"Kau tahu, saat ini kekasihmu itu sedang di mana?" Nathen bertanya tiba-tiba dengan suara parau dan beratnya yang terdengar begitu tenang.
"Huh?" Feli yang agak kaget, mengerjapkan pelupuk mata secara berulang dengan lugunya."Aku akan mengantarkanmu menemuinya.""Paman serius?"Mata Feli yang masih berkaca, tiba-tiba berbinar."Aku memberimu kesempatan terakhir, Felicia. Aku akan mengantarkanmu pada kekasihmu, malam ini. Kau bisa lari dari pernikahan kita dengannya."Terkejut dan tidak percaya pada apa yang baru saja ia dengar, itulah yang saat ini Feli rasakan."Lalu bagaimana dengan Paman?""Tidak perlu memikirkanku. Kau hanya perlu memikirkan dirimu sendiri." Nathen membuang napas kasar sembari memejam dan menundukan pandangan, sebentar. "Sisanya, serahkan semuanya padaku."***Manik mata indah milik seorang gadis yang tengah duduk di salah satu kursi di dalam sebuah kelab, menyalang, menatap sinis sesosok pria yang berada di depannya, terhalang beberapa meja.Bingkai birai gadis itu merenggang, hingga sebuah seringaian memeta dengan sempurna. Sejurus kemudian, ia menundukan pandangan, mengulurkan tangan, meraih segelas minuman yang ada di hadapan.Gadis itu menenggaknya sampai habis, kemudian meraih ponsel yang ia letakan di permukaan meja. Ia mengirim pesan pada seseorang."Masih di mana?"Selang satu menit, seseorang membalas pesan yang gadis cantik itu kirim tadi."Di jalan. Apa semuanya sudah siap?"Sang gadis tersenyum miring."Ya. Kau hanya perlu membawa Feli kemari."***"Paman sungguh akan melakukan ini?" Feli bertanya untuk yang kesekian kali, membuat Nathen jengkel sampai membuang napas kasar dan memutar bola matanya jengah."Berhenti mengoceh dan ayo ke luar, temui kekasihmu."Nathen ke luar dari mobilnya lebih dulu, berjalan memasuki sebuah kelab malam yang terpampang di hadapan mobilnya yang terparkir.Sementara Feli yang sebenarnya merasa ragu pada tindakan sang paman, masih diam, memperhatikan paman tampannya itu, sampai sosoknya benar-benar menghilang.Membuang napas kasar, Feli berdecih sembari menggeleng tak habis pikir. "Dia bahkan tidak menungguku."Tidak ingin membuang lebih banyak waktu, Feli pun memutuskan untuk ke luar dari mobil Nathen dan menyusul sang empu."Kau yakin kekasihmu itu di sini?" Nathen bertanya tiba-tiba, membuat Feli terkejut sampai terhenyak."Kau mengagetkanku, Paman."Nathen menatap Feli sebentar, kemudian memendarkan pandangan. "Hubungi lagi kekasihmu dan tanyakan dia ada di sebelah mana."Feli memutar bola mata jengah, merogoh saku celana dan mengeluarkan ponsel miliknya dari sana.Tanpa berpikir panjang, saat itu juga Feli mencoba menghubungi kekasihnya yang sebelumnya mengatakan, jika saat ini ia berada di sebuah kelab malam yang dirinya datangi bersama sang paman, tersebut."Dia tidak menjawab panggilanku."Nathen melirik Feli. "Tidak kah menurutmu ini sedikit aneh?"Feli menengadah, menatap Nathen dengan tatapan bingung. "Apanya yang aneh?""Kekasihmu." Nathen menoleh ke arah Feli, menatap keponakan cantiknya itu lebih lama kali ini."Kenapa dia mengajakmu bertemu di tempat seperti ini? Kalian mau melarikan diri kan, bukan mau berpesta?"Feli diam sejenak, meluruskan pandangan, membiarkan benaknya mencerna setiap kata yang telah Nathen lontarkan."Mungkin dia sedang bersama temannya di sini."Nathen mendengkus sinis. "Kau naif sekali."Feli menoleh ke arah Nathen dengan mata yang agak memicing, pun kening yang mengernyit, sampai hampir membuat kedua alisnya yang bersebrangan, saling bertautan. "Paman mengatakan sesuatu?"Tersenyum tipis, Nathen buru-buru menggeleng, kemudian berdehem pelan. "Tidak. Aku tidak mengatakan apapun.""Paman coba hubungi sahabat Paman. Siapa tahu, Davian sedang bersama salah satu dari mereka. Terutama Paman Hayden. Mereka kan cukup dekat."Fakta bahwa sebenarnya Nathen mengenal Davian, yang kebetulan adalah keponakan dari salah satu sahabatnya, yaitu Hayden, membuat Feli tidak ragu memberi titah pada paman tampannya itu.Nathen dan Hayden bersahabat, sejak mereka duduk di bangku SMA.Feli bisa mengenal Davian sampai pria bernama lengkap Davian Austin Wright itu bisa jadi kekasihnya saja, semua berawal dari pertemuan tidak sengaja saat ia mengunjungi Nathen di apartemennya dan kebetulan, Davian ada di sana, bersama Hayden.Davian yang memiliki ketertarikan pada Feli pun, tanpa ragu mendekati Feli sejak saat itu."Aku akan menghubungi Hayden."Feli mengangguk saja, memperhatikan setiap gerik Nathen sedang pria tampan itu berkutat dengan ponselnya mencoba menghubungi sang sahabat."Kau sedang di mana?"Nathen langsung menyapa, menanyakan posisi Hayden kala panggilan suara yang dilakukannya, diterima."Di Stary Night Club."Nathen berdecih pelan sembari melirik Feli. "Aku tahu itu bodoh. Maksudku di area mana?"Terdengar Hayden di sebrang sambungan sana terkekeh kecil. "Vip lantai dua. Cepat kemari.""Baiklah."Dengan begitu, Nathen pun memutuskan sambungan suara tersebut, lantas langsung menoleh ke arah Feli."Ikut aku."Tanpa ancang-ancang, Nathen meraih pergelangan tangan Feli, menggenggamnya erat, sebelum akhirnya membawa gadis itu pergi bersamanya.Pribadi tampan itu menuntun Feli, berjalan membelah kerumunan, sampai akhirnya tiba di lantai dua, area khusus ruang Vip."Hayden di sini. Tapi aku tidak yakin dengan Davian."Feli hanya mengangguk, melepaskan tangan dari genggaman Nathen. Tanpa ingin membuang lebih banyak waktu, ia membuka salah satu pintu ruangan Vip yang Nathen tunjuk.Namun, seketika itu juga Feli menyesali perbuatannya tersebut. Napasnya tersengal, bersama dengan pacu jantung yang berhenti sesaat, kemudian mendadak jadi cepat."Kau ingin aku membunuhnya?"Nathen menatap geram sebuah tindakan tidak senonoh yang kala itu tengah Davian lakukan, bersama seorang gadis, tepat di hadapannya dan juga Feli.Melihat sang keponakan diam mematung, Nathen mengulurkan satu tangan, menaruhnya di depan mata Feli, memastikan keponakan cantiknya itu tidak lagi melihat tindakan menjijikan Davian.Davian di depan sana, sama sekali tidak menyadari kehadiran Feli dan Nathen. Ia sibuk bercumbu mesra dengan seorang gadis berpakaian seksi, atau lebih tepatnya ... kekurangan bahan."Sudah merasa lebih baik?" Nathen bertanya seraya mendudukan diri di tepian tempat tidur, membiarkan manik matanya menatap Feli yang sudah lebih dulu berada di sana, dengan tatapan lembut.Nathen dan Felicia kini sudah kembali ke hotel, selepas pergi ke kelab dan mendapati Davian tengah berselingkuh di sana.Tidak berlama-lama, selang beberapa detik selepas dirinya menyaksikan pengkhianatan yang dilakukan Davian, Feli bergegas mengajak Nathen kembali.Feli bahkan amat sangat merasa yakin, bahwasannya Davian sama sekali tidak menyadari keberadaannya tadi, sebab saking terhanyutnya pada apa yang tengah dilakukan.Kini ... Feli sibuk bergelut dengan tangisnya, menikmati momen patah hati, ditemani oleh tebaran lembaran tissue di atas tempat tidur.."Bajingan!"Gadis cantik itu melempar geram selembar tissue yang habis ia pakai menyeka air mata ke permukaan tempat tidur.Manik mata Nathen mengikuti ke arah mana tissue itu terbuang. Ia membuang napas kasar. "Berhenti menangis. Ini sudah sang
Pada keesokan harinya ....Feli saat ini tengah berjalan perlahan, menuju altar dengan lengan yang bertaut dengan lengan Dean - sang ayah. Tubuh moleknya terbalut gaun putih salju yang tampak begitu menawan dan indah.Pandangan gadis itu tertunduk. Telapak tangannya mengepal, mencengkram pergelangan tangan ayahnya.Rasa gugup mengungkung dalam relung, membuat Feli tak berani menengadahkan pandangan, mempertemukan tatapan dengan Nathen - sang calon suami.Meskipun sudah terlampau sering bertatap muka, kondisinya saat ini jauh berbeda. Banyak orang yang menyaksikan, kala ia berjalan dengan anggunnya, diiringi musik lembut yang mendayu, menuju Nathen.Dean tersenyum gemas, merasakan betapa bergetarnya tubuh sang putri. "Tidak perlu gugup, Sayang. Santailah.""Mana bisa seperti itu, Ayah?" Feli berbisik, setengah merengek, mati-matian mencoba nenemukan suara, sebab mengatur deru napas agar tetap tenang saja, di saat mendebarkan seperti sekarang ini, ia sedikit kesulitan."Suamimu sudah me
Feli masih tidak percaya, bahwa hanya dalam hitungan detik, kini dirinya sudah memiliki status yang berbeda, yakni istri sah dari seorang Nathen Shawn Wilson.Hari di mana seharusnya Vivian yang menikah, dirinya terpaksa menjadi pengantin pengganti untuk paman angkatnya sendiri itu tak terelakan lagi.Acara pernikahan sudah terampungkan. Kini gadis yang sudah menjelma menjadi seorang wanita itu tengah berdiri tepat di samping Nathen yang sibuk berbincang bersama rekan bisnisnya yang datang, menghandiri undangan.Sudah merasa cukup lelah sekali sebenarnya, ingin mengeluh, tapi tidak bisa. Sebab harus terus bersandiwara di hadapan khalayak agar terlihat seperti pasangan pengantin baru yang bahagia. Dan hal itu, nyatanya sama sekali tidak mudah dan cukup menguras banyak tenaga.Diwajibkan menebar senyum hangat pada setiap tamu yang datang menghampiri untuk berbincang, atau sekadar memberi selamat, Feli mati-matian menahan rasa lelah bercampur sesak.Embusan napas kasar mencelos dari mulu
Setelah mendengar perkataan Andrew yang menyerupai sebuah bisikan, sebab semakin memelan menuju penghujung kalimat, Nathen tampak sedikit tertegun.Pribadi tampan itu spontan membelalakan mata, menatap pada Andrew dengan tatapan yang mengisyaratkan sebuah peringatan."Ada apa dengan Vivian dan Davian?" Noah yang agaknya menjadi orang yang paling tidak mengerti sama sekali terhadap perkataan Andrew, bertanya sembari menatap nanar ketiga sahabatnya secara bergantian.Andrew menoleh ke arah Noah. "Kau tidak tahu ji-" "kita bahas masalah ini lain kali," pungkas Hayden, tidak membiarkan Andrew merampungkan perkataan."Hemmm." Nathen ikut menimpali. Mengatupkan bibir cukup rapat, ia mengambil langkah mendekat ke arah Andrew. Ia tersenyum simpul penuh arti, lantas merangkul sahabatnya itu, juga tak lupa melabuhkan rematan gemas di bahunya. "Ini bukan saat yang tepat untuk membahas Vivian dan Davian, okey?"Kening Andrew sontak mengernyit, membersamai matanya yang agak memicing. Ia menatap Na
Embusan napas kasar mencelos melalui celah antara bingkai birai tipis Feli yang berjarak, begitu wanita cantik itu memasuki kamar, sehabis membersihkan diri. Kedua lengannya spontan bersedekap di area dada, selagi manik mata hazel indahnya dibiarkan untuk menatap Nathen yang sudah terbaring di permukaan ranjang. Feli menggeleng tak habis pikir. "Ck, tidak akan memberi ampun apanya? Ditinggal mandi sebentar saja, sudah tepar seperti itu." Mengayunkan tungkai yang terbalut slipper berwarna putih tulang, Feli berjalan perlahan, menghampiri tempat tidur, lantas mendudukan diri di tepian benda persegi tersebut. "Paman!" Feli menyeru pelan. Melepaskan sedakepan lengan, telapak tangan sebelah kiri wanita cantik itu melayang, hingga melabuhkan sebuah pukulan yang tak seberapa kencang ke permukaan lengan Nathen.Tidak mendapatkan respon maupun gubrisan, Feli membungkuk, mencondongkan dirinya ke arah paman tampan yang kini sudah resmi menjadi suaminya itu."Paman!" Feli kembali menyeru seray
Tidak langsung menimpali, tiga detik Nathen diam, selagi membiarkan manik matanya menatap kosong ke arah Feli. "Kau mengatakan apa?" tanyanya, tidak percaya.Feli mengulurkan tangan, menarik lengan Nathen, mengguncangnya pelan beberapa kali. "Ayo, kita bercerai, Paman!" rengeknya."Kau sakit, ya?" Nathen mengernyitkan kening, bertanya sembari melabuhkan telapak tangannya di permukaan kening Feli.Feli berdesis pelan seraya menyingkirkan tangan Nathen, lalu menggenggamnya agar tetap diam. "Aku tidak sakit.""Jika kau tidak sakit, itu artinya saat ini kau sedang mengigau.""Aku serius, Paman. Ayo kita bercerai."Nathen menatap Feli, tidak percaya. "Kita baru menikah hari ini, Feli.""Maka dari itu. Karena baru sehari, jadinya belum banyak hal yang kita lakukan. Ayo bercerai, hemm?"Memejam, Nathen memijat pelipisnya yang mulai berdenyut nyeri untuk beberapa saat. "Tidur. Ini sudah malam. Kau butuh banyak istirahat."Nathen membenarkan selimut yang membalut tubuh Feli, lantas memberi tepu
Masih terbaring di permukaan tempat tidur yang sama, dengan tempat tidur semalam, Nathen sudah memiliki kesadaran penuh dalam dirinya, sedang Feli masih pulas sekali, tidur di sampingnya.Enggan beranjak, Nathen membaringkan tubuh dalam posisi miring, menghadap ke arah Feli secara utuh, selagi membiarkan manik mata jelaga indahnya, menatap gemas paras cantik tanpa polesan make up milik istri mungilnya itu.Sesekali permukaan bingkai birai Nathen merenggang, memetakan senyum simpul, membersamai jemari tangan yang tidak mau diam, mencolek pelan ujung hidung sang istri.Feli mengerang beberapa kali dan hal itu tak gagal membuat rasa gemas yang Nathen rasakan, memuncak setiap detiknya.Tidur Feli yang semula begitu pulas dan damai, perhalan mulai terusik oleh sikap usil Nathen."Eung." Feli menggaruk pelan ujung hidungnya yang terasa geli, membuat Nathen refleks menjauhkan jemari tangannya sambil tersenyum."Feli?" Nathen menyeru pel
Mengabaikan Feli yang menjerit kaget, Nathen terkekeh kecil. Menunduk, pribadi tampan itu menyingkab selimut yang membalut setengah kakinya, sebelum kemudian membangkitkan diri.Feli memperhatikan setiap gerik yang dilakukan suami tampannya itu dengan mata yang membulat, juga mulut dalam keadaan sedikit terbuka.Melihat Nathen mulai melangkah menjauhi tempat tidur, Feli bergegas, ikut membangkitkan diri, menyusul kepergian sang suami. "Paman mau ke mana? Tega sekali pergi meninggalkanku begitu saja setelah mencuri ciuman dariku," ocehnya sembari mengekori Nathen.Nathen melirik Feli melalui ekor matanya. Ia tersenyum miring, lebih ke menyeringai, tanpa menghentikan langkah, ataupun menimpali ocehan istri cantiknya itu."Paman kenapa diam? Paman tidak mau menjawabku? Paman ini sebenarnya maunya apa, sih? Sikap Paman sudah aneh sejak kemarin malam, Paman ta- Aduh!" Ocehan Feli kali ini berganti menjadi sebuah aduhan, tepat saat kepalanya terbentur d