Javas mengerang karena bergairah, semakin merengkuh tubuh Zehra pada tubuh tegapnya yang membuat pipi Zehra memerah karena ikut merasakannya, dengan mata berkilat Javas mengusap pipi Zehra. "Jadi dari mana aja kamu seharian ini?" "Cuma di rumah, mengemas semua barang aku. Kamu ingat 'kan? Ini jadi hari terakhir-" "Aku berubah pikiran, ayo kita bertunangan!" Zehra mendorong dada Javas pelan, "Maaf, aku nggak bisa karena kontrak kita udah selesai, benar 'kan?" Tentang dua manusia yang tak pernah bersilang jalan sebelumnya kini terus dipertemukan hingga memantik rasa penasaran Javas Wira Sastro yang sudah muak dengan hidupnya, mencoba bermain api hingga memanfaatkan Zehra Deris yang terhimpit masalah. Mereka setuju untuk terikat dan tanpa sadar saling terbakar. Namun terlalu banyak perbedaan, drama serta celah diantara mereka. Hingga tiba saatnya mereka harus memilih antara tenggelam pada Drama Cinta Dewasa atau kembali pada Realita.
Lihat lebih banyak“Halo,”“Ra, akhirnya kamu angkat telpon aku juga! Ra, tolong bantu aku bicarakan pada pria itu untuk berhenti mengacaukan pekerjaanku! Aku sudah merelakanmu ‘kan? Jadi seharusnya dia menghentikan semuanya ‘kan?”Zehra menghela napas gusar dan menatap balik Javas yang menyeringai ringan kemudian mengangguk kecil. “Ya, aku akan menolongmu untuk bicara sama dia, ada lagi?”“Apa?... Ah, kamu mengerti ‘kan? Posisi aku? Kamu nggak marah sama aku ‘kan?”Zehra menahan nafasnya saat Javas menyambar ponsel dan mematikannya. ***Javas membuka kancing kemeja nya, melonggarkan ikat pinggangnya. "Apalagi yang bisa kulakukan selain ngobrol dengannya di tempat kerjamu. Kamu melarangku bicara dengan orang lain," balas Zehra berbaring di sofa panjang depan tv. "Entah kenapa aku nggak suka melihatmu bersamanya." Javas tiba-tiba menindih Zehra. Remote tv yang dipegangnya terjatuh karena kaget. Serangan Javas membungkam mulutnya sebelum protes. Awalnya Zehra meronta memukul dada Javas tapi lama-lama
“Mau kemana?”refleks “Kenapa kamu harus menyamar jadi orang lain, hah? Apa tujuan kamu sebenarnya?”“Tujuan? Ckk… itu cuma sekedar nama panggung Jav! Lagian kamu tahu dari mana nama asli aku?”Javas memandang Zehra lamat lalu menjawab, “Aku jelas mendengar mantan pacarmu itu yang memanggil kamu Zehra.” “Oh, ya…. Kami saling mengenal sebelum aku bekerja di club malam,”“Lalu?”“Lalu, bukan cuma kamu orang yang memanggil aku dengan panggilan Lyra. Semua orang yang memakai jasaku, jga memanggil nama itu. Jadi apa kamu udah paham? Apa pembahasan kita udah selesai?”“Pergilah, setelah kamu, aku juga harus mandi atau kita bisa mandi berdu-”“Aku duluan!” potong Zehra segera berlalu.***"Iya Mah, aku paham. Tapi untuk kali ini aku lagi fokus membiayai urusan rumah sakit papah yang ternyata cukup banyak dan masih panjang. Tapi aku yakin aku bisa mengatasinya satu persatu." ucap Zehra sebelum ia memutuskan panggilan. Zehra menarik napas lega. Karena masalahnya sudah teratasi satu persatu d
Mataku mengerjap menyaksikan benda mencuat dengan begitu gagahnya. “Jadi?” Alis Javas terangkat menggoda.“Udah bereaksi ternyata,” refleks jawaban itu meluncur dari bibirku.“Yeah, I know" Javas mengangguk membuat bola mataku berputar. Dia terkekeh melihat wajah sebalku, sementara aku hanya bisa terpaku saat menyaksikan telapak tangannya perlahan melingkari miliknya lalu dengan santai mulai bergerak.Ya ampun, aku terpesona, seperti terhipnotis melihat pemandangan di hadapanku. Ada sesuatu yang sangat seksi melihat seorang laki-laki memuaskan dirinya sendiri, apalagi laki-laki setampan Javas, dengan tubuh tegap, rambut berantakan, dan cambang tipis yang membuatnya semakin maskulin, dengan celana yang ditarik ke bawah dan sepasang mata berkabut oleh gairah, dengan kepercayaan dirinya yang terpancar jelas.Tanpa ragu apalagi malu-malu, tangannya bergerak mantap mengurut miliknya yang semakin “Jadi mau mulai kapan? Karena milikku udah siap,” Suara serak Javas membuyarkan lamunanku. K
“dan mulai sekarang kamu hanya akan jadi milikku!”Zehra menjauhkan tubuhnya, menatap Javas dengan ekspresi kecewa. Dia berniat protes tapi ditarik kembali masuk dalam dekapan pria itu. "Aku akan meminta Theo menarik proposal kerjasama itu. Jadi nggak ada alasan dia buat nyalahin kamu kalau dia nggak kepilih jadi penanggung jawab di kantornya." "Jav, walau gimanapun kamu nggak boleh mencari masalah sama pekerjaan orang lain yang udah diperjuangin oleh siapapun itu, bahkan kamu sadar nggak sih? Kalau kamu udah ngerepotin teman kamu hanya untuk menyingkirkan Ricky dari tender itu. Maksud aku siapapun orangny, tolong jangan usik pekerjaan mereka demi Maslah pribadi. Karena kalau ada orang yang melakukan hal yang sama, aku yakin nggak ada orang yang terima dengan hal itu." bisik Zehra membujuk. Javas menarik napas berat menyadari betapa gigihnya perempuan ini mempermainkan logika dan simpatinya. Dia membaringkan tubuh Zehra di sampingnya lalu tangannya berusaha mengambil ponsel di atas
Zehra berguling-guling di tempat tidur, menutup tubuhnya dengan selimut berusaha menghilangkan pikiran aneh di kepalanya. Dia bingung apa yang harus dilakukan. Semuanya jadi rumit saat dia berencana menata masa depannya dan malah bertemu dengan Javas. Jam di dinding berdetak cukup nyaring dalam kekalutan Zehra, jam 22:15. Dia memperhatikan jarum jam itu terus berputar, sementara pikirannya bermain tarik-menarik antara akan kembali atau tidak ke apartemen Javas. Jika Zehra kembali, dia bisa membujuk Javas agar tak bermain-main dengan rekaman CCTV mereka yang sedang bercinta di berbagai sudut apartemen Javas, terlebih jika Zehra bisa kembali memanfaatkan Javas, dengan begitu masa depannya tak akan terancam, bukan? Zehra mengacak rambutnya frustasi, kembali berguling-guling di tempat tidur sambil menutup mata. Apa dia harus bertahan dengan keputusannya, tapi apakah dengan begitu Javas akan melupakan ancamannya? Dia yang pertama menawarkan diri. Karena panik setelah mendengar keadaan
"Sayang, aku punya berita bahagia buat kamu, sesuatu yang selalu kamu tunggu-tunggu.”Perlahan Gista mendongak, ia menunggu tanpa antusias dan benar saja.“Minggu depan aku ambil cuti, udah disetujui" bisik Eno mengecup kepala Gista. "Akhirnya kita bisa liburan berdua."“Minggu depan? Mas, baru kemarin aku ambil cuti. Aku udah pernah bilang ‘kan sebelumnya kalau aku nggak diizinkan ambil cuti dua kali di bulan yang sama.”“Dan aku udah mengupayakan untuk dapat cuti itu, biar kita bisa berlibur bersama, supaya kamu nggak merasa kesepian seperti kemarin.”“Tapi, Mas. Tetap aja aku nggak enak sama teman kerjaku-”"Udahlah kamu nurut aja apa kata aku, kalau gaji kamu dipotong, biar aku yang ganti, ok!” potong Eno mulai tak sabar.Perasaan Gista kembali terasa diremas-remas. Pria ini, selalu saja mengatur hubungan mereka sendiri. Tak banyak pendapat Gista yang didengar olehnya. Jika dulu ia menikmatinya namun semakin lama Gista semakin merasa tak dihargai pendapatnya. “Aku lapar, hari ini
"Siapa pun pria itu yang menghabiskan malamnya di sini." Alven berdesis. Gista tersentak, memandang Alven dalam.Alven mengerti tatapan Gista yang terkejut dan kecewa padanya. Tetapi hal itu mengganggunya. Dia akan menarik rambut wanita ini dan bercinta habis-habisan di sofa itu jika saja keesokan harinya nama wanita ini akan menghilang dari ingatannya. Namun, saat ini berbeda, yang di hadapannya adalah Gista, wanita yang bisa-bisanya demikian cepat membuat hatinya berdenyut, rasa itu, rasa ingin memiliki seutuhnya menggedor-gedor dinding pertahanannya. Dan keinginan itu demikian besarnya, berbanding lurus dengan gairahnya yang belum tersalurkan. Alven menggeram, mengusap wajahnya kasar, lalu mengedarkan matanya ke sekeliling ruangan. "Hanya ini yang diberikannya untukmu?" Kepala Gista belum bisa mencerna apa maksud perkataan Alven. "Berapa dia membiayaimu per bulan? Aku bisa memberikanmu uang bulanan dua kali lipat dari dia, dan tempat tinggal yang lebih layak. Jadi berapa dia ka
Gista tersenyum terlalu lebar saat mendapat pesan bahwa Alven sedang menuju ke tempat ia berada, tak selang berapa lama mereka berbalas pesan suara bel berbunyi, detak jantung Gista berdetak lebih cepat, bergegas membuka pintu."Lebih awal dari perkiraan, kan?" Kata Eno saat mendekat. "Kaget?" ucapnya seraya mengecup pelipis Gista. Menarik pinggang Gista merapat ke tubuhnya. "Mas memang pengin kasih kamu kejutan dengan pulang lebih awal dan lebih lama, tapi sayangnya ini nggak sepenuhnya kejutan. Atasan Mas, mendadak telepon, ada rencana bisnis yang mau dibahas, meeting mendadak." Gista masih akan melanjutkan keluh kesahnya jika saja matanya tak menangkap Gista yang masih bergeming. Senyum timbul di bibirnya. "Beneran bikin kaget, ya?" Bola mata Gista akhirnya bergerak penuh kesadaran. Senyum tipis Gista mengulum sebelum mengangguk kaku. "Jadi... nanti malam, Mas mau pulang ke sini lagi?" tanya Gista penuh antisipasi. "Hmm... itu dia, Anne langsung pesan tiket begitu tahu aku bali
Kemudian Zehra merasakan dorongan keras seolah memaksa untuk masuk. Jantung Zehra berdetak bersama seperti orkestra dalam aliran penuh. Ia menangis, tidak berpikir Javas akan menidurinya dalam situasi ini. Tak ayal Zehra bereaksi panik ketika Javas menggagahinya dengan kejam di tengah pikiran yang melayang. Javas bernapas keras di lehernya, di cela rambut ikal yang menempel di sana karena keringat. Dia bercinta seperti binatang, ia lah yang memegang kendali sampai Zehra tidak tahu bagaimana memohon padanya untuk berhenti.Hentakan Javas berirama konsisten dan kuat, mengeluarkan sebagian besar sebelum menabrakkannya kembali ke tubuh Zehra, menghantam G-spot nya. Jika Zehra tak membekap mulut Linang ia pasti sudah berteriak. Wanita itu terjepit di dinding, lututnya seperti jeli saat orgasmenya mengejang dan melonjak, hentakan Javas liar, hampir tidak terkendali saat dia terengah-engah dan mendengus, menggenggam dan menariknya untuk lebih dalam. Dengan setiap dorongan bertenaga, tu
Tanpa sadar seulas senyum jahat muncul di bibirJavas, “Aku mau dia,” gumamnya sambil menunjuk perempuan itu.Kalimat itu diucapkan dengan nada datar yang tenang, tetapi gaungnya terdengar ke seluruh ruangan. Entah kenapa suasana hiruk pikuk itu menjadi hening. Dan Zehra merasakan semua tatapan tertuju padanya. Pada dirinya yang sedang bersandar di meja bar, sibuk dengan menurunkan rok hitam pendeknya yang mulai terasa tidak nyaman.Dengan gugup Zehra menegakkan tubuhnya, berusaha membalas tatapan mata semua orang, lalu matanya terpaku pada mata itu. Mata coklat pekat sehingga nyaris gelap, menyebabkan pupil matanya tampak begitu hitam dan tajam.“Cepat kesana! Dia mau kamu,” Anggito si bartender yang berdiri di belakangnya berbisik kepadanya, seolah takut kalau Zehra tidak cepat-cepat menuruti keinginan Javas, akan berakibat fatal.Zehra mengernyit pada Javas, mencoba menantang mata laki-laki itu, yang masih menatapnya dengan begitu tajam tanpa ekspresi.Zehra mengabaikan siulan dan ...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen