"Dan apa motivasi kamu itu?"
"Ada urusan keluarga yang mendesak, dan bos Topo memberi saya solusi seperti itu, jadi saya coba."
"Menurut kalian itu solusinya? Dan apa kamu bilang, kamu mencobanya? Apa kamu sadar apa akibatnya kalau kamu bertemu dengan pelanggan yang salah dan semakin terjerumus pekerjaan itu, Lyra!" sentak Javas.
Zehra tersentak, ia yang tadinya menatap penuh pada Javas langsung menunduk, aura dominasi begitu terasa dari diri Javas bahkan ketika ia tak melakukan apapun dan disaat Javas menyentaknya jelas Zehra terkesiap ditambah ia mengkhawatirkan nasibnya.
Javas menghela napas kasar, "Apa ini berhubungan dengan kebutuhan kamu mendapatkan uang yang banyak dalam waktu singkat?"
Zehra mengangguk kecil, membalas Javas dengan meringis dan rasa rendah diri menyergapnya.
Lelaki itu ternyata sudah bangkit dari kursinya, memutari meja dan duduk di sofa yang sama, cukup dekat dengan Zehra,
"Dengar! sebenarnya selama ini aku memperhatikanmu entah kenapa, kamu membuatku sangat bergairah."
Mulut Zehra ternganga dan dia tak mampu berkata-kata, pernyataan itu begitu mengagetkan bagaikan petir di siang bolong. Tak sedetikpun ia berkhayal petir di siang bolong.
"Aku punya penawaran, kamu tah simbiosis mutualisme aku menginginkanmu untuk melayaniku kapanpun aku mau dan sebagai gantinya aku akan memberikanmu jajan bulanan, semacam sugar baby, wanita simpanan atau apapun namanya, bagaimana?"
Javas tampak bersemangat dan santai dengan tawarannya sehingga tidak memperhatikan ekspresi shock Zehra,
"Kamu hanya perlu melayaniku di ranjang, memuaskan aku," Suaranya menjadi rendah dan merayu, "Dan kamu nggak perlu khawatir merasa rugi atau direndahkan, kamu sudah merasakan kalau aku bukan jenis lelaki yang bermulut besar dan pelit."
"Aku pikir, aku bisa membelikan kamu membayar bulanan untuk kontrakan elit di ibukota, dengan begitu aku bisa leluasa mengunjungimu setiap malam, dan aku akan menanggung biaya kehidupanmu, apapun yang kau inginkan akan kuberikan barang mahal, baju- baju rancangan desainer terkenal, perawatan di salon terkemuka, aku tahu kau menyukainya Sebagai wanita kamu pasti menyukainya. Bahkan kamu bisa mengatasi masalah keluarga mu dengan cepat kalau itu tentang uang, Bagaimana Zehra? Aku akan memenuhi semua permintaanmu dan kamu hanya harus ada saat aku membutuhkanmu,"
"Maaf, Pak sebagai seorang wanita yang hanya memiliki sisa harga diri saya menolak, selama ini saya bekerja keras dengan cara yang benar walau melelahkan secara fisik dan batin. Saya harap anda mengerti maksud saya."
Zehra mendongak dan tersentak saat menatap wajah Javas dengan jarak dekat yang menjelaskan semuanya. Selama ini ia selalu bertemu dengan Javas di tempat gelap yang berisik, kali ini ia bertemu di tempat yang lebih normal dengan terpaan sinar mentari dari jendela besar yang sebagian dibiarkan terbuka menyinari wajah Javas yang tak sepenuhnya angkuh mata coklat pekat yang terlihat jantan, dan itu tipe idealnya.
"Ma..maaf, Pak saya mohon batalkan pelaporan anda mengenai perbuatan yang tidak menyenangkan pada saya karena kita berdua tahu, malam itu saya hanya sedang melindungi diri."
Javas menatap dalam Zehra yang berbicara cepat dengan mata yang tak fokus membuat ia terkekeh, Javas cukup terhibur dengan aksi canggung versi Zehra.
"Bagaimana kalau aku nggak mau, kamu bisa apa?"
Seketika ada rasa gentar merayap ke dada yang membuatnya gemetar ia jelas tahu jika ia bukanlah lawan sebanding dan akan lebih baik jika ia mundur sekarang dengan mencoba tegar.
"Saya datang kesini hanya untuk itu, mohon dipertimbangkan, saya permisi." ucapnya lekas bangkit dengan panik Zehra setengah berlari menuju pintu mengabaikan geraman disusul derap langkah di belakangnya.
Zehra menatap fokus pada engsel pintu mahal di depannya sebentar lagi ia sampai tapi terlambat, Javas bergerak secepat kilat menerjangnya, Zehra berhasil membuka pintu sedikit ketika dengan kasar Javas mendorongnya kembali tertutup.
Lelaki itu menghimpitnya di pintu, desah napas mereka bersahutan, yang satu lolongan terkejut, yang satunya lagi bergairah,
"Le…. lepaskan saya!!, atau saya akan berteriak dan menuntut balik anda atas tindakan pelecehan..."
Javas tak peduli, lagipula ruangan itu kedap suara.
Dengan gerakan impulsif, dibaliknya tubuh Zehra, dagu Zehra dicengkeram untuk mendongak lalu bibir Javas mencari-cari bibir Zehra yang sedikit tertutup uraian rambut, tubuhnya makin menekan Zehra ke pintu,
Dengan tangan kanan yang bebas Zehra mencakar punggung tangan Javas yang mencengkram nya disertai menggelengkan kepala menghindar dengan membabi buta hingga bibir Javas hanya menempel di telinga yang setengah tertutup rambut, dia mencoba meronta melepaskan diri tapi tubuh Javas menghimpitnya ke pintu dan tak habis akal tangannya mencengkram kedua tangan Zehra di kiri dan kanan kepalanya.
Mereka bergulat beberapa saat, Zehra masih meronta semampunya tetapi Javas tak mau menyerah dari perlawanan Zehra. Sampai kemudian ketika Zehra membuka mulut untuk berteriak, Javas memagut bibir itu.
Ciuman itu dari awal sudah sangat sensual karena bibir mereka terbuka, Javas melumat bibir Zehra dengan gairah yang membuncah. Mulutnya sangat liar dan lapar mengecap, melumat dan menikmati bibir Zehra yang bagaikan sari madu pada kelopak bunga mawar merah.
Zehra terbuai merasakan ciuman yang sangat intim ini, yang baru pertama kali dirasakannya tanpa sadar ia melemah. Dan hal itu memberi kesempatan Javas untuk mencium semakin dalam, Javas menaikkan bokong Zehra lebih naik agar seluruh tubuhnya lebih leluasa menempel ditubuh Zehra, masih memaku kedua tangan dengan satu tangannya. Javas menekan tubuh depannya menempel pada tubuh depan Zehra yang terasa menggairahkan ia juga terus menjelajahi dan mencicipi seluruh rasa bibir Zehra lidah Javas mulai mencecap dan mencoba-coba mulai membelai masuk ke dalam bibir Zehra.
Zehra mengerang mencoba menolak, dia tidak pernah berciuman seintim dan sepanas ini! Tapi Javas begitu lembut serta lihai menyertakan lidahnya saat mencium menjadikannya makin bergairah,lidahnya menjelajah masuk, menikmati seluruh rasa dan manisnya mulut Zehra, Javas mengerang dalam ciumannya, oh ya Tuhan nikmat sekali! Erangnya dalam hati, dan gairahnya naik begitu cepat
Kriiingg!!
Mereka berdua sempat tersentak sesaat, gerakan Javas berhenti dan kini mata mereka bersirobok dan Javas bisa melihat jelas sinar mata yang terbuai walau ada air mata disudut kelopak mata Zehra dan ia memilih fokus kembali membangkitkan sisi lain dari Zehra agar melebur bersamanya.
Javas mencium telinga Zehra dengan sensual ia mendekap erat pinggang Zehra sedikit mengangkat agar ia tak terlalu pegal menunduk dan berhasil Zehra mendesah walau hanya sedetik sebelum ia kembali meronta.
"Itu ada telepon, kamu harus mengangkatnya!" desah Zehra tercekat.
"Biarkan aja, siapapun dia bisa menunggu tapi enggak dengan kita benar kan, Lyra?"
Tok...tok...
Kini Zehra lah yang terkesiap lebih kuat suara ketukan pintu terdengar dan terasa karena kepalanya yang bersandar di balik pintu.
"Brengsek! dasar pengganggu!" umpat Javas di atas telinga Zehra. Dan Zehra bak patung yang pasrah saat pinggangnya dicengkeram untuk di geser ke samping, Javas membuka pintunya.
"Apa?!" sembur Javas emosi.
"Maaf, mengganggu Pak Javas tapi ada telepon penting yang harus Bapak angkat dari petinggi Syam Company, beliau bilang ada hal penting harus segera dibicarakan dengan anda"
"Regis? Maksud kamu?” sentak Javas agar terdengar hingga balik pintu sedangkan matanya memandang Zehra yang menunduk dalam tak berani mendorongnya membuat ia tersenyum simpul.
"Benar, Pak."
"Sial, dasar pengganggu! Kembali ke meja mu, Bu Dyah!"
"Dan kamu tunggu disini!" Javas tak menunggu balasan Zehra ia segera berbalik meraih gagang telepon di atas meja kerja yang kembali berbunyi.
Braakk!
Braakk!!Javas mengumpat geram menyadari Zehra telah kabur dengan pintu yang dibanting kasar, "Halo""...""Ok, i'll handle it" tutupnya.Javas mengusap mulutnya yang terasa panas, dia merasa sedikit bodoh, karena bertindak begitu impulsif di kantor, di mana banyak orang bisa menyebarkan gosip terlebih dentuman suara pintu yang dibanting, sudah jelas mengundang tanya sekretaris dan staff yang bekerja di lantai yang sama dengannya.Javas menarik napas dalam-dalam dan berusaha menghilangkan getaran di tubuhnya. Ciuman tadi terasa begitu nikmat, sudah lama sekali Javas tidak merasakan ciuman yang begitu membakar gairahnya sampai ke tulang sumsum.Hanya sebuah ciuman dan dia terbakar, Javas mengernyit, tidak begitu menyukai kenyataan itu. Selama ini dia selalu mampu mengendalikan gairah hingga bisa mendominasi dan menyetir pasangannya dan belum pernah sebodoh ini bahkan pada Leticia mantan terindahnya.Dan sekarang, ada ketertarikan yang membuatnya hampir lepas kendali, semudah itu. Masih
"Halo, apa benar ini dengan Pak Javas?" Butuh beberapa detik untuk Javas menjawab, "Iya betul, saya sendiri. Anda siapa?" "Maaf, Pak mengganggu waktunya, saya Lyra dari klab Euforia saya dapat nomor Bapak dari bos Topo. ah... Begini Pak, saya ingin meminta waktu sebentar aja, Pak. Apa bisa-" "Kamu dimana?" sambar Javas dingin. "Apa? Ah... Saya di halte di dekat gedung balai kota, ada yang perlu saya bicarakan-" "Apa kamu sendirian di halte bus?" Zehra mengerutkan dahi dan meneliti sekitarnya, "Iya, Pak saya sendiri di sini," "Tunggu disana!" pungkas Javas menutup sambungan telepon. "Halo, Pak Javas?" panggil Zehra yang menjadi geram karena sikap arogan Javas yang selalu memotong bahkan memutuskan pembicaraan sepihak menambah daftar panjang kisah pilunya hari ini. *** Sepuluh menit kemudian mobil Toyota Camry warna hitam menepi tepat di depan halte tempat Zehra berteduh sendirian. Seorang supir membawa payung hitam besar dan memayunginya ketika Javas turun dari mobil dan mela
Zehra tersentak kaget yang melayangkan pukulan pada sisi pintu mobilnya dengan kepalan tangan yang masih terkepal."Katakan sekali lagi?!"Zehra mendongak, membalas tatap Javas yang menghunusnya, namun tak ada jalan keluar baginya. Zehra menaikkan dagunya, menguatkan hati."Teman-temanmu yang datang bersama mu malam itu di klab, aku nggak tahu nama-nama mereka yang jelas beri aku nomor telepon ketiga temanmu, aku benar-benar kehabisan cara kalau kamu nggak mau membantuku mungkin mereka bisa menerima dan menolongku, aku tahu mereka juga sama mesum dan kayanya dengan anda." cicit Zehra yang langsung menyesal karena kalimat terakhirnya.Ditariknya lengan Javas, dan seketika lelaki itu menoleh dengan marah, "Gimana?Tolong bantu saya kali ini, saya mohon Pak Javas."Dengan kasar ditarik pinggang Zehra, menabrak bagian depan tubuh Javas, bahkan Zehra sempat mengadu. Javas menahan kepala Zehra lalumenciumnya dengan membabi-buta, merasakan tubuh Zehra yang terkesiap kaget hingga akhirnya men
Tindakan SenonohJavas menoleh sejenak, dengan acuh ia menyingkirkan tangan wanita itu dari atas dengkulnya. Javas memang tak beranjak namun ia masih memperhatikan Zehra dari tempatnya.Zehra yang sedang membungkuk untuk menaruh gelas terakhir tampak tiba-tiba menarik tangannya dan berdiri dengan tegak. Ketiga pria itu tergelak dengan reaksi Zehra yang tampak lucu di mata mereka. Berbanding terbalik dengan wajah pucat Zehra. "Mau gabung sama kita, ayo duduk sini!" ajak salah satu lelaki itu yang sudah memberi tempat di antara mereka. Spontan Zehra tersenyum ala joker dan langsung mengambil nampan hingga kembali dikejutkan oleh tepukan di bokong, yang membuat wanita itu bangkit meluruskan tubuhnya Dengan kesal yang tertahan, Zehra menatap tajam ke arah ketiga pria itu yang tawanya semakin lebar. Kemudian Zehra membatu dengan kedua manik yang berkaca-kaca dan berlalu pergi.Javas yang tak bisa menahan amarahnya lebih lama lagi, berusaha menekan emosinya yang hendak menghambur ke tempa
“Sa..saya nggak tau cara-” “Stop menggunakan kata saya apalagi bapak, jangan buat aku kehilangan seleraku, sayang.” Zehra malah semakin ingin menangis, ia bahkan tak berani mendongak apalagi berkutik karena himpitan pria ini. Javas tau ia tak mau menunggu, ia berusaha mencium bibir Zehra tapi gagal karena Zehra menggerakkan kepalanya ke kanan hingga Javas hanya mengenai pipinya. "Kenapa kamu nggak mau sama aku? Dan malah membiarkan para lelaki hidung belang itu menyentuhmu, bahkan kamu membiarkan mereka mencoba milikku!" Bisik Javas ditelinga Zehra lalu tangan kanannya meremas kasar bagian sensitif Zehra. "Ahhh...," jerit Zehra yang menahan rasa sakit di pangkal pahanya, saat itu juga Javas mengunci rahang Zehra ke atas menciumnya lalu memasukkan lidahnya ke mulut Zehra Zehra mencoba melawan. Tidak! Dia tidak terima diperlakukan seburuk ini! dengan sisa tenaga Zehra mendorong dada Javas. Javas tetap memaksa Zehra dalam permainan lidahnya dan menggiring Zehra masuk ke dalam ruang
“Javas, kalau gitu aku-” suara Zehra tercekat saking gugupnya. “Aku akan ke kamar mandi, membersihkan tubuh ku, dulu. Permisi.”Zehra meletakkan tas yang dibawanya di atas nakas panjang hitam bergaya minimalis, Zehra setengah berlari menuju kamar mandi.Di dalam kamar mandi Zehra merasa sedikit aman, disandarkannya punggungnya ke pintu dan dicobanya menarik napas lalu hembuskan perlahan dan ia mengulang hingga empat kali, sejujurnya begitu banyak kekhawatiran akan penyesalan nanti dan rasa terlampau canggung pada Javas, lelaki itu layaknya pria yang berasal dari dunia lain begitu tinggi tuk disentuh. Javas bak pemeran utama yang memerankan peran eksekutif muda ataupun keturunan para sultan hingga ia selalu merasa sedang diperhatikan, diremehkan serta diacuhkan olehnya dan Zehra jelas jengah akan hal itu.Sembari melucuti pakaiannya Zehra terus menimbang dan meyakinkan dirinya jika inilah jalan terakhir yang ia miliki mungkin benar selalu ada jalan keluar namun hanya jalan ini yang i
Zehra tersentak, berpikir keras apakah ini sudah saatnya ia beraksi?Padahal ia berniat akan menuntaskan teh hangatnya dengan fokus untuk mengulur waktu serta menenangkan dirinya.Di saat yang bersamaan, Javas pun sudah menandaskan kopinya. Membiarkan keheningan berlalu dan menikmati ketegangan yang menyergap Zehra."Mau sampai kapan, kamu minum sambil menunduk? Gimana kalau ada rambut yang masuk ke dalam tehmu, hmm?" suara serta sentuhan Javas memecah keheningan dengan mengambil sejumput anak rambut Zehra dan diselipkannya ke belakang telinga dengan lembut. Sesungguhnya Javas gemas dan ingin segera menyentuh dan merasakan semua godaan dari tubuh Zehra. Rasanya sudah lama ia se-penasaran ini akan seorang wanita. Pandangan Zehra turun ke arah tangan Tuan Javas yang memegang paha dan sesekali merangkum pahanya."Aku nggak suka bertele-tele dan kali ini aku nggak mau di tolak, paham?"Zehra belum sempat mencerna maksudnya, dan ia bahkan belum sempat mengangguk. Wajahnya sudah ditarik
Dan Javas menyadari, ini pengalaman pertama bagi Zehra, dia harus membuatnya seindah mungkin, dia tidak boleh menyakiti Zehra. Karena itu sambil menggertakkan diri menahan gairahnya, Javas mencoba bergerak selembut mungkin, menarik tubuhnya pelan dari balutan sutra basah dan panas itu, untuk kemudian menghujamkannya lembut. Lagi dan lagi.Zehra tersentak, merintih dan mulai menggeleng panik menahan sakit. Dia ingin Javas berhenti atau melepasnya, tapi pria itu justru makin mendorong miliknya masuk, membentur beberapa kali sebelum akhirnya bisa menembus dinding yang menghalangi dari sumber kenikmatan hingga dia bisa menghujam makin jauh. Zehra mengejang, menjerit kesakitan dan tak sanggup bernapas, serasa mau pingsan. Kemudian Zehra merasakan kejantanan Javas, yang perlahan bergerak, tapi tetap membuatnya terkesiap. Zehra membuka matanya yang terpejam, menatap Javas di atasnya. Lelaki itu menatapnya dengan tajam, matanya berkabut, napasnya terengah, dan sejumput rambut tampak jat
"Kenapa? Kamu tersinggung dengan pujian saya?" Pujian? Hah! Apa itu pantas disebut pujian? "Daripada pujian, saya pikir siapapun yang mendengar kalimat Tante barusan akan sepakat kalau itu lebih terdengar seperti kalimat sarkasme. “Dan—ya, saya cukup tersinggung.“ Aku Zehra jujur.Gauri mengeluarkan tawa ringan dari mulutnya.Menganggap angin lalu ketersinggungan Zehra dan bahkan tanpa mengucap kata maaf beliau mengalihkan pembicaraan. Gauri berkata dengan lembut tetapi mengejek, sambil mencondongkan kepalanya ke samping, khas wanita bersendok emas jika sedang mengejek lawan bicaranya, anggun tapi menyakitkan.Ini mengingatkan Zehra pada mereka yang pernah mengusiknya dan ibunya. Bertanya tapi menyudutkan, mengajaknya bicara lebih dulu kemudian mengejeknya."Tante, sepertinya hanya mencoba menyudutkan saya dari ucapan miring orang lain tentang saya, ya.” Zehra menyipitkan mata, Ia senantiasa akan menjawab kalimat pertama tetapi akhir pertanyaan itu sangat menyinggung dan tidak s
Zehra lantas berdiri dan menyempatkan diri untuk menjawab. “Mungkin karena saat itu gue benar terluka karena ditinggalin sama dia begitu aja, dan mungkin ini udah jalan takdir. Cara Tuhan kasih kesempatan kedua pada kami.” Gista membiarkan Zehra melewatinya setelah membiarkan Zehra keras kepala menyangkalnya."Siap?" tanya Ricky, tampil baik seperti biasa dengan kemeja hijau army yang sempurna untuk kulitnya yang bersih dan bahunya yang bidang. Sesaat Zehra tersenyum manis "Euhm. Tinggal pakai sepatu, bentar ya." "Okay." Dan pria itu menunggu. Zehra kembali memasuki kamar, memakai sepatu dengan cepat. Saat hendak keluar lagi Ia berhenti sebentar di hadapan Gista.“Doain aja yang terbaik, ya Gis dan makasih udah biarin gue menginap selama beberapa hari ini. Dah…”***Ricky melingkarkan tangannya di pinggang Zehra. Tidak ada seorang pun di lift kecuali mereka, tetapi ada keheningan yang nyaman di antara keduanya sampai Lift berhenti dan mereka berdua turun. "Relax, Ra. Kamu terli
“Halo, Theo cari tahu semua tentang Zehra termasuk masa lalunya bersama pria sialan itu!***Tujuh belas hari kemudian "I told them. Mereka bersedia mengosongkan jadwal di malam Sabtu." Ricky angkat bicara sembari bangkit dari sofa, bersiap beranjak usai menetap kurang lebih tiga puluh menit lamanya. Waktu sudah menunjukkan pukul 20:40, ia harus segera pulang dan tidur lebih cepat karena besok ia sudah harus beraktifitas seperti biasa. Zehra menoleh cepat, dahinya mengerut, “Mereka siapa?”“Orang tuaku, kamu bilang kamu mau menerima aku lagi asalkan aku serius sama hubungan kita, dan ini awal dariku. Aku usahakan tahun ini kita bertunangan atau bahkan menikah, gimana?”Zehra mengerjapkan matanya beberapa kali, ia terpaksa menghentikan kegiatannya yaitu membuat agar buah untuk cemilannya dirumah. "Kenapa lagi? Aku udah mempertimbangkan apa yang kamu tuntut dari aku, dan mereka udah setuju untuk kamu temui" dengus Ricky. "Kamu kamu mulai ragu sama hubungan kita?" "M-maaf, bukan itu
Zehra menatap ponselnya yang terus berdering atas panggilan Javas, setelah beberapa hari Javas menghilang tanpa kabar dan ia semakin intens berhubungan dengan Ricky. Zehra jelas tak ingin berpaku pada hubungannya dengan Javas di saat Ricky datang menawarkan hubungan yang serius, dan meski status ekonomi Ricky masih diatasnya setidaknya masih bisa ia gapai. Ah, satu hal lagi hubungan mereka akan segera berakhir sesuai kesepakatan di berkas yang telah mereka sepakati.“Ze, itu kenapa ponselnya nggak kunjung diangkat sih? Bikin ruangan jadi berisik aja!” seru Anggito.“Sorry,” jawab Zehra memindai sekitarnya, yang juga ikut terdistraksi dari kesibukan mereka. Diam-diam ia merasa berterima kasih pada Javas yang membantunya dalam mendapatkan modal hingga kini ia jadi salah satu investor kafe sekaligus perpustakaan milenial. “Halo, iya kenapa Jav?”“Kenapa baru diangkat, lagi sama siapa kamu?”“Sama anak-anak, aku lagi kumpul bareng teman. Maaf… tadi ponselnya baru aku lepas dari charger.
“Apa itu artinya benar, kalau kamu yang sekarang jadi wanita simpanan pelanggan club malam kamu itu?”Zehra menatap dalam pada kejauhan sepasang bola mata milik Ricky, ada rasa kecewa karena Ricky jelas tengah menuduhnya dengan gesture tubuh seolah -olah ia akan menerima kekecewaan. “Jawab pertanyaan aku, Ra!”“Menurut kamu? Apa lagi yang kamu dengar dari orang yang membicarakan aku, hmm?”Ricky menggusur kelima jarinya pada rambutnya yang sudah berantakan, “Jawab aja, Ra. Bilang sama aku kalau itu semua nggak bener! Aku tau kamu tipe perempuan yang punya pandangan lurus, maksud aku kamu itu wanita baik-baik. Jadi apapun keadaan kamu…. Kamu nggak mungkin melakukan itu ‘kan?”“Aku memang wanita baik-baik, Rick! Harusnya kamu percayai itu sebelum KAMU BERTANYA SAMA AKU…! Dan seharusnya kamu jangan pernah tanya itu sama aku,”“Ra,” Ricky merana saat Zehra melangkah mundur darinya. “Aku capek, mending kamu pulang aja, kita masih bisa bertemu lain kali ‘kan?” “Ra, aku udah nunggu kamu d
Zehra tersenyum sensual. "Jadi itu artinya aku berhasil." Zehra kembali mengalungkan tangannya di leher Javas, menekan pinggulnya agar mereka semakin rapat. "Aku sengaja menggoda kamu dengan cara yang salah, aku ingin kita melakukannya sekarang. Aku ingin merasakan esensi liburan yang sebenarnya, bukan jalang yang bekerja di pagi hari," ujarnya sembari meraba dada Javas demi meredam amarahnya.Javas memeluk Zehra, membelai rambutnya. "Jangan melakukannya lagi. Aku benar-benar akan menyakitimu kalau kamu tidur dengan orang lain disaat aku masih menginginkanmu." Dia menghirup aroma tubuh Zehra di ceruk lehernya."Lemaskan tubuhmu sayang. Kita berdua harus menikmatinya," tambahnya kembali pelan menggoyangkan pinggulnya.Zehra membeku. Keegoisan dan ancaman Javas membuatnya ngeri. Disaat yang sama pula dia mencair karena ungkapan "kita" yang berarti keegoisan pria itu telah goyah.Pinggul Javas yang bergerak pelan mulai menggelitik geli menggantikan rasa nyeri yang tadi menyerang Zehra . T
“Ya, ponsel ini milik Zehra. Ada keperluan apa menelponnya berkali-kali?”Di dalam kamar mandi, Zehra sangsi bahwa Javas akan mengikuti perkataannya, gerakan tangannya mulai melambat, ia cemas jika Javas berbuat lancang pada ponselnya seperti… Zehra mempertajam pendengarannya sudah tak ada lagi suara. Tapi hatinya bertambah cemas. Zehra menggelengkan kepalanya kasar, ia memutuskan buru-buru menyelesaikan ritual mandinya demi mengetahui apa yang dilakukan Javas tanpanya. "Javas!”Javas mendongak menatap Zehra yang berbalut handuk putih bersih dengan air yang masih menetes, ia duduk di depan Zehra, menyesap teh hangat di cangkirnya. "Ada apa Sayang? Apa yang kamu pikirkan sampai harus terburu-buru begitu?” tanya Javas menggoda, dan Zehra bersumpah ia mendengar nada mengejek dari suara Javas.“Ah, aku memang udah selesai,” jawab Zehra tersendat, sembari melirik ponselnya yang terletak aman di atas nakas.Javas memandang Zehra tak percaya, menunjukkan secara terang-terangan jika ia tak pe
“Well…. Sesuatu yang ingin aku praktek padamu, BDSM?”“Hah? Aku ‘kan udah bilang aku nggak mau!” saut Zehra melotot.“Anggap aja ini sebuah hukuman karena sudah menghianati hubungan kita,” balas Javas memandang Zehra dengan tatapan lurusnya.“Hufthh… dengar! Apapun itu aku tahu sulit buatku menolakmu karena statusku sekarang, tapi tolong jangan sekarang… aku capek setelah perjalanan jauh dan aku tahu kamu pasti sama capeknya jadi jangan sekarang, ok!”Javas menaikkan kedua bahunya acuh, “Ok, aku akan mandi duluan,” ucap Javas melewati Zehra yang melihatnya penuh antisipasi.***Javas yang bergeser mendekat. Menyelipkan lengan di pinggang dan memeluknya dari belakang. Sedangkan wajah pria itu mulai tenggelam di tengkuknya. "Jadi, kamu udah pasrah kalau aku akan mempraktekkannya sama kamu? Cuma perlu waktu yang tepat, ok aku paham."“Tapi, kamu tahu kita sedang berlibur ‘kan?”Zehra membeku. Bibir Javas menempel lembut di cekungan lehernya sementara napas pria itu yang mulai memberat be
Zehra termenung sesaat, dalam hati ia setuju dan sekali lagi ia dipaksa untuk mengingat posisinya. “Maaf… aku,”Javas melengos dan kembali sibuk berkutat dengan tabletnya itu, seolah menghentikan Zehra untuk bicara.Dan saat Zehra sudah menyimpan buku novel di dalam tasnya, giliran Javas yang mengabaikannya membuat Zehra cemberut karena ia jadi bingung harus melakukan apa, hingga ia memutuskan untuk mengatur posisi bangkunya untuk tidur sejenak. "Bangun!""Hah?""Kita udah sampai, ayo bersiap!" seru Javas singkat. Zehra mengucap syukur ketika pesawat yang mereka tumpangi berhasil landing dengan sempurna. "Jadi aku adalah orang pertama yang mengajakmu pergi sejauh ini, benar?" tanya Javas agak angkuh."Benar," saut Zehra kikuk, menurutnya agak menyedihkan untuk ia yang berusia dua puluh empat tahun, tapi masih terlampau sedikit pengalaman menyenangkan dalam hidupnya yang sebagian besar ia habiskan untuk bekerja dan menerima keadaan.Zehra mengikuti langkah kaki panjang Javas dari be