Arumi Nasha Azzahra yang baru memasuki semester 4, harus menerima fakta pahit, bahwa ia harus menikah dengan orang yang tidak ia kenal. Ia tak tahu bagaimana kebiasaan, sifat, bahkan wajah orang yang akan menjadi suaminya nanti. Dan jika ia menolak, ia diancam tidak bisa melanjutkan pendidikannya. Ia harus mengorbankan masa mudanya demi menikah dan hidup bersama seorang laki-laki sombong nan angkuh, Saka Rama Sadewa namanya, laki-laki dengan tatapan mata tajam itu kini duduk di hadapannya. Dari tatapan mata yang seakan mengintimidasi itu, entah mengapa Arumi merasa, lelaki itu membencinya. Dan benar saja, setelah memasuki dunia pernikahan, Arum tak pernah mendapat perlakuan romantis dari suaminya, bahkan sebaliknya, hatinya sering terluka karena perlakuan buruk dan perkataan kasar Saka. Ia pun harus menerima kenyataan bahwa tujuan Saka meminangnya adalah demi menghancurkan keluarga dan kehidupannya. Demi dendam yang sejak lama laki-laki itu simpan. Akankah hidup Arum hancur dalam genggaman suaminya sendiri? Benarkah tak ada sedikitpun cinta yang tumbuh dalam hati keduanya?
View MoreArum sempat terkejut mendengar ajakan tak terduga dari Saka itu, dengan cemas ia menjawab dengan sedikit berbisik. "Tapi tuan, saya ga bisa dansa." Saka menatapnya, namun kali ini ada sesuatu yang berbeda di matanya, sesuatu yang tak bisa ia sembunyikan. "Ga masalah, kamu tinggal ikutin saya," jawabnya namun masih dengan nada dingin khas milik lelaki itu. Mereka berdua berjalan ke lantai dansa, di tengah kerumunan yang sedang menonton. Saka memegang tangan Arum dengan agak kuat, namun seiring berjalannya waktu, langkahnya semakin lembut. Arum yang semula canggung mulai merasa nyaman, walaupun masih terlihat sedikit kikuk. ".. Tuan, kenapa tuan mengajak saya berdansa?" Tanya Arum yang sedari tadi penasaran, membuat Saka kini meliriknya tak santai. "Ga usah kegeeran kamu. Saya ngajak kamu dansa, supaya orang-orang liat dan percaya kalau kita menikah bukan untuk tujuan lain," balas Saka ketus. "Tujuan... Lain?" Saka memutar mata malas setelah Arum membeo ucapannya. "Kenapa sih
Keesokan harinya, Arum yang sedang memasak di dapur berhenti sejenak ketika mendengar suara pintu depan yang terbuka, ia mencuci tangannya lalu berjalan dengan cepat untuk melihat siapa yang datang. Langkahnya sempat terhenti sesaat ketika melihat sosok Saka yang datang bersama beberapa orang yang sepertinya adalah staf butik, mereka membawa beberapa kotak besar yang sepertinya berisi beberapa pasang pakaian. Arum melanjutkan langkahnya perlahan dan berdiri di belakang Saka. "Tuan..." Panggilnya dengan pelan, membuat lelaki tinggi di hadapannya menoleh menatapnya tanpa menjawab apapun. "Ini... Untuk apa, tuan?" Tanya Arum setelah lama diam. Matanya melirik kotak-kotak yang baru saja diletakkan di ruang tamu. "Kamu ga punya mata apa? Jelas-jelas itu baju, dan perempuan satu-satunya di rumah ini cuma kamu, ya ini buat kamu lah!" Celoteh Saka dengan nada sedikit dingin. "Semua baju ini... Buat saya??" Tanya Arum dengan mata berbinar, masih tak percaya rasanya. "Kamu punya kup
Saka yang sudah rapi dengan setelan jas katornya melangkah menuruni anak tangga. Langkahnya sempat terhenti sesaat, dengan ekspresi datar, matanya menilai setiap sudut ruang tamu yang terlihat rapi. Namun, pandangannya terhenti pada Arum yang baru saja memasuk rumah. Ia mengenakan baju yang terlihat lebih sederhana dari biasanya, kaos polos dan celana jeans panjang yang sedikit pudar warnanya. Rambutnya yang biasanya tertata rapi sekarang hanya diikat seadanya.Saka melangkah mendekati Arum lalu menatap perempuan itu dengan tatapan tajam. Saka menghela napas, tak habis pikir dengan sosok Arum yang saat ini berdiri di hadapannya. “Dari mana kamu?" Tanya Saka dengan nada sedikit meninggi."Saya... Dari supermarket depan, tuan," jawab Arum takut-takut."Terus apa maksud kamu keluar dengan pakaian seperti ini?" Saka menunjuk apa yang sedang Arum kenakan dengan dagunya.Arum menunduk, memperhatikan setiap bagian dari pakaian yang ia kenakan. "Memangnya kenapa, tuan?" Tanya Arum bingung."K
Saka yang sudah berada di cafe itu sejak dua jam yang lalu kembali menyeruput kopi susu yang kini sudah mulai mendingin. Matanya kini terfokus pada sosok perempuan muda yang duduk sendirian tak jauh dari mejanya. Saka menyeringai pelan setelah melihat perempuan itu nampak seperti sedang tenggelam dalam pikirannya sendiri. Dengan langkah mantap, Saka berdiri dan berjalan menuju meja Sarah. Begitu tiba, ia berhenti sejenak, menatap Sarah yang sedang memejamkan matanya. ".. Hai? Sarah, ya?" Sapa Saka, membuat Sarah membuka matanya dan menatap sosok itu. "O-oh... Kak Saka? Kok ada di sini?" Tanya Sarah antusias. Ia segera menegakkan duduknya dan merapikan rambut yang dirasa kurang rapi. "Habis ada meeting nih. Boleh saya duduk di sini?" Tak mungkin menolak, Sarah mengangguk mengiyakan perkataan Saka. "Sendirian aja? Udah pesan makan?" Tanya Saka seraya meraih buku menu dan membukanya. Sarah tersenyum kecil lalu menggelengkan kepalanya dengan pelan. "Mba!" Panggil Saka pada sala
Di Selasa pagi, Budi tengah sibuk mengerjakan beberapa dokumen penting di ruang kerjanya. Sekretaris barunya, Diana, yang biasanya hanya menemaninya bekerja di kantor, akhir-akhir ini datang ke rumah Budi untuk membawakan beberapa dokumen penting untuk Budi tandatangani. Sesampainya di depan pintu kerja Budi, dengan perlahan Diana memutar kenop pintu dan masuk ke dalamnya. Kaki jenjangnya perlahan melangkah dan sampai di depan meja Budi dengan senyum ramahnya. "Pak Budi, ini dokumennya ya. Seperti biasa saya bawa langsung ke rumah supaya nggak perlu repot-repot ke kantor." Budi yang tengah sibuk berhenti sejenak dan melihat berkas yang Diana bawa. Tak lupa ia pun membalas senyuman manis Diana. "Ah, terima kasih, Diana. Kamu selalu siap siaga ya, haha. Bener-bener nggak nyangka kerja sama kamu bisa semudah ini." Diana yang merasa puas dengan pujian itu, tersenyum lebih lebar dan sedikit mendekatkan dirinya pada Budi. Jemarinya bergerak perlahan dan mengelus tangan Budi dengan jema
Saka keluar dari kamar ketika mendengar dentingan piring dan sendok yang beradu, wajahnya tertekuk ketika membayangkan dirinya dilupakan dan yang di dapur sana seenaknya makan sendiri, bahkan ketika sedang berada di rumah orang lain. Belum sampai di dapur, Saka menghentikan langkahnya ketika melihat Arum sedang berjalan ke arahnya dengan membawa sepiring makanan serta segelas susu di tangannya. “Mau makan bareng di meja makan?” tanya Arum ragu-ragu. Bukannya menjawab pertanyaan Arum, Saka justru balik bertanya. “Mau ke mana kamu?” “Tadinya mau nganterin tuan makan, tapi kalau mau makan bareng di meja makan, ayo,” balas Arum. “Yaudah ayo cepet, saya lapar.” Saka meraih gelas yang ada di tangan kanan Arum dan meminumnya sambil berjalan. “Hm, ini enak. Bikinin buat saya tiap pagi sama malam,” ucap Saka yang sudah berjalan lebih dulu di depan Arum. Sesampainya di meja makan, Arum mengambilkan makanan baru dan meletakkannya di depan Saka yang sudah duduk dan siap untuk makan. “Ngomong-
Hari berganti menjadi malam, pesta pernikahan yang melelahkan telah usai. Saka membawa perempuan yang kini baru saja menjadi istrinya pulang ke rumah baru mereka. Setelah membersihkan diri, Arum masuk ke kamar utama. Ia menghembuskan napas lega karena akan segera beristirahat. Langsung saja, ia merebahkan tubuhnya di kasur tanpa menunggu Saka yang masih berada di kamar mandi. Pintu kamar mandi terbuka, sosok Saka yang sudah mengenakan piyama mengerutkan keningnya, lalu berjalan cepat menuju kasur. Saka menarik pergelangan tangan Arum membuat perempuan itu membuka matanya dan terduduk. “K-kenapa, tuan?” tanya Arum takut-takut. “Kenapa? Kenapa, kamu bilang? Berani-beraninya kamu tidur di kasur! Siapa yang mengizinkan kamu tidur di kasur?!” bentak Saka membuat Arum tertegun, masih tak mengerti dengan perlakuan Saka yang jadi kasar seperti ini. “Saya ga sudi tidur di bekas kamu! Ganti sprei sama bedcovernya, sekarang! Ambil yang baru di lemari.” Saka mendorong Arum menuju lemari, mem
Langkah Saka berhenti sekitar 100 meter di depan Arum. Mata tajam itu kini menatap para pegawai yang sedari tadi membantu Arum mengenakan gaun pengantinnya. "Bisa tinggalkan saya berdua dengan calon istri saya?" Mengangguk paham, semua pegawai di ruangan itu keluar, meninggalkan Saka dan Arum di ruangan dalam hening. Arum berbalik ke arah cermin, tak siap rasanya menatap mata tajam lelaki itu. Saka melangkah perlahan mendekati Arum, matanya tajam memandang gadis itu dengan sedikit senyum nakal. “Jadi, akhirnya... Ini yang jadi pilihannya? Dress yang bikin saya semakin yakin kalau pernikahan ini bukan sekedar formalitas," bisik Saka tepat di telinga Arum, suaranya terkesan santai namun penuh makna. Arum sedikit bergeser, tak nyaman dengan apa yang Saka lakukan barusan. Ia menatap lelaki itu melalui kaca dengan perasaan sedikit tegang. “Kenapa... Kenapa tuan ada di sini? Apa tuan ga sibuk?” Tanya Arum gugup. Mendengar itu, Saka tersenyum simpul. "Kamu udah ngerti sendiri rupanya, har
Arum berjalan menyusuri lorong fakultasnya dengan perasaan yang masih kacau. Ia tidak bisa berhenti memikirkan tentang perjodohan yang dibicarakan dengan ayah kemarin. Di tengah rasa kalut itu, langkahnya terhenti ketika melihat sosok lelaki yang selama ini telah mengisi hatinya sedang berdiri tak jauh darinya, lelaki itu terlihat sedang mengobrol bersama beberapa teman sekelasnya. Jantung Arum berdegup dengan kencang, sakit sekali jika memikirkan bahwa mustahil untuk bisa bersama dengan laki-laki yang ia cintai. Pasalnya, kali ini pun ia tak akan bisa menolak perintah dari ayahnya. Arum mengusap air mata yang tanpa disadari mengalir tanpa izin menuruni pipinya, lalu berbalik dan segera pergi dari sana, tak ingin jika harus menatap wajah Sekala dan bicara dengan lelaki itu. Sesampainya di kelas, Arum duduk di kursinya dan menatap papan tulis dengan tatapan kosong. Kata-kata ayahnya terus berputar-putar di kepala, memantul tanpa henti. Hatinya berdegup cepat, seolah dunia yang selama
Suara ricuh seketika memenuhi ruang kelas ketika jam kuliah berakhir, diikuti dosen yang meninggalkan ruangan. Masing-masing sibuk merapikan barang mereka untuk kemudian meninggalkan lingkungan kampus. Sama halnya dengan seorang gadis berusia 20 tahun yang duduk di kursi depan, sembari sesekali melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kanannya, dengan terburu-buru ia memasukkan peralatan tulisnya ke dalam tas, yang tanpa disengaja membuat salah satu pulpennya terjatuh ke lantai. Belum sempat tangannya meraih pulpen hitam yang tergeletak di lantai, sebuah tangan yang lebih besar darinya meraih pulpen itu dan meletakkannya di atas meja. "Buru-buru banget, santai aja dulu" Ucap Sekala, laki-laki berwajah teduh dengan mata coklat dan rambut comma hair nya. "Ga bisa, Kal! Rapatnya jam 3 dan sekarang udah jam 14.50... Aku duluan ya" Pamit Arum yang sudah selesai merapikan barang-barangnya. "Bentar..." Panggil Sekala dengan suara lembut, tangannya meraih pergelangan tanga...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments