Manik mata hitam Liam tampak gemetar, menilik sosok gadis cantik yang sedang berjalan menujunya yang saat ini tengah duduk di salah satu sofa panjang yang tertata di ruang utama dari unit apartemennya.Gadis cantik itu bernama Kesha. Ia merupakan sahabat masa kecil Liam yang dalam beberapa waktu terakhir ini sudah resmi menjadi kekasih dari teman satu universitas Feli itu.Kesha melempar senyum manis, manakala pandangannya bersitatap dengan Liam. "Ada apa?" tanyanya seraya ikut mendudukan diri, tepat di samping sang kekasih, "kenapa menatapku seperti itu?"Liam berdesis pelan sembari memiringkan kepalanya, sekilas. "Kau mengenal Felicia?"Permukaan kening Kesha mengernyit, hingga nyaris membuat kedua alisnya yang bersebrangan, jadi saling bertautan. Matanya memicing, menatap Liam, nanar.Tawa kecil menguar dari mulut gadis cantik berusia dua puluh dua tahun itu. "Maksudmu, Felicia yang tadi kita hadiri acara pesta ulang tahunnya?"Kepala Liam mengangguk. "Hemmm. Felicia yang itu. Tadi
Dada Nathen ikut sesak rasanya selepas mendengar perkataan Feli, seakan ada kepalan tangan besar seseorang yang seketika mendaratkan bogeman mentah di sana.Mendapati Feli seketika menundukan pandangan, sengaja sekali memutuskan kontak mata dengan dirinya, buru-buru Nathen merubah posisi berbaring jadi memiring, menghadap ke arah Feli secara utuh, sebelum kemudian mempererat rengkuhan pada tubuh istri kecilnya itu.Tak lupa, Nathen juga melabuhkan kecupan sayang di puncak kepala Feli, pun memberi punggung istri kecilnya itu usapan lembut penuh makna secara berkala.Sementara Feli ... wanita cantik itu berusaha meredam mati-matian rasa sesaknya, tetapi berakhir dengan menghadirkan air mata yang menggenang, memenuhi pelupuknya.Membenamkan wajah di permukaan dada bidang Nathen sembari balas memeluk suami tampannya itu, ia memejam, membuat air matanya seketika tumpah ruah di sana.Tangis sedih Feli pecah dalam keheningan, mengakibatkan tubuhnya gemetaran dalam pelukan sang suami."Apa pu
"Paman?" Feli menyeru pelan setelah dirinya yang saat ini tengah duduk di salah satu kursi yang tertata mengitari meja makan, sedikit memutar tubuh, begitu mendengar suara derap langkah dan manik matanya berhasil menangkap sosok Nathen, si pelaku."Hemmm?" Nathen menyahut sambil tersenyum sumbringah, berjalan menghampiri sang istri dan menatapnya dengan tatapah penuh cinta."Paman habis melakukan apa dulu? Kenapa lama sekali turunnya?"Nathen menghentikan langkah, tepat di samping kursi yang Feli duduki. Mengusap kelewat lembut punggung bagian atas Feli lantas membungkukan tubuh, untuk melabuhi puncak kepala sang istri kecupan sayang. Melempar senyum manis, pribadi tampan berusia sepertiga abad itu tidak langsung memberi jawaban pada Feli, meski sempat membiarkan manik mata mereka saling bersitatap, sebelum kemudian menoleh.Nathen menilik area dapur, mendapati di sana hanya ada Aira ‐ salah satu asisten rumah tangga yang ia perkajaan, sedang sibuk sendiri, membersihkan meja pantry.
Akhir pekan lain ... satu minggu setelah akhirnya Feli dan Nathen saling mengakui perasaan yang telah bersemayam dalam hati mereka, yakni mencintai satu sama lain.Seperti akhir pekan sebelumnya ... hari ini, Feli dan Nathen kembali memutuskan untuk menghabiskan waktu bersama. Tidak pergi ke mana-mana, hanya diam di rumah, menonton rendetan film yang sudah Feli list menjadi jadwal kegiatan wajib, ketika memiliki cukup banyak waktu luang.Sepasang suami istri yang tengah hangat-hangatnya menikmati kehidpan berumah tangga itu, kini saling duduk berdampingan. Lebih tepatnya, Feli berada dalam dekapan hangat tubuh gagah Nathen di bawah naungan selimut yang sama. Semenjak malam setelah perayaan hari ulang tahun Feli, Nathen memang jadi semakin lebih sering menunjukan sikap manjanya yang suka sekali menempel pada sang istri. Suka sekali berdekatan dengan Feli, seperti sering tiba-tiba memeluk, tak jarang membuat Feli terkejut. Meski dari sebelumnya ia memang sudah begitu, tapi kini frekuen
"Feli?" Nathen menyeru seraya melangkah, mendekati Feli yang masih duduk, menikmati film yang diputar pada layar kaca di hadapannya."Siapa yang datang, Paman?" Feli menengadah, menatap nanar sosok sang suami yang berdiri tepat di samping sofa yang ia duduki.Nathen tersenyum. "Ikut denganku. Ada yang ingin bertemu denganmu. Mereka sudah menunggu di ruang tamu."Pribadi tampan itu mengulurkan tangan ke arah Feli, membuat Feli menunduk, menatap tangan sang suami, bingung."Siapa?" tanyanya Feli, sembari menengadah, mempertemukan lagi pandangannya dengan Nathen.Nathen mendesis pelan, membungkukan tubuh, mencondongkannya ke arah Feli, sebab istri cantiknya itu tak kunjung menerima uluran tangannya. Ia menepikan remot kontrol yang kala itu berada dalam genggaman Feli, meraih telapak tangan istri cantiknya, membuatnya membangkitkan diri."Lihat saja sendiri," tukas Nathen sambil tersenyum hangat, menuntun Feli menuju ruang tamu.Dengan rasa penasaran pun bingung yang mulai mendera relung,
Suara deheman pelan mengudara, berhasil memecahkan keheningan yang menyelimuti ruang makan di kediaman keluarga Wilson, tepat saat semua penghuni di sana, meletakan peralatan makan dari genggaman.Elena Wilson mengedarkan pandangan, menatap satu persatu pasang manik mata yang tertuju ke arahnya sambil menebar senyum hangat, sebelum kemudian wanita berusia enam puluh tujuh tahun itu, memokuskan atensi ke arah Nathen Shawn Wilson - sang putra."Jadi, mau tidak mau pernikahanmu harus dibatalkan?" Elena menatap Nathen yang duduk di sampingnya, sendu.Membuang napas kasar, pribadi tampan berusia tiga puluh dua tahun itu menundukan kepala, sekilas. "Mau tidak mau."Elena mendengkus sembari melemaskan persendian di bahunya. "Sejak awal Ibu memang sudah tidak setuju, kau memiliki hubungan dengan Vivian.""Aku satu suara dengan Nenek." Felicia Eleana Smith yang duduk saling berhadapan dengan Nathen, menimpali tiba-tiba.Nathen menoleh ke arah gadis cantik berusia dua puluh dua tahun itu, menata
Feli sedikit terhenyak, lagi-lagi mendengar Nathen tiba-tiba berucap. Gegas ia menoleh ke arah calon suami tampannya yang kala itu berdiri di dekat dinding pembatas sembari menyandarkan tubuh.Feli mendengkus geram seraya memutar bola mata jengah, tidak menggubris perkataan Nathen sebelumnya."Butuh bantuan?""Tidak. Terima kasih."Nathen menundukan pandangan sembari tersenyum, kemudian berjalan menghampiri Feli.Feli terhenyak, kala merasakan gaun pengantin yang ia kenakan ada yang menariknya pelan dari arah belakang.Tanpa menoleh, gadis cantik itu memperhatikan Nathen yang berdiri di belakangnya melalui pantulan cermin di hadapan.Nathen tersenyum miring, sebelum akhirnya memutuskan untuk membantu Feli menaikan zipper di punggungnya.Sengaja membiarkan jemari jenjangnya melakukan kontak dengan punggung polos Feli, pribadi tampan itu menyentuh Feli dengan pergerakan lembut dan menggoda.Feli sampai dibuat menahan napas, bersama dengan tubuh yang meremang, sebab merasakan sensasi ding
"Kau tahu, saat ini kekasihmu itu sedang di mana?" Nathen bertanya tiba-tiba dengan suara parau dan beratnya yang terdengar begitu tenang."Huh?" Feli yang agak kaget, mengerjapkan pelupuk mata secara berulang dengan lugunya."Aku akan mengantarkanmu menemuinya.""Paman serius?"Mata Feli yang masih berkaca, tiba-tiba berbinar."Aku memberimu kesempatan terakhir, Felicia. Aku akan mengantarkanmu pada kekasihmu, malam ini. Kau bisa lari dari pernikahan kita dengannya."Terkejut dan tidak percaya pada apa yang baru saja ia dengar, itulah yang saat ini Feli rasakan."Lalu bagaimana dengan Paman?""Tidak perlu memikirkanku. Kau hanya perlu memikirkan dirimu sendiri." Nathen membuang napas kasar sembari memejam dan menundukan pandangan, sebentar. "Sisanya, serahkan semuanya padaku."***Manik mata indah milik seorang gadis yang tengah duduk di salah satu kursi di dalam sebuah kelab, menyalang, menatap sinis sesosok pria yang berada di depannya, terhalang beberapa meja.Bingkai birai gadis i