Klien baru?
Seksi?
Disaat kepalaku masih tak bisa menebak mengapa aku harus berpenampilan terbuka, ibu kembali melanjutkan pembicaraan tanpa tau apa yang tengah aku pikirkan.
‘’Ibu harap kamu bahagia di sana. Walau bapakmu masih belum merestui, tapi ibu yakin, lambat laun, beliau pasti akan mengerti.’’
Bapak memang tidak setuju aku menikah dengan Mas Ega. Menurutnya, aku belum terlalu mengenal suamiku. Dan lagi, bapak berpikir pernikahanku itu karena dituntut ibu perkara usiaku yang mana gadis-gadis di daerahku sudah banyak yang menikah. Padahal aku telah meyakinkan bapak, jika aku memang menaruh rasa pada Mas Ega dari dulu. Tapi bapak tidak menerima alasan itu.
Beliau terpaksa menyetujui pernikahan karena desakan dan bujukan ibu.
‘’Selin kangen rumah, Bu. Nanti tolong sampaikan salam buat bapak dan Handi, ya, Bu,’’ lirihku pelan.
‘’Kamu baru dua hari ninggalin rumah. Jangan kangen dulu. Cari uang yang banyak, setelah itu, baru kamu boleh pulang. Ingat, Sel, adik kamu harus kuliah. Bapak kamu juga sakit-sakitan. Ibu kalau bukan ngarepin kamu dan Ega, kemana lagi ibu harus meminta?’’
Terenyuh batinku mendengar ungkapan hati seorang ibu. Gempuran ekonomi selalu saja membuat air mata ini keluar.
Sejak memutuskan keluar dari desa dan ikut suami merantau ke kota, aku membajakan tekad untuk keluar dari lingkaran kemiskinan.
Tapi, salahkah aku mengatakan rindu? Sekalipun ibu tiri, seharusnya ibu tau rumah yang ku maksudkan itu apa. Aku begitu dekat dengan bapak. Aku juga merindukan Handi walau kami tidak seibu. Kami bertiga sangat dekat satu sama lain.
‘’Iya. Ibu jangan khawatir. Selin akan memastikan kebutuhan keluarga kita terpenuhi,’’ ucapku yang kini dijadikan sebagai tulang punggung.
Setelah mematikan telepon, aku mendengar pintu ruangan diketuk. Lekas aku membukanya di mana Rosdiana sudah berdiri sambil membawa gaun merah cantik berpotongan rendah.
‘’Itu untukku, Mbak?’’
‘’Iya. Ini yang paling elegan. Ega sendiri yang memilihkan.’’
Ku tutup pintu dengan tidak memalingkan objek itu dari pandangan.
‘’Mbak, apa tidak ada yang lebih sopan?’’ Bila bapak tau pakaian seperti inilah yang aku pakai, bapak pasti melarang.
Mbak Ros tampak menarik nafas panjang. Sepertinya dia juga tidak bisa membantah keinginan Mas Ega.
‘’Sel, sebelum ke Jakarta bukannya kamu sudah tau tugas seorang model Ega itu apa?’’
Sepertinya ada yang tidak aku ketahui. ‘’Bukankah hanya berpose saja, Mbak?’’
‘’Model-model Ega tidak pernah sesederhana itu, Sel. Kamu harus menurut, apapun yang diperintah Ega. Kamu harus patuh. Kalau tidak, kamu bisa berakhir didepak dari studio. Karirmu akan mati.’’
‘’Hanya karena itu, Mbak?’’ Bagiku terdengar sangat sepele.
Rosdiana menggantungkan gaun di antara baju-baju menggantung. Kemudian melangkah cepat, mengintip keluar untuk memastikan tidak ada yang mengintip. Lalu berbalik menatap ke arahku bersama raut waspada tingkat tinggi.
‘’Sel, saat di hotel semalam, kamu pulang atau enggak?’’
Aku menggeleng.
‘’Kamu sama Ega di sana? Atau ada orang lain di situ?’’
‘’Iya. Hanya ada aku berdua dan Mas Ega, Mbak. Memangnya kenapa?’’
‘’Kamu yakin hanya berdua?’’
Kini ku anggukan kepala. Cecaran kalimat Mbak Ros membuat perasaanku sangat tak enak.
‘’Kamu tau, gak? Model-model Ega sebelumnya, juga seperti itu. Sering sekali menghabiskan berdua sama Ega di hotel setelah pemotretan. Mereka menjalin asmara. Memang sih tidak sampai menikah seperti kamu gini.’’
Sebagai istri yang baru dinikahi dua hari dan tidak tau menau tentang masa lalu suami, hatiku jadi tak karuan sekarang ini.
‘’Kamu jangan marah, ya, Sel. Mbak cuma kasih tau aja. Setelah itu…’’
‘’Setelah itu apa, Mbak?’’
‘’Mereka putus dan gak jadi model lagi. Mereka lebih memilih jadi…’’ Mbak Ros membisikkan satu kata di telingaku.
Saat itu, aku seperti tidak percaya dengan penuturan wanita yang telah bekerja dengan Mas Ega selama sepuluh tahun tersebut.
‘’Mbak serius? Bukankah jadi model bayarannya besar?’’
‘’Mungkin bagi mereka kurang kali. Jadi ya, kalau ada cara mendapatkan duit jalur cepat, kenapa harus ditolak? Yang aku dengar, mereka mengambil jalan pintas seperti itu karena tidak ada satupun agency yang mau menerima mereka. Sekalinya kamu masuk ke Ega studio, karirmu meroket uangmu banyak. Tapi kalau kamu pergi dari sini, ya siap-siap saja seperti Ana, Ziva dan Kanaya.’’
Aku memandang foto-foto wanita yang Rosdiana sebutkan. Potret mereka terpajang di dalam ruangan.
Mereka sangat cantik. Tapi kenapa memilih menjadi wanita kupu-kupu malam?
Tapi aku istri sah Mas Ega. Aku tidak gelap mata akan harta, juga tidak cinta pada dunia. Aku mencintai suamiku, tulus.
‘’Lalu kenapa mbak menanyakan tentang aku di hotel kemarin?’’
‘’Astaga, hampir saja aku lupa ngasih tau!’’ Rosdiana menepuk jidatnya. Tapi aku tidak bisa tertawa padahal wajahnya begitu lucu saat itu.
‘’Pokoknya, kalau ada orang lain di kamar selain kamu dan Ega, kamu harus hati-hati, Sel. Kalau perlu, kamu lari dari sana,’’ ucapnya dengan wajah serius.
Spontan aku mengingat laki-laki berkemeja hitam yang keluar dari kamar. ‘’Memangnya kenapa, Mbak? Apa yang akan terjadi jika ada orang lain di sana?’’
‘’Umurmu sudah tua, tapi kamu benar-benar polos, ya, Sel. Nggak heran kalau Ega sampai nikahin kamu.’’
Aku semakin tidak mengerti dengan ucapan Mbak Ros. Karena yang ada di pikiranku saat ini, kemarin ada Rosdiana di dalam kamar hotel dan tidak terjadi apapun padaku.
‘’Intinya aku udah ngasih tau kamu. Sekarang, kamu harus hati-hati!’’ kata Rosdiana. Lalu mengambil gaun yang akan aku pakai. ‘’Eh, kamu mau kemana?’’
Tidak aku pedulikan teriakan Rosdiana di belakang sana. Aku lebih memilih memakai bajuku sendiri saat datang ke studio lalu keluar mencari Mas Ega.
Aku ingin tau maksud dari perkataan Rosdiana, langsung dari mulut Mas Ega sendiri.
Ketika aku sampai di depan ruangan Mas Ega, aku urung memutar gagang karena riuh ramai terdengar dari dalam. Seperti masa yang tengah merayakan sebuah kemenangan.
‘’Sudah saya masukkan di aplikasi, Bos. Banyak yang menawar dengan harga tinggi.’’
‘’Kalau ditambah video pasti akan lebih bagus lagi. Dengan foto saja banyak yang tergoda, apalagi jika kita menambah dengan unggahan video?’’
Aku pun memilih mendengar percakapan karena mendengar suara Fatir.
Tidak mengingat apapun ketika berada di hotel dan tau-tau sudah tidak memakai apapun, serta penjelasan Mbak Ros mengenai bila ada orang lain di kamar, pikiranku jadi kacau balau.
‘’Baik. Nanti kita akan ambil video. Kamu siap-siap saja dapat telepon dari saya untuk eksekusi.’’
Tiba-tiba bulu romaku berdiri mendengar perintah dari suamiku.
Entah video apa maksudnya. Tapi yang membuatku terlonjak saat itu adalah, seseorang menepuk pundakku dari belakang.
‘’Syukurlah kamu masih di luar. Aku kira kamu sudah masuk,’’ seru Mbak Ros seraya mengelus dada. Dia tampak begitu lega karena aku belum menanyakan tentang hal yang Mbak Ros adukan padaku tadi pada Mas Ega.‘’Kalian?’’ Mas Ega mengintip dari jendela. Lalu membuka pintu lebar-lebar penuh raut curiga. ‘’Selin? Ros? Ada apa ini?’’ tanyanya dengan nada tinggi. Pasti Mas Ega mengira kalau aku dan Mbak Ros menguping. Aku perhatikan, suamiku ini sangat sensitif terkait pembicaraan yang tidak melibatkanku namun tak sengaja aku tau.Mbak Ros menatapku gugup. ‘’Mas, aku mau tanya tentang baju yang harus aku pakai. Kenapa kamu kasih aku model begitu? Aku tidak suka desainnya.’’ Terpaksa mengelabui karena aku melihat Mbak Ros begitu pucat. Tapi aku memang tidak suka pakaian tersebut.‘’Oh, kirain apa.’’ ‘’Aku pakai baju pilihanku sendiri boleh, ya?’’‘’Terserah. Yang jelas kamu harus tampil cantik.’’ Mas Ega berkata sambil menahan kedua pundakku. Tidak lupa mencium pipi sebelah kiri menganggap
Ada aroma alkohol tercium. Deru napas berat sarat akan hasrat. Aku bisa merasakannya dari cara Mas Ega melucuti pakaianku satu persatu. Sepertinya, hari ini Mas Ega berhasil mendapatkan klien. Dan berhubungan intim adalah cara Mas Ega merayakan keberhasilan. Melerai ketegangan di antara kami sebelumnya.Di dalam kamar gelap itu, aku menerima banyak kenikmatan dan hal-hal panas memabukkan jiwa. Ini tidak seperti Mas Ega. Bahkan ini lebih menggairahkan dibandingkan malam pertama.Otot-otot kekarnya, lebar bahu yang membuatku candu untuk memeluknya, semua seperti tidak nyata. Sebab, aku baru tahu bila Mas Ega memiliki tubuh bagus nan berisi. Selain itu, banyak gerakan-gerakan baru yang membuat tubuhku bergetar syahdu. ‘’Mas…’’Setiap aku memanggil namanya, Mas Ega melumat habis bibirku. ‘’Akh…’’Setiap desahan terdengar, Mas Ega menggauliku seperti suami yang sudah lama tidak menyentuh istri.Rasanya, aku bagai dibawa terbang ke langit tujuh bidadari. Aku ingin melihat bagaimana sua
‘’Kamu dari mana, Cantik?’’Lepasnya pelukan Mas Ega, berikut kata-kata manisnya yang beracun itu, membuatku ingin sekali meninju wajahnya.Tapi aku tidak langsung lepas kendali. Aku memilih bersabar karena harus mencari tau dulu kebenaran tentang pria semalam.‘’Kamu pulang jam berapa tadi malam?’’ tanyaku tanpa mempedulikan pertanyaanya.‘’Mas tanya apa kamu malah jawab apa,’’ serunya kesal.‘’Tinggal jawab saja apa susahnya, sih, Mas?’’ geramku dibarengi tatapan tajam. Mas Ega memasang wajah penuh tanya. Karena, baru kali ini aku yang dikenal selalu bertutur kata lemah lembut, menggunakan intonasi berbeda.‘’Kemarin kamu sama siapa ke rumah?’’ tanyaku lagi. ‘’Maksud kamu?’’Aku sangat benci melihat Mas Ega memasang wajah lugu begini. Apa dia berpikir aku tidak tau apa-apa?‘’Semalam kamu tidur di mana?’’ ‘’Tidur di kamar. Bersamamu.’’Aku tidak percaya. Jelas-jelas, laki-laki di tempat tidurku itu bukan dia. ‘’Jangan bohongi aku, Mas. Aku tau tadi malam kamu tidak sendiri.’’‘’
Hari ini gerimis membungkus kota. Bulir hujan pun turun bagai tetesan air mata di teduhnya senja.Setelah melerai ketegangan dan kesalahpahaman di antara kami berdua, aku memutuskan untuk tidur sebentar sebelum menyiapkan makan malam.‘’Sel,’’ panggil Mas Ega, padahal aku sudah tidak kuat membuka mata.‘’Hm?’’‘’Tiga puluh menit lagi kita pergi. Kamu siap-siap.’’Kutemukan Mas Ega tengah berkutat dengan ponsel ketika mata ini ku paksa untuk terbuka. ‘’Kemana? Aku mager, Mas,’’ kataku, malas. Besar harapan agar Mas Ega memaklumi ketidak inginan ku untuk beranjak dari empuknya pulau kapuk. Namun tampaknya, Mas Ega tidak mau menerima alasan apapun bila melihat dari lirikannya yang setajam belati itu.Sebenarnya, aku lelah sekali setelah menghabiskan aktivitas suami istri kemarin malam. Remuk badan dan sakit pinggang, baru terasa sekarang.‘’Pak Abi mengundang kita ke acara ulang tahunnya. Kamu harus dandan yang cantik pokoknya. Aku sudah menyiapkan gaun di lemari. Jadi, kamu tinggal pa
Setengah jam seperti yang diperintahkan, aku sudah berdiri di samping mobil putih yang pernah menyambangi rumah sederhana milik orang tuaku. Sekaligus membuat heboh warga desa.Sedikit orang yang memiliki kendaraan roda empat di tempatku, sehingga menganggap, siapapun yang memiliki benda besi ini, dianggap kaya dan berkelimpahan harta.‘’Selin.’’Di tengah asik menunggu Mas Ega selesai memakai baju, tiba-tiba seseorang memanggil namaku.Keningku langsung berkerut rapat, setelah melihat sosok yang membuat seluruh tubuhku berputar seratus delapan puluh derajat.‘’Bu Retno?’’
‘’Astaga!’’Apa yang terjadi padaku? Kenapa aku bisa di sini? Kemana perginya Pak Abi? Apa Mas Ega yang melakukan ini?Beruntun pertanyaan di kepala tapi tidak ada jawabannya.Berulang kali kepala ini melihat kesana kemari, tetap tidak ada siapapun ku jumpai.Byur!Terdengar suara dari kamar mandi. Seseorang menekan flush kloset. Tak lama kemudian, gemericik dari shower yang dihidupkan.‘’Mas?’’ teriakku sambil turun dari tempat tidur. Memungut gaun berikut dalaman dengan hati cemas.Se
Bukan melabrak atau melayangkan pukulan pada Mas Ega, aku memilih membalikkan badan menjauhi keduanya.Mencari tempat sepi karena Mas Ega dan Ana sudah masuk ke dalam sebuah kamar.Seketika terduduk lemah, meratapi kebodohan juga kenyataan pahit ini. Aku langsung teringat akan bapak.Seharusnya aku menurutinya dan tidak termakan bujuk rayu Mas Ega dan juga ibu. Andai saja aku mendengarkan bapak waktu itu. Semua ini pasti tidak akan terjadi.Aku tidak sanggup, bila harus bercerita bahwa suamiku menjajakanku pada pria hidung belang selama ini.Ternyata benar apa kata Mbak Ros dan juga Bu Retno.
‘’Seharusnya aku lihat apa, Mas?’’ kataku. Dengan tubuh gemetar menahan emosi.. ‘’Eh,’’ Mas Ega tampak salah tingkah. Menggaruk kepala yang tidak gatal di mana aku ingin sekali menghantam kepala yang menyimpan banyak ide jahat itu. ‘’Maksudku, kamu ngapain di sini? Terus tadi sama Pak Abi bahas apa saja?’’ kilahnya agar aku tidak curiga. ‘’Kamu dulu deh, Mas. Waktu mau pakai ruangan beliau, kamu gunakan bahasa apa sampai bisa diizinin?’’ Lagi. Mas Ega kembali menggaruk kepala. Namun kali ini disertai seringai bangga. Membuat tanganku mengepal tegang karena bisa-bisanya dia tak merasa bersalah sudah melakukan hal keji padahal kami berstatus suami istri. ‘’Kamu gak perlu tahu. Yang jelas, aku dan Pak Abi sudah seperti teman akrab. Ya, kamu tau kan maksudku? Kayak, milikku adalah milik beliau. Begitu pula sebaliknya. Kami saling menguntungkan intinya.’’ Kurang ajar! Aku benar-benar geram. Bedebah sekali menganggapku layaknya barang. ‘’Terkecuali kamu!’’ imbuhnya karena mendapati
Suasana di ruang vip agak tenang setelah bapak juga beristirahat. Handi pun juga tidur namun menyisakan aku yang masih terjaga.Waktu menunjukkan pukul dua belas siang. Sejak tadi teringat Abi. Apa yang sedang dilakukannya sekarang? Aku bertanya-tanya dan menatap ponsel dengan hati kian mengecil.Apakah Abi masih marah?Mas, mungkin tiga hari lagi aku baru pulang. Mas apa kabarnya?Semoga saja kali ini pesanku dibalas. Perut yang dari pagi belum terisi apapun sudah berisik sekali. Aku pun pergi mencari makan di kantin, namun sebelum itu kebetulan melihat loket administrasi.Pas sekali.Aku masih penasaran mengapa tiba-tiba ibu dan bapak dipindahkan. ‘’Permisi, Mbak. Saya mau tanya, pasien atas nama bapak Sandri dan ibu Hana yang dipindahkan pagi ini ke vip.’’‘’Oh, ya. Kenapa memangnya, Bu?’’‘’Kalau boleh tahu, kenapa tiba-tiba dipindahkan?’’ Aku bergeming demi menunggu wanita berparas ayu di balik komputer mengecek sistemnya.‘’Pagi ini ada pembayaran untuk pemindahan pasien atas
Suara berisik tiada hentinya menandakan telah dimulai aktivitas kehidupan. Mulai dari percakapan, rutinitas mengantar makanan dan obat-obatan yang dilakukan perawat, sampai pemeriksaan oleh dokter langsung.Sakit sekali badan ini karena tidur di ubin, namun segera aku berdiri karena bapak pun ternyata sudah bangun.‘’Nak, bapak mau dipindahin ruangannya.’’ Dua orang perawat berbaju biru telah mengatur sedemikian rupa agar brankar dapat digerakkan dengan mudah. Setahuku, dipindah artinya menjalani pemeriksaan lebih lanjut.Aku pun yang masih mengantuk langsung segar begitu saja. ‘’Tapi bukannya bapak sudah membaik?’’ Bukan tanpa alasan karena semalam Handi bercerita bapak sudah bisa pulang hari ini.‘’Katanya mau dipindah ke ruang vip.’’ Bapak pun sama bingungnya namun hanya pasrah saja sangking tidak mengertinya. ‘’Vip?’’ Seketika menoleh pada dua perawat meminta penjelasan.‘’Maaf, Mbak. Saya hanya menjalankan tugas, kalau bapak tidak seharusnya di sini. Untuk kamar sudah di upgr
‘’Anak bapak, kamu datang, Nak?’’ Peluk hangat cium kasih sayang menyerbuku saat bertemu dengan bapak. Keadaannya sangat jauh lebih baik, seperti harapan juga doa-doa yang ku langitkan setiap hari.‘’Iya,Pak. Selin langsung ke sini begitu Handi ngabarin tentang ibu.’’‘’Abi mana?’’Bapak melihat jauh ke belakang, mencari seseorang yang dipikirannya mungkin akan bersamaku. Namun gelengan kepala ini membuat bapak langsung mengerti.‘’Ya sudah tidak apa-apa.’’‘’Mbak, apa kabar? Terimakasih sudah datang, Mbak. Handi benar-benar keteteran soalnya.’’ Begitu melihatku, Handi mencium tangan lalu berdiri di samping tempat tidur bapak.Dia terlihat sangat kurus untuk anak usia tujuh belas tahun. Beruntung dia tinggi jadi tidak terlalu terlihat seperti anak kurang gizi.Dan aku paham penyebabnya. Karena menjaga orang tua kami sendirian. Pasti sangat melelahkan. ‘’Kamu pasti capek. Biar mbak jaga bapak, kamu jaga ibu. Tadi mbak ke ruangannya, ibu masih belum sadar.’’‘’Iya, mbak. Ibu terlalu sy
‘’Menantu!’’ seru mama saat melihatku yang ternyata dicarinya.Mama duduk di atas brankar dan Abi mengikutiku dari belakang.‘’Kamu dari mana? Mama cari-cari dari tadi, tau, Menantu!’’Aku terkejut mendengar panggilan mama barusan, memang tidak salah aku memang menantunya. Tetapi, mama biasa memanggilku Selin.Aku pun bertanya-tanya ada apa dengan mama?‘’Sayang, ditanya mama kamu dari mana?’’Terlihat jelas bahwa kini aku sudah diterima menggantikan Ratih, mama ingin aku di dekatnya, padahal ada anaknya. Kalau bisa, harus ada di sekitarnya terus-menerus.‘’Sayang?’’Ya ampun, aku sampai lupa menjawab. ‘’Itu ma, tadi Selin…’’‘’Nggak mungkin buang sampah, kan, Sayang,’’ potong Abi karena memang keranjang sampah lengkap dengan isinya itu masih di tempat semula.‘’Anu… mas, tadi Selin menghubungi bapak,’’ jawabku jujur.‘’Bapak?’’ Mama menatapku dan Abi bergantian. ‘’Mama ngira kamu yatim piatu.’’ Abi tersenyum sembari mengajakku duduk di tepi brankar.Sekarang baru mengerti arti tatap
‘’Mas, bicaranya jangan yang aneh-aneh nanti mama dengar.’’ Aku tidak kuasa untuk tidak menunduk, merasakan wajah yang merona merah.Aku pun lagi-lagi berusaha menghindari, berpura-pura sibuk ingin membuang sampah segala.Sialnya Abi tidak menahan padahal, kan, aku sedang cari perhatian. Huh, menyebalkan sekali. Dasar suami tidak pengertian!Dia kembali duduk di samping mama, mengusap rambut yang setengahnya telah memutih. Bapak bilang, jika ingin mendapat suami penyayang carilah suami yang sayang sama ibunya. Jika dengan ibunya saja demikian apalagi dengan istrinya/Dan yang dikatakan bapak ada di diri Abi. Semuanya terpancar jelas.Haruskah aku bersyukur karena sebelumnya dijual Ega? Apa harusnya menyesal karena dari sana bisa berjumpa dengan Abi? Sesungguhnya pernikahan ini masih begitu canggung dalam menjalaninya. Mungkin karena terjadi lewat jalur yang salah.Ting.Nduk, bagaimana kabarmu, Nak?Akhirnya ada alasan jelas meninggalkan ruangan. Aku pun membalas pesan singkat itu de
‘’Mama mau dengar ceritanya tidak?’’‘’Cerita saja.’’ Pertanyaanku berhasil mengundang rasa penasaran mama.Aku pun tersenyum namun mencari kata yang pas untuk merangkai kalimat. ‘’Begini, Ma. Kalau makan nasi tapi lauknya habis, pasti jadi tidak enak lagi makannya, kan? Itu semua karena Mas Abi mencuri telur Selin.’’ Aku belum menuntaskan ingin melihat tanggapan mama.‘’Lalu?’’ Ternyata mama menunggu. Syukurlah.‘’Nggak tanggung-tanggung. Dua telur besar dimakannya semua. Lalu Selin hanya gigit jari. Padahal…’’ Lagi-lagi aku berhenti, ingin melihat sejauh mana mama mendengarkan.Dan benar, mama langsung bertanya ingin tahu kelanjutannya. ‘’Padahal apa?’’‘’Padahal Mas Abi juga sudah punya dua. Dia sangat serakah ternyata.’’‘’Kenapa kamu gak ngambil punya Abi juga?’’ balasannya sangat antusias. Aku pun kembali tersenyum jadinya.‘’Bagaimana mau ambil, Ma. Soalnya, Mas Abi tidak mengeluarkan telurnya. Dia sembunyikan sangat rapi.’’ Aku berpura-pura mengeluh untuk menjaga komunikasi ya
Padahal aku hanya tidak sanggup menerima sentuhan-sentuhan itu. Diikuti gigitan-gigitan kecil pada leher dan pundak. Wajar, kan, jika aku refleks menjauhkan diri? Tetapi sepertinya yang ku lakukan itu lagi-lagi dianggap berbeda olehnya. Saat tubuh menjauh, dadaku membusung tinggi. Abi pun tersenyum nakal tetapi aku yang merasa ngeri. Bukan karena senyumannya, tetapi karena Abi terlihat seperti kerasukan setan hingga wajahnya berubah mengerikan.Kebetulan aku tidak suka tidur menggunakan bra, sehingga ketika Abi menciumi belahanku, titik pusat gunung kembar mengintip jelas. Jangan tanyakan perasaanku saat ini, karena benar-benar campur aduk. Entah aku harus bersyukur atau tidak di rumah hanya kami berdua, karena baru saja kami menyantap nasi goreng, semua langsung berubah malah aku yang disantap Abi.Seandainya ada seorang saja selain kami, mungkin akan sangat malu karena suamiku begitu bernafsu sampai tak mengenal tempat untuk menjamah istrinya.‘’Mas… nghhh…’’ Ini bukan yang pert
Perlahan namun pasti, Abi berbaring di sebelahku, namun… memunggungiku. Apakah aku sudah kelewatan?Rasanya sangat gelisah berpikir berlebihan, menduga benar tidaknya. Inikah yang namanya tersiksa? Tadi aku membuatnya begitu sekarang malah aku yang kena batunya.‘’Abi.’’ Memanggilnya dengan suara lirih. Sangat berharap Abi akan berbalik.Namun jangankan memutar badan, malahan tidak ada jawaban sama sekali. ‘’Bi.’’ Kali ini ku gerakkan lengan kekarnya. Juga beringsut mendekat. Hingga bisa melihat wajahnya dari samping. Dan ternyata…‘’Sudah tidur?’’ Aku benar-benar tak habis pikir.Matanya memejam dan napasnya juga sudah teratur. Aku menepuk jidat sangat tidak menduganya. Astaga, kalau begini, malah diriku yang tidak bisa tidur karena menahan penyesalan.Akhirnya aku pun mencoba beristirahat walau butuh agak lama. Iseng memandangi kamar baru yang menjadi tempat tinggalku kini. Terasa asing memang, namun semua butuh waktu beradaptasi. Tidak ada yang instan.Terkecuali kebencian pada Eg
Di saat aku mengangguk, Abi tersenyum lebar lalu tanganya menelusup ke dalam tengkuk. Memulai keintiman dengan ciuman. Mematik nafsu lewat belaian halus pada bahu.Bulu kudukku meremang. Aku tak pandai melakukan ini.Ku tundukkan kepala, menghindari pagutan yang sejak tadi tidak ku balas. Namun untuk yang kesekian kali, Abi mengangkat dagu membelai wajah ini mengikuti bentuk rahang khas seorang wanita. Lalu memberikan ciuman lembut yang baru ku rasakan nikmatnya.‘’Tatap aku, Sel. Aku berjanji tidak akan pernah memperlakukanmu dengan buruk. Akan aku buat kamu bahagia.’’Sejenak aku menatap mata Abi begitu dalam. Dia terlihat sungguh-sungguh. Aku ingin percaya namun tangannya yang ingin menurunkan utas tali baju tidurku, menyadarkan jika semua ucapan hanyalah bualan. Menggunakan berbagai cara demi mendapat yang diinginkan.‘’Abi… aku…’’Mata Abi membulat liar, saat bongkahan besarku berhasil dibuka. Namun aku menutupinya dengan satu tangan. Sedangkan tangan yang satunya,‘’Abi!’’ Kud