudah luntur ke benda lain.

***

Menurut sebuah survei yang dilakukan di Amerika, satu dari tiga wanita menyukai pria yang mengenakan celana jin dan kemeja putih di acara kencan pertama mereka.

“Bagaimana?” Pak Malik menanyakan pendapat tentang penampilannya setelah mencoba baju di kamar pas.

Mempesona.

Hanya kata itu yang pas digunakan untuk menggambarkan dirinya saat ini. Ternyata survei yang aku baca tersebut ada benarnya juga. Semoga si Bos berhasil dalam kencannya nanti.

“Bagus, cocok sama Bapak,”-aku mengambil kartu kredit  dari perusahaan-“kalau begitu saya bayar dulu, Pak.”

“Tunggu!”-Pak Malik meraih tanganku-“coba pakai ini!”

Dia menyodorkan gaun panjang warna merah dengan belahan kaki yang tinggi hingga paha.

TUNGGU! APA?!!

Gaun merah, belahan tinggi. Dia sadar tidak sih kalau pasangan kencan butanya bukan aku?

Baiklah, berpikir positif saja. Mungkin dia ingin memberikan gaun itu ke Nona Rosiana dan sebelum itu dia memintaku untuk menjadi modelnya. Tidak ada salahnya juga menuruti permintaan lelaki ini. Anda lihat saja, Bos. Akan aku tunjukkan bagaimana penampilanku setelah yang memakai gaun itu.

“Saya beli yang itu juga,” ucap Pak Malik pada pegawai toko baju di mana kami berada.

Sudah tidak perlu diragukan lagi, dia pasti puas dengan performa sang sekretaris, siapa lagi kalau bukan Alba. Aku doakan semoga Bapak langsung jatuh cinta pada orang yang memakai gaun merah yang dia berikan.

***

Kami tiba di restoran yang aku sewa untuk Pak Malik. Sebelum turun dari mobil, aku memastikan kembali bagaimana penampilan sang Pimpinan Pecitra. Dimulai dari tatanan rambut, kerapian pakaian, sepatu, jam tangan hingga aroma tubuhnya.

Semua sudah bagus, hanya saja masih ada yang bisa diberi sentuhan magis. Aku membuka kancing baju nomor dua dari atas agar pasangan kencan Pak Malik melihat dadanya yang kokoh dan menggoda.

“Pak, mohon tunggu sebentar ya.”

Aku keluar dari mobil menuju bagasi untuk mengambil buket bunga mawar merah yang sudah dipersiapkan serta gaun yang dibeli oleh Pak Malik saat kami mampir ke toko baju sebelum kami sampai ke sini, lalu menyerahkan kedua senjata cinta tersebut pada Pak Malik.

Tidak ada orang lain selain karyawan yang menyambut kedatangan kami di pintu masuk. Kami langsung diarahkan ke meja yang sudah di pesan. Aku langsung tarik kursi untuk Pak Malik dan mempersilakannya duduk.

Agar kencan Pak Bos berjalan dengan baik, komunikasi dengan penanggung jawab restoran harus terjaga, untuk memastikan bahwa semuanya dilakukan sesuai dengan rencana. Musik yang romanis, makanan yang lezat, dan pertunjukan kembang api, semuanya harus SEMPURNA.

“Kenapa dia belum datang?” Pak Malik melihat jam tangannya.

“Karena kita datang lebih awal 30 menit dari waktu yang dijanjikan, Pak” jawabku.

Pak Malik memutar posisi tubuhnya. “Alba, kamu tahu kalau aku tidak suka menunggu, bukan?”

“Tentu saja, Pak. Namun, malam ini Bapak harus melakukannya demi calon pasangan Anda kelak. Ini juga bisa menjadi latihan kesabaran karena salah satu kunci menjaga hubungan dengan pasangan tetap langgeng adalah sabar.” Tunggu saja, Pak.

“Aku mengerti,” ucap Pak Malik.

Karena Pak Bos sudah tidak ada keluhan, maka aku bisa pergi dari sana, mencari tempat makan lain untuk menikmati makan malam. INGAT! Tidak peduli bagaimana kita bekerja keras dari pagi hingga malam, kesejahteraan perut tetap harus dijadikan prioritas utama.

“Kenapa pergi?” tanya Pak Malik, menghentikan langkah kakiku yang sudah mengobarkan semangat berapi-api untuk meninggalkan si Bos di sana.

“Mau keluar cari makan, Pak.” Katakan saja apa adanya.

“Kalau mau makan kan tinggal duduk saja di salah satu kursi. Kenapa harus keluar?”

Mengapa hari ini Pak CEO banyak sekali maunya sih? Dasar bos bawel. Sudah cerewet, tidak peka pula. Dia kan mau kencan, seharusnya orang itu membiarkanku pergi agar tidak menjadi obat nyamuk di antara mereka. Tapi apa yang terjadi sekarang?

Dia menunjuk salah satu kursi di yang ada di restoran itu dengan gerakan matanya. “Kamu tidak sedang menungguku untuk menggendongmu duduk di sana, kan?”

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status