Masih terbaring di permukaan tempat tidur yang sama, dengan tempat tidur semalam, Nathen sudah memiliki kesadaran penuh dalam dirinya, sedang Feli masih pulas sekali, tidur di sampingnya.
Enggan beranjak, Nathen membaringkan tubuh dalam posisi miring, menghadap ke arah Feli secara utuh, selagi membiarkan manik mata jelaga indahnya, menatap gemas paras cantik tanpa polesan make up milik istri mungilnya itu.Sesekali permukaan bingkai birai Nathen merenggang, memetakan senyum simpul, membersamai jemari tangan yang tidak mau diam, mencolek pelan ujung hidung sang istri.Feli mengerang beberapa kali dan hal itu tak gagal membuat rasa gemas yang Nathen rasakan, memuncak setiap detiknya.Tidur Feli yang semula begitu pulas dan damai, perhalan mulai terusik oleh sikap usil Nathen."Eung." Feli menggaruk pelan ujung hidungnya yang terasa geli, membuat Nathen refleks menjauhkan jemari tangannya sambil tersenyum."Feli?" Nathen menyeru pelMengabaikan Feli yang menjerit kaget, Nathen terkekeh kecil. Menunduk, pribadi tampan itu menyingkab selimut yang membalut setengah kakinya, sebelum kemudian membangkitkan diri.Feli memperhatikan setiap gerik yang dilakukan suami tampannya itu dengan mata yang membulat, juga mulut dalam keadaan sedikit terbuka.Melihat Nathen mulai melangkah menjauhi tempat tidur, Feli bergegas, ikut membangkitkan diri, menyusul kepergian sang suami. "Paman mau ke mana? Tega sekali pergi meninggalkanku begitu saja setelah mencuri ciuman dariku," ocehnya sembari mengekori Nathen.Nathen melirik Feli melalui ekor matanya. Ia tersenyum miring, lebih ke menyeringai, tanpa menghentikan langkah, ataupun menimpali ocehan istri cantiknya itu."Paman kenapa diam? Paman tidak mau menjawabku? Paman ini sebenarnya maunya apa, sih? Sikap Paman sudah aneh sejak kemarin malam, Paman ta- Aduh!" Ocehan Feli kali ini berganti menjadi sebuah aduhan, tepat saat kepalanya terbentur d
Suara dentingan pelan yang berasal dari beradunya peralatan makan yang sedang digunakan, menjadi satu-satunya suara yang terdengar begitu mendominasi di ruang makan kediman Sebastian Jefferson Smith - kakak Felicia.Annatasia Addilyn Murphy - istri Bastian yang duduk di kursi yang letaknya bersebrangan dengan kursi yang Bastian duduki,, menengadahkan pandangan, menilik Bastian yang tengah memainkan sepiring makanan yang ada di hadapan.Membuang napas kasar, Anna menyimpan peralatan makan dari genggaman, memokuskan seluruh atensi yang dimiliki untuk sang suami. "Honey?" serunya, pelan sekali.Bastian bergeming, sama sekali tidak mendengar seruan Anna. Ia masih saja memainkan sendok untuk mengaduk-aduk makanan yang seharusnya sudah ia santap sedari tadi.Menatap lamat Bastian yang agaknya sudah terlalu larut dalam sekelumit pemikiran yang menghinggapi benak, Anna lantas berdehem.Bingkai birai wanita cantik berusia dua puluh enam tahun itu
"Paman!" Feli menjerit kaget saat tiba-tiba Nathen mengangkat tubuhnya menggunakan kedua lengan hanya dengan satu kali ayunan ringan.Refleks ia mengalungkan kedua tangan di tengkuk Nathen sembari menatap suami tampannya yang tengah menunjukan senyum seringai itu dengan mata yang membulat."Mari kita mandi," tukas Nathen sebelum kemudian memutar tubuh dan mulai mengayunkan tungkai untuk berjalan ke arah pintu kamar mandi.Feli sedikit meronta sambil buru-buru menggelengkan kepala. "Tidak, tidak. Aku mandi sendiri saja, Paman."Nathen menghentikan langkah. Menunduk, pribadi tampan itu mempertemukan pandangannya dengan Feli. Alis sebelah kirinya terangkat. "Kau yakin? Tidak mau aku mandikan saja?"Sungguh, melihat perubahan sikap Nathen yang cukup seginifikan pasca mencuatnya rencana pernikahan mereka, acap kali membuat Feli merasa amat gugup, bahkan mendekati takut, apabila mereka sedang berdekatan, apalagi berduaan seperti sekarang ini.
"Ibu?" Zeana terheran-heran, menatap sosok sang ibu yang berjalan begitu saja melewati dirinya yang berdiri di dekat ambang pintu, setelah membukakan pintu utama rumahnya.Pagi menjelang siang, tiba-tiba ada yang bertamu ke kediamannya dan sang suami. Akan tetapi, ia sama sekali tidak mengira jika Elena lah yang datang.Gegas kembali menutup pintu, Zea berjalan cepat, menyusul Elena yang berjalan ke arah di mana ruang tamu berada."Ibu kenapa tidak memberi kabar padaku lebih dulu, sebelum datang kemari?"Elena melirik Zea sebelum menghentikan langkah, lantas mendudukan diri di sofa tunggal yang tertata di ruang tamu yang didatanginya. "Apa Ibu harus memberi kabar dulu, hanya untuk berkunjung ke rumah putrinya sendiri?"Zea ikut mendudukan diri di sofa panjang yang terletak saling bersebelahan dengan sofa tunggal yang sang ibu duduki, tanpa mengalihkan sedikitpun pandangan dari beliau. "Tentu tidak. Tidak seperti itu maksudku, Bu. Aku hany
"Paman, berhenti tidak?!" Feli menjerit kesal sembari bergegas melepaskan diri dari cekalan Nathen.Tidak mau terus berdiri saling berhadapan dengan jarak yang bisa dikatakan kelewat dekat, Feli lantas berjalan begitu saja melewati suami tampannya itu.Feli berlari kecil menuju sofa yang tertata di ruang utama, kemudian mendudukan dirinya di salah satu sofa panjang yang ada di sana.Menoleh, Feli membiarkan manik matanya bersirobok dengan manik mata Nathen. "Sepertinya kita harus mengobrol dengan lebih serius, Paman."Nathen menaikan alis sebelah kirinya. "Mengobrol dengan lebih serius?"Feli mengangguk. "Iya."Bingkai birai Nathen merenggang dengan sendirinya, memetakan senyum simpul yang cukup sulit diartikan. "Baiklah."Pribadi tampan itu lantas berjalan menghampiri Feli dan ikut mendudukan diri di sofa yang sama, meski tidak terlalu berdekatan, sebab Feli sengaja sekali menjaga jarak darinya."Jadi ... apa t
"Feli?" Seruan pelan itu mengalun rendah, diiringi ketukan pelan pada permukaan daun pintu kamar utama dari unit apartemen milik Nathen yang sudah satu minggu ini Felicia kuasai seorang diri.Satu minggu pasca hari pernikahan, mau tidak mau Nathen terpaksa menuruti keinginan Feli untuk tidur di kamar yang terpisah, meski di unit apartemennya tersebut hanya memiliki satu kamar tidur.Dengan sangat berat hati, Nathen mengalah, memilih untuk tidur di ruang kerja miliknya yang bersebelahan dengan kamar tidur, hanya tersekat satu lorong kecil.Unit apartemen Nathen memanglah tidak besar, tapi tidak bisa dikatakan kecil juga. Memiliki dua lantai, dengan lantai pertama yang terdiri dari ruang utama, area dapur plus pantry, satu kamar mandi dan balkon, sedang lantai kedua hanya terdiri dari satu kamar tidur yang di dalamnya dilengkapi dengan kamar mandi serta ruang walk in closet, lalu satu ruang kerja yang digabungkan dengan ruang baca. Kamar tidur dan
Feli mengatupkan pelupuk matanya cukup rapat, dari detik pertama Nathen mendekatkan wajah ke arahnya.Debaran jantung wanita itu menggila, sedang napasnya sempat tercekat beberapa saat, terutama saat ia merasakan embusan napas hangat Nathen, menyapu permukaan kulit leher pualamnya.Hidupnya baru saja kembali tenang seperti sedia kala satu minggu terakhir ini, karena di luar dugaan, ternyata Nathen melakukan apa yang sudah mereka janjikan, yakni tidak bersikap aneh pada dirinya.Di sisi lain, Feli tidak tahu, jika ocehan berisi tuduhan secara tidak langsungnya tadi, tidak gagal memantik kekesalan pada diri Nathen.Betapa tidak, suami tampannya itu padahal sudah berusaha mati-matian untuk menuruti keinginannya selama satu minggu ini, yakni untuk tidak mengusik dirinya.Dengan sangat susah payah Nathen menahan diri, apalagi saat dirinya memasuki kamar untuk mengambil pakaian dan mendapati istri cantiknya itu masih tertidur pulas.Pa
"Ish, Paman mulai lagi." Feli merengek sembari menunduk dan menggeliatkan tubuh, juga memberi dorongan pada permukaan dada bidang Nathen, kembali mencoba berusaha melepaskan diri.Tentu, Nathen tetaplah Nathen. Tidak perduli Feli sudah menunjukan seberapa enggannya wanita cantik itu memberi apa yang ia pinta, ia tetap saja tidak mau melepaskan.Malah, pergerakan Feli yang merupakan bentuk dari sebuah rontaan dan penolakan itu, membuat Nathen mempererat lagi dekapan, alih-alih memberi pelepasan."Paman anehnya jadi kambuh lagi seperti ini, kenapa sih?" Feli bertanya sembari menatap tajam pada manik jelaga indah Nathen yang sedari tadi pandangannya tak sedetikpun teralihkan darinya.Wajah wanita cantik itu sudah merengut, menunjukan raut masam. Hatinya dongkol sekali, menghadapi sikap menyebalkan Nathen yang kembali kambuh, padahal satu minggu terakhir ini, suami tampannya itu baik sekali, mematuhi apa yang sudah dijanjikan.Nathen terkekeh kecil, meremehkan. Memiringkan kepala sekilas,
"Feli?" Nathen menyeru seraya melangkah, mendekati Feli yang masih duduk, menikmati film yang diputar pada layar kaca di hadapannya."Siapa yang datang, Paman?" Feli menengadah, menatap nanar sosok sang suami yang berdiri tepat di samping sofa yang ia duduki.Nathen tersenyum. "Ikut denganku. Ada yang ingin bertemu denganmu. Mereka sudah menunggu di ruang tamu."Pribadi tampan itu mengulurkan tangan ke arah Feli, membuat Feli menunduk, menatap tangan sang suami, bingung."Siapa?" tanyanya Feli, sembari menengadah, mempertemukan lagi pandangannya dengan Nathen.Nathen mendesis pelan, membungkukan tubuh, mencondongkannya ke arah Feli, sebab istri cantiknya itu tak kunjung menerima uluran tangannya. Ia menepikan remot kontrol yang kala itu berada dalam genggaman Feli, meraih telapak tangan istri cantiknya, membuatnya membangkitkan diri."Lihat saja sendiri," tukas Nathen sambil tersenyum hangat, menuntun Feli menuju ruang tamu.Dengan rasa penasaran pun bingung yang mulai mendera relung,
Akhir pekan lain ... satu minggu setelah akhirnya Feli dan Nathen saling mengakui perasaan yang telah bersemayam dalam hati mereka, yakni mencintai satu sama lain.Seperti akhir pekan sebelumnya ... hari ini, Feli dan Nathen kembali memutuskan untuk menghabiskan waktu bersama. Tidak pergi ke mana-mana, hanya diam di rumah, menonton rendetan film yang sudah Feli list menjadi jadwal kegiatan wajib, ketika memiliki cukup banyak waktu luang.Sepasang suami istri yang tengah hangat-hangatnya menikmati kehidpan berumah tangga itu, kini saling duduk berdampingan. Lebih tepatnya, Feli berada dalam dekapan hangat tubuh gagah Nathen di bawah naungan selimut yang sama. Semenjak malam setelah perayaan hari ulang tahun Feli, Nathen memang jadi semakin lebih sering menunjukan sikap manjanya yang suka sekali menempel pada sang istri. Suka sekali berdekatan dengan Feli, seperti sering tiba-tiba memeluk, tak jarang membuat Feli terkejut. Meski dari sebelumnya ia memang sudah begitu, tapi kini frekuen
"Paman?" Feli menyeru pelan setelah dirinya yang saat ini tengah duduk di salah satu kursi yang tertata mengitari meja makan, sedikit memutar tubuh, begitu mendengar suara derap langkah dan manik matanya berhasil menangkap sosok Nathen, si pelaku."Hemmm?" Nathen menyahut sambil tersenyum sumbringah, berjalan menghampiri sang istri dan menatapnya dengan tatapah penuh cinta."Paman habis melakukan apa dulu? Kenapa lama sekali turunnya?"Nathen menghentikan langkah, tepat di samping kursi yang Feli duduki. Mengusap kelewat lembut punggung bagian atas Feli lantas membungkukan tubuh, untuk melabuhi puncak kepala sang istri kecupan sayang. Melempar senyum manis, pribadi tampan berusia sepertiga abad itu tidak langsung memberi jawaban pada Feli, meski sempat membiarkan manik mata mereka saling bersitatap, sebelum kemudian menoleh.Nathen menilik area dapur, mendapati di sana hanya ada Aira ‐ salah satu asisten rumah tangga yang ia perkajaan, sedang sibuk sendiri, membersihkan meja pantry.
Dada Nathen ikut sesak rasanya selepas mendengar perkataan Feli, seakan ada kepalan tangan besar seseorang yang seketika mendaratkan bogeman mentah di sana.Mendapati Feli seketika menundukan pandangan, sengaja sekali memutuskan kontak mata dengan dirinya, buru-buru Nathen merubah posisi berbaring jadi memiring, menghadap ke arah Feli secara utuh, sebelum kemudian mempererat rengkuhan pada tubuh istri kecilnya itu.Tak lupa, Nathen juga melabuhkan kecupan sayang di puncak kepala Feli, pun memberi punggung istri kecilnya itu usapan lembut penuh makna secara berkala.Sementara Feli ... wanita cantik itu berusaha meredam mati-matian rasa sesaknya, tetapi berakhir dengan menghadirkan air mata yang menggenang, memenuhi pelupuknya.Membenamkan wajah di permukaan dada bidang Nathen sembari balas memeluk suami tampannya itu, ia memejam, membuat air matanya seketika tumpah ruah di sana.Tangis sedih Feli pecah dalam keheningan, mengakibatkan tubuhnya gemetaran dalam pelukan sang suami."Apa pu
Manik mata hitam Liam tampak gemetar, menilik sosok gadis cantik yang sedang berjalan menujunya yang saat ini tengah duduk di salah satu sofa panjang yang tertata di ruang utama dari unit apartemennya.Gadis cantik itu bernama Kesha. Ia merupakan sahabat masa kecil Liam yang dalam beberapa waktu terakhir ini sudah resmi menjadi kekasih dari teman satu universitas Feli itu.Kesha melempar senyum manis, manakala pandangannya bersitatap dengan Liam. "Ada apa?" tanyanya seraya ikut mendudukan diri, tepat di samping sang kekasih, "kenapa menatapku seperti itu?"Liam berdesis pelan sembari memiringkan kepalanya, sekilas. "Kau mengenal Felicia?"Permukaan kening Kesha mengernyit, hingga nyaris membuat kedua alisnya yang bersebrangan, jadi saling bertautan. Matanya memicing, menatap Liam, nanar.Tawa kecil menguar dari mulut gadis cantik berusia dua puluh dua tahun itu. "Maksudmu, Felicia yang tadi kita hadiri acara pesta ulang tahunnya?"Kepala Liam mengangguk. "Hemmm. Felicia yang itu. Tadi
"Paman benar-banar mau mengerjaiku, ya?" celoteh Feli, bertanya dengan nada setengah merengek, ketika ia harus berjalan dengan perasaan takut juga was-was, sebab matanya ditutup menggunakan kain veil oleh Nathen.Sudah dari semenjak separuh perjalanan sebenarnya Feli terus merengek, menanyakan hal yang sama pada Nathen, ke mana suaminya itu akan membawanya, apakah sedang merencanakan sesuatu untuk mengerjainya.Pertanyaan yang sama terus saja menguar dari mulut Feli, apa lagi setelah tiba-tiba Nathen sempat menghentikan laju mobil, hanya untuk sekadar menutupi matanya, tadi.Meski setengah ogah-ogahan, juga harus sedikit kesusahan Nathen membujuk Feli agar mau matanya ditutup, pada akhirnya ... istri kecilnya itu manut saja, dengan konsekuensi, kerewelannya berlipat ganda.Mulut Feli jadi benar-benar semakin tidak mau diam, setelah matanya ditutup. Bukan hanya sekadar melontarkan kalimat-kalimat tanya bernada rengekan, wanita cantik itu juga bahkan tak segan, melontarkan segala pradu
"Paman ini mau membawaku ke mana, sih?" tanya Feli dengan nada setengah merengek, selagi dirinya berjalan dengan agak sedikit ogah-ogahan, ketika Nathen menuntunnya berjalan, ke luar dari sebuah salon mewah, menuju mobilnya.Tidak terasa, nyaris dua minggu sudah berlalu dari malam di mana akhirnya Feli mengetahui fakta jika ternyata Vivian memiliki hubungan gelap dengan Davian, bahkan mereka berencana melakukan sebuah pernikahan.Dua minggu berjalan, sungguh Nathen sama sekali tidak mengira, jika alih-alih marah atau merasa kecewa pada dirinya, Feli malah menunjukan, jika istri cantiknya itu merasa cukup tersentuh atas apa yang telah dilakukannya.Hubungan pernikahan mereka bahkan bisa dikatakan berjalan sangat baik-baik saja, terutama setelah akhirnya mereka sepakat untuk menempati rumah baru mereka.Hampir seharian ini, Feli dibuat sibuk juga kebingungan dalam satu waktu, ditemani oleh Helen yang mendadak mengajaknya berbelanja baju baru, hingga mempercantik diri di salon.Feli sung
Masih terbayang kelewat jelas dalam ingatan Nathen, ayalnya rekaman video yang diputar di depan pelupuk mata dengan resolusi tinggi, bagaimana tiga minggu sebelum pernikahannya dan Feli dilangsungkan, ia bertemu lebih dulu dengan Vivian.Pertemuan pertama selepas nyaris satu bulan Nathen sama sekali tidak mendapat kabar dari calon istrinya itu, karena seakan menghilang tanpa jejak, ayalnya ditelan bumi.Itu pun terjadi secara mendadak sekali, di kediaman Hayden, ketika sahabat dari Nathen itu tiba-tiba meminta Nathen datang, katanya ada hal darurat yang musti dibahas.Begitu tiba dikediaman Hayden, Nathen malah dikagetkan dengan keberadaan Davian dan Vivian di sana, duduk saling berdampingan di ruang tamu.Nathen yang kala itu berjalan sambil dirangkul oleh Hayden, gegas menghentikan langkah, mencoba menelaah, apa sebenarnya yang sedang terjadi.Keterkejutan yang dirasakannya, mungkin nyaris sama, seperti bagaimana terkejutnya Feli melihat Davian membawa serta Vivian di pertemuan mere
Keheningan canggung itu tak terelakan, terjadi begitu saja, menyelimuti kebersamaan antara Nathen dan Feli, begitu keduanya memasuki mobil.Acara makan malam – lebih ke pertemuan yang Nathen adakan secara khusus dengan Davian, telah berakhir.Kini, Feli yang sudah mengetahui segala kebenarannya, sedari tadi telah sukses dibuat tidak bisa berkata-kata.Selepas Davian memberi penjelasan pada dirinya, dari mulai alasan sebenarnya mengapa Vivian memilih urung untuk menikah dengan Nathen, sampai Nathen yang rupanya telah membayar Jane untuk menutupi fakta bahwa Davian dan Vivian bersama – untuk sementara darinya, membuat Feli jadi lebih banyak diam.Tidak banyak kata yang terlontar dari mulut wanita cantik itu. Bukan karena tidak ada kalimat yang ingin ia utarakan, hanya saja ... Feli lebih ke merasa bingung, harus memulainya dari yang mana terlebih dahulu.Terlalu banyak kalimat berbentuk tanya yang saat ini tengah berkecamuk dengan begitu hebatnya dalam benak Feli, membuat perasaannya ja