Suara berisik tiada hentinya menandakan telah dimulai aktivitas kehidupan. Mulai dari percakapan, rutinitas mengantar makanan dan obat-obatan yang dilakukan perawat, sampai pemeriksaan oleh dokter langsung.Sakit sekali badan ini karena tidur di ubin, namun segera aku berdiri karena bapak pun ternyata sudah bangun.‘’Nak, bapak mau dipindahin ruangannya.’’ Dua orang perawat berbaju biru telah mengatur sedemikian rupa agar brankar dapat digerakkan dengan mudah. Setahuku, dipindah artinya menjalani pemeriksaan lebih lanjut.Aku pun yang masih mengantuk langsung segar begitu saja. ‘’Tapi bukannya bapak sudah membaik?’’ Bukan tanpa alasan karena semalam Handi bercerita bapak sudah bisa pulang hari ini.‘’Katanya mau dipindah ke ruang vip.’’ Bapak pun sama bingungnya namun hanya pasrah saja sangking tidak mengertinya. ‘’Vip?’’ Seketika menoleh pada dua perawat meminta penjelasan.‘’Maaf, Mbak. Saya hanya menjalankan tugas, kalau bapak tidak seharusnya di sini. Untuk kamar sudah di upgr
Suasana di ruang vip agak tenang setelah bapak juga beristirahat. Handi pun juga tidur namun menyisakan aku yang masih terjaga.Waktu menunjukkan pukul dua belas siang. Sejak tadi teringat Abi. Apa yang sedang dilakukannya sekarang? Aku bertanya-tanya dan menatap ponsel dengan hati kian mengecil.Apakah Abi masih marah?Mas, mungkin tiga hari lagi aku baru pulang. Mas apa kabarnya?Semoga saja kali ini pesanku dibalas. Perut yang dari pagi belum terisi apapun sudah berisik sekali. Aku pun pergi mencari makan di kantin, namun sebelum itu kebetulan melihat loket administrasi.Pas sekali.Aku masih penasaran mengapa tiba-tiba ibu dan bapak dipindahkan. ‘’Permisi, Mbak. Saya mau tanya, pasien atas nama bapak Sandri dan ibu Hana yang dipindahkan pagi ini ke vip.’’‘’Oh, ya. Kenapa memangnya, Bu?’’‘’Kalau boleh tahu, kenapa tiba-tiba dipindahkan?’’ Aku bergeming demi menunggu wanita berparas ayu di balik komputer mengecek sistemnya.‘’Pagi ini ada pembayaran untuk pemindahan pasien atas
‘’Gimana rasanya menikah dengan Ega?’’ Rosdiana, asisten suamiku sekaligus orang yang meriasku itu bertanya setelah aku menjalani sesi pemotretan untuk pertama kali. Alih-alih menanyakan bagaimana rasanya menjadi model, Mbak Ros malah menanyakan pernikahanku dengan Mas Ega yang baru berumur satu hari.‘’Bahagia, Mbak. Senang.’’ Aku tertawa kecil, merasa malu, karena Mbak Ros melihat jejak merah di leherku.‘’Kalau kamu butuh sesuatu, atau mau cerita apapun, kamu bisa cerita ke aku ya, Sel.’’‘’Memangnya kenapa, Mbak?’’ tanyaku hati-hati. ‘’Enggak. Kata Ega, aku harus membantu kamu beradaptasi dengan lingkungan pekerjaan. Biar segera betah dan tidak minta pulang.’’Aku tertawa karena Mas Ega ternyata begitu perhatian. Mataku langsung terpaku pada Mas Ega yang tengah disibukkan berbicara dengan seorang klien. Namun aku bergegas menghampiri tatkala suamiku itu melambaikan tangan memintaku mendekatinya.‘’Kenalkan, ini Pak Abi. Beliau adalah produser yang sedang mencari model untuk ikl
‘’Bagaimana pelayanannya, Pak?’’Aku mendengar Mas Ega sedang bicara dengan seseorang. Entah dengan siapa. Rasa penasaran menghidupkan naluri keingintahuanku hingga aku menempelkan telinga di pintu.‘’Baik. Sudah saya terima. Terimakasih.’’Sudah saya terima? Terima apa maksudnya?Di tengah-tengah kebingungan, tiba-tiba aku mendapati gagang pintu bergerak bersamaan daun pintu yang terdorong ke dalam, hingga aku jatuh terjerembab.‘’Astaga, Sel!’’Jangankan Mas Ega, aku pun kaget bukan kepalang. Tidak hanya itu, aku pun merasa malu karena selimut di tubuhku terlepas. ‘’Kamu nguping?’’ Bukannya membantu, Mas Ega malah menanyakan hal yang menurutku tidak perlu diutarakan. Bagaimanapun, untuk apa suami istri main rahasia-rahasiaan?‘’Sel, jawab! Kamu dengar apa tadi?’’Baru kali ini nada bicara Mas Ega terdengar tidak enak. Salahkah aku mendengar percakapan suamiku sendiri?‘’Nggak, Mas. Tadi aku mau lihat siapa yang keluar barusan. Tapi pas aku mau buka pintu, eh kamu yang muncul,’’ uc
Klien baru?Seksi?Disaat kepalaku masih tak bisa menebak mengapa aku harus berpenampilan terbuka, ibu kembali melanjutkan pembicaraan tanpa tau apa yang tengah aku pikirkan.‘’Ibu harap kamu bahagia di sana. Walau bapakmu masih belum merestui, tapi ibu yakin, lambat laun, beliau pasti akan mengerti.’’Bapak memang tidak setuju aku menikah dengan Mas Ega. Menurutnya, aku belum terlalu mengenal suamiku. Dan lagi, bapak berpikir pernikahanku itu karena dituntut ibu perkara usiaku yang mana gadis-gadis di daerahku sudah banyak yang menikah. Padahal aku telah meyakinkan bapak, jika aku memang menaruh rasa pada Mas Ega dari dulu. Tapi bapak tidak menerima alasan itu. Beliau terpaksa menyetujui pernikahan karena desakan dan bujukan ibu. ‘’Selin kangen rumah, Bu. Nanti tolong sampaikan salam buat bapak dan Handi, ya, Bu,’’ lirihku pelan.‘’Kamu baru dua hari ninggalin rumah. Jangan kangen dulu. Cari uang yang banyak, setelah itu, baru kamu boleh pulang. Ingat, Sel, adik kamu harus kuliah.
‘’Syukurlah kamu masih di luar. Aku kira kamu sudah masuk,’’ seru Mbak Ros seraya mengelus dada. Dia tampak begitu lega karena aku belum menanyakan tentang hal yang Mbak Ros adukan padaku tadi pada Mas Ega.‘’Kalian?’’ Mas Ega mengintip dari jendela. Lalu membuka pintu lebar-lebar penuh raut curiga. ‘’Selin? Ros? Ada apa ini?’’ tanyanya dengan nada tinggi. Pasti Mas Ega mengira kalau aku dan Mbak Ros menguping. Aku perhatikan, suamiku ini sangat sensitif terkait pembicaraan yang tidak melibatkanku namun tak sengaja aku tau.Mbak Ros menatapku gugup. ‘’Mas, aku mau tanya tentang baju yang harus aku pakai. Kenapa kamu kasih aku model begitu? Aku tidak suka desainnya.’’ Terpaksa mengelabui karena aku melihat Mbak Ros begitu pucat. Tapi aku memang tidak suka pakaian tersebut.‘’Oh, kirain apa.’’ ‘’Aku pakai baju pilihanku sendiri boleh, ya?’’‘’Terserah. Yang jelas kamu harus tampil cantik.’’ Mas Ega berkata sambil menahan kedua pundakku. Tidak lupa mencium pipi sebelah kiri menganggap
Ada aroma alkohol tercium. Deru napas berat sarat akan hasrat. Aku bisa merasakannya dari cara Mas Ega melucuti pakaianku satu persatu. Sepertinya, hari ini Mas Ega berhasil mendapatkan klien. Dan berhubungan intim adalah cara Mas Ega merayakan keberhasilan. Melerai ketegangan di antara kami sebelumnya.Di dalam kamar gelap itu, aku menerima banyak kenikmatan dan hal-hal panas memabukkan jiwa. Ini tidak seperti Mas Ega. Bahkan ini lebih menggairahkan dibandingkan malam pertama.Otot-otot kekarnya, lebar bahu yang membuatku candu untuk memeluknya, semua seperti tidak nyata. Sebab, aku baru tahu bila Mas Ega memiliki tubuh bagus nan berisi. Selain itu, banyak gerakan-gerakan baru yang membuat tubuhku bergetar syahdu. ‘’Mas…’’Setiap aku memanggil namanya, Mas Ega melumat habis bibirku. ‘’Akh…’’Setiap desahan terdengar, Mas Ega menggauliku seperti suami yang sudah lama tidak menyentuh istri.Rasanya, aku bagai dibawa terbang ke langit tujuh bidadari. Aku ingin melihat bagaimana sua
‘’Kamu dari mana, Cantik?’’Lepasnya pelukan Mas Ega, berikut kata-kata manisnya yang beracun itu, membuatku ingin sekali meninju wajahnya.Tapi aku tidak langsung lepas kendali. Aku memilih bersabar karena harus mencari tau dulu kebenaran tentang pria semalam.‘’Kamu pulang jam berapa tadi malam?’’ tanyaku tanpa mempedulikan pertanyaanya.‘’Mas tanya apa kamu malah jawab apa,’’ serunya kesal.‘’Tinggal jawab saja apa susahnya, sih, Mas?’’ geramku dibarengi tatapan tajam. Mas Ega memasang wajah penuh tanya. Karena, baru kali ini aku yang dikenal selalu bertutur kata lemah lembut, menggunakan intonasi berbeda.‘’Kemarin kamu sama siapa ke rumah?’’ tanyaku lagi. ‘’Maksud kamu?’’Aku sangat benci melihat Mas Ega memasang wajah lugu begini. Apa dia berpikir aku tidak tau apa-apa?‘’Semalam kamu tidur di mana?’’ ‘’Tidur di kamar. Bersamamu.’’Aku tidak percaya. Jelas-jelas, laki-laki di tempat tidurku itu bukan dia. ‘’Jangan bohongi aku, Mas. Aku tau tadi malam kamu tidak sendiri.’’‘’