"Dan apa motivasi kamu itu?"
"Ada urusan keluarga yang mendesak, dan bos Topo memberi saya solusi seperti itu, jadi saya coba."
"Menurut kalian itu solusinya? Dan apa kamu bilang, kamu mencobanya? Apa kamu sadar apa akibatnya kalau kamu bertemu dengan pelanggan yang salah dan semakin terjerumus pekerjaan itu, Lyra!" sentak Javas.
Zehra tersentak, ia yang tadinya menatap penuh pada Javas langsung menunduk, aura dominasi begitu terasa dari diri Javas bahkan ketika ia tak melakukan apapun dan disaat Javas menyentaknya jelas Zehra terkesiap ditambah ia mengkhawatirkan nasibnya.
Javas menghela napas kasar, "Apa ini berhubungan dengan kebutuhan kamu mendapatkan uang yang banyak dalam waktu singkat?"
Zehra mengangguk kecil, membalas Javas dengan meringis dan rasa rendah diri menyergapnya.
Lelaki itu ternyata sudah bangkit dari kursinya, memutari meja dan duduk di sofa yang sama, cukup dekat dengan Zehra,
"Dengar! sebenarnya selama ini aku memperhatikanmu entah kenapa, kamu membuatku sangat bergairah."
Mulut Zehra ternganga dan dia tak mampu berkata-kata, pernyataan itu begitu mengagetkan bagaikan petir di siang bolong. Tak sedetikpun ia berkhayal petir di siang bolong.
"Aku punya penawaran, kamu tah simbiosis mutualisme aku menginginkanmu untuk melayaniku kapanpun aku mau dan sebagai gantinya aku akan memberikanmu jajan bulanan, semacam sugar baby, wanita simpanan atau apapun namanya, bagaimana?"
Javas tampak bersemangat dan santai dengan tawarannya sehingga tidak memperhatikan ekspresi shock Zehra,
"Kamu hanya perlu melayaniku di ranjang, memuaskan aku," Suaranya menjadi rendah dan merayu, "Dan kamu nggak perlu khawatir merasa rugi atau direndahkan, kamu sudah merasakan kalau aku bukan jenis lelaki yang bermulut besar dan pelit."
"Aku pikir, aku bisa membelikan kamu membayar bulanan untuk kontrakan elit di ibukota, dengan begitu aku bisa leluasa mengunjungimu setiap malam, dan aku akan menanggung biaya kehidupanmu, apapun yang kau inginkan akan kuberikan barang mahal, baju- baju rancangan desainer terkenal, perawatan di salon terkemuka, aku tahu kau menyukainya Sebagai wanita kamu pasti menyukainya. Bahkan kamu bisa mengatasi masalah keluarga mu dengan cepat kalau itu tentang uang, Bagaimana Zehra? Aku akan memenuhi semua permintaanmu dan kamu hanya harus ada saat aku membutuhkanmu,"
"Maaf, Pak sebagai seorang wanita yang hanya memiliki sisa harga diri saya menolak, selama ini saya bekerja keras dengan cara yang benar walau melelahkan secara fisik dan batin. Saya harap anda mengerti maksud saya."
Zehra mendongak dan tersentak saat menatap wajah Javas dengan jarak dekat yang menjelaskan semuanya. Selama ini ia selalu bertemu dengan Javas di tempat gelap yang berisik, kali ini ia bertemu di tempat yang lebih normal dengan terpaan sinar mentari dari jendela besar yang sebagian dibiarkan terbuka menyinari wajah Javas yang tak sepenuhnya angkuh mata coklat pekat yang terlihat jantan, dan itu tipe idealnya.
"Ma..maaf, Pak saya mohon batalkan pelaporan anda mengenai perbuatan yang tidak menyenangkan pada saya karena kita berdua tahu, malam itu saya hanya sedang melindungi diri."
Javas menatap dalam Zehra yang berbicara cepat dengan mata yang tak fokus membuat ia terkekeh, Javas cukup terhibur dengan aksi canggung versi Zehra.
"Bagaimana kalau aku nggak mau, kamu bisa apa?"
Seketika ada rasa gentar merayap ke dada yang membuatnya gemetar ia jelas tahu jika ia bukanlah lawan sebanding dan akan lebih baik jika ia mundur sekarang dengan mencoba tegar.
"Saya datang kesini hanya untuk itu, mohon dipertimbangkan, saya permisi." ucapnya lekas bangkit dengan panik Zehra setengah berlari menuju pintu mengabaikan geraman disusul derap langkah di belakangnya.
Zehra menatap fokus pada engsel pintu mahal di depannya sebentar lagi ia sampai tapi terlambat, Javas bergerak secepat kilat menerjangnya, Zehra berhasil membuka pintu sedikit ketika dengan kasar Javas mendorongnya kembali tertutup.
Lelaki itu menghimpitnya di pintu, desah napas mereka bersahutan, yang satu lolongan terkejut, yang satunya lagi bergairah,
"Le…. lepaskan saya!!, atau saya akan berteriak dan menuntut balik anda atas tindakan pelecehan..."
Javas tak peduli, lagipula ruangan itu kedap suara.
Dengan gerakan impulsif, dibaliknya tubuh Zehra, dagu Zehra dicengkeram untuk mendongak lalu bibir Javas mencari-cari bibir Zehra yang sedikit tertutup uraian rambut, tubuhnya makin menekan Zehra ke pintu,
Dengan tangan kanan yang bebas Zehra mencakar punggung tangan Javas yang mencengkram nya disertai menggelengkan kepala menghindar dengan membabi buta hingga bibir Javas hanya menempel di telinga yang setengah tertutup rambut, dia mencoba meronta melepaskan diri tapi tubuh Javas menghimpitnya ke pintu dan tak habis akal tangannya mencengkram kedua tangan Zehra di kiri dan kanan kepalanya.
Mereka bergulat beberapa saat, Zehra masih meronta semampunya tetapi Javas tak mau menyerah dari perlawanan Zehra. Sampai kemudian ketika Zehra membuka mulut untuk berteriak, Javas memagut bibir itu.
Ciuman itu dari awal sudah sangat sensual karena bibir mereka terbuka, Javas melumat bibir Zehra dengan gairah yang membuncah. Mulutnya sangat liar dan lapar mengecap, melumat dan menikmati bibir Zehra yang bagaikan sari madu pada kelopak bunga mawar merah.
Zehra terbuai merasakan ciuman yang sangat intim ini, yang baru pertama kali dirasakannya tanpa sadar ia melemah. Dan hal itu memberi kesempatan Javas untuk mencium semakin dalam, Javas menaikkan bokong Zehra lebih naik agar seluruh tubuhnya lebih leluasa menempel ditubuh Zehra, masih memaku kedua tangan dengan satu tangannya. Javas menekan tubuh depannya menempel pada tubuh depan Zehra yang terasa menggairahkan ia juga terus menjelajahi dan mencicipi seluruh rasa bibir Zehra lidah Javas mulai mencecap dan mencoba-coba mulai membelai masuk ke dalam bibir Zehra.
Zehra mengerang mencoba menolak, dia tidak pernah berciuman seintim dan sepanas ini! Tapi Javas begitu lembut serta lihai menyertakan lidahnya saat mencium menjadikannya makin bergairah,lidahnya menjelajah masuk, menikmati seluruh rasa dan manisnya mulut Zehra, Javas mengerang dalam ciumannya, oh ya Tuhan nikmat sekali! Erangnya dalam hati, dan gairahnya naik begitu cepat
Kriiingg!!
Mereka berdua sempat tersentak sesaat, gerakan Javas berhenti dan kini mata mereka bersirobok dan Javas bisa melihat jelas sinar mata yang terbuai walau ada air mata disudut kelopak mata Zehra dan ia memilih fokus kembali membangkitkan sisi lain dari Zehra agar melebur bersamanya.
Javas mencium telinga Zehra dengan sensual ia mendekap erat pinggang Zehra sedikit mengangkat agar ia tak terlalu pegal menunduk dan berhasil Zehra mendesah walau hanya sedetik sebelum ia kembali meronta.
"Itu ada telepon, kamu harus mengangkatnya!" desah Zehra tercekat.
"Biarkan aja, siapapun dia bisa menunggu tapi enggak dengan kita benar kan, Lyra?"
Tok...tok...
Kini Zehra lah yang terkesiap lebih kuat suara ketukan pintu terdengar dan terasa karena kepalanya yang bersandar di balik pintu.
"Brengsek! dasar pengganggu!" umpat Javas di atas telinga Zehra. Dan Zehra bak patung yang pasrah saat pinggangnya dicengkeram untuk di geser ke samping, Javas membuka pintunya.
"Apa?!" sembur Javas emosi.
"Maaf, mengganggu Pak Javas tapi ada telepon penting yang harus Bapak angkat dari petinggi Syam Company, beliau bilang ada hal penting harus segera dibicarakan dengan anda"
"Regis? Maksud kamu?” sentak Javas agar terdengar hingga balik pintu sedangkan matanya memandang Zehra yang menunduk dalam tak berani mendorongnya membuat ia tersenyum simpul.
"Benar, Pak."
"Sial, dasar pengganggu! Kembali ke meja mu, Bu Dyah!"
"Dan kamu tunggu disini!" Javas tak menunggu balasan Zehra ia segera berbalik meraih gagang telepon di atas meja kerja yang kembali berbunyi.
Braakk!
Braakk!!Javas mengumpat geram menyadari Zehra telah kabur dengan pintu yang dibanting kasar, "Halo""...""Ok, i'll handle it" tutupnya.Javas mengusap mulutnya yang terasa panas, dia merasa sedikit bodoh, karena bertindak begitu impulsif di kantor, di mana banyak orang bisa menyebarkan gosip terlebih dentuman suara pintu yang dibanting, sudah jelas mengundang tanya sekretaris dan staff yang bekerja di lantai yang sama dengannya.Javas menarik napas dalam-dalam dan berusaha menghilangkan getaran di tubuhnya. Ciuman tadi terasa begitu nikmat, sudah lama sekali Javas tidak merasakan ciuman yang begitu membakar gairahnya sampai ke tulang sumsum.Hanya sebuah ciuman dan dia terbakar, Javas mengernyit, tidak begitu menyukai kenyataan itu. Selama ini dia selalu mampu mengendalikan gairah hingga bisa mendominasi dan menyetir pasangannya dan belum pernah sebodoh ini bahkan pada Leticia mantan terindahnya.Dan sekarang, ada ketertarikan yang membuatnya hampir lepas kendali, semudah itu. Masih
"Halo, apa benar ini dengan Pak Javas?" Butuh beberapa detik untuk Javas menjawab, "Iya betul, saya sendiri. Anda siapa?" "Maaf, Pak mengganggu waktunya, saya Lyra dari klab Euforia saya dapat nomor Bapak dari bos Topo. ah... Begini Pak, saya ingin meminta waktu sebentar aja, Pak. Apa bisa-" "Kamu dimana?" sambar Javas dingin. "Apa? Ah... Saya di halte di dekat gedung balai kota, ada yang perlu saya bicarakan-" "Apa kamu sendirian di halte bus?" Zehra mengerutkan dahi dan meneliti sekitarnya, "Iya, Pak saya sendiri di sini," "Tunggu disana!" pungkas Javas menutup sambungan telepon. "Halo, Pak Javas?" panggil Zehra yang menjadi geram karena sikap arogan Javas yang selalu memotong bahkan memutuskan pembicaraan sepihak menambah daftar panjang kisah pilunya hari ini. *** Sepuluh menit kemudian mobil Toyota Camry warna hitam menepi tepat di depan halte tempat Zehra berteduh sendirian. Seorang supir membawa payung hitam besar dan memayunginya ketika Javas turun dari mobil dan mela
Zehra tersentak kaget yang melayangkan pukulan pada sisi pintu mobilnya dengan kepalan tangan yang masih terkepal."Katakan sekali lagi?!"Zehra mendongak, membalas tatap Javas yang menghunusnya, namun tak ada jalan keluar baginya. Zehra menaikkan dagunya, menguatkan hati."Teman-temanmu yang datang bersama mu malam itu di klab, aku nggak tahu nama-nama mereka yang jelas beri aku nomor telepon ketiga temanmu, aku benar-benar kehabisan cara kalau kamu nggak mau membantuku mungkin mereka bisa menerima dan menolongku, aku tahu mereka juga sama mesum dan kayanya dengan anda." cicit Zehra yang langsung menyesal karena kalimat terakhirnya.Ditariknya lengan Javas, dan seketika lelaki itu menoleh dengan marah, "Gimana?Tolong bantu saya kali ini, saya mohon Pak Javas."Dengan kasar ditarik pinggang Zehra, menabrak bagian depan tubuh Javas, bahkan Zehra sempat mengadu. Javas menahan kepala Zehra lalumenciumnya dengan membabi-buta, merasakan tubuh Zehra yang terkesiap kaget hingga akhirnya men
Tindakan SenonohJavas menoleh sejenak, dengan acuh ia menyingkirkan tangan wanita itu dari atas dengkulnya. Javas memang tak beranjak namun ia masih memperhatikan Zehra dari tempatnya.Zehra yang sedang membungkuk untuk menaruh gelas terakhir tampak tiba-tiba menarik tangannya dan berdiri dengan tegak. Ketiga pria itu tergelak dengan reaksi Zehra yang tampak lucu di mata mereka. Berbanding terbalik dengan wajah pucat Zehra. "Mau gabung sama kita, ayo duduk sini!" ajak salah satu lelaki itu yang sudah memberi tempat di antara mereka. Spontan Zehra tersenyum ala joker dan langsung mengambil nampan hingga kembali dikejutkan oleh tepukan di bokong, yang membuat wanita itu bangkit meluruskan tubuhnya Dengan kesal yang tertahan, Zehra menatap tajam ke arah ketiga pria itu yang tawanya semakin lebar. Kemudian Zehra membatu dengan kedua manik yang berkaca-kaca dan berlalu pergi.Javas yang tak bisa menahan amarahnya lebih lama lagi, berusaha menekan emosinya yang hendak menghambur ke tempa
“Sa..saya nggak tau cara-” “Stop menggunakan kata saya apalagi bapak, jangan buat aku kehilangan seleraku, sayang.” Zehra malah semakin ingin menangis, ia bahkan tak berani mendongak apalagi berkutik karena himpitan pria ini. Javas tau ia tak mau menunggu, ia berusaha mencium bibir Zehra tapi gagal karena Zehra menggerakkan kepalanya ke kanan hingga Javas hanya mengenai pipinya. "Kenapa kamu nggak mau sama aku? Dan malah membiarkan para lelaki hidung belang itu menyentuhmu, bahkan kamu membiarkan mereka mencoba milikku!" Bisik Javas ditelinga Zehra lalu tangan kanannya meremas kasar bagian sensitif Zehra. "Ahhh...," jerit Zehra yang menahan rasa sakit di pangkal pahanya, saat itu juga Javas mengunci rahang Zehra ke atas menciumnya lalu memasukkan lidahnya ke mulut Zehra Zehra mencoba melawan. Tidak! Dia tidak terima diperlakukan seburuk ini! dengan sisa tenaga Zehra mendorong dada Javas. Javas tetap memaksa Zehra dalam permainan lidahnya dan menggiring Zehra masuk ke dalam ruang
“Javas, kalau gitu aku-” suara Zehra tercekat saking gugupnya. “Aku akan ke kamar mandi, membersihkan tubuh ku, dulu. Permisi.”Zehra meletakkan tas yang dibawanya di atas nakas panjang hitam bergaya minimalis, Zehra setengah berlari menuju kamar mandi.Di dalam kamar mandi Zehra merasa sedikit aman, disandarkannya punggungnya ke pintu dan dicobanya menarik napas lalu hembuskan perlahan dan ia mengulang hingga empat kali, sejujurnya begitu banyak kekhawatiran akan penyesalan nanti dan rasa terlampau canggung pada Javas, lelaki itu layaknya pria yang berasal dari dunia lain begitu tinggi tuk disentuh. Javas bak pemeran utama yang memerankan peran eksekutif muda ataupun keturunan para sultan hingga ia selalu merasa sedang diperhatikan, diremehkan serta diacuhkan olehnya dan Zehra jelas jengah akan hal itu.Sembari melucuti pakaiannya Zehra terus menimbang dan meyakinkan dirinya jika inilah jalan terakhir yang ia miliki mungkin benar selalu ada jalan keluar namun hanya jalan ini yang i
Zehra tersentak, berpikir keras apakah ini sudah saatnya ia beraksi?Padahal ia berniat akan menuntaskan teh hangatnya dengan fokus untuk mengulur waktu serta menenangkan dirinya.Di saat yang bersamaan, Javas pun sudah menandaskan kopinya. Membiarkan keheningan berlalu dan menikmati ketegangan yang menyergap Zehra."Mau sampai kapan, kamu minum sambil menunduk? Gimana kalau ada rambut yang masuk ke dalam tehmu, hmm?" suara serta sentuhan Javas memecah keheningan dengan mengambil sejumput anak rambut Zehra dan diselipkannya ke belakang telinga dengan lembut. Sesungguhnya Javas gemas dan ingin segera menyentuh dan merasakan semua godaan dari tubuh Zehra. Rasanya sudah lama ia se-penasaran ini akan seorang wanita. Pandangan Zehra turun ke arah tangan Tuan Javas yang memegang paha dan sesekali merangkum pahanya."Aku nggak suka bertele-tele dan kali ini aku nggak mau di tolak, paham?"Zehra belum sempat mencerna maksudnya, dan ia bahkan belum sempat mengangguk. Wajahnya sudah ditarik
Dan Javas menyadari, ini pengalaman pertama bagi Zehra, dia harus membuatnya seindah mungkin, dia tidak boleh menyakiti Zehra. Karena itu sambil menggertakkan diri menahan gairahnya, Javas mencoba bergerak selembut mungkin, menarik tubuhnya pelan dari balutan sutra basah dan panas itu, untuk kemudian menghujamkannya lembut. Lagi dan lagi.Zehra tersentak, merintih dan mulai menggeleng panik menahan sakit. Dia ingin Javas berhenti atau melepasnya, tapi pria itu justru makin mendorong miliknya masuk, membentur beberapa kali sebelum akhirnya bisa menembus dinding yang menghalangi dari sumber kenikmatan hingga dia bisa menghujam makin jauh. Zehra mengejang, menjerit kesakitan dan tak sanggup bernapas, serasa mau pingsan. Kemudian Zehra merasakan kejantanan Javas, yang perlahan bergerak, tapi tetap membuatnya terkesiap. Zehra membuka matanya yang terpejam, menatap Javas di atasnya. Lelaki itu menatapnya dengan tajam, matanya berkabut, napasnya terengah, dan sejumput rambut tampak jat