Suara deheman pelan mengudara, berhasil memecahkan keheningan yang menyelimuti ruang makan di kediaman keluarga Wilson, tepat saat semua penghuni di sana, meletakan peralatan makan dari genggaman.
Elena Wilson mengedarkan pandangan, menatap satu persatu pasang manik mata yang tertuju ke arahnya sambil menebar senyum hangat, sebelum kemudian wanita berusia enam puluh tujuh tahun itu, memokuskan atensi ke arah Nathen Shawn Wilson - sang putra."Jadi, mau tidak mau pernikahanmu harus dibatalkan?" Elena menatap Nathen yang duduk di sampingnya, sendu.Membuang napas kasar, pribadi tampan berusia tiga puluh dua tahun itu menundukan kepala, sekilas. "Mau tidak mau."Elena mendengkus sembari melemaskan persendian di bahunya. "Sejak awal Ibu memang sudah tidak setuju, kau memiliki hubungan dengan Vivian.""Aku satu suara dengan Nenek." Felicia Eleana Smith yang duduk saling berhadapan dengan Nathen, menimpali tiba-tiba.Nathen menoleh ke arah gadis cantik berusia dua puluh dua tahun itu, menatapnya tajam. "Anak kecil, kau tahu apa? Jangan ikut campur dalam urusan orang dewasa."Feli mencebikan bibir, kesal. "Berhenti memanggilku anak kecil. Paman tidak lihat, sekarang aku sudah dewasa?" Gadis bersurai gelap lurus dengan panjang hampir sepinggang itu berprotes pada sang paman.Nathen tersenyum sinis. "Yang terlihat dewasa hanya tubuhmu saja."Balas tersenyum, lebih terkesan menyeringai, penuh kepuasan, Feli menatap remeh Nathen. "Jadi sekarang Paman mengakui, jika aku memiliki tubuh yang seksi?"Nathen memutar bola matanya jengah. "Terserah apa katamu."Zea dan Dean - kedua orang tua Feli yang juga ada di sana, terkekeh gemas menyaksikan perdebatan antara sang putri dan Nathen."Felicia, berhenti menggoda Paman'mu." Zea mencoba memberi sang putri peringatan, juga membantu Nathen - sang adik sambung yang terlihat mulai kesal.Feli menoleh ke arah sang ibunda. "Ibu, aku sedang tidak menggoda Paman. Aku hanya mencoba menghiburnya."Nathen yang memperhatikan tingkah sang keponakan hanya menggeleng dan tersenyum tipis."Paman Nathen pasti sedang sangat sedih saat ini." Feli kemudian menoleh ke arah Nathen, menunjukan raut wajah yang menunjukan kesan iba. "Iya kan, Paman?"Gadis cantik pemilik gigi bergingsul itu tersenyum, menggoda paman tampannya yang memiliki selisih usia sepuluh tahun darinya itu. "Percayalah Paman. Kau adalah pria yang tampan. Banyak gadis yang pastinya mau menjadi istrimu. Dua minggu menjelang pernikahan, aku yakin, kau bisa menemukan pengganti Vivian."Nathen mendengkus. "Kau pikir menemukan calon istri baru, semudah mengganti ponsel genggam?"Feli terkekeh. "Sayang saja, Paman adalah Pamanku. Jika bukan, aku bersedia saja menggantikan Vivian dan menjadi istrimu."Elena menoleh ke arah Feli. "Kau serius, Fel?"Feli menoleh, mengangguk semangat sambil tersenyum. "Tentu saja. Siapa yang tidak mau jadi pengantin dari seorang Tuan Muda Nathen yang tampan?"***"Oh, Ibu, ayolah. Bicarakan kembali rencana pernikahan ini dengan Nenek dan juga Paman Nathen. Malam itu aku hanya bercanda. Aku tidak sungguh-sungguh mau menikah dengan Pamanku sendiri." Felicia merengek, mengekori sang ibu yang tengah memilih gaun pengantin di butik milik sahabatnya."Tidak bisa, Sayang. Keputusan Nenekmu sudah bulat. Satu minggu lagi, kau akan menikah dengan Nathen."Mulut Felicia menganga, bersamaan dengan matanya yang agak membulat, menatap sang ibu dengan tatapan tidak percaya. "Ibu, Paman Nathen itu adalah Pamanku. Bagaimana mungkin aku bisa menikah dengannya?""Tentu saja bisa. Kau tahu sendiri, jika Paman Nathen hanyalah anak angkat dari nenekmu. Jadi kenapa tidak? Nenekmu bahkan sudah resmi membatalkan adopsinya terhadap Nathen.""Lalu Ibu setuju begitu saja dengan rencana gila Nenek?""Rencana gila katamu?" Zea menghentikan aktifitas, membuat Feli melakukan hal yang sama.Memutar tubuh, memposisikan diri untuk menghadap sang putri, Zea menatap tajam Feli beberapa saat, kemudian membuang napas kasar. "Kau yang memberi usulan, jadi terima saja konsekuensinya."Feli mencebikan bibir sembari menghentak kesal. "Aku hanya bercanda waktu itu, Bu."Zea berdecak. "Tapi Nenekmu menganggapmu serius, Feli. Sekarang berhentilah merengek dan coba gaun ini."Wanita berusia empat puluh lima tahun itu memberikan beberapa gaun pengantin ke dalam dekapan sang putri.Mendapati putri satu-satunya itu hanya diam, Zea menatapnya keheranan. "Apa lagi yang kau tunggu?""Ibu ...." Feli masih setia saja merengek, berharap sang ibu luluh, lantas bersedia membantunya merubah keputusan Elena, yakni membatalkan pernikahan yang mendadak melibatkan dirinya."Kau mau aku membantumu untuk mencoba gaun itu?" Seseorang tiba-tiba menimpali perbincangan yang terjadi antara Felicia dan Zea.Sontak hal itu tak gagal mengait atensi ibu dan anak tersebut. Feli dan Zea menoleh secara bersamaan ke arah sumber suara.Feli memutar bola mata jengah, mendapati saat itu Nathen tengah berdiri tepat di belakang tubuhnya.Nathen tersenyum, lalu melambaikan tangannya ke arah Feli. "Hai, Calon Istri."Zea hanya tersenyum, menatap adik sambungnya itu lembut. Ia seratus persen setuju, kala tiga hari yang lalu, tiba-tiba sang ibu mengatkan, jika beliau setuju dengan usulan Feli.Usulan yang Feli sendiri anggap sebagai candaan, pada acara makan malam satu minggu yang lalu.Zea tahu, bahwa Nathen adalah pria yang baik dan bertanggung jawab, pun masa depan Feli menurutnya akan terjamin, jika Feli menikah dengan adik sambungnya tersebut.."Menyebalkan!" Feli berjalan melewati Nathen, sengaja menyenggol lengan pria tampan itu, menuju sebuah ruang ganti."Nona, saya akan membantu anda mencoba gaunnya." Salah satu pelayan berucap seraya menghampiri Feli."Tidak perlu. Aku bisa sendiri."Sengaja sekali Feli menunjukan sikap ketus, sebab terlanjur benar-benar merasa kesal, terjebak dalam sebuah rencana pernikahan dengan pamannya sendiri.Padahal, dirinya malam itu benar-benar bercanda saat mengatakan, jika ia bersedia menggantikan Vivian - perempuan yang merupakan calon istri Nathen yang melarikan diri, atau lebih tepatnya, memutuskan untuk mundur menikahi Nathen, karena dihamili oleh selingkuhannya.Zea dan Nathen yang menatap kepergian Feli, lantas menggeleng tak habis pikir."Jangan khiraukan dia. Suasana hatinya memang sedang kurang baik." Nathen menerangkan pada pelayan yang sebelumnya menawarkan bantuan pada Feli, tapi langsung mendapatkan penolakan mentah.Sang pelayan tersenyum seraya membungkukan sedikit tubuhnya, sekilas. "Kalau begitu, saya permisi dulu."***"Menyebalkan! Semua orang menyebalkan!"Feli yang sudah berada di salah satu bilik dari ruang ganti, terus mengaduh, kesal sendiri sembari berusaha mengenakan gaun pengantin yang telah sang ibu pilihkan.Sedikit kesulitan untuk menaikan zipper yang ada di area punggung, tangan gadis itu sampai pegal. Ia membuang napas kasar seraya menurunkan kedua lengan, pun membiarkan pandangannya menengadah, menatap langit-langit."Berhenti mengomel, bisa tidak?"Feli sedikit terhenyak, lagi-lagi mendengar Nathen tiba-tiba berucap. Gegas ia menoleh ke arah calon suami tampannya yang kala itu berdiri di dekat dinding pembatas sembari menyandarkan tubuh.Feli mendengkus geram seraya memutar bola mata jengah, tidak menggubris perkataan Nathen sebelumnya."Butuh bantuan?""Tidak. Terima kasih."Nathen menundukan pandangan sembari tersenyum, kemudian berjalan menghampiri Feli.Feli terhenyak, kala merasakan gaun pengantin yang ia kenakan ada yang menariknya pelan dari arah belakang.Tanpa menoleh, gadis cantik itu memperhatikan Nathen yang berdiri di belakangnya melalui pantulan cermin di hadapan.Nathen tersenyum miring, sebelum akhirnya memutuskan untuk membantu Feli menaikan zipper di punggungnya.Sengaja membiarkan jemari jenjangnya melakukan kontak dengan punggung polos Feli, pribadi tampan itu menyentuh Feli dengan pergerakan lembut dan menggoda.Feli sampai dibuat menahan napas, bersama dengan tubuh yang meremang, sebab merasakan sensasi ding
"Kau tahu, saat ini kekasihmu itu sedang di mana?" Nathen bertanya tiba-tiba dengan suara parau dan beratnya yang terdengar begitu tenang."Huh?" Feli yang agak kaget, mengerjapkan pelupuk mata secara berulang dengan lugunya."Aku akan mengantarkanmu menemuinya.""Paman serius?"Mata Feli yang masih berkaca, tiba-tiba berbinar."Aku memberimu kesempatan terakhir, Felicia. Aku akan mengantarkanmu pada kekasihmu, malam ini. Kau bisa lari dari pernikahan kita dengannya."Terkejut dan tidak percaya pada apa yang baru saja ia dengar, itulah yang saat ini Feli rasakan."Lalu bagaimana dengan Paman?""Tidak perlu memikirkanku. Kau hanya perlu memikirkan dirimu sendiri." Nathen membuang napas kasar sembari memejam dan menundukan pandangan, sebentar. "Sisanya, serahkan semuanya padaku."***Manik mata indah milik seorang gadis yang tengah duduk di salah satu kursi di dalam sebuah kelab, menyalang, menatap sinis sesosok pria yang berada di depannya, terhalang beberapa meja.Bingkai birai gadis i
"Sudah merasa lebih baik?" Nathen bertanya seraya mendudukan diri di tepian tempat tidur, membiarkan manik matanya menatap Feli yang sudah lebih dulu berada di sana, dengan tatapan lembut.Nathen dan Felicia kini sudah kembali ke hotel, selepas pergi ke kelab dan mendapati Davian tengah berselingkuh di sana.Tidak berlama-lama, selang beberapa detik selepas dirinya menyaksikan pengkhianatan yang dilakukan Davian, Feli bergegas mengajak Nathen kembali.Feli bahkan amat sangat merasa yakin, bahwasannya Davian sama sekali tidak menyadari keberadaannya tadi, sebab saking terhanyutnya pada apa yang tengah dilakukan.Kini ... Feli sibuk bergelut dengan tangisnya, menikmati momen patah hati, ditemani oleh tebaran lembaran tissue di atas tempat tidur.."Bajingan!"Gadis cantik itu melempar geram selembar tissue yang habis ia pakai menyeka air mata ke permukaan tempat tidur.Manik mata Nathen mengikuti ke arah mana tissue itu terbuang. Ia membuang napas kasar. "Berhenti menangis. Ini sudah sang
Pada keesokan harinya ....Feli saat ini tengah berjalan perlahan, menuju altar dengan lengan yang bertaut dengan lengan Dean - sang ayah. Tubuh moleknya terbalut gaun putih salju yang tampak begitu menawan dan indah.Pandangan gadis itu tertunduk. Telapak tangannya mengepal, mencengkram pergelangan tangan ayahnya.Rasa gugup mengungkung dalam relung, membuat Feli tak berani menengadahkan pandangan, mempertemukan tatapan dengan Nathen - sang calon suami.Meskipun sudah terlampau sering bertatap muka, kondisinya saat ini jauh berbeda. Banyak orang yang menyaksikan, kala ia berjalan dengan anggunnya, diiringi musik lembut yang mendayu, menuju Nathen.Dean tersenyum gemas, merasakan betapa bergetarnya tubuh sang putri. "Tidak perlu gugup, Sayang. Santailah.""Mana bisa seperti itu, Ayah?" Feli berbisik, setengah merengek, mati-matian mencoba nenemukan suara, sebab mengatur deru napas agar tetap tenang saja, di saat mendebarkan seperti sekarang ini, ia sedikit kesulitan."Suamimu sudah me
Feli masih tidak percaya, bahwa hanya dalam hitungan detik, kini dirinya sudah memiliki status yang berbeda, yakni istri sah dari seorang Nathen Shawn Wilson.Hari di mana seharusnya Vivian yang menikah, dirinya terpaksa menjadi pengantin pengganti untuk paman angkatnya sendiri itu tak terelakan lagi.Acara pernikahan sudah terampungkan. Kini gadis yang sudah menjelma menjadi seorang wanita itu tengah berdiri tepat di samping Nathen yang sibuk berbincang bersama rekan bisnisnya yang datang, menghandiri undangan.Sudah merasa cukup lelah sekali sebenarnya, ingin mengeluh, tapi tidak bisa. Sebab harus terus bersandiwara di hadapan khalayak agar terlihat seperti pasangan pengantin baru yang bahagia. Dan hal itu, nyatanya sama sekali tidak mudah dan cukup menguras banyak tenaga.Diwajibkan menebar senyum hangat pada setiap tamu yang datang menghampiri untuk berbincang, atau sekadar memberi selamat, Feli mati-matian menahan rasa lelah bercampur sesak.Embusan napas kasar mencelos dari mulu
Setelah mendengar perkataan Andrew yang menyerupai sebuah bisikan, sebab semakin memelan menuju penghujung kalimat, Nathen tampak sedikit tertegun.Pribadi tampan itu spontan membelalakan mata, menatap pada Andrew dengan tatapan yang mengisyaratkan sebuah peringatan."Ada apa dengan Vivian dan Davian?" Noah yang agaknya menjadi orang yang paling tidak mengerti sama sekali terhadap perkataan Andrew, bertanya sembari menatap nanar ketiga sahabatnya secara bergantian.Andrew menoleh ke arah Noah. "Kau tidak tahu ji-" "kita bahas masalah ini lain kali," pungkas Hayden, tidak membiarkan Andrew merampungkan perkataan."Hemmm." Nathen ikut menimpali. Mengatupkan bibir cukup rapat, ia mengambil langkah mendekat ke arah Andrew. Ia tersenyum simpul penuh arti, lantas merangkul sahabatnya itu, juga tak lupa melabuhkan rematan gemas di bahunya. "Ini bukan saat yang tepat untuk membahas Vivian dan Davian, okey?"Kening Andrew sontak mengernyit, membersamai matanya yang agak memicing. Ia menatap Na
Embusan napas kasar mencelos melalui celah antara bingkai birai tipis Feli yang berjarak, begitu wanita cantik itu memasuki kamar, sehabis membersihkan diri. Kedua lengannya spontan bersedekap di area dada, selagi manik mata hazel indahnya dibiarkan untuk menatap Nathen yang sudah terbaring di permukaan ranjang. Feli menggeleng tak habis pikir. "Ck, tidak akan memberi ampun apanya? Ditinggal mandi sebentar saja, sudah tepar seperti itu." Mengayunkan tungkai yang terbalut slipper berwarna putih tulang, Feli berjalan perlahan, menghampiri tempat tidur, lantas mendudukan diri di tepian benda persegi tersebut. "Paman!" Feli menyeru pelan. Melepaskan sedakepan lengan, telapak tangan sebelah kiri wanita cantik itu melayang, hingga melabuhkan sebuah pukulan yang tak seberapa kencang ke permukaan lengan Nathen.Tidak mendapatkan respon maupun gubrisan, Feli membungkuk, mencondongkan dirinya ke arah paman tampan yang kini sudah resmi menjadi suaminya itu."Paman!" Feli kembali menyeru seray
Tidak langsung menimpali, tiga detik Nathen diam, selagi membiarkan manik matanya menatap kosong ke arah Feli. "Kau mengatakan apa?" tanyanya, tidak percaya.Feli mengulurkan tangan, menarik lengan Nathen, mengguncangnya pelan beberapa kali. "Ayo, kita bercerai, Paman!" rengeknya."Kau sakit, ya?" Nathen mengernyitkan kening, bertanya sembari melabuhkan telapak tangannya di permukaan kening Feli.Feli berdesis pelan seraya menyingkirkan tangan Nathen, lalu menggenggamnya agar tetap diam. "Aku tidak sakit.""Jika kau tidak sakit, itu artinya saat ini kau sedang mengigau.""Aku serius, Paman. Ayo kita bercerai."Nathen menatap Feli, tidak percaya. "Kita baru menikah hari ini, Feli.""Maka dari itu. Karena baru sehari, jadinya belum banyak hal yang kita lakukan. Ayo bercerai, hemm?"Memejam, Nathen memijat pelipisnya yang mulai berdenyut nyeri untuk beberapa saat. "Tidur. Ini sudah malam. Kau butuh banyak istirahat."Nathen membenarkan selimut yang membalut tubuh Feli, lantas memberi tepu