Bibir lumpuh seketika manakala rasa malu menyelimuti setiap inci dari tubuh ini. Malu karena sudah bertindak sembrono pada atasanku, tidak tepat dalam memadupadankan pakaian, dan riasan yang berantakan.
Aku langsung bertolak dari ruangan CEO menuju toilet, merapikan penampilanku yang awut-awutan tidak jelas. Pertama-tama perbaiki dulu riasan wajah. Setelah itu, aku balik badan, mengangkat rambutku yang terurai panjang. Untung saja pada saat itu hanya aku yang berada di toilet sehingga tidak ada orang lain yang mengetahui keadaanku yang sedang kacau.
Sungguh memalukan.
Pakaian dalam yang berwarna merah terpampang dengan jelas karena kemeja putih yang aku kenakan basah akibat tetesan air AC. Pantas saja Pak Malik menyuruhku pulang.
***
“Cara berpakaianmu sudah seperti artis yang sedang terkena skandal.”
Keahlian Pak Bos dalam mencibir tidak perlu diragukan, tapi apa dia perlu melakukannya sekarang di saat kami sedang menikmati makan malam?
“Pak…, jangan lakukan ini! Saya selalu menjaga diri demi suami yang sedang wajib militer. Bapak jangan coba-coba merusaknya!” Pak Malik membopongku dari sofa ke atas ranjangnya.Pria yang memiliki tubuh kekar itu sama sekali tidak menghiraukan pekikanku. Aku melakukan perlindungan diri dengan cara tangan kanan memegang bahu kiri dan sebaliknya, memegang bahu kanan dengan tangan kiri.“Tidak disangka ternyata kepalamu dipenuhi dengan pikiran kotor,”-si Bos menurunkanku, lalu menarik selimut menutupi sekujur tubuhku-“saya tidak membiarkanmu pulang ke unit sebelah karena khawatir kalau kamu akan menangis lagi jika sudah sendirian.”Enak saja orang ini mengatur di mana aku harus tidur. Memangnya dia punya hak apa untuk mengatur wilayah pribadiku? Keluarga? Bukan. Sanak saudara? Juga Bukan. Suami? Apalagi!“Saya terbiasa tidur dengan memeluk suami, di sini tidak ada dia jadi saya tidak bisa tidur!” Buat saja alasan sembarang.Drrrtt…“Halo. Iya M
Tidak ada orang lain selain aku yang berada di rumah Pak Malik. Ini adalah kesempatan yang sangat baik untuk mencari surat pernyataan yang aku tulis semalam.Diawali dari ruang kerja Pak Malik. Aku memeriksa setiap dokumen yang tersimpan di sana mulai dari dokumen yang ada di atas meja, di dalam laci, rak buku hingga yang tersembunyi di balik lukisan. Namun, surat itu tidak ada di sana.Pantang menyerah! Aku melanjutkan pencarian di ruang tamu, memeriksa setiap laci yang ada, dan mengintip ke bawah kolong meja dan sofa. Hasilnya nihil.DI MANA?DI MANA LAGI AKU HARUS MENCARI?***“IYA…, TUNGGU SEBENTAR!”Aku berlari dari kamar buru-buru membuka pintu masuk. Sesuai janjinya tadi pagi sebelum berangkat ke kantor, Pak Malik berkata bahwa dia akan datang menjemputku saat jam makan siang.“Maaf, Pak. Sudah membuat Anda menunggu lama,” ucapku sekadar basa-basi. Kalau tidak dibahas jadi basi.
“Selamat Pagi, Pak.”“Selamat pagi, Pak.”Semua karyawan yang memberi salam pada atasan kami yang agung hanya mendapat balasan anggukan sang CEO. Beliau memang tidak suka banyak bicara, kecuali pada orang-orang tertentu seperti diriku yang menjadi tempat pembuangan unek-uneknya yang tidak jelas.“Ke ruangan saya, sekarang!” Pak Bos baru saja tiba di kantor, beliau langsung memanggilku.“Baik, Pak.” Aku mengikuti Pak Malik dari belakang.Beliau dengan santai duduk bersandar di kursinya. “Apa agendaku hari ini?”“Pukul sepuluh sampai sebelas Anda akan bertemu dengan Direktur Immanuel untuk membahas masalah yang terjadi di Plant Cibitung. Pada pukul satu siang, Anda memiliki pertemuan dengan Departemen Penelitian dan Pengembangan. Setelah itu, Anda tidak memiliki agenda khusus dan bisa tetap berada di kantor,” terangku.Pak Malik diam saja. Matanya juga tidak fokus entah ke mana. Apabila beliau sudah bertingkah seperti ini, akan ada sesu
“Kemarin, Pak Malik memberi perintah untuk memperbaiki semua unit pendingin udara di kantor ini. Beliau juga mengisi ulang freon,”-Aulia menjauhkan mulutnya dari indra pendengaranku-“hasilnya kamu lihat sekarang. Ruangan jadi sangat dingin, membuat kita semua ingin buang air kecil lebih sering dari biasanya.”Perkataan Aulia tidak hanya terdengar memuji perbuatan yang dilakukan oleh Pak Malik, tetapi juga mencibirnya di saat yang bersamaan. Hal itu membuat Bunga tidak terima.“Bu kalau lagi ngomongin kebaikan Pak Malik yang total dong, jangan setengah-setengah. Selain memperbaiki pendingin udara, beliau juga memasang alat pelembab udara yang diletakkan di tiap sudut ruangan. Dia lelaki yang sangat hangat. Tahu saja kalau wanita membutuhkan pelembab udara agar rambut dan kulitnya tidak kering.”Gadis ini memuji Pak Malik dengan berapi-api. Penggemar memang beda.***Tidak ada manusia yang hidup di muka bumi tanpa memiliki masalah. Mereka datang dan
“AAAAAYOO DIGOYAAAAANG…! SEMUANYA TERIIAAAK AAAAAAAAAAAAA!”Semua orang bersemangat, tak terkecuali Aulia yang kini sedang bernyanyi di depan sana.Sesuai dengan perkataan Pak Malik, seluruh karyawan Pecitra yang berada di lantai 17 Pelisia Quarter Keeps menikmati makan malam bersama dan bernyanyi ria setelahnya.Mereka memanfaatkan momen ini dengan baik. Kapan lagi orang-orang ini dapat bersenang-senang tanpa perlu memikirkan biaya yang dihabiskan.“ALBA! KENAPA SIH PAK MALIK TIDAK IKUT?” tanya Aulia. Wanita tersebut masih memegang mik di tangan kanannya.“TIDAK TAHU!”Sebenarnya aku tidak memberi tahu Pak Malik di mana lokasi acara malam ini karena aku tidak ingin bertemu beliau. Bosan rasanya setiap hari bertemu dengan orang itu terus-menerus dari pagi, siang hingga malam.“AYO KITA BUAT VIDEO TERIMA KASIH UNTUK BAPAK. SEMUANYA KUMPUL DI SINI.” Aulia meminta semua orang untuk b
Rasa kesal dalam dada terhadap Pak Malik tak bisa ditutupi. Bagaimana tidak? Ternyata tempat yang beliau datangi malam ini adalah butik pengantin, yang lebih mengesalkan adalah ketika seorang karyawan butik bertanya tentang model gaun pengantin seperti apa yang kami inginkan, dengan santainya Pak Malik berucap kalau dia ingin yang paling mahal. Mentang-mentang dia kaya.“Calon pengantin wanita sudah siap,” ucap salah satu pegawai butik di mana aku mencoba gaun pengantin.Saat kain penutup kamar pas dibuka, pemandangan pertama yang aku lihat adalah ekspresi Pak Malik yang tidak pernah dia tunjukkan sebelumnya. Pria itu bangkit dari kursi tunggu dengan mata membulat. Terlihat jakunnya naik turun bersamaan dengan ludah yang meluncur dalam kerongkongan.“Bagaimana, Pak?” tanyaku.“Yang ini saja.” Lelaki itu menghampiriku kemudian memasang tudung pengantin.Hanya itu yang Bapak katakan? Setidaknya berikan pendapat meskipun hanya satu kalimat singkat.“Yakin tidak mau lihat yang lain dulu?”
“Ibu mau ngapain cari Bunga?” tanya Ratna padaku. Kepalanya dimiringkan, terlihat mirip seperti tokoh antagonis dalam sinetron.“Menurut ngana?” Aku juga memiringkan kepala sambil mengibaskan rambut.Aulia mengelus pundakku. “Sudah Al. Kita tahu kok, memang sudah jadi tugas kamu untuk jaga rahasia Bapak. Masalah ini sampai di sini saja ya, lagi pula Bunga juga tidak tahu siapa calon istri Pak Malik.”Hah?!Ternyata seperti itu.Selamat, aku tidak ketahuan.Meskipun begitu, aku tetap harus memastikan satu kali lagi. “Kamu tidak bohong, kan?”Aulia mengangguk-angguk.“Kami hanya penasaran wanita mana yang akan menjadi pendamping hidup Pak Malik. Kita percaya kalau kamu pasti tahu siapa dia. Makanya….”Syukurlah!Akhirnya, aku bisa bernapas lega. Untung saja aku tidak berkata macam-macam. Bisa runyam urusannya kalau salah bicara pada mereka.&l
“Bapak yakin?” tanyaku sambil menunjuk tumpukan pakaian dalam koper beliau.“Tentu saja.” Dia mengunci koper.Aku ingin sekali meninju Pak Bos. Dia sungguh keterlaluan. Bagaimana mungkin beliau hanya membawa tiga set baju tidur dan satu set pakaian santai untuk perjalanan ke luar negeri selama satu minggu.“Kamu tidak perlu khawatir, di hotel kan ada layanan cuci baju.” Lelaki itu membawa kopernya ke depan pintu masuk apartemen.Ini bukan tentang ada layanan cuci baju atau tidak, melainkan pada perbandingan pakaian yang dia bawa. Biasanya aku menyiapkan dua setel baju formal, satu setel baju santai, dan satu baju tidur untuk satu hari perjalanan dinas.Perbandingan antara baju tidur dan pakaian santai yang dibawa Pak Bos adalah 3:1 artinya selama berada di Singapura beliau akan menghabiskan waktu lebih banyak di kamar hotel daripada melakukan kegiatan di luar.“Kamu sedang mikirin apa? Kenapa diam sa