Home / CEO / Jebakan Cinta sang CEO / Bab 1 | Kencan Buta

Share

Jebakan Cinta sang CEO
Jebakan Cinta sang CEO
Author: Shanum Belle

Bab 1 | Kencan Buta

Namaku Alba Ayuningtyas, Sekretaris Direksi di PT Pelisia Citra Ayu tbk. Perusahaan terbuka yang biasa disebut dengan Pecitra. Sebagai sekretaris, aku bekerja serabutan dengan satu tujuan, memudahkan pekerjaan atasan.

“Saya punya tugas penting untuk kamu,” kata Pak Malik.

Aku perkenalkan dahulu, pria itu bernama Rasendriya Tristan Malik. Beliau adalah CEO di perusahaan ini sekaligus atasanku langsung.

“Silakan katakan dengan nyaman, Pak.” Aku menaikkan kerah baju lelaki yang memiliki tinggi badan 185 cm itu guna memasang dasi.

“Aturkan kencan buta untukku!”

Jeng! Jeng!

Tak ada angin maupun hujan badai, bagaimana mungkin manusia yang sudah berubah menjadi komputer perusahaan kini memutuskan untuk kencan buta?

Sudahlah! Tak ada urusan juga bagiku mencampuri urusan pribadi beliau. Lebih baik lakukan saja tugas darinya dan bawa pulang bonus bulanan.

“Baik Pak.” Aku mendongak. “Siapa yang menjadi pasangan kencan Bapak?”

“Kok tanya saya, ya kamu yang cari…, AAAAKKKHHHH!”

Tanganku secara impulsif mengencangkan dasi Pak Malik hingga dirinya tercekik. Maaf ya Pak, saya sengaja.

Tak cukup membuatku kerja serabutan dari pagi hingga malam untuk mengerjakan urusan kantor serta keperluan pribadinya, sekarang dia menyuruhku untuk mengurusi kehidupan asmara juga. Sudah begitu, aku pula yang disuruh cari pasangan untuknya. Dia kira aku ini semacam agen biro jodoh atau apa?

“Alba! Kamu mau bunuh saya, ya?!” pekik Pak Malik.

Aku segera melonggarkan dasi yang masih mengalung manja di leher si Bos, lalu membentangkan senyuman indah yang mampu mengguncang dada.

“Maaf Pak, saya terlalu bersemangat karena Bapak memercayakan tugas yang begitu istimewa pada saya,” ucapku.

Saat mengucap kalimat jilatan tersebut, aku ingin sekali meludah di hadapannya dan memuntahkan segala rasa kesal yang ada. Cuih!

“Tenang saja, saya pasti carikan pasangan yang terbaik untuk Bapak,” lanjutku.

Berat… berat….

Di dunia yang fana ini, mana ada wanita mau dengan lelaki seperti atasanku. Tiap hari dia selalu bergaul dengan rapat dan laporan. Tak ada orang yang lain yang setia bersamanya, kecuali diriku.

Aku merapikan kembali dasi Pak Malik. “Seperti apa tipe wanita ideal idaman Bapak?” tanyaku.

Sang CEO  terdiam sejenak, lalu dia mundur beberapa langkah. Setelah itu, dia mengamati penampilanku.

***

Pasangan Pak Malik tak boleh dipilih sembarangan. Wanita itu harus memiliki identitas dan latar belakang yang jelas karena atasanku itu tak suka membeli kucing dalam karung. Oleh karenanya, aku menyaring informasi tentang keluarga para pebisnis yang bekerja sama dengan Pelisia Grup.

Aku berusaha keras mencari tahu siapa saja di antara mereka yang mempunyai putri yang masih lajang. Tak ketinggalan, aku juga memastikan apakah putri mereka sudah memiliki calon suami atau belum demi menghindari konflik cinta segitiga seperti dalam cerita drama.

“Duduk!” perintah lelaki itu setelah diriku memberi berkas padanya.

Pak Malik yang sedang duduk di kursi kebesarannya memeriksa sajian data yang matang mengenai para wanita yang lolos seleksi. Beliau membacanya sekilas, lalu menutupnya dengan acuh tak acuh.

Hati ini merasa tercubit karena hasil pekerjaanku yang dilakukan dengan sepenuh jiwa dan raga tidak mendapat apresiasi sesuai harapan.

Aku tidak mengharap hadiah yang muluk hanya karena melakukan sesuatu yang remeh. Namun, aku ingin agar beliau menunjukkan suatu ketertarikan pada hasil kerjaku walau hanya sedikit. Mereka yang ada di dalam berkas sana adalah calon istri yang potensial untuknya kelak, loh.

“Ada yang ingin kamu sampaikan?” tanya si Bos.

“Putri Direktur Wirawan yang bernama Rosiana malam ini memiliki waktu luang, jadwal Bapak juga kosong. Jadi….”

“Buat janji dengannya,” perintah lelaki itu.

***

Pak Malik makan malam dengan pasangan kencan butanya sehingga aku tidak perlu menemani pria itu ke sana. Akhirnya malam ini bebas. Sudah lama aku tak merasakan ini, sesuatu yang bagi orang lain biasa saja, namun bagiku sangat berharga.

Aku sudah menyiapkan semua hal yang berhubungan dengan keperluan kencan Pak Malik dengan matang. Mulai dari menyewa restoran secara penuh agar tidak ada orang lain yang datang ke sana selain si Bos dan pasangannya dan juga membeli buket bunga mawar merah yang besar.

Untuk membuat suasana di sana menjadi lebih romantis, aku menyiapkan pertunjukan kembang api yang akan dilakukan di akhir acara. Aku jamin Pak Malik pasti puas dengan pengaturanku.

“Maduku, cabut yuk!” seru Aulia. Dia adalah Manajer Keuangan Pecitra.

Hari ini adalah hari ulang tahunnya. Dia merayakan hari bahagia itu dengan mentraktir semua karyawan untuk makan bersama, termasuk diriku.

Menghadiri acara makan bersama dengan dengan rekan kerja merupakan hal yang bagus untuk menjaga hubungan dengan mereka. Selain mempertahankan keakraban yang terjalin, hal ini juga bisa dimanfaatkan untuk mencegah orang lain menjadikan kita sebagai bahan gosip jika tidak hadir di antara mereka.

“Tunggu sebentar.” Aku matikan komputer, lalu meraih tas di atas meja.

“Ayo!!” Kami bergandengan tangan dan berjalan bersama.

Saat kami melangkahkan kaki, sosok CEO tanpa emosi muncul di depan pintu ruangannya. Dia berjalan ke arah kami dengan membawa aura monster kutub yang menyebarkan hawa dingin hingga ke penjuru ruangan.

“Mau ke mana, Al?” tanya lelaki itu.

Mendengar pertanyaan Pak Malik membuat perasaanku jadi tak enak. Firasat ini mengatakan kalau Pak Bos akan menggagalkan rencana indahku untuk pergi bersama Aulia.

Karena atasan sudah bertanya, aku pun wajib menjawabnya. “Mau ke….”

Tanpa memberi kesempatan untuk menyelesaikan kata, lelaki itu menarik tanganku dan menuju ke lift. Dia langsung menekan tombol turun ke lantai dasar, meninggalkan Aulia sendirian yang masih berada di depan meja kerjaku.

Tidak lama setelah itu, lift yang kami naiki mengalami gangguan. Lampu mati dan kami berdua terkurung di dalam sana. Aku pun langsung menekan tombol bantuan.

“Apa kamu berencana tidak menemaniku?” bisiknya.

Aku kaget bukan kepalang karena Pak Malik menarik tubuhku, lalu mengurungnya dalam kungkungan lelaki itu. Jarak di antara kami berdua sangat ketat sehingga aku dapat mendengar detak jantung beliau yang berdebar kencang, sangat jelas.

“Kenapa tidak menjawab?” tanyanya lagi.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status