Eva terjebak dalam pernikahan berkedok jadi ibu pengganti untuk bayi dari bapak kosnya. Eva mengira tugasnya hanya merawat bayi itu, sesuai kesepakatan pertama sebelum menikah. Ternyata dia salah. Kenyataannya, dia juga harus terlibat hubungan yang selalu membuatnya bingung. Eva masih berpacaran saat sudah berstatus istri bapak kos. Dia mencintai kekasihnya tapi Bapak kos alias suaminya semakin gencar mendekatinya, menuntut Eva agar membalas perasaan bapak kos. Lantas kepada siapa Eva memberikan hatinya? Apakah Eva akan mempertahankan hubungannya dengan kekasihnya dan mengakhiri pernikahannya? Bagaimana Eva menanggapi cinta yang diberikan oleh bapak kosnya?
View MoreSeharian ini, cuaca mendung membungkus langit seperti turut berdukacita mengantar jasad wanita henat yang dimakamkan sore ini. Eva berdiri di antara kerumunan orang-orang yang berduka. Eva bisa melihat bapak kosnya yang bernama Rafa sedang menggendong bayi perempuan yang masih memerah. Pria itu melongokkan kepala untuk melihat wajah istrinya untuk terakhir kali.
Arumi Cahaya Laksma.Nama wanita paling cantik di mata Rafa, kini terabadikan di batu nisan. Meninggal setelah melahirkan bayi mungil yang kini menangis. Seolah-olah, bayi merah itu mengetahui akan terpisah dengan ibunya untuk selama-lamanya."Kasihan sekali bayi itu," gumam Eva. Tatapannya tidak lepas dari bayi ditutupi bedung. Eva melangkah mendekati bapak kosnya. Ingin menyampaikan dukanya secara langsung. Dia berdiri di belakang Rafa dan memanggil dengan lirih, "Pak."Rafa berbalik dan melihat Eva. Wajah Rafa basah oleh air mata. Jelas sekali jejak kesedihan karena ditinggal belahan jiwanya. Meskipun sulit, Rafa berusaha menampilkan senyum pada Eva. Rafa menyerahkan bayinya ke gendongan kakaknya."Semoga Bapak diberi ketabahan. Sekarang, Ibu Arumi berada dalam pelukan Tuhan. Dia adalah wanita hebat." Eva adalah salah satu penyewa kos milik Rafa yang datang ke pemakaman menyampaikan duka cita. Dia memberi kalimat penyemangat pada Rafa yang terlihat rapuh. "Terima kasih, Eva," ucap Rafa yang dibalas anggukan oleh Eva.Rafa duduk di samping kuburan dan memperbaiki letak bunga Lily putih yang sengaja disusun untuk menghiasi batu nisan. "Kamu masih hidup di sini dan di sini, Sayang." Rafa menunjuk dadanya sebelah kiri lalu beralih ke kepalanya. "Ragamu memang tidak menemani kami lagi, tapi kamu abadi dalam ingatan aku, juga bagi anak kita."Rafa mengusap air matanya. "Aku janji akan menjaga bayi kita. Aku akan membesarkan dia menjadi perempuan hebat sepertimu. Kamu pegang janjiku."Eva tanpa sadar meneteskan air matanya lagi. Dia bisa merasakan sakit keluarga berduka itu. Juga bisa melihat ketulusan cinta dari bapak kosnya kepada istrinya. Sangat menyentuh, sehingga Eva menginginkan pria masa depannya juga mencintainya hingga akhir hayat seperti cinta bapak kosnya. Cepat-cepat Eva mengusap basah di pipinya. "Ayo pulang, Raf!" Dona, kakak Rafa mengusap punggung adiknya. "Aku masih mau di sini, Kak. Pulang saja lebih dulu." Rafa menolak. Dia masih ingin menemani istrinya.Dona memutar bola matanya. Dia cukup kesal dengan sikap Rafa yang terlalu menyesali kepergian istrinya. "Kamu, bisa gendong bayi?" tanya Dona.Eva yang berdiri di samping Dona menunjuk dirinya sendiri dan berkata, "Ibu tanya saya?" Dona mengangguk, "Bisa 'kan? Bantu saya gendong anak Rafa dulu. Saya harus paksa anak ini untuk pulang. Kalau tidak, bisa-bisa kita dibuat bermalam di sini."Sebelum Eva memberikan respon, bayi itu sudah Dona pindahkan ke tangan Eva. Bayi itu tidak berat, tapi Eva terlihat tertekan dengan bayi digendongannya. Ini pertama kalinya, Eva menggendong bayi baru lahir. Ketakutan dan perasaan was-was melingkupinya.'Bagaimana kalau bayi ini tiba-tiba bergerak dan jatuh?' pikir Eva yang membuatnya semakin ketakutan."Rafa, ayo pulang! Kasihan anak kamu. Kakak tau kamu bersedih, tapi nggak seharusnya kamu bersikap seperti ini. Arumi sudah tiada, kamu harus merelakannya. Sekarang, kamu punya bayi yang harus dipedulikan." Tidak mendapat respon dari Rafa, Dona menarik tangan adiknya. "Raf, pulang!"Rafa mengangguk dan bangkit. "Aku pamit pulang, Sayang. Tenanglah di sana. Aku akan menyusulmu suatu hari nanti."Langkah kaki Rafa berat meninggalkan istrinya tidur sendirian di sana. Kehilangan seorang istri atau ibu adalah pengalaman paling buruk yang dialami oleh seorang suami atau anak. Kalau bisa, Rafa ingin menukar dengan nyawanya. Bayi mereka akan lebih baik jika memiliki ibu tanpa ayah, dibanding ayah tanpa ibu. Bayi mungil itu lebih membutuhkan sosok ibu.***"Udah mau balik?"Eva terperanjat dengan suara dari arah belakangnya. Ketika menoleh, dia mendapati Rafa berdiri di sana.Eva mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaan Rafa."Kamu pulang pakai apa?" kata Rafa."Saya udah pesan ojek online, Pak. Bentar lagi sampai." "Makasih ya, Eva. Kamu banyak bantu saya hari ini." Rafa mengucap dengan tulus.Lagi, Eva mengangguk sebagai balasan. "Selama beberapa minggu, mungkin bulan, saya nggak balik ke kos dulu. Kamu sama teman-teman kamu tetap hati-hati di sana. Ingat jam malam. Kunci gerbang.""Iya, Pak. Aman." Eva mengatakannya dengan yakin. Dia tahu penjagaan dan aturan kos sangat ketat. Tetapi, itu wajar karena kos hanya dihuni oleh perempuan."Anak Bapak ke mana?" tanya Eva yang menyadari sejak pulang dari pemakaman, bayi itu tidak terlihat."Dia tidur sama kakak saya.""Bapak nggak ada niat gitu buat cari ibu baru buat anak bapak?" tanya Eva dengan nada bercanda. Dia bisa melakukannya, karena melihat Rafa cukup santai sekarang."Kamu mau?" tanya Rafa.Rafa memasuki rumah dengan tergesa-gesa. Dia mengedarkan pandangan ke sekeliling dan hanya menemukan Bu Siti dan Arumi yang bermain di ruang tengah. "Pak Ra—" Kalimat Bu Siti menggantung begitu saja karena Rafa segera berlalu menuju ruangan lain seperti mencari sesuatu.Setelah memasuki tiap kamar dalam rumah, Rafa memasuki area dapur lalu berjalan ke halaman belakang. Nihil.Tidak ada jejak Eva di rumah ini. Rafa mendekati Bu Siti. Tatapannya tampak tidak fokus. Bahkan keberadaan Arumi di sana, seperti buram di mata Rafa."Eva nggak balik ke rumah, Bu?" tanya Rafa.Bu Siti mengernyit heran. "Bukannya Neng Eva ke rumah sakit ya. Tadi dia bilang mau jengukin Pak Ardi. Memangnya Pak Rafa nggak ketemu? Atau Pak Rafa bukan di rumah sakit tapi di kantor ya, makanya nggak ketemu?" "Saya di rumah sakit tadi, Bu. Cuma Eva ... pergi." Rafa bingung menjelaskan situasi saat ini. Rafa hanya mendengar kabar bahwa Eva marah. Penjelasan lebih lanjut terkait kron
"Bu Siti, Arumi rewel nggak seharian ini?"'Tadi sempat rewel nyariin Neng Eva sama Pak Rafa. Tapi sekarang udah aman, Neng. Bibi masih bisa tangani. Sekarang, adek lagi seru-serunya main. Tuh, Neng.'Senyuman Eva merekah ketika layar ponsel menampilkan Arumi yang sedang berusaha memasang donat susunnya. Eva selalu merasa bangga tiap kali melihat tumbuh kembang Arumi. Mungkin itulah yang dirasakan oleh semua ibu di dunia ini. Sekecil apapun pencapaian si anak, tentu terasa hebat di mata seorang ibu.'Mau bicara, Neng?' tanya Bu Siti ketika melihat Eva hanya diam memandangi Arumi.Eva menggeleng dan berkata, "Nggak usah, Bu. Nanti dia nangis kalau liat aku tapi nggak gendong."Bu Siti terkekeh mendengar keluhan Eva. Kebebasan Eva terenggut ketika keberadaannya tertangkap oleh Arumi. Bayi itu sangat manja kepada Eva. Bahkan, Eva harus melarikan diri secara diam-diam jika ingin ke kampus. "Bu, nanti aku agak telat ya pulangnya. Nggak apa-apa 'kan?" Eva merasa t
"Kami baik-baik aja kok, Pa." Eva melirik layar ponselnya yang menampilkan wajah Bagas. Panggilan telepon itu sudah berlangsung beberapa menit lalu dan Bagas bisa menangkap raut masygul di wajah putrinya. Akan tetapi, jawaban Eva yang berulang menekankan bahwa dia baik-baik saja membuat Bagas mengangguk. "Rafa belum pulang kerja?" tanya Bagas. "Bukan belum pulang, memang dia nggak mau pulang." Eva menjawab dengan jengkel. Mendengar nama Rafa disebut papanya kian membangkitkan kekesalan Eva pada suaminya. "Kalian bertengkar?" Itu bukan suara Bagas, melainkan suara mama Eva. Layar ponsel Eva kini dipenuhi oleh wajah mamanya. Desahan Eva lolos begitu saja. Dia menutup laptopnya yang sempat menganggur karena panggilan video dari orangtuanya. Seharusnya Eva melakukan itu sejak tadi. Toh, tugasnya tidak kunjung selesai sebab pikirannya tidak bisa fokus. Eva menyambar ponsel dan merebahkan tub
"Emangnya Pak Rafa nggak ada niatan balik dulu ke rumah? Kok tiap hari nyuruh orang mulu buat ambilin baju gantinya." Pandangan Eva tidak lepas dari asisten Rafa yang lagi-lagi datang hanya untuk meminta pakaian ganti untuk Rafa. Selama empat hari berturut-turut, asisten itu rutin mengunjungi rumah dengan tujuan yang sama. "Eh, si Eneng!" seru Bu Siti kaget saat tersadar dengan kemunculan Eva di belakangnya. Dia mengelus dada lalu menutup pintu. "Maaf ya, Bu," ucap Eva menunjukkan cengiran. Cukup merasa bersalah telah mengejutkan Bu Siti. Dia melangkah lebih dulu."Pak Rafa bukannya nggak mau balik. Kan Neng Eva udah dikabarin juga sama Pak Rafa. Mertua Neng Eva masih perlu dirawat, jadi Pak Rafa nggak tega ninggalin." Bu Siti menjawab sambil menyusul Eva menuju dapur."Tapi kan, masa iya nggak ada kesempatan pulang sebentar. Emang dia nggak rindu Arumi?" Eva meraih gelas dan melangkah ke depan lemari es."Kalau itu, saya nggak tau juga Neng. Tanya Pak Rafa langsung aja." Bu Siti t
"Wiiihhh ada ibu kos main ke sini," sambut Ajeng melihat kedatangan Eva bersama Arumi dalam gendongannya."Liat Eva gendong anak. Berasa liat ibu-ibu beneran," timpal Rida bercanda."Bangke kalian berdua. Gue masih muda ya. Paling muda di antara kalian. Mana ada muka ibu-ibu?" Eva melepas sendalnya dan bergabung duduk lesehan sambil mengomel. Bibirnya sudah maju beberap senti akibat disebut mirip ibu-ibu. Ajeng dan Rida cekikikan menanggapi Eva. "Iya-iya si paling muda." Rida tidak tega melihat bibir manyun Eva.Ajeng menyodorkan sepiring rujak mangga ke hadapan Eva. "Nih makan, gue udah potongin. Anak Lo kesiniin. Mumpung bapaknya nggak ada, gue mau unyel-unyel."Eva memeluk Arumi. "Jangan dong! Bapaknya marah ntar kalau anaknya diapa-apain.""Makanya Lo diam. Jangan laporin ke bapak kos." Ajeng menyelipkan tangannya di bawah ketiak Arumi, bersiap menariknya."Mending nggak usah. Lecet dikit, bapaknya bisa ngamuk." "Ya elah, mau dipangku doang, Va. Nggak gue banting." "Gue nggak y
"Makasih udah anterin," ucap Eva sekenanya lalu melepas seat belt. Dia masih kesal dengan pria disampingnya. Sampai saat ini, dia masih penasaran pada percakapan antara Bu Siti dan Rafa.Kalimat 'Nanti saya sediakan. Pak Rafa pasti suka' terus terbayang-bayang di kepalanya. Sejujurnya, dia takut kalau-kalau Rafa meminta seorang perempuan untuk melampiaskan hasratnya. Bu Siti pernah memperingati Eva tentang kebutuhan seorang laki-laki pada perempuan, tapi Eva sungguh belum siap melayani suaminya. Jangankan melayani, Eva saja masih meragukan perasaannya pada Rafa. Satu hal yang pasti, Eva tidak ingin Rafa melakukan hal itu dengan perempuan lain. Entah mengapa, hatinya tidak rela."Tunggu," ucap Rafa mencegah Eva yang hendak keluar dari mobil. Eva menutup pintu mobil. Dia menunggu Rafa berbicara lagi. "Sepertinya malam ini saya akan nggak bakal pulang ke rumah. Arumi bisa saya titip di kamu?" Eva menoleh dengan cepat. Jantungnya berdegup kencang. Perasaan khawatir dan takut menyelinap
Ucapan Rafa cukup sukses membuat Eva tergemap. Gadis itu tercenung untuk beberapa saat. Dia memikirkan kebenaran ucapan Rafa. Mungkin saja Rafa dalam keadaan tidak sadar saat mengatakannya. Namun, Eva juga mengkhawatirkan kalau Rafa sebenarnya sudah menciumnya tapi berdalih hendak mencuri ciuman Eva. Eva berdeham untuk mengurai rasa gugupnya. "Ngaco banget pagi-pagi," komentar Eva sambil mendorong bahu Rafa agar menjauh. Dia bangun lalu merapikan rambutnya dan menjepit dengan jedai.Rafa terkekeh pelan sebelum berkata, "Saya serius loh, tapi gagal soalnya kamu keburu bangun. Bukankah menyenangkan, kalau pagi-pagi kita membuat menciptakan suasana romantis? Suami istri suka gitu."Mata Eva melotot mendengar itu. Tidak ingin menanggapi Rafa lebih lanjut, Eva mencoba menghindar. "Gimana kondisi Papa Ardi?" tanya Eva bangkit dari kasur.Terdengar helaan napas dari Rafa. Cukup kecewa karena Eva kembali mengalihkan pembicaraan. Padahal Rafa ingin membicarakan hubungan mereka dari hati ke ha
"Rabu depan Sofyan bakalan main. Apa gue harus ke sana?" gumam Eva sendiri sambil tengkurap di kasur, memperhatikan jadwal Indonesia Masters. Beberapa saat, dia kembali memikirkan percakapan dengan Kausar tadi siang di kantin. "Apa bener kata Kausar? Perasaan gue udah berpaling ke Rafa? Masa sih?"Permasalahannya yang dihadapinya sekarang menjadikan Eva sebagai sosok yang egois dan kurang ajar. Tepatnya, dia bersikap seperti perempuan yang berselingkuh dan mainin perasaan laki-laki. Dia memiliki Rafa sebagai suaminya dan Sofyan sebagai pacarnya. Dulu, Eva ingin melepaskan Rafa ketika Arumi cukup besar atau memiliki seseorang yang bisa menjaganya. Namun, seiring berjalannya waktu, kebersamaan mereka justru membuat Eva terikat. Eva sulit beranjak dari kehidupannya saat ini. Arumi membuat hari-hari Eva lebih menyenangkan dan menantang. Dan Rafa dengan segala kebaikan dan ketulusannya membuat Eva perlahan membuka cela di hati untuk dimasuki oleh Rafa. 'Lalu bagaimana dengan Sofyan?'Sua
"Va, hubungan lo sama Sofyan nggak baik-baik aja 'kan?" celetuk Kausar mengalihkan pandangan dari layar hp ke Eva.Gadis itu tidak menjawab. Kausar yakin Eva mendengarnya. Terlihat jelas gerakan Eva yang hendak mengambil saus sambal seketika terhenti."Eva, woy!" Eva menyambar botol saus dengan cepat. "Sok tau!"Kausar berdecak lalu memperlihatkan room chat antara dirinya dengan Sofyan kepada Eva. "Udah semingguan lebih, dia terus nanyain lu ke gue.""Kangen sama o kali, tapi nggak ada topik makanya nanyain gue," kilah Eva. Bakso di mangkuknya tidak menarik lagi. Kini pikirannya kembali tertuju pada Sofyan. Sejak tahu perkara kecelakaan yang dialami abangnya, Eva memutuskan untuk menjaga jarak dari Sofyan. Bukan karena membenci laki-laki itu, tapi Eva mencoba menemukan jawaban dari keinginannya saat ini. Sekaligus memperjelas perasaan cintanya tertuju pada siapa. Eva berpikir mencoba melepas pikiran dari Sofyan mungkin membuatnya bisa menentukan pilihannya dengan tepat. Sebab, sela
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments