Hallo readers. Author mau mengingatkan untuk jangan lupa tinggalkan komen ya biar author semakin semangat nulisnya. Kalian juga bisa memberikan gems sebagai bentuk dukungan kalian. Semoga suka dengan karya kedua author di GN ini. Selamat membaca semua. :)
‘’Sel, kamu jangan bilang Ega, ya. Jangan bilang kalau kamu tahu dari aku.’’Lagi-lagi kata-kata itu terlontar.Binar takut di mata Mbak Ros, menyiratkan betapa menakutkannya sosok Mas Ega bagi penata rias di depanku ini.‘’Memangnya kenapa kalau Mas Ega tahu, Mbak?’’‘’Aku nggak mau terdepak dari studionya Ega. Aku butuh uang.’’Jika membahas faktor ekonomi, siapapun tidak berdaya dibuatnya. Uang membuat semua orang lupa diri. Berkorban bahkan tega mendagangkan istri.‘’Kamu jangan khawatir, Mbak. Tapi aku butuh informasi tentang Mas Ega lebih banyak. Kamu bisa bantu aku kan, Mbak?’’ pintaku penuh harap.Sejenak lengang, akhirnya hatiku lega ketika Mbak Ros mengangguk setuju.‘’Ega itu sangat mencintai istri pertamanya, Sel. Yang mbak tau, istrinya itu sakit keras.’’‘’Apa mbak pernah bertemu dengannya?’’‘’Pernah. Namanya Dian.’’Uhuk!Tiba-tiba saja Mbak Ros terbatuk sampai memegangi dada. ‘’Mbak… mbak sakit?’’ Cukup sering bertatap muka, baru kali ini ku lihat Mbak Ros terlihat k
Terang-terangan memberontak. Sengaja ingin melihat, seperti apa Mas Ega sebenarnya. Semenakutkan apa sehingga Mbak Ros berulang kali memastikan, agar aku tidak buka suara bahwa dialah pengungkap belang Mas Ega.‘’Sel!’’ serunya seraya mencekal tanganku. Namun Selin yang sekarang bukan Selin satu, dua atau beberapa hari lalu. Sehingga dengan tegas ku sentak cekalan tersebut hingga terlepas.Mata Mas Ega melotot. Besar seperti burung hantu. Kaget akan perlawananku.‘’Jangan maksa, Mas. Aku capek!’’Kini tak kalah kaget hingga terperangah. Karena aku menyentaknya balik. Ku lirik Mbak Ros di ambang pintu. Beliau memilih pergi. Mungkin karena tak ingin disalahkan atau jadi bahan pelampiasan.‘’Sel, kamu harus bersikap profesional. Gimana mau jadi model berkelas kalau baru lelah sedikit saja kamu mengeluh capek.’’ Terang saja nafas ini menggebu-gebu. Dadaku naik turun akibat tersulut emosi. Begitu pula dengan Mas Ega.Bisa-bisanya dia membahas profesionalisme di saat yang sebenarnya beke
Laki-laki bau tanah seumuran bapak.Itulah sosok di depanku saat ini. Berjas lengkap dengan dasi hitam terikat di lehernya.‘’Kamu tidak bohong rupanya, Ega. Ternyata dia memang sangat cantik,’’ ucapnya disertai senyum selicik rubah.‘’Saya Ari,’’ sambungnya sembari mengulurkan tangan.Tak ku katakan namaku dan hanya menyambut jari-jari keriput itu dengan wajah lesu. ‘’Selin, kamu tidak boleh seperti itu. Beliau klien penting. Bisa gak ekspresinya dibuat lebih ramah?’’ bisik Mas Ega di telinga ini. ‘’Kalau kamu terus seperti ini, bagaimana kita bisa dapat uang yang sedang kamu butuhkan?’’Ya Tuhan.Jika bukan karena bapak dan Handi, aku benar-benar tidak sudi berhadapan dengan kambing tua seperti Pak Ari ini.‘’Bersikaplah lebih sopan, Selin. Orang di depan kita ini adalah sumber uang. Dia sama seperti Pak Abi,’’ tekan Mas Ega lagi. Kali ini disertai remasan pelan pada pundak. Aku sampai meringis karena jari-jari Mas Ega bergerak dan menekan lebih kuat.Di sela-sela bisik-bisik ters
Hanya dengan kemeja putih yang membentuk badan atletisnya, Pak Abi berdiri di samping tempat tidur. ‘’Kemarilah, Selin,’’ panggilnya lagi. Tanpa mengeluarkan sepatah kata, aku memundurkan langkah. Pikiranku berkelana kemana-mana. Tadi Pak Ari masuk kemari. Dan sekarang ada Pak Abi. Itu artinya… Apakah… apakah aku akan ditiduri oleh dua orang sekaligus? Jantungku berpacu cepat mencerna pemikiran tersebut. Jika memang demikian, ketika matipun aku akan jadi setan gentayangan dan menghantui Mas Ega. Demi Tuhan aku tidak akan membiarkannya hidup tenang. ‘’Selin, tidak ada Ari di sini. Dia sudah saya suruh pergi lewat pintu itu.’’ Pak Abi menunjuk connecting door di tembok. Menjelaskan seperti bisa membaca pikiranku. ‘’Kamu pasti bingung. Makanya, kemari. Biar saya jelaskan padamu,’’ sambungnya bersama seulas senyum ramah. Firasatku tidak pernah salah. Entah mengapa aku merasa Pak Abi adalah orang baik dan tidak akan berbuat jahat padaku. Padahal beberapa jam lalu, beliau tela
Perlahan Pak Ega membantuku berdiri, tapi dengan cepat ku dorong kembali. Dalam keadaan sadar ataupun tidak, aku tak mau disentuh oleh laki-laki manapun. Termasuk Mas Ega. Sekalipun kami masih berstatus suami istri.‘’Saya bukan barang yang bisa diperjual belikan!’’ sentakku.‘’Saya tahu, Selin. Tapi saya yakin kamu pasti tidak tahu, kalau Ega telah melelang kamu.’’‘’Lelang?’’ lirihku dengan perasaan hancur, ‘’Tolong ulangi lagi?’’ Masih berharap jika pendengaranku tidak bekerja seperti seharusnya.‘’Ya, Ega menawarkanmu pada banyak klien di tempat ini. Karena dia tahu, banyak orang-orang beruang yang s
Berbelok ke kiri. Lalu mengambil koridor di sebelah kanan.Aku sampai di jantung pesta.Keramaian yang masih sama. Orang yang kian bertambah banyak.Ku tutupi wajah dengan kedua tangan, sebab melihat orang-orang memperhatikan. Tanpa menoleh kemanapun lagi, aku berhasil keluar.Villa di tengah bukit berpohon rindang, ku lalui dengan berjalan kaki. Menghindari jalan utama, menyusuri aspal yang diapit pepohonan lewat hutan.Rasanya begitu lelah. Sangat. Sekalipun turunan, namun jarak yang ku tempuh sangatlah jauh. Matahari berada di atas kepala ketika aku menghirup kebebasan sementara. Namun kini matahari terasa berada di telapak kaki, mengin
‘’Sel, kamu tidak apa-apa?’’ Mbak Ros berada di depan mukaku ketika baru saja aku membuka mata.Jadi, bukan hanya dari minuman melainkan juga dari aroma terapi?Sebegitu bersiapnya, kah, Mas Ega? Sampai membutuhkan dua senjata untuk menaklukkanku?Aku jadi teringat jar aroma terapi rasa kopi yang ada di rumah. ‘’Mbak, aku butuh bantuanmu.’’ Dengan kondisiku sekarang, aku tidak bisa melakukannya sendiri.‘’Pasti, Sel. Pasti akan mbak bantu. Apa yang kamu perlukan?’’‘’Aku ingin memenjarakan Ega, Mbak. Tapi aku perlu bukti kuat untuk membuatnya mendekam di penjara.’’Wajah Mbak Ros berubah ragu. Tapi tak memudarkan keinginanku yang telah ditipu mentah-mentah ini.Ega harus mendapatkan ganjaran atas perbuatannya. Atas tindak kriminal yang membuatku dirugikan. Aku memang wanita kampung tapi soal harga diri tidak akan ku biarkan diinjak seenaknya.‘’Mbak takut, Sel. Beneran, deh.’’‘’Sebenarnya apa yang sudah dilakukan Ega pada mbak? Apa dia sudah melakukan kekerasan?’’Dari awal aku sang
‘’Benar kamu tidak mau dengar dulu? Mungkin kamu mau memikirkannya barang sehari atau dua hari?’’Apalagi yang bisa diminta beliau selain kehangatan. Aku sudah terlanjur kotor, dan bapak telah banyak berkorban. Jika bapak saja bisa mengorbankan kebahagiaannya demi aku, kenapa aku tidak bisa melakukannya juga?‘’Ya, Pak. Apapun syaratnya. Saya akan penuhi. Semuanya, yang bapak minta. Sekali lagi terimakasih atas bantuannya, Pak.’’‘’Jangan terlalu banyak mengatakan terimakasih. Lagi pula ini tidak gratis, Sel.’’ Aku mengangguk cepat. Membayangkan jika setelah ini nyawa bapak bisa tertolong. Foto yang dikirim Handi membuat tubuhku sangat lemas. Bapak berada di koridor rumah sakit tanpa penanganan.Mata tua bapak menutup, mulutnya sedikit terbuka yang kian membuatku kian larut dalam kesedihan.‘’Kamu benar-benar tidak mau tahu syaratnya, Sel? Setidaknya bicarakan dulu dengan Ega.’’ Pak Abi ingin memastikan apakah aku tidak keberatan dengan persyaratannya.‘’Mas Ega? Saya tidak mau beru