Ingat Aku, Suamiku!

Ingat Aku, Suamiku!

last updateTerakhir Diperbarui : 2024-05-01
Oleh:  AleenaOn going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Belum ada penilaian
16Bab
885Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Sinopsis

"Aku tidak mengenalmu. Bagaimana kau tiba-tiba mengaku sebagai istriku padahal yang kucintai adalah wanita lain?" *** Dinyatakan hamil setelah 5 tahun menanti, tak lantas membuat pernikahan Aira bahagia. Sebelum menunjukkan berita baik itu kepada sang suami, Tuhan berkehendak lain. Hamish—suami Aira— kecelakaan, dan dinyatakan amnesia. Kehilangan memori 5 tahun terakhir membuat Hamish tak lagi mengenali Aira. Cinta yang dibangun selama lima tahun pernikahan tiba-tiba kandas dalam waktu sekejab. "Antara dicampakkan dan tak dipedulikan, ada satu hal lagi yang jauh lebih menyakitkan, yaitu ... dilupakan." (Humaira Seza) Sebuah kisah perjuangan seorang istri untuk mendapatkan cinta suaminya kembali.

Lihat lebih banyak

Bab 1

Prolog

"Antara dicampakkan dan tidak dipedulikan, ada hal lain yang nyatanya jauh lebih menyakitkan, yaitu ... dilupakan."

(Humaira Seza)

"Aira!"

Terdengar panggilan dari arah ruang tamu membuatku buru-buru mematikan keran air setelah puas memuntahkan seluruh makanan yang sempat masuk ke lambungku. Kubasuh wajah agar tidak tampak kusut sebelum akhirnya mengeringkannya dengan handuk yang tersampir di atas gantungan.

"Biar Bibi aja, Non!" Bi Rumi menahanku yang hendak beranjak. "Non Aira kan habis muntah-muntah. Biar Bibi aja yang nemuin Tuan."

"Nggak papa kok, Bi. Bibi di sini aja ngelanjutin motong sayurnya. Biar Mas Hamish jadi urusan Aira." Aku tersenyum kepadanya, menunjukkan bahwa aku baik-baik saja.

"Tapi, Non, di luar ada ...."

Sebelum Bi Rumi melanjutkan kalimatnya, aku langsung menyela. Aku tahu ke mana arah pembicaraan perempuan paruh baya itu. "Nggak papa kok, Bi. Tenang aja, ya!"

Aku meninggalkan Bi Rumi, berjalan sedikit cepat menuju ruang tamu di mana lelaki yang sejak tadi memanggil namaku berada, lalu berhenti tepat di sampingnya duduk.

"Ada apa, Mas?"

Semua mata tertuju padaku. Ada sebanyak lima orang termasuk lelaki yang berstatus sebagai "majikanku". Beberapa di antaranya memandangku dengan tatapan yang tak bisa kudefinisikan. Segera kutundukkan pandangan, memilih menekuri lantai daripada membalas tatapan semua orang di sana.

"Buatkan minum untuk mereka berempat. Juga kudapan yang biasanya kamu bikin. Sofie, kamu mau minum apa?"

Kualihkan pandangan yang sejak tadi menunduk ke arah perempuan yang dipanggil Sofie. Wanita cantik berlesung pipi dengan rambut bergelombang hitam lebat tersenyum padaku.

Dari raut wajah, Sofie tampak tidak enak mengatakannya, tetapi kemudian bibirnya berkata, "Air putih saja. Air putih bagus untuk kesehatan. Iya, kan?"

"Baiklah. Kamu suka samosa? Samosa bikinan Aira sangat enak. Kamu bakal ketagihan kalau sudah mencicipinya."

Aku tersenyum tipis mendengar pujian itu. Walaupun saat berkata tanpa memandangku, paling tidak dia mulai mengakui kelebihanku dalam hal memasak.

"Kalau kami mah apa aja yang dibikin Mbak Aira selalu suka," seloroh salah satu di antara para pria—teman Mas Hamish—yang langsung ditanggapi dengan anggukan yang lain.

Namun, berbeda dengan Sofie.

"Tapi, Mas, aku nggak suka makan gorengan. Aku takut gendut dan jerawatan. Lagian itu makanan nggak baik buat kesehatan. Aku nggak mau sakit, apalagi sebentar lagi kita tunangan. Iya, kan?"

Entah disengaja atau tidak, kalimat itu seharusnya tidak perlu aku dengar. Sayangnya, posisiku saat ini membuatku terpaksa mendengar semuanya karena masih menunggu kejelasan perintah.

Pria itu tersenyum. Sebuah senyuman manis nan menawan. Senyuman yang sudah lama tak pernah kulihat. "Bikinkan mereka jus buah. Untuk aku dan Sofi cukup air putih."

Aku mengangguk patuh, gegas berlalu dari sana. Tepat ketika kakiku melewati belakang pilar-pilar pembatas antara ruang tamu dengan bagian dalam rumah, suara Mas Hamish terdengar lagi. "Kamu gendut pun masih cantik. Aku akan tetap menikahimu."

Kalimat itu .... Ya, kalimat yang terdengar manis itu nyatanya cukup membuat hatiku terluka. Seperti ada sembilu menyayat perih. Begitu pedih menghantam langsung tepat di dada. Tanpa sadar air mata menetes di pipi. Kuhela napas dalam-dalam sebelum akhirnya mengembuskannya.

"Ayo, Aira! Kamu bisa. Kamu pasti bisa."

Berkali-kali bibir ini menyemangati diri, berusaha menguatkan hati agar sanggup menjalani semua. Takdir ternyata begitu mudah dijungkirbalikkan dalam sekejab mata. Dan semuanya telah terjadi padaku. Pada keluarga kecilku.

Kuseret kaki yang tiba-tiba malas beranjak untuk menuju pantri dapur guna membuatkan minum sebagai jamuan para tamu yang sudah menunggu. Hanya butuh waktu tak lebih dari sepuluh menit, tiga gelas jus alpukat dan dua gelas air putih tersaji di atas nampan. Lekas kuayunkan langkah untuk kembali ke ruang tamu demi menyuguhkan minuman yang baru selesai kubuat.

Setelah meletakkan minuman di atas meja, aku memilih hengkang. Sembari berjalan, aku melirik mereka berdua yang tengah tertawa lepas, tampak ceria. Terlihat sorot mata lelaki itu berbinar bahagia. Aku ikut senang melihatnya. Namun, tidak benar jika saat ini hatiku baik-baik saja. Senyum menawan yang sebulan lalu terukir hanya untukku, kini berpindah pada sosok cantik yang telah menarik hatinya.

Kuremas ujung gamisku, menahan hati yang lara akan sebuah penantian nan tak kunjung ada kepastian. Segera berlalu dari sana, kutulikan telinga agar tidak lagi mendengar senda gurau mereka yang mampu menyakiti perasaanku.

Hingga saat malam tiba, ketika tubuh ini mulai lelah dan ingin mengistirahatkan diri, suara ketukan pintu kamar membuatku urung memejamkan mata. Menyambar kerudung instan dan mengenakannya, aku beranjak dari pembaringan lalu turun dari ranjang untuk segera membuka pintu.

"Mas ... Hamish?" Bibirku berkata lirih, terkejut melihat kedatangan lelaki itu malam-malam begini ke kamarku. Wajahnya masih dingin, selalu tanpa ekspresi ketika berhadapan denganku.

Tanpa peringatan, dia tiba-tiba meraih tanganku yang berbalut baju lengan panjang. Aku sedikit tersentak dengan perlakuannya yang aneh. Namun, kemudian lelaki itu meletakkan sebuah salep luka di atas telapak tanganku yang terbuka. "Kemarin aku melihat tanganmu terkena minyak panas. Kebetulan tadi siang aku mampir ke apotik dan membeli ini. Aku harap lukamu bisa segera sembuh."

Aku memandang salep luka pemberiannya dengan tatapan nanar. "Hai, Tuan, bukan tanganku yang sakit, melainkan hatiku." Namun, aku hanya sanggup mengucapkan dalam hati. Kedua sudut bibirku lantas tertarik melengkung ke atas setelah menerimanya. "Terima kasih," kataku.

Dia hanya menjawab dengan anggukan, kemudian beranjak pergi begitu saja. Tanpa sadar air mataku menetes kembali. Hanya perhatian kecil yang diberikannya membuat hatiku trenyuh. Ada semacam oase yang tiba-tiba mengalir pada perasaanku yang nyaris meranggas. Kupandang punggungnya yang telah menjauh dan makin lama menghilang dari balik dinding.

Kami bagaikan orang asing yang sekadar mengenal dan jarang bertegur sapa. Tidak ada rasa sayang, apalagi cinta. Ada dinding pembatas menjulang di antara kami yang tak sanggup kuhancurkan. Dengan sisa-sisa tenaga, aku berusaha meraih dan menggapainya ... sendiri.

Sambil menatap bayangannya pergi, dalam diam batinku bicara, "Antara dicampakkan dan tak dipedulikan ada hal yang nyatanya jauh lebih menyakitkan, yaitu ... dilupakan."

Namaku Humaira Sheza. Dan dalam kisahku ini, kutulis sebagai catatan kecil saksi bagaimana perjuanganku dalam merebut cinta suamiku kembali.

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

Tidak ada komentar
16 Bab
Prolog
"Antara dicampakkan dan tidak dipedulikan, ada hal lain yang nyatanya jauh lebih menyakitkan, yaitu ... dilupakan." (Humaira Seza)"Aira!" Terdengar panggilan dari arah ruang tamu membuatku buru-buru mematikan keran air setelah puas memuntahkan seluruh makanan yang sempat masuk ke lambungku. Kubasuh wajah agar tidak tampak kusut sebelum akhirnya mengeringkannya dengan handuk yang tersampir di atas gantungan. "Biar Bibi aja, Non!" Bi Rumi menahanku yang hendak beranjak. "Non Aira kan habis muntah-muntah. Biar Bibi aja yang nemuin Tuan." "Nggak papa kok, Bi. Bibi di sini aja ngelanjutin motong sayurnya. Biar Mas Hamish jadi urusan Aira." Aku tersenyum kepadanya, menunjukkan bahwa aku baik-baik saja. "Tapi, Non, di luar ada ...." Sebelum Bi Rumi melanjutkan kalimatnya, aku langsung menyela. Aku tahu ke mana arah pembicaraan perempuan paruh baya itu. "Nggak papa kok, Bi. Tenang aja, ya!" Aku meninggalkan Bi Rumi, berjalan sedikit cepat menuju ruang tamu di mana lelaki yang sejak tad
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-11-30
Baca selengkapnya
Bab 01- Berita Baik dan Buruk
"Selamat, ya, Bunda. Kehamilannya sudah memasuki usia empat minggu.""Sungguh, Dok?"Dokter wanita itu mengangguk. "Sekali lagi selamat, ya?"Aku menutup mulut yang terbuka lantaran begitu terkejut dengan hasil yang ada. Bagiku itu bukan lagi berita baik, melainkan sangat membahagiakan. Sudah lima tahun lamanya aku dan Mas Hamish menunggu kabar ini. Tak pernah menyerah Mas Hamish memberiku dukungan untuk menjalani program kehamilan walaupun Ibu mertua mulai ragu akan kesuburanku. Dan setelah lima tahun menanti dengan sabar, semua ini bukan lagi mimpi."Masya Allah." Aku menyeka air mata yang tiba-tiba menitik karena haru. Tak henti-henti bibir ini mengucap syukur atas anugerah yang Tuhan limpahkan kepadaku dan keluarga. "Terima kasih, Dok.""Sama-sama, Bunda. Jangan lupa untuk melakukan pemeriksaan rutin setiap satu bulan sekali. Jangan terlalu banyak beraktivitas, istirahat yang cukup karena kandungan masih terlalu lemah. Sekali lagi, selamat, ya? Sampaikan salam saya kepada Pak Hami
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-11-30
Baca selengkapnya
Bab 02- Kejutan Kedua
"Pasien mengalami amnesia sebagian."Aku mendengar penjelasan tersebut dengan menguatkan hati. Aku dan Ibu mertua berada di ruangan dokter untuk membicarakan perkembangan kesehatan Mas Hamish."Maksud Dokter?" tanyaku meminta kejelasan."Ada beberapa jenis kehilangan memori ingatan pasca kecelakaan. Untuk kasus Pak Hamish, pasien hanya kehilangan sebagian memori pada otaknya. Mohon maaf, apakah Pak Hamish pernah mengalami kecelakaan cukup parah sebelum ini?"Aku menggeleng. Selama hidup dengannya, Mas Hamish tidak pernah mengalami kecelakaan parah. Apalagi yang berhubungan dengan kepala. Namun, berbeda dengan apa yang dikatakan oleh Ibu mertua."Iya, Dok. Hamish pernah kecelakaan sekitar lima tahun lalu. Sebelum dia menikah."Aku langsung mengalihkan tatapan ke arah Ibu. Aku tidak tahu semua itu. Dokter mengangguk-anggukkan kepala."Masuk akal. Pak Hamish mengingat kejadian lima tahun lalu sebelum kecelakaan itu terjadi. Bu Aira, saya harap Anda bisa bersabar menjalani ujian ini."Mat
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-11-30
Baca selengkapnya
Bab 03- Bertemu Sofie
Istanbul, Turki.Tepat pada pertengahan bulan Oktober di saat kelompok tour religi baru saja menjejakkan kaki pada Bandar Udara Internasional Atatürk, Turki, aku disibukkan memberi arahan setiap anggota jemaah selama safar berlangsung. Setelah memastikan tidak ada yang tertinggal, kami melanjutkan perjalanan menuju hotel untuk beristirahat sebelum keesokan harinya menjelajahi beberapa tempat wisata yang berada di negara ini.Ya, aku adalah salah satu tour guide yang bekerja di bawah Azalea travel untuk memandu wisata religi di kunjungan Istanbul, Turki.Saat matahari sedang cerah-cerahnya, aku dan rombongan menyusuri jalan menuju Selat Bosphorus. Blue Mosque atau biasa disebut dengan Masjid besar Sultan Mahmed menjadi tujuan pertama tour religi kali ini. Seperti perjalanan-perjalanan sebelumnya, tim mengajak jemaah menaiki kapal sembari menikmati lanscape Laut Golden Horn dan Selat Bosphorus.Aku memilih berada di luar kapal bersama para wisatawan lainnya, sangat menyayangkan jika t
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-11-30
Baca selengkapnya
Bab 04. Pernyataan Mengejutkan
"Mas Hamish, makan dulu, ya?"Aku sudah menyendokkan bubur untuknya. Ini adalah hari pertama aku menggantikan Ibu untuk menjaga Mas Hamish. Bukan lagi mengaku sebagai seorang istri, hanya seseorang yang disuruh menggantikan tugas untuk merawatnya."Ibu mana?""Ibu--""Kau memanggil ibuku siapa?" Mas Hamish langsung menyela begitu saja saat aku menyebut mertuaku dengan sebutan Ibu."Maaf, Ibu yang menyuruhku memanggilnya Ibu." Aku memberanikan diri menatap matanya yang begitu dingin saat bicara padaku. Begitu berbeda dengan tatapannya dulu, selalu dipenuhi cinta dan kasih sayang."Ibuku memang sangat baik dengan semua orang."Aku mengangguk."Kalau begitu kamu makanlah, Mas! Kasihan Ibu selalu mencemaskanmu, ingin segera melihatmu sembuh seperti dulu."Terdengar dengusan kecil dari bibirnya. "Bawa sini! Aku bisa memakannya sendiri!"Mas Hamish sama sekali tak mau memakan suapan bubur dariku. Aku mengangguk mengerti. Walaupun hati ini begitu sakit menerima penolakannya, tetapi aku tidak
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-01-22
Baca selengkapnya
Bab 05. Kembali Pulang
"Lepaskan yang di sana juga!"Hari ini, tepat hari kelima setelah Mas Hamish terbangun dari koma, dokter mengatakan jika suamiku sudah boleh pulang. Perkembangan kesehatan Mas Hamish begitu pesat, apalagi sejak Sofie sering datang menjenguknya.Sofie. Aku tidak tahu ini adalah berita baik, atau justru memperburuk keadaan. Saat Sofie mengatakan perasaannya terhadap Mas Hamish kepadaku, sampai detik ini membuatku tidak bisa mengerti apa tujuan perempuan itu membantuku.Yang aku tahu, Sofie adalah wanita berpendidikan dengan karier cemerlang. Tidak mungkin wanita seperti itu memiliki keinginan untuk merebut suami orang. Walaupun sebelumnya mereka pernah begitu dekat dan nyaris menikah, tetapi kenyataannya aku adalah istri sah Mas Hamish.Melihat perekembangan Mas Hamish yang sangat bagus, aku pun tidak tega memberitahu semuanya secepat ini, yang mungkin bisa membuat suamiku celaka."Mbak Aira, apa foto ini juga dilepaskan?" Pak Priyo, suami Bi Rumi menegurku, menunggu kejelasan perintah d
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-01-26
Baca selengkapnya
Bab 06. Sifat yang Berbeda
"Maaf, aku hanya cemas."Aku menjadi gugup. Bukan berarti aku tidak pernah melihat tubuh polos suamiku, tetapi saat ini situasinya berbeda. Mas Hamish mengira aku hanyalah orang luar sehingga tidak mungkin secara terang-terangan membantu membenarkan celananya."Sebentar, jangan lihat ke belakang! Aku mau memakai celanaku."Aku mengangguk tanpa menjawab dengan suara. Sekitar dua menit lamanya, akhirnya Mas Hamish mengatakan, "Sudah!"Setelah mendengar hal itu, aku membalikkan badan, dan mendapati Mas Hamish masih berada di lantai kamar mandi dengan posisi kursi roda terjatuh. Berniat membantunya, aku membenarkan posisi kursi roda terlebih dulu, baru kemudian membantu Mas Hamish kembali duduk di sana."Bajumu basah. Sebaiknya ganti baju dulu sebeklum beristirahat," kataku saat melihat pakaian Mas Hamish yang basah."Kau cerewet sekali. Terserah aku mau tidur pakai pakain basah atau tidak. Apa urusanmu?""Saat ini menjadi urusanku." Tak peduli tanggapannya, aku mendorong kursi rodanya ke
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-01-27
Baca selengkapnya
Bab 07. Semakin Cerewet
"Pokoknya aku mau makan yang lain."Mas Hamish berubah seperti anak kecil. Aku sampai tidak mengenali suamiku itu. Apakah dia pria yang sama, yang meminangku lima tahun lalu?Aku mengambil alih piring itu, lalu kembali ke dapur untuk menyiapkan makanan baru untuk Mas Hamish. Dengan tubuh yang masih lemah, aku memutuskan memasak ulang. Tidak mungkin menyuruh Bi Rumi karena beliau pasti sudah lelah. Walaupun aku sendiri juga belum sehat benar, tetapi sudah lebih baik dari sebelumnya."Tanpa bawang, Ra!"Suara itu mengejutkanku. Aku menoleh ke belakang. Mas Hamish ternyata sudah berada di sana sembari menggulirkan roda kursinya.Aku mengangguk mengerti. Mas Hamish tak sekali pun mengalihkan perhatiannya dari pekerjaanku, seakan-akan takut aku memasukan bahan masakan yang tidak dia inginkan. Setidaknya itu yang terlihat dari ekor mataku.Masakan tanpa bawang?Meski sudah mengiakan, tetapi aku tidak mengerjakan sesuai permintaan. Berusaha menutupi apa yang kumasak dengan badanku agar Mas Ha
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-01-28
Baca selengkapnya
Bab 08. Tatapan yang Berbeda
"Apa aku mengganggu?"Jelas. Aku merasa sangat terganggu dengan kehadiran Sofie. Ini sudah terlalu malam bagi seorang wanita yang hendak bertamu ke rumah seorang pria. Ingin sekali untuk menjawab bahwa kedatangannya tidak diharapkan. Namun, aku berusaha menahan diri agar tidak lepas kendali.Mas Hamish menggeleng. Ekspresi dinginnya langsung berubah lembut. "Tidak! Mana mungkin kedatanganmu menggangguku?" Dia beralih bicara padaku. "Ra, bawakan minuman untuk Sofie. Jangan bengong saja di situ!"Aku mengangguk. Tak ada pilihan lain selain menurut. Posisiku bukan lagi nyonya rumah, melainkan seorang pelayan. Beranjak dari duduk setelah memastikan api yang sempat aku nyalakan sudah padam, aku berjalan melewati belakang Sofie. Bibirku berbisik lirih begitu berada di dekatnya. "Apa maumu malam-malam begini datang kemari, Sofie?""Jangan berperasangka buruk. Aku sudah berjanji pada Mas Hamish untuk menyempatkan datang saat dia sudah pulang." Begitu tenang dia menjawab, seakan-akan tidak pedu
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-01-29
Baca selengkapnya
Bab 09. Satu Kemajuan
Aku tidak salah dengar, kan?Aku pikir Mas Hamish datang untuk memarahiku. Tapi ... ternyata malah meminta maaf."Mengapa?"Rasanya sangat janggal jika Mas Hamish tida-tiba meminta maaf setelah aku mengatakan hal buruk tadi. Melihat wajah murkanya yang selama lima tahun bersama tak pernah sekalipun dipertunjukkan padaku, aku yakin dia tidak semudah itu meredam emosinya. Tentu saja aku merasa syok karena suamiku biasanya selalu bersikap lembut padaku, sekarang justru menjadi kasar dan tidak sabaran."Karena aku merasa sudah keterlaluan padamu."Menunduk, Aku tidak menyangka dia mengatakan hal tersebut. "Nggak papa. Aku ... juga minta maaf karena tidak sopan. Maaf.""Ra!" Lagi, dia memanggilku."Ya!""Tadi, Sofie juga mengatakan kalau dia tidak enak sudah membuatmu sedih. Dia wanita baik-baik, Ra. Bahkan setelah kamu pergi, dia yang menyadarkanku kalau aku sudah keterlaluan bicara padamu. Aku harap kamu jangan bicara buruk jika Sofie datang lagi ke rumah ini."Oh, jadi semua ini karena S
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-01-29
Baca selengkapnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status