Share

Jebakan Cinta sang CEO
Jebakan Cinta sang CEO
Penulis: Shanum Belle

Bab 1 | Kencan Buta

“Saya punya tugas penting untuk kamu,” kata Pak Malik.

Pria itu bernama Rasendriya Tristan Malik, CEO PT Pelisia Citra Ayu tbk. biasa disingkat sebagai Pecitra.

“Silahkan katakan dengan nyaman, Pak.” Aku menaikkan kerah baju lelaki  yang memiliki tinggi badan 185 cm itu guna memasang dasi.

“Aturkan kencan buta untukku!”

Tak ada angin maupun hujan badai menyerang kota ini. Bagaimana mungkin manusia yang sudah berubah menjadi komputer perusahaan ini memutuskan untuk kencan buta? Ini sungguh suatu berkah dari tuhan yang patut untuk dirayakan.

“Baik, Pak,”-aku mendongak-“siapa yang menjadi pasangan kencan Anda?”

“Kamu yang cari…, AAAAKKKHHHH”

Tanganku secara impulsif mengencangkan dasi Pak Malik hingga dirinya tercekik. Maaf, Pak. Sengaja.

Tidak cukup membuat tubuh ini bekerja dari pagi hingga malam hari untuk mengerjakan urusan kantor dan juga keperluan pribadinya, sekarang dia menyuruhku untuk mengurusi kehidupan asmaranya juga. Sudah begitu aku pula yang mencari pasangan kencan untuknya. Dia pikir aku ini biro jodoh, apa?

“Alba! Kamu mau bunuh saya, ya?” pekik Pak Malik.

Aku segera melonggarkan dasi yang masih mengalung manja di leher si Bos, lalu membentangkan senyuman indah yang mengguncang dada.

“Maaf Pak, saya terlalu bersemangat karena Bapak memercayakan tugas yang begitu istimewa pada saya. Bapak tenang saja, saya akan carikan pasangan yang terbaik untuk Anda,”-aku merapikan kembali dasi lelaki itu-“seperti apa tipe wanita ideal idaman Bapak?

Sang CEO  terdiam sejenak, lalu dia mundur beberapa langkah setelah itu dia mengamati penampilanku.

“Yang seperti kamu,” ucapnya.

***

Pasangan Pak Malik tak boleh dipilih sembarangan. Wanita itu harus memiliki identitas dan latar belakang yang jelas karena atasanku itu tidak suka membeli kucing dalam karung. Oleh karenanya, aku menyaring informasi tentang keluarga para pebisnis yang bekerja sama dengan Pelisia Grup. Mencari tahu siapa saja diantara mereka yang mempunyai putri yang masih lajang, serta memastikan apakah mereka sudah memiliki calon suami atau belum. Dengan begitu, identitas mereka dapat dipastikan tanpa adanya keraguan.

Lelaki yang sedang duduk di kursi kebesarannya itu memeriksa sajian data yang matang mengenai para wanita yang lolos seleksi. Beliau membacanya sekilas, lalu menutupnya dengan acuh tak acuh. Hati ini merasa tercubit karena hasil pekerjaanku yang dilakukan dengan sepenuh jiwa dan raga tidak mendapat apresiasi sesuai harapan.

Pujian.

Bonus tambahan.

Libur berbayar.

Aku tidak mengharapkan semua itu hanya karena telah melakukan sesuatu yang sebenarnya cukup remeh. Namun, setidaknya tunjukkan suatu ketertarikan walau hanya sedikit. Mereka yang ada di sana adalah calon istri yang potensial untuknya kelak, loh.

“Ada yang ingin kamu sampaikan?” tanya si Bos.

“Putri Direktur Wirawan yang bernama Rosiana malam ini memiliki waktu luang, jadwal Bapak juga kosong. Jadi….”

“Buat janji dengannya,” perintah lelaki itu.

***

Pak Malik melakukan pertemuan pribadi makan malam dengan pasangan kencan butanya sehingga aku tidak perlu menemani pria itu ke sana. Akhirnya malam ini bebas. Sudah lama aku tak merasakan ini, sesuatu yang bagi orang lain biasa saja, namun bagiku sangat berharga.

Aku sudah menyiapkan semua hal yang berhubungan dengan keperluan kencan Pak Malik dengan matang. Mulai dari menyewa restoran secara penuh agar tidak ada orang lain yang datang ke sana selain si Bos dan pasangannya, membeli buket bunga mawar merah yang besar untuk Pak Malik agar dia memberikannya pada sang wanita. Untuk membuat suasana di sana menjadi lebih romantis, aku menyiapkan pertunjukan kembang api yang akan dilakukan di akhir acara.

“Maduku, cabut yuk!” seru Aulia. Dia adalah Manajer Keuangan Pecitra.

Hari ini adalah hari ulang tahunnya. Dia merayakan hari bahagia itu dengan mentraktir semua karyawan untuk makan bersama, termasuk diriku.

Menghadiri acara makan bersama dengan dengan rekan kerja merupakan hal yang bagus untuk menjaga hubungan dengan mereka. Selain mempertahankan keakraban yang terjalin, hal ini juga bisa dimanfaatkan untuk mencegah orang lain menjadikan kita sebagai bahan gosip jika tidak hadir di antara mereka.

“Tunggu sebentar,”-aku matikan komputer, lalu meraih tas di atas meja-“ayo!!”

Saat kami langkahkan kaki, sosok CEO tanpa emosi muncul di depan pintu ruangannya. Dia berjalan ke arah kami dengan membawa aura monster kutub yang menyebarkan hawa dingin hingga ke penjuru ruangan.

“Mau ke mana, Al?” tanyanya.

Kenapa dia harus muncul di saat seperti ini, sih. Perasaanku jadi tak enak. Firasat ini mengatakan kalau Pak Bos akan menggagalkan rencana indah pergi bersama Aulia.

“Mau ke….”

Tanpa memberi kesempatan untuk menyelesaikan perkataan, lelaki itu menarik tanganku dan membawa kami ke lift. Dia langsung memencet tombol turun ke lantai dasar, meninggalkan Aulia sendirian di depan meja kerjaku.

Tidak lama setelah itu, lift yang kami naiki mengalami gangguan. Lampu mati dan kami berdua terkurung di dalam sana. Aku pun langsung menekan tombol bantuan.

“Apa kamu berencana tidak menemaniku?” bisiknya.

Bicara apa sih ini orang. Sudah tahu kita berdua sedang terjebak di dalam lift yang sedang mengalami gangguan, dia malah mengatakan hal yang tak jelas.

“Kenapa tidak menjawab?” tanyanya lagi.

Aku kaget bukan kepalang karena Pak Malik menarik tubuhku, lalu mengurungnya dalam pelukan lelaki itu. Jarak di antara kami berdua sangat ketat sehingga aku dapat mendengar detak jantung Pak Malik yang berdebar kencang, sangat jelas. Dalam keadaan darurat seperti ini, bagaimana bisa dia melakukan hal yang tidak sesuai dengan prinsip profesional?

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status