“Saya punya tugas penting untuk kamu,” kata Pak Malik.
Pria itu bernama Rasendriya Tristan Malik, CEO PT Pelisia Citra Ayu tbk. biasa disingkat sebagai Pecitra.
“Silahkan katakan dengan nyaman, Pak.” Aku menaikkan kerah baju lelaki yang memiliki tinggi badan 185 cm itu guna memasang dasi.
“Aturkan kencan buta untukku!”
Tak ada angin maupun hujan badai menyerang kota ini. Bagaimana mungkin manusia yang sudah berubah menjadi komputer perusahaan ini memutuskan untuk kencan buta? Ini sungguh suatu berkah dari tuhan yang patut untuk dirayakan.
“Baik, Pak,”-aku mendongak-“siapa yang menjadi pasangan kencan Anda?”
“Kamu yang cari…, AAAAKKKHHHH”
Tanganku secara impulsif mengencangkan dasi Pak Malik hingga dirinya tercekik. Maaf, Pak. Sengaja.
Tidak cukup membuat tubuh ini bekerja dari pagi hingga malam hari untuk mengerjakan urusan kantor dan juga keperluan pribadinya, sekarang dia menyuruhku untuk mengurusi kehidupan asmaranya juga. Sudah begitu aku pula yang mencari pasangan kencan untuknya. Dia pikir aku ini biro jodoh, apa?
“Alba! Kamu mau bunuh saya, ya?” pekik Pak Malik.
Aku segera melonggarkan dasi yang masih mengalung manja di leher si Bos, lalu membentangkan senyuman indah yang mengguncang dada.
“Maaf Pak, saya terlalu bersemangat karena Bapak memercayakan tugas yang begitu istimewa pada saya. Bapak tenang saja, saya akan carikan pasangan yang terbaik untuk Anda,”-aku merapikan kembali dasi lelaki itu-“seperti apa tipe wanita ideal idaman Bapak?
Sang CEO terdiam sejenak, lalu dia mundur beberapa langkah setelah itu dia mengamati penampilanku.
“Yang seperti kamu,” ucapnya.
***
Pasangan Pak Malik tak boleh dipilih sembarangan. Wanita itu harus memiliki identitas dan latar belakang yang jelas karena atasanku itu tidak suka membeli kucing dalam karung. Oleh karenanya, aku menyaring informasi tentang keluarga para pebisnis yang bekerja sama dengan Pelisia Grup. Mencari tahu siapa saja diantara mereka yang mempunyai putri yang masih lajang, serta memastikan apakah mereka sudah memiliki calon suami atau belum. Dengan begitu, identitas mereka dapat dipastikan tanpa adanya keraguan.
Lelaki yang sedang duduk di kursi kebesarannya itu memeriksa sajian data yang matang mengenai para wanita yang lolos seleksi. Beliau membacanya sekilas, lalu menutupnya dengan acuh tak acuh. Hati ini merasa tercubit karena hasil pekerjaanku yang dilakukan dengan sepenuh jiwa dan raga tidak mendapat apresiasi sesuai harapan.
Pujian.
Bonus tambahan.
Libur berbayar.
Aku tidak mengharapkan semua itu hanya karena telah melakukan sesuatu yang sebenarnya cukup remeh. Namun, setidaknya tunjukkan suatu ketertarikan walau hanya sedikit. Mereka yang ada di sana adalah calon istri yang potensial untuknya kelak, loh.
“Ada yang ingin kamu sampaikan?” tanya si Bos.
“Putri Direktur Wirawan yang bernama Rosiana malam ini memiliki waktu luang, jadwal Bapak juga kosong. Jadi….”
“Buat janji dengannya,” perintah lelaki itu.
***
Pak Malik melakukan pertemuan pribadi makan malam dengan pasangan kencan butanya sehingga aku tidak perlu menemani pria itu ke sana. Akhirnya malam ini bebas. Sudah lama aku tak merasakan ini, sesuatu yang bagi orang lain biasa saja, namun bagiku sangat berharga.
Aku sudah menyiapkan semua hal yang berhubungan dengan keperluan kencan Pak Malik dengan matang. Mulai dari menyewa restoran secara penuh agar tidak ada orang lain yang datang ke sana selain si Bos dan pasangannya, membeli buket bunga mawar merah yang besar untuk Pak Malik agar dia memberikannya pada sang wanita. Untuk membuat suasana di sana menjadi lebih romantis, aku menyiapkan pertunjukan kembang api yang akan dilakukan di akhir acara.
“Maduku, cabut yuk!” seru Aulia. Dia adalah Manajer Keuangan Pecitra.
Hari ini adalah hari ulang tahunnya. Dia merayakan hari bahagia itu dengan mentraktir semua karyawan untuk makan bersama, termasuk diriku.
Menghadiri acara makan bersama dengan dengan rekan kerja merupakan hal yang bagus untuk menjaga hubungan dengan mereka. Selain mempertahankan keakraban yang terjalin, hal ini juga bisa dimanfaatkan untuk mencegah orang lain menjadikan kita sebagai bahan gosip jika tidak hadir di antara mereka.
“Tunggu sebentar,”-aku matikan komputer, lalu meraih tas di atas meja-“ayo!!”
Saat kami langkahkan kaki, sosok CEO tanpa emosi muncul di depan pintu ruangannya. Dia berjalan ke arah kami dengan membawa aura monster kutub yang menyebarkan hawa dingin hingga ke penjuru ruangan.
“Mau ke mana, Al?” tanyanya.
Kenapa dia harus muncul di saat seperti ini, sih. Perasaanku jadi tak enak. Firasat ini mengatakan kalau Pak Bos akan menggagalkan rencana indah pergi bersama Aulia.
“Mau ke….”
Tanpa memberi kesempatan untuk menyelesaikan perkataan, lelaki itu menarik tanganku dan membawa kami ke lift. Dia langsung memencet tombol turun ke lantai dasar, meninggalkan Aulia sendirian di depan meja kerjaku.
Tidak lama setelah itu, lift yang kami naiki mengalami gangguan. Lampu mati dan kami berdua terkurung di dalam sana. Aku pun langsung menekan tombol bantuan.
“Apa kamu berencana tidak menemaniku?” bisiknya.
Bicara apa sih ini orang. Sudah tahu kita berdua sedang terjebak di dalam lift yang sedang mengalami gangguan, dia malah mengatakan hal yang tak jelas.
“Kenapa tidak menjawab?” tanyanya lagi.
Aku kaget bukan kepalang karena Pak Malik menarik tubuhku, lalu mengurungnya dalam pelukan lelaki itu. Jarak di antara kami berdua sangat ketat sehingga aku dapat mendengar detak jantung Pak Malik yang berdebar kencang, sangat jelas. Dalam keadaan darurat seperti ini, bagaimana bisa dia melakukan hal yang tidak sesuai dengan prinsip profesional?
***
Beberapa adegan film menyajikan tontonan romantis di mana seorang pria memeluk wanitanya di ruangan gelap seperti yang dilakukan oleh Pak Malik saat ini. Dalam adegan itu, mereka terlihat bahagia menikmati momen kebersamaannya.Andai saja aku adalah kekasihnya Pak Malik, tentu saja aku akan sangat senang dengan tingkah yang dilakukannya sekarang. Tapi kan, aku dan dia bukan sepasang kekasih, jadi tindakan dia memelukku di dalam lift seharusnya tidak dilakukan karena ini sungguh tak bermoral.DASAR MESUM!Jika menuruti isi hati, ingin sekali rasanya untuk memberontak serta berteriak dengan keras, namun kepalaku masih menggunakan logika untuk berpikir. Terlalu banyak gerak hanya akan membuang energi. Selain itu, kami harus menghemat oksigen, jangan sampai menghabiskannya untuk hal yang tak perlu.Demi menyelamatkan diri dari serangan lelaki yang tidak mempunyai akhlak, aku harus memukul leher belakang Pak Malik supaya dia jatuh pingsan. Menyerang dengan cara yang halus adalah kunci aga
Aku meletakkan pisau dan garpu di tangan karena restoran mematikan sebagian besar lampu ruangan demi menciptakan suasana yang romantis untuk sang karakter utama, Pak Malik dan Nona Rosiana. Musik mengalun dengan indah ditemani balutan cahaya yang redup mengiringi mereka berdua yang sedang berada di lantai dansa.Rosiana yang memakai gaun berwarna putih berputar dengan indah, dia bergerak dengan indah selaras dengan dengan gerakan Pak Malik. Di bawah kendali pria itu, mereka berdansa secara harmonis hingga lantunan musik berakhir.Akhirnya aku bisa melanjutkan makan malam setelah mereka selesai berdansa. Rasa lelah yang mendera langsung sirna saat menikmati rib eye steik yang dimasak dengan tingkat kematangan medium rare. Jika saja kenikmatan ini bisa dinikmati setiap hari.“Permisi Bu, Pak Malik menyuruh kami untuk membawa makanan Ibu ke meja beliau,” ucap salah seorang pegawai restoran.Ada gila-gilanya juga nih si Bos. Lelaki di belahan bumi mana yang sedang kencan dengan seorang w
Aku mengantar kopi dan beberapa kudapan manis untuk Pak Malik. Saat memasuki ruangannya, beliau sedang membaca laporan keuangan tahunan 2022. Mukanya berbinar-binar karena pencapaian sales tahun kemarin mencapai angka seratus lima belas persen dari target yang ditentukan oleh perusahaan, di mana pertumbuhan sales 37,7% lebih tinggi dari tahun 2021. Hal ini dipengaruhi oleh banyaknya pengusaha yang mendirikan merek baru di bidang kosmetik dan perawatan kulit, dan mereka memercayakan produksinya di Pecitra.“Alba, duduk dulu!” ucap Pak CEO.“Baik, Pak.” Aku menempati sofa yang terletak tidak jauh dari pintu masuk.Pak Malik datang kemari membawa berkas yang berisi data para perempuan lajang yang aku berikan padanya beberapa hari yang lalu.“Kamu atur pertemuan dengan mereka. Satu orang saat makan siang, masing-masing satu orang di jam tujuh dan delapan malam, setiap hari. Selebihnya, atur jadwal untuk satu perempuan setiap tiga puluh menit mulai dari jam delapan pagi hingga tujuh malam s
Usai berbincang dengan Dian, aku mendapat sumur inspirasi. Jika Pak Malik setuju dengan gagasan ini, maka tugasku di masa depan akan semakin lancar tanpa hambatan yang berarti.“Pak, ada yang ingin saya sampaikan,” kataku, setelah mengantarkan kopi dan kudapan ke ruangan CEO.Pak Malik tidak memberi respons apa pun. Dia sibuk dengan dokumen di tangannya yang sudah ditandatangani. Apa sih yang sedang beliau pikirkan sampai tidak fokus?“PAK!!” Kali ini suaraku lebih keras dari sebelumnya.Si Bos mendesah lalu dia menutup dokumennya.“Al, saya ini bukan pembina upacara yang perlu kamu teriaki dengan lantang. Bicara saja sewajarnya,”-dia menunjuk daun telinga kirinya-“gendang telingaku ini masih bergetar dengan normal, tahu! Kamu mau bicara apa?”Sebelum menyajikan inti pembicaraan, aku mengambil kue kemudian menyuapi Pak Malik.“Enak tidak, Pak?”Tidak ada kata yang terucap.Aku bosan dengan reaksi Pak CEO yang tidak mengatakan apa pun, dia hanya mengangguk dengan ekspresi bingung. Seti
“Sejak kapan Pecitra mempekerjakan panda, Maduku?” Aulia tertawa renyah memenuhi ruangan pantri.Apa yang bisa aku perbuat untuk menyelamatkan lingkar hitam di mataku?“Mikirin apa sih sampai harus bergadang. Tuh, selain mirip panda, kamu juga mirip hantu yang suka makan bakso.” Dia memajang cermin kecil di depan mukaku. Terlihat sangat mengerikan.“Mikirin suamiku kapan pulang wajib militer.” Maafkan daku karena harus berbohong.Sebenarnya, aku tidak bisa tidur sepanjang malam memikirkan ucapan Pak Malik. Tawaran yang beliau berikan memang sangat menggiurkan sehingga sangat disayangkan jika dilewatkan begitu saja, akan tetapi konsekuensi yang harus aku tanggung juga tak seringan kapas yang beterbangan di cakrawala.“Maduku, aku mau cerita.” Lebih baik minta pendapat Aulia dahulu sebelum mengambil keputusan.“Tentang teman kamu ya?” Dia sungguh bersemangat.“BUKAN
Suara interkom di atas meja kerja menyadarkan diri ini yang tengah larut dalam pikiranku sendiri. Mengingat apa yang aku dan Aulia bicarakan di pantri kemarin, hatiku tidak henti bertanya-tanya, bagaimana jika yang dikatakan oleh maduku ternyata benar?“Bawakan kopi untuk saya!” perintah atasanku.Kopi terus. Lama-kelamaan aku bisa jadi barista.“Baik, Pak.” Aku membawa diri menuju pantri setelah panggilan berakhir.Tidak butuh waktu lama menyajikan kopi buatanku untuk Pak Bos. Sama seperti yang biasa dilakukan, setiap membawa kopi ke ruangan beliau, aku selalu menyertakan kudapan untuknya seperti kue dan kukis.“Silahkan nikmati kopinya, Pak.” Aku meletakkan minuman panas yang masih mengepulkan uap air itu di meja atasanku, lalu pergi menuju pantri untuk mengembalikan nampan.Dalam perjalanan kembali dari sana, aku hampir saja terpeleset karena lantai kantor basah akibat tetesan air yang jatuh dari pendin
Bibir lumpuh seketika manakala rasa malu menyelimuti setiap inci dari tubuh ini. Malu karena sudah bertindak sembrono pada atasanku, tidak tepat dalam memadupadankan pakaian, dan riasan yang berantakan.Aku langsung bertolak dari ruangan CEO menuju toilet, merapikan penampilanku yang awut-awutan tidak jelas. Pertama-tama perbaiki dulu riasan wajah. Setelah itu, aku balik badan, mengangkat rambutku yang terurai panjang. Untung saja pada saat itu hanya aku yang berada di toilet sehingga tidak ada orang lain yang mengetahui keadaanku yang sedang kacau.Sungguh memalukan.Pakaian dalam yang berwarna merah terpampang dengan jelas karena kemeja putih yang aku kenakan basah akibat tetesan air AC. Pantas saja Pak Malik menyuruhku pulang.***“Cara berpakaianmu sudah seperti artis yang sedang terkena skandal.”Keahlian Pak Bos dalam mencibir tidak perlu diragukan, tapi apa dia perlu melakukannya sekarang di saat kami sedang menikmati makan malam?
“Pak…, jangan lakukan ini! Saya selalu menjaga diri demi suami yang sedang wajib militer. Bapak jangan coba-coba merusaknya!” Pak Malik membopongku dari sofa ke atas ranjangnya.Pria yang memiliki tubuh kekar itu sama sekali tidak menghiraukan pekikanku. Aku melakukan perlindungan diri dengan cara tangan kanan memegang bahu kiri dan sebaliknya, memegang bahu kanan dengan tangan kiri.“Tidak disangka ternyata kepalamu dipenuhi dengan pikiran kotor,”-si Bos menurunkanku, lalu menarik selimut menutupi sekujur tubuhku-“saya tidak membiarkanmu pulang ke unit sebelah karena khawatir kalau kamu akan menangis lagi jika sudah sendirian.”Enak saja orang ini mengatur di mana aku harus tidur. Memangnya dia punya hak apa untuk mengatur wilayah pribadiku? Keluarga? Bukan. Sanak saudara? Juga Bukan. Suami? Apalagi!“Saya terbiasa tidur dengan memeluk suami, di sini tidak ada dia jadi saya tidak bisa tidur!” Buat saja alasan sembarang.Drrrtt…“Halo. Iya M