“Sayang, aku tidur dulu yah. Ngantuk banget nih,” ucap Rasenda setelah minum air putih dariku yang sudah diberi obat tidur.“Iya sayang,” jawabku.Aku menepuk-nepuk pundakku sebagai tanda agar suami bersandar di bahuku. Dia pun segera menjatuhkan kepalanya di sana. Setelah kupastikan bahwa Rasenda benar-benar terlelap, aku pun memindahkannya ke atas pangkuan.“Bagaimana persiapannya, Pak?” tanyaku pada Pak Michael yang duduk di kursi kemudi.“Semuanya sudah siap, Bu. Tak perlu khawatir,” jawabnya.“Apa Ibu Mertuaku datang?” tanyaku kembali.“Iya Bu. Namun, beliau hanya sebentar di sana karena tidak kuat dengan angin laut,” ujarnya.Kami menembus jalanan Jakarta menuju pelabuhan, tempat di mana kapal milik Pelisia Grup berlabuh. Kapal tersebut diberi nama Pelisia Tirta Mas, sebuah kapal pesiar berukuran kecil yang mampu menampung sekitar seribu orang.“Silakan Bu,” ucap Pak Michael saat dia membuka pintu penumpang untukku.“Tolong bantu suamiku dahulu,” pintaku pada lelaki itu.Syukurl
“Semalam tidurmu nyenyak?” tanya Rasenda. Dia menghampiriku yang sedang menikmati matahari terbit, lalu memberikan kecupan singkat di kening.Biar aku tebak. Suamiku pasti menderita amnesia parsial. Kalau tidak, dia tak akan bertanya demikian.Tadi malam, tepatnya setelah diriku memberi tahu suami tentang penggunaan dasi di tangan, dia segera mempraktekkannya. Lelaki ini tanpa ragu mengikat tanganku menggunakan dasi, lalu mengaitkannya ke kepala tempat tidur.“Masih berani tanya begitu?” tanyaku pada suami sambil menunjukkan pergelangan tangan yang merah akibat perbuatannya semalam.Rasenda meringis. “Maaf sayang. Semalam aku kebablasan,” kilahnya.Alasan yang dia ucapkan tidak masuk akal. Bagaimana bisa dia bisa kehilangan kendali? Dia tidak mabuk maupun menggunakan obat. Dasar lelaki banyak dalihnya.“Sudahlah. Berhubung hari ini kamu ulang tahun, maka aku tidak perhitungan lagi,” ucapku. Tid
“Coba pakai ini,” ucap suamiku. Dia membawa botol yang berisi air panas dan meletakkannya di perutku yang sedang mengalami kram.“Gimana rasanya?” tanya lelaki ini.“Jadi lebih baik. Makasih yang sayang,” ucapku seraya memberi ciuman di pipinya.Semenjak pulang dari acara perayaan ulang tahun suamiku, tubuh ini mengalami banyak masalah kesehatan. Aku aku jadi sering pusing dan mengalami kelelahan meski tidak melakukan pekerjaan yang berat.“Aww sakit,” keluhku saat suami menutupi tubuhku dengan selimut. Gerakan tangan lelaki ini mengenai dadaku dan memberi rasa nyeri di sana.“Maaf sayang, aku tidak sengaja,” ucapnya.Terlihat dari raut wajah suami bahwa dia benar-benar tidak tahu apa yang baru saja dilakukannya. Dia hanya minta maaf agar aku tak marah.“Tidak apa-apa,” jawabku. “Aku mau ke toilet dulu ya.”Sudah sebulan terakhir frekuensi buang
“Mantuku! Mama datang,” teriak ibu mertua saat dirinya tiba di unit kami.Setelah mengetahui kalau diriku hamil, Rasenda langsung menghubungi ibunya dan memberi tahu kabar bahagia tersebut. Sontak saja wanita itu datang kemari membawa begitu banyak barang."Biar saya bantu Ma.” Aku berusaha mengambil tentengan di tangan ibu mertua, namun beliau menolak.“Sudah kamu duduk saja, perempuan hamil tidak boleh capek-capek,” ujar ibu mertua.“Lagian juga ada Michael yang bantu Mama, kamu tidak usah khawatir. Orang hamil enggak boleh kebanyakan pikiran,” sambungnya.Aku paham bahwa beliau memperlakukanku demikian karena sedang mengandung cucunya, tetapi tidak enak rasanya jika aku duduk berdiam diri saja di saat orang lain kerepotan membawa banyak barang, apalagi beliau sudah tua.“Bu, ini taruh di mana?” tanya seorang perempuan yang datang bersama ibu mertua.“Oh, di sini saja dulu,
“Pagi Pak,” sapa para karyawan pada Rasenda ketika kami tiba di kantor.“Pagi,” jawab lelaki ini.“Siapa yang taruh kardus di samping meja?” Dia menunjuk kardus tersebut yang berisi tumpukan berkas.Andre, salah satu karyawan yang bekerja di lantai tujuh belas menunjukkan diri dan berkata, “Saya Pak.”Hal tersebut membuat Rasenda langsung menyuruh untuk memindahkan kardus itu ke tempat yang seharusnya. Jika tidak, maka letakkan di bawah kolong meja agar tak menyandung orang yang sedang jalan.“Kamu!” sang CEO Pecitra menunjuk wanita yang bernama Mia.“Kalau taruh gelas jangan di tepi meja! Nanti kesenggol orang terus jatuh, lantainya jadi basah. Kalau ada yang terpeleset bagaimana? Kamu mau bayar biaya ke rumah sakit?” sambungnya.Wanita yang ditegur tersebut, seketika menjadi pucat pasi. Ia pun segera memindahkan gelas yang dikomplain oleh Rasenda ke bagian tengah meja.“Sudah saya pindah, Pak. Apa masih perlu ke tengah lagi?”
Aulia membiarkanku melihat layar ponselnya. Ternyata dia sedang menyaksikan video unggahan Ayu di media sosial.“Al, coba kamu baca komentar,” ucap wanita ini dengan wajah cemas.Tangan gemetar dan badanku mematung kaku setelah membaca komentar orang-orang. Mereka melontarkan kata kasar dan makian tak terhenti. Bukan tanpa alasan para warganet bertindak demikian. Itu semua karena video unggahan milik Ayu.Video yang diunggah tersebut merupakan reviu penggunaan produk perawatan kulit yang bernama Youth Lasting Retinol Serum. Produk ini dikeluarkan oleh Petals Allure, merek dagang milik Rosiana.“Setelah menggunakan produk ini, kulitku terkena iritasi. Timbul kemerahan dan juga pengelupasan yang tak wajar,” ucap Ayu dalam unggahannya.“Atas pengalaman buruk tersebut, aku pun memutuskan untuk melakukan uji laboratorium agar mengetahui kandungan apa saja yang ada di dalam produk Youth Lasting Retinol Serum dari Petals Allure. Hasilnya, diketahui jika produk ini ternyata menggabungkan retin
“Bagaimana keadaan Ibu saya, Dok?” tanya suamiku pada dokter yang merawat ibu mertua di rumah sakit terdekat dari tempat tinggal beliau.“Syukurlah, pasien sudah melewati masa kritis. Meski begitu, kami perlu memantau perkembangan beliau setiap saat,” jawab dokter tersebut.“Terima kasih, Dok,” ucap Rasenda.Lelaki itu berjalan gontai menuju ruang pasien di mana sang ibu berada. Meski dia tak mengatakannya, aku tahu bahwa ada beban berat yang sedang dia pikul sendirian. Andai saja diriku dapat membantu, pasti akan kulakukan apa pun untuknya.“Pak, apa yang sudah terjadi? Bukannya Mama sudah sehat? Kenapa tiba-tiba beliau jatuh sakit begini?” tanyaku pada Pak Michael yang selalu berada di sini bersama ibu mertua.“Sebenarnya, Ibu tidak pernah benar-benar sehat. Keadaan beliau hanya ‘membaik’. Dokternya di Singapura menyarankan agar beliau melakukan rawat jalan di Singapura saja, namun
Baru dua minggu berselang semenjak Ayu mengunggah videonya, jajaran direksi mengadakan rapat. Agendanya tak main-main, yakni mengganti CEO perseroan.“Coba katakan sekali lagi, Pak,” ucapku pada Pak Kevin yang masih tak percaya akan berita yang kudengar.“Dewan Direksi mengadakan rapat untuk menentukan kandidat potensial yang akan menggantikan Pak Malik dari posisi CEO. Jika bergerak sekarang, Ibu masih punya waktu untuk menghentikan mereka,” jawab Pak Kevin.“Bukannya pergantian direksi hanya bisa dilakukan jika mendapat persetujuan dalam Rapat Umum Pemegang Saham?” tanyaku.“Memang benar seperti itu, Bu. Oleh karenanya, kandidat pengganti CEO yang diputuskan dalam Rapat Dewan Direksi hari ini akan dibawa ke Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa yang akan diadakan bulan depan,” terang lelaki ini.“Tidak tahu malu! Beraninya mereka menunjukkan taring secara terang-terangan. Padahal dia memimpin p
Terima kasih aku ucapkan pada:Editorku, Kak Dian dan Kak Lucy. Berkat kalian berdua, ‘Jebakan Cinta sang CEO’ dapat tayang di Goodnovel;Para pembaca. Kalian memotivasiku untuk menyelesaikan cerita. ‘Jebakan Cinta sang CEO’ atau memiliki judul lain ‘Suami Magnetis’ merupakan naskah pertamaku di platform ini. Aku harap kalian menyukainya;Terkhusus untuk Jin, lelaki paling tampan di dunia dan sejagat raya pada abad ini. Oppa, thank you for giving me inspiration in writing this manuscript. If Oppa hadn’t held fan meeting a few months ago as well as became the torch bearer for The Paris 2024 Olympics, ‘Jebakan Cinta sang CEO’ would have had a different storyline. Oppa, i have a dream that one day my scripts will be adapted into drama and you become the one who play the main role. I hope my dreams come true.Saat ini aku sedang mengerjakan naskah lain berjudul Hidden Tea. Semoga cerita tersebut dapat tayang di platform ini juga. Sekian.
“Sayang, kamu enggak marah sama aku?” tanyaku.Saat ini diriku berada di bawah selimut yang sama dengan Rasenda. Setelah kami berdua melakukan penyatuan, rindu yang mengapur pun melebur. Suasana yang awalnya dingin, kini menjadi cair.Dengan lembut, Rasenda memeluk tubuhku yang masih polos dan apa adanya. “Marah kenapa?”“Karena aku jual Jantung Medusa, hadiah dari Mama,” jawabku dengan suara yang pelan, lalu menyembunyikan wajah di pelukan Rasenda.Pada saat diriku bilang ke Rosiana bahwa aku akan melepas Jantung Medusa, sebenarnya aku takut jika Rasenda membenciku. Meski pada saat itu lelaki ini membiarkan tindakanku, namun tetap saja ada perasaan tak enak.“Asalkan itu membuatmu senang, tidak ada masalah,” jawabnya.“Lagi pula, kamu tidak jual benda itu atas dasar keputusanmu sendiri. Aku masih punya andil di dalamnya. Ingat! Aku yang melepas perhiasan itu ke orang lain karena akulah yang menyimpannya. Jadi, jangan salahkan dirimu, oke,” imbuhnya.Betapa baiknya suamiku. Padahal ka
Empat hari kami berada di Korea mulai dari Kamis hingga Minggu. Kalau saja Aulia bukan budak korporasi, mungkin kami akan berada di sana hingga satu minggu ke depan.“Manu, tolong bawa ke dalam dan bagi dengan yang lain,” pintaku pada orang itu, wanita yang disuruh oleh Rasenda untuk mengawasi gerak-gerikku.Dia membawa masuk koper yang kuberikan dan membukanya. Betapa terkejut wanita itu setelah dia melihat isi dalam koper tersebut. Terdapat berbagai produk kecantikan, seperti masker wajah, lipstik dan pelembab. Tak ketinggalan juga teh yuja, ginseng serta berbagai makanan khas Korea.Selama berada di negeri K-pop, Aku dan Aulia memuaskan diri berkeliling ke berbagai tempat. Dari lokasi wisata hingga pusat perbelanjaan, kami kunjungi semua. Tak peduli mau beli atau tidak, yang penting kami bisa cuci mata.“Ya ampun banyak banget, Bu. Apa enggak rugi kena cukai?” respons Manu.Persetan dengan cukai atau apa pun itu, toh yang bayar suamiku. Dia sendiri juga sudah bilang agar aku memuas
“Hai sayang! Gimana kabar?” Rosiana mencium pipiku, kiri dan kanan.“Baik Kak. Kakak gimana?” jawabku.Wanita yang kini mengenakan kemeja putih ini menggenggam tanganku. “Luar biasa.”Kami bertemu di kafe yang terletak di daerah Megamendung. Tempat itu memiliki pemandangan indah yang menghadap ke Gunung Salak.Selain memanjakan mata, kafe tersebut juga memanjakan lidah, terutama bagi pengunjung yang mencintai makanan pedas. Mereka menyediakan berbagai menu yang dipadukan dengan sambal bakar seperti ikan gurame, ayam bakar pedas manis, steik bumbu kacang dan masih banyak lagi.“Langsung saja tidak usah basa-basi. Aku dengar kamu punya Jantung Medusa.” Baru saja bertemu, wanita ini sudah bertanya tentang perhiasan.“Dari mana Kakak mendengarnya?” tanyaku.“Dari kenalanku. Dia ingin membelinya,” ujar Rosiana.Memang yang namanya gosip cepat beredar. Mend
“Sayang kamu pasti bercanda, kan?”Aku menarik jas pria ini dengan tangan yang gemetar. Bagaimana mungkin dia berubah menjadi begitu kejam?Kertas yang dia berikan padaku merupakan surat pengunduran diri yang sudah diatur olehnya. Dia, bahkan tak meminta pendapatku lebih dahulu. Inikah hukuman darinya?“Selama ini aku tak bermaksud untuk menyembunyikan kebenaran ini. Aku hanya belum sempat mengatakannya…, tidak…, aku tak berani mengatakannya karena takut kalau kamu jadi makin sedih,” ucapku.“Saat itu, kamu baru saja kehilangan Mama. Jika aku memberi tahu kalau aku keguguran….”“Tetap saja aku berhak tahu!” bentaknya. “Bagaimanapun juga, dia juga anakku.”Seumur hidup, aku tak pernah melihat Rasenda marah sampai membentakku seperti malam ini. Biasanya, tak peduli seburuk apa suasana hatinya, dia tak akan berbicara dengan nada tinggi padaku.“Apa kar
Semenjak Ayu mengunggah video klarifikasi, kepercayaan publik yang sempat hilang pun kembali. Demikian juga dengan kepulangan Rasenda dari Singapura membuat atmosfer Pecitra menjadi lebih baik dari hari ke hari.Lelaki itu berhasil membujuk klien Pecitra yang ingin memutus kerja sama untuk mengurungkan niatnya. Dengan demikian, kerugian yang mengancam perusahaan dapat ditekan.Rasenda berjalan keluar dari ruangannya dan singgah di mejaku. “Sayang, buka akun sekuritas kamu deh,” ucap lelaki itu. Aku pun menurutinya.Betapa terkejut diriku saat melihat ekuitas yang aku miliki saat ini. Besarnya tak tanggung-tanggung hingga mencapai enam bagger. Modal awal yang aku taruh adalah delapan belas miliar enam ratus juta rupiah dan kini nilainya menjadi seratus sebelas miliar enam ratus juta rupiah.“Sayang! Ini beneran uang aku naik lima ratus persen?” tanyaku pada suami untuk memastikan diriku yang masih percaya bahwa ini mimpi.
Setelah menyelesaikan sambungan telepon dengan suami, aku merasakan ada sesuatu yang mengalir di bawah sana. Awalnya hanya terasa lengket, namun makin lama terasa kian deras.“Bu, silakan dipakai.” Bu Angelic memberikan pembalut padaku. “Di dekat sini ada mol, kita bisa pakai toilet di sana,” sambungnya.Setelah wanita itu berkata demikian, aku pun refleks meraba celanaku dan melihat ke belakang sana. Betapa terkejutnya diriku mendapati rembesan darah yang masih segar.“Ini tidak mungkin,” gumamku.“Sudah Bu, tidak usah malu. Kita kan sama-sama perempuan. Wajar saja kalau bocor saat sedang deras-derasnya,” ujar Ibu Angelic.Selama ini, tak ada yang mengetahui kehamilanku, kecuali suami dan ibu mertua. Oleh karena itu, tak heran jika wanita ini mengira bahwa aku sedang menstruasi. Hal ini ada baiknya juga sebab pendarahanku tak menimbulkan kegaduhan.“Pak Kevin dan Bu Angelic balik duluan
“Surprise, moda faka!” ucapku dengan intonasi yang manis disertai senyuman lebar pada Ayu, wanita yang membuat kekacauan di tubuh Pecitra dalam beberapa minggu belakangan.Perempuan itu terburu-buru menutup kembali pintu masuk begitu dia tahu kalau yang berkunjung ke tempat tinggalnya adalah diriku dan dua pejabat tinggi Pecitra. Berani bertaruh, dia pasti tak menyangka kalau kami akan datang ke rumah yang dia rahasiakan dengan baik.“Tidak mempersilakan kami masuk?” Aku menahan daun pintu dengan sepatu.Ayu tetap bersikeras menutup pintu, namun Pak Kevin berhasil menariknya dan menerobos masuk. Perempuan itu pun berteriak minta tolong. Sayangnya, usaha tersebut tak membuahkan hasil karena kami lebih dahulu membungkam mulutnya.“Jangan kamu pikir bisa berbuat seenaknya setelah merusak nama baik Pecitra,” ucapku padanya dengan suara pelan, tepat di telinga perempuan itu.“Kalau kalian berani macam-m
“Bagaimana situasi di Jakarta?” tanya Rasenda padaku yang sedang berada dalam perjalanan menuju Petals Allure.“Semua aman terkendali meskipun ada kayu yang melintang. Kamu tenang saja karena aku sudah membereskannya,” kataku, merujuk pada Rapat Dewan Direksi yang baru saja digelar.Bila teringat tentang rapat tersebut, dadaku jadi bergemuruh. Kalau berbuat kekerasan tak melanggar hukum, mungkin aku sudah menarik rambut para direksi sampai kepala mereka botak.“Aku kesal banget tahu. Bisa-bisanya mereka mau gantiin kamu. Dibilangnya kamu mangkir dari tugas saat perusahaan sedang ada masalah. Padahal kan di sana kamu juga masih mengerjakan urusan kantor,” sambungku.“Lalu apa yang kamu lakukan?” tanya lelaki itu dari balik telepon.“Ya aku lawan. Untung saja kamu kasih aku surat kuasa untuk atur saham yang kamu punya. Aku bilang saja kalau aku memegang saham mayoritas bahkan sampai tujuh puluh persen, jadinya mereka enggak bisa berdebat lagi,” jawabku.Rasenda pun tertawa keras setelah