Home / Pernikahan / Ingat Aku, Suamiku! / Bab 10. Belum Siap

Share

Bab 10. Belum Siap

Author: Aleena
last update Last Updated: 2024-01-30 10:57:48

Sesuai jadwal yang ditentukan, dokter datang tepat pukul delapan pagi. Mas Hamish sudah bersiap mengikuti serangkaian proses terapi. Dari pemeriksaan, juga penyuluhan. Mereka terlibat perbincangan serius. Aku menghampiri lalu berhenti tepat di samping kanan kursi roda Mas Hamish.

"Bagaiana perkembangannya, Dok?"

"Nah, tepat waktu sekali Bu Aira datang."

Sejenak aku mengarahkan pandangan ke arah Mas Hamish, meminta jawaban akan maksud dari dokter tersebut. Tapi, lelaki itu tak memberi jawaban apa pun.

"Jadi begini." Dokter memulai bicara. " Pak Hamish harus berlatih untuk menggerakkan kakinya. Tidak perlu terlalu berat. Cukup latihan duduk, kemudian berdiri. Bisa dibantu dengan ada penyangga semacam meja di depannya. Nanti saya catatkan tahapan-tahapannya yang sebaiknya dilakukan dengan urut sesuai petunjuk."

Aku mengangguk mengerti.

"Bu Aira tinggal memastikan Pak Hamish melakukan sesuai prosedur yanv saya catatkan."

"Baik, Dok. Akan saya lakukan."

Dokter merapikan perlengkapan usai m
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Ingat Aku, Suamiku!   Bab 11. Dejavu

    Pagi itu, waktu seakan terasa lebih lama. Dari satu, dua, tiga detik yang berputar pada jarum jam dinding begitu berarti. Hujan mulai mengguyurkan curahnya pada permukaan bumi sehingga aku kesulitan keluar untuk mengajak Mas Hamish ke suatu tempat.Hari ini bertepatan dengan tanggal pernikahan kami, yaitu tepat lima tahun. Walaupun Mas Hamish tidak mengingat apa pun, aku hendak mengajaknya ke suatu tempat yang mungkin bisa mengingatkannya dengan memori-memori indah kami. Namun, cuaca nyatanya tidak bersahabat. Hujan turun sejak pagi, tanpa meminta izin pada banyak orang yang terpaksa menunda janji karena kehadirannya.Aku menjulurkan tangan, menengadah pada rintik hujan ke luar jendela. Percikan air bagaikan buliran kristal terpecah, lalu menciprat ke permukaan wajah yang langsung membuatku memejamkan mata."Ra, apa yang kamu lakukan?"Kelopak mata yang sempat memejam seketika terbuka begitu suara Mas Hamish mengejutkanku. Aku menoleh kemudian, mendapati pria itu sudah berada di belak

    Last Updated : 2024-02-02
  • Ingat Aku, Suamiku!   Bab 12. Mengajaknya Pergi

    "Apa kamu mengingat sesuatu?" Ada harapan yang begitu kuat saat menanyakannya. Paling tidak, mungkin ada seberkas bayangan wajahku di kepalanya."Tidak. Aku tidak mengingat apa pun.""Lalu?"Itu tadi bayangan apa? Mengapa dia mengatakan dejavu? Apakah aku terlalu banyak berharap agar ingatannya kembali?"Mungkin dulu aku pernah terjatuh seperti ini bersama Sofie. Jadi aku merasa pernah mengalami ini sebelumnya."Bukan. Bukan Sofie. Itu aku. Kami memang pernah terjatuh bersama saat itu dengan Mas Hamish memelukku, melindungi kepalaku agar tidak terbentur pada lantai. Sama persis dengan kejadian yang baru saja terjadi. Namun, mana mungkin aku mengatakan hal tersebut.Aku hela napas dalam-dalam sebelum akhirnya mengembuskannya perlahan. "Ayo, aku bantu berdiri!""Hemm." Dia bergumam.Sebaiknya Mas Hamish kembali ke kursi roda. Aku berdiri kemudian, lalu mengambil kursi roda yang sempat ditinggalkan Mas Hamish, meletakakn di dekat lelaki itu."Hati-hati!" kataku tanpa menatap wajahnya.Ent

    Last Updated : 2024-02-04
  • Ingat Aku, Suamiku!   Bab 13. Apa Kamu Menyukaiku?

    Akhir-akhir ini hubunganku dengan Mas Hamish memiliki banyak kemajuan. Dia sudah menyingkirkan dinding pemisah di antara kami. Sikapnya yang biasanya dingin, sudah berangsur melunak, walaupun ... di matanya aku hanyalah seorang teman.Tidak masalah. Itu jauh lebih baik daripada menganggapku sebagai musuh."Ra!" Suaranya terdengar memanggil bersamaan dengan ketukan di pintu kamarku.Hari ini Mas Hamish memintaku menemaninya untuk mengunjungi salah satu gerai coffe shop kami yang sedang mengalami kendala. Cabang baru yang memang kurang aku perhatikan karena terlalu fokus dengan kecelakan yang menimpa suamiku.Segera kubuka pintu, dan di sana Mas Hamish sudah siap dengan pakaian yang rapi, duduk di atas kursi rodanya. Dia terlihat tampan dengan rambut tebal belah samping yang sudah disisir rapi. Aku sempat terpesona ketika menatapnya."Ehem." Dehemannya membuatku tersadar. Segera memalingkan muka, aku mendadak kikuk."Sudah siap?" tanyanya kemudian.Aku mengangguk. "Maaf, sudah membuatmu

    Last Updated : 2024-03-30
  • Ingat Aku, Suamiku!   Bab 14. Masa Lalu yang belum Usai

    Tidak bisa dipungkiri jika aku sempat tersentak dengan apa yang baru saja Mas Hamish ucapkan.Menyukai?Mengapa dia tiba-tiba bertanya seperti itu?Mencoba tetap tenang, aku tidak ingin terpancing dengan pertanyaan itu. Bisa saja jika aku mengakui perasaanku, hubungan baik yang baru saja kubangun bersamanya akan kandas hari ini juga."Maksud kamu?""Kamu tidak diam-diam memendam perasaan padaku?" tanya Mas Hamish lagi. Kedua alisnya terlihat terangkat, sorot mata lurus nan tajam menatapku tanpa berkedip."Kenapa kamu berpikir begitu? Apa ada perkataanku yang mempengaruhimu?""Sikapmu," ucap Mas Hamish yang cukup membuatku bingung."Sikap? Sikap yang mana?""Kamu terlalu baik dan terlalu mencemaskanku. Perhatianmu terlalu berlebihan melebihi orang tuaku sendiri. Mengapa kamu begitu khawatir denganku?""Hanya karena itu?" Aku menantang tatapannya yang mulai berubah. Tidak seperti Mas Hamish yang aku temui pagi tadi. Dia lebih dingin dan asing. "Aku bertanggung jawab dengan apa yang terj

    Last Updated : 2024-04-06
  • Ingat Aku, Suamiku!   Bab 15. Album Kenangan

    Siang ini Mas Hamish seharusnya pulang dari rumah sakit. Aku sengaja tidak menjemputnya karena Ibu dan Ayah sudah memintaku menunggu di rumah. Lagi pun, aku masih mogok bicara padanya.Sejak hari itu, aku tak lagi menemui Mas Hamish di rumah sakit. Aku memilih menitipkan suamiku pada Reno. Makanan kesukaannya sudah aku masakkan. Dan semua hidangan sudah kutata dengan dibantu Bi Rumi. Kedua mertuaku juga akan makan siang di sini sehingga aku harus menyiapkan segalanya sebaik mungkin. Bel terdengar dari pintu depan bersamaan semua pekerjaan selesai."Biar saya saja, Bi!" ucapku saat Bi Rumi hendak membukakan pintu.Aku tahu jika itu Mas Hamish yang datang. Menyerahkan apron pada Bi Rumi, aku segera berjalan menghampiri pintu untuk membukanya. Dan benar, sesuai dugaan jika di sana ada Mas Hamish yang duduk pada kursi roda bersama kedu mertuaku."Assalamualaikum." Aku mencium punggung kedua mertuaku bergantian. Dari ekor mata, aku sempat melihat Mas Hamish memperhatikan interaksiku bersa

    Last Updated : 2024-05-01
  • Ingat Aku, Suamiku!   Prolog

    "Antara dicampakkan dan tidak dipedulikan, ada hal lain yang nyatanya jauh lebih menyakitkan, yaitu ... dilupakan." (Humaira Seza)"Aira!" Terdengar panggilan dari arah ruang tamu membuatku buru-buru mematikan keran air setelah puas memuntahkan seluruh makanan yang sempat masuk ke lambungku. Kubasuh wajah agar tidak tampak kusut sebelum akhirnya mengeringkannya dengan handuk yang tersampir di atas gantungan. "Biar Bibi aja, Non!" Bi Rumi menahanku yang hendak beranjak. "Non Aira kan habis muntah-muntah. Biar Bibi aja yang nemuin Tuan." "Nggak papa kok, Bi. Bibi di sini aja ngelanjutin motong sayurnya. Biar Mas Hamish jadi urusan Aira." Aku tersenyum kepadanya, menunjukkan bahwa aku baik-baik saja. "Tapi, Non, di luar ada ...." Sebelum Bi Rumi melanjutkan kalimatnya, aku langsung menyela. Aku tahu ke mana arah pembicaraan perempuan paruh baya itu. "Nggak papa kok, Bi. Tenang aja, ya!" Aku meninggalkan Bi Rumi, berjalan sedikit cepat menuju ruang tamu di mana lelaki yang sejak tad

    Last Updated : 2023-11-30
  • Ingat Aku, Suamiku!   Bab 01- Berita Baik dan Buruk

    "Selamat, ya, Bunda. Kehamilannya sudah memasuki usia empat minggu.""Sungguh, Dok?"Dokter wanita itu mengangguk. "Sekali lagi selamat, ya?"Aku menutup mulut yang terbuka lantaran begitu terkejut dengan hasil yang ada. Bagiku itu bukan lagi berita baik, melainkan sangat membahagiakan. Sudah lima tahun lamanya aku dan Mas Hamish menunggu kabar ini. Tak pernah menyerah Mas Hamish memberiku dukungan untuk menjalani program kehamilan walaupun Ibu mertua mulai ragu akan kesuburanku. Dan setelah lima tahun menanti dengan sabar, semua ini bukan lagi mimpi."Masya Allah." Aku menyeka air mata yang tiba-tiba menitik karena haru. Tak henti-henti bibir ini mengucap syukur atas anugerah yang Tuhan limpahkan kepadaku dan keluarga. "Terima kasih, Dok.""Sama-sama, Bunda. Jangan lupa untuk melakukan pemeriksaan rutin setiap satu bulan sekali. Jangan terlalu banyak beraktivitas, istirahat yang cukup karena kandungan masih terlalu lemah. Sekali lagi, selamat, ya? Sampaikan salam saya kepada Pak Hami

    Last Updated : 2023-11-30
  • Ingat Aku, Suamiku!   Bab 02- Kejutan Kedua

    "Pasien mengalami amnesia sebagian."Aku mendengar penjelasan tersebut dengan menguatkan hati. Aku dan Ibu mertua berada di ruangan dokter untuk membicarakan perkembangan kesehatan Mas Hamish."Maksud Dokter?" tanyaku meminta kejelasan."Ada beberapa jenis kehilangan memori ingatan pasca kecelakaan. Untuk kasus Pak Hamish, pasien hanya kehilangan sebagian memori pada otaknya. Mohon maaf, apakah Pak Hamish pernah mengalami kecelakaan cukup parah sebelum ini?"Aku menggeleng. Selama hidup dengannya, Mas Hamish tidak pernah mengalami kecelakaan parah. Apalagi yang berhubungan dengan kepala. Namun, berbeda dengan apa yang dikatakan oleh Ibu mertua."Iya, Dok. Hamish pernah kecelakaan sekitar lima tahun lalu. Sebelum dia menikah."Aku langsung mengalihkan tatapan ke arah Ibu. Aku tidak tahu semua itu. Dokter mengangguk-anggukkan kepala."Masuk akal. Pak Hamish mengingat kejadian lima tahun lalu sebelum kecelakaan itu terjadi. Bu Aira, saya harap Anda bisa bersabar menjalani ujian ini."Mat

    Last Updated : 2023-11-30

Latest chapter

  • Ingat Aku, Suamiku!   Bab 15. Album Kenangan

    Siang ini Mas Hamish seharusnya pulang dari rumah sakit. Aku sengaja tidak menjemputnya karena Ibu dan Ayah sudah memintaku menunggu di rumah. Lagi pun, aku masih mogok bicara padanya.Sejak hari itu, aku tak lagi menemui Mas Hamish di rumah sakit. Aku memilih menitipkan suamiku pada Reno. Makanan kesukaannya sudah aku masakkan. Dan semua hidangan sudah kutata dengan dibantu Bi Rumi. Kedua mertuaku juga akan makan siang di sini sehingga aku harus menyiapkan segalanya sebaik mungkin. Bel terdengar dari pintu depan bersamaan semua pekerjaan selesai."Biar saya saja, Bi!" ucapku saat Bi Rumi hendak membukakan pintu.Aku tahu jika itu Mas Hamish yang datang. Menyerahkan apron pada Bi Rumi, aku segera berjalan menghampiri pintu untuk membukanya. Dan benar, sesuai dugaan jika di sana ada Mas Hamish yang duduk pada kursi roda bersama kedu mertuaku."Assalamualaikum." Aku mencium punggung kedua mertuaku bergantian. Dari ekor mata, aku sempat melihat Mas Hamish memperhatikan interaksiku bersa

  • Ingat Aku, Suamiku!   Bab 14. Masa Lalu yang belum Usai

    Tidak bisa dipungkiri jika aku sempat tersentak dengan apa yang baru saja Mas Hamish ucapkan.Menyukai?Mengapa dia tiba-tiba bertanya seperti itu?Mencoba tetap tenang, aku tidak ingin terpancing dengan pertanyaan itu. Bisa saja jika aku mengakui perasaanku, hubungan baik yang baru saja kubangun bersamanya akan kandas hari ini juga."Maksud kamu?""Kamu tidak diam-diam memendam perasaan padaku?" tanya Mas Hamish lagi. Kedua alisnya terlihat terangkat, sorot mata lurus nan tajam menatapku tanpa berkedip."Kenapa kamu berpikir begitu? Apa ada perkataanku yang mempengaruhimu?""Sikapmu," ucap Mas Hamish yang cukup membuatku bingung."Sikap? Sikap yang mana?""Kamu terlalu baik dan terlalu mencemaskanku. Perhatianmu terlalu berlebihan melebihi orang tuaku sendiri. Mengapa kamu begitu khawatir denganku?""Hanya karena itu?" Aku menantang tatapannya yang mulai berubah. Tidak seperti Mas Hamish yang aku temui pagi tadi. Dia lebih dingin dan asing. "Aku bertanggung jawab dengan apa yang terj

  • Ingat Aku, Suamiku!   Bab 13. Apa Kamu Menyukaiku?

    Akhir-akhir ini hubunganku dengan Mas Hamish memiliki banyak kemajuan. Dia sudah menyingkirkan dinding pemisah di antara kami. Sikapnya yang biasanya dingin, sudah berangsur melunak, walaupun ... di matanya aku hanyalah seorang teman.Tidak masalah. Itu jauh lebih baik daripada menganggapku sebagai musuh."Ra!" Suaranya terdengar memanggil bersamaan dengan ketukan di pintu kamarku.Hari ini Mas Hamish memintaku menemaninya untuk mengunjungi salah satu gerai coffe shop kami yang sedang mengalami kendala. Cabang baru yang memang kurang aku perhatikan karena terlalu fokus dengan kecelakan yang menimpa suamiku.Segera kubuka pintu, dan di sana Mas Hamish sudah siap dengan pakaian yang rapi, duduk di atas kursi rodanya. Dia terlihat tampan dengan rambut tebal belah samping yang sudah disisir rapi. Aku sempat terpesona ketika menatapnya."Ehem." Dehemannya membuatku tersadar. Segera memalingkan muka, aku mendadak kikuk."Sudah siap?" tanyanya kemudian.Aku mengangguk. "Maaf, sudah membuatmu

  • Ingat Aku, Suamiku!   Bab 12. Mengajaknya Pergi

    "Apa kamu mengingat sesuatu?" Ada harapan yang begitu kuat saat menanyakannya. Paling tidak, mungkin ada seberkas bayangan wajahku di kepalanya."Tidak. Aku tidak mengingat apa pun.""Lalu?"Itu tadi bayangan apa? Mengapa dia mengatakan dejavu? Apakah aku terlalu banyak berharap agar ingatannya kembali?"Mungkin dulu aku pernah terjatuh seperti ini bersama Sofie. Jadi aku merasa pernah mengalami ini sebelumnya."Bukan. Bukan Sofie. Itu aku. Kami memang pernah terjatuh bersama saat itu dengan Mas Hamish memelukku, melindungi kepalaku agar tidak terbentur pada lantai. Sama persis dengan kejadian yang baru saja terjadi. Namun, mana mungkin aku mengatakan hal tersebut.Aku hela napas dalam-dalam sebelum akhirnya mengembuskannya perlahan. "Ayo, aku bantu berdiri!""Hemm." Dia bergumam.Sebaiknya Mas Hamish kembali ke kursi roda. Aku berdiri kemudian, lalu mengambil kursi roda yang sempat ditinggalkan Mas Hamish, meletakakn di dekat lelaki itu."Hati-hati!" kataku tanpa menatap wajahnya.Ent

  • Ingat Aku, Suamiku!   Bab 11. Dejavu

    Pagi itu, waktu seakan terasa lebih lama. Dari satu, dua, tiga detik yang berputar pada jarum jam dinding begitu berarti. Hujan mulai mengguyurkan curahnya pada permukaan bumi sehingga aku kesulitan keluar untuk mengajak Mas Hamish ke suatu tempat.Hari ini bertepatan dengan tanggal pernikahan kami, yaitu tepat lima tahun. Walaupun Mas Hamish tidak mengingat apa pun, aku hendak mengajaknya ke suatu tempat yang mungkin bisa mengingatkannya dengan memori-memori indah kami. Namun, cuaca nyatanya tidak bersahabat. Hujan turun sejak pagi, tanpa meminta izin pada banyak orang yang terpaksa menunda janji karena kehadirannya.Aku menjulurkan tangan, menengadah pada rintik hujan ke luar jendela. Percikan air bagaikan buliran kristal terpecah, lalu menciprat ke permukaan wajah yang langsung membuatku memejamkan mata."Ra, apa yang kamu lakukan?"Kelopak mata yang sempat memejam seketika terbuka begitu suara Mas Hamish mengejutkanku. Aku menoleh kemudian, mendapati pria itu sudah berada di belak

  • Ingat Aku, Suamiku!   Bab 10. Belum Siap

    Sesuai jadwal yang ditentukan, dokter datang tepat pukul delapan pagi. Mas Hamish sudah bersiap mengikuti serangkaian proses terapi. Dari pemeriksaan, juga penyuluhan. Mereka terlibat perbincangan serius. Aku menghampiri lalu berhenti tepat di samping kanan kursi roda Mas Hamish."Bagaiana perkembangannya, Dok?""Nah, tepat waktu sekali Bu Aira datang."Sejenak aku mengarahkan pandangan ke arah Mas Hamish, meminta jawaban akan maksud dari dokter tersebut. Tapi, lelaki itu tak memberi jawaban apa pun."Jadi begini." Dokter memulai bicara. " Pak Hamish harus berlatih untuk menggerakkan kakinya. Tidak perlu terlalu berat. Cukup latihan duduk, kemudian berdiri. Bisa dibantu dengan ada penyangga semacam meja di depannya. Nanti saya catatkan tahapan-tahapannya yang sebaiknya dilakukan dengan urut sesuai petunjuk."Aku mengangguk mengerti."Bu Aira tinggal memastikan Pak Hamish melakukan sesuai prosedur yanv saya catatkan.""Baik, Dok. Akan saya lakukan."Dokter merapikan perlengkapan usai m

  • Ingat Aku, Suamiku!   Bab 09. Satu Kemajuan

    Aku tidak salah dengar, kan?Aku pikir Mas Hamish datang untuk memarahiku. Tapi ... ternyata malah meminta maaf."Mengapa?"Rasanya sangat janggal jika Mas Hamish tida-tiba meminta maaf setelah aku mengatakan hal buruk tadi. Melihat wajah murkanya yang selama lima tahun bersama tak pernah sekalipun dipertunjukkan padaku, aku yakin dia tidak semudah itu meredam emosinya. Tentu saja aku merasa syok karena suamiku biasanya selalu bersikap lembut padaku, sekarang justru menjadi kasar dan tidak sabaran."Karena aku merasa sudah keterlaluan padamu."Menunduk, Aku tidak menyangka dia mengatakan hal tersebut. "Nggak papa. Aku ... juga minta maaf karena tidak sopan. Maaf.""Ra!" Lagi, dia memanggilku."Ya!""Tadi, Sofie juga mengatakan kalau dia tidak enak sudah membuatmu sedih. Dia wanita baik-baik, Ra. Bahkan setelah kamu pergi, dia yang menyadarkanku kalau aku sudah keterlaluan bicara padamu. Aku harap kamu jangan bicara buruk jika Sofie datang lagi ke rumah ini."Oh, jadi semua ini karena S

  • Ingat Aku, Suamiku!   Bab 08. Tatapan yang Berbeda

    "Apa aku mengganggu?"Jelas. Aku merasa sangat terganggu dengan kehadiran Sofie. Ini sudah terlalu malam bagi seorang wanita yang hendak bertamu ke rumah seorang pria. Ingin sekali untuk menjawab bahwa kedatangannya tidak diharapkan. Namun, aku berusaha menahan diri agar tidak lepas kendali.Mas Hamish menggeleng. Ekspresi dinginnya langsung berubah lembut. "Tidak! Mana mungkin kedatanganmu menggangguku?" Dia beralih bicara padaku. "Ra, bawakan minuman untuk Sofie. Jangan bengong saja di situ!"Aku mengangguk. Tak ada pilihan lain selain menurut. Posisiku bukan lagi nyonya rumah, melainkan seorang pelayan. Beranjak dari duduk setelah memastikan api yang sempat aku nyalakan sudah padam, aku berjalan melewati belakang Sofie. Bibirku berbisik lirih begitu berada di dekatnya. "Apa maumu malam-malam begini datang kemari, Sofie?""Jangan berperasangka buruk. Aku sudah berjanji pada Mas Hamish untuk menyempatkan datang saat dia sudah pulang." Begitu tenang dia menjawab, seakan-akan tidak pedu

  • Ingat Aku, Suamiku!   Bab 07. Semakin Cerewet

    "Pokoknya aku mau makan yang lain."Mas Hamish berubah seperti anak kecil. Aku sampai tidak mengenali suamiku itu. Apakah dia pria yang sama, yang meminangku lima tahun lalu?Aku mengambil alih piring itu, lalu kembali ke dapur untuk menyiapkan makanan baru untuk Mas Hamish. Dengan tubuh yang masih lemah, aku memutuskan memasak ulang. Tidak mungkin menyuruh Bi Rumi karena beliau pasti sudah lelah. Walaupun aku sendiri juga belum sehat benar, tetapi sudah lebih baik dari sebelumnya."Tanpa bawang, Ra!"Suara itu mengejutkanku. Aku menoleh ke belakang. Mas Hamish ternyata sudah berada di sana sembari menggulirkan roda kursinya.Aku mengangguk mengerti. Mas Hamish tak sekali pun mengalihkan perhatiannya dari pekerjaanku, seakan-akan takut aku memasukan bahan masakan yang tidak dia inginkan. Setidaknya itu yang terlihat dari ekor mataku.Masakan tanpa bawang?Meski sudah mengiakan, tetapi aku tidak mengerjakan sesuai permintaan. Berusaha menutupi apa yang kumasak dengan badanku agar Mas Ha

DMCA.com Protection Status