“Mandi sana, habis itu makan bareng,” titah Kala seraya mengusap kepala Arum lembut, lelaki itu akhirnya kembali tersenyum manis setelah cukup lama murung.
Setelah menginap selama beberapa hari di kediaman Dewa alias mertuanya, Arum mulai merasa nyaman dan betah, setidaknya ia tidak merasa kesepian. Orang-orang di rumah itu juga memperlakukannya dengan baik. Ia menutup pintu kamar, bersiap untuk segera tidur. Namun sebelum tidur, ia berdiri dan tersenyum menatap pemandangan langit malam yang indah melalui jendela kamar.Arum menoleh ketika mendengar suara pintu yang dibuka, diiringi suara Saka yang tertawa kecil setelahnya. “Saya ga nyangka, keluarga kamu emang se mata duitan itu, ya?” ejek Saka.“Maksudnya?” Tanya Arum tak mengerti.“Kamu ga tau, atau pura-pura ga tau? Adanya kamu di sini kan juga karena uang, mereka butuh uang buat manjain adik kamu yang manja itu.” Saka tersenyum puas melihat wajah kesal Arum.“Orang tua kamu tadi nemuin saya, mereka minta uang. Menurut kamu, saya kasih ga?” Saka maju beberapa langkah mendekati Arum, ingin perempuan itu menebak.“Kalau memang menurut mas itu ga penting, ga usah dikasih.” Arum melenggang melewati Saka, namun lelaki itu mencengkeram lengannya, membuat keduanya kini bertatapan.“Kalau umur Sarah sudah legal untuk menikah, saya yakin mereka akan memberikan Sarah untuk jadi pengantin saya. Karena mereka pikir, hidup anak itu pasti akan terjamin dan bahagia.” Saka mendekatkan wajahnya pada Arum lalu tersenyum simpul.“Bahagia? Mas akan memperlakukan dia seperti apa memangnya? Meratukan dia? Memanjakan dia? Saya rasa engga,” sahut Arum.“Memang engga, haha. Saya mau kalian menderita, saya mau kalian merasakan apa yang saya rasakan dulu!” Arum meringis ketika cengkeraman di lengannya semakin kuat. Ia menatap wajah Saka yang tersenyum aneh.“Saya pastikan semua dendam, kebencian, dan rasa sakit saya, akan sampai ke kamu dan keluarga kamu! Terutama ayah kamu! Orang yang sudah memfitnah ayah saya dan menghancurkan semuanya!” Saka mendorong Arum ke sofa, lalu melangkah keluar dari kamar.Arum diam, memperhatikan pintu yang sudah kembali tertutup. Pikirannya berkecamuk, apakah yang Saka katakan barusan adalah benar? Rico adalah orang yang menghancurkan hidup Saka.***Arum melirik ponselnya yang ada di meja, ada sebuah notifikasi yang masuk. Ia membuka pesan yang dikirimkan Rani dan membacanya. Matanya membulat ketika mengetahui bahwa hari ini, Sarah adiknya akan pulang dari berlibur setelah hari kelulusannya. Dan lagi, hari ini keluarganya akan pergi ke mall bersama Saka. Arum menepuk keningnya, pasti ibunya akan meminta dibelikan macam-macam.Setelah bertanya akan pergi ke mall mana dan jam berapa, Arum meletakkan ponselnya di posisi semula dan kembali fokus pada papan tulis. Setelah menyelesaikan perkuliahan, Arum berjalan cepat keluar dari kampus, dan menghampiri ojek online yang sudah menunggunya.Arum masuk ke dalam mall, segera menuju tempat yang diberitahukan Rani. Langkahnya terhenti ketika melihat sosok orang tuanya sedang sibuk memilih baju. Matanya mencari ke sana kemari, lalu menemukan sosok perempuan yang terasa tak asing baginya. Ada rasa sedih entah mengapa, ketika melihat perempuan itu menggandeng lengan Saka, hal yang tak pernah dan tak akan mungkin ia lakukan pada Saka, walaupun mereka adalah suami istri yang sah.Arum kembali sadar dari lamunannya ketika Saka dan Sarah yang masih bergandengan menghampirinya. “Kakak!” sapa Sarah. Pada situasi itu, Arum hanya bisa menanggapi dengan senyuman kikuk seraya melirik lengan Saka yang masih Sarah gandeng.“Sarah! Sini sayang, kayaknya sepatu ini cocok sama kamu?” panggil Rani, membuat Sarah seketika menghampiri orang tuanya.Arum menatap Saka yang masih tersenyum puas menatapnya, entah apa tujuan laki-laki itu. Arum menggigit bibir bawahnya lalu menurunkan pandangannya.“Kenapa?” tanya Saka membuat Arum kembali menatapnya. “Keluarga kamu memang seperti ini. Bisa kapan pun saya beli dengan uang.” ucap Saka lalu tertawa.“.. Saya mau pulang,” gumam Arum.“Oh, silahkan. Bisa pulang sendiri, kan? Saya masih harus nemenin Sarah belanja. Hati-hati ya pulangnya.” Arum menepis tangan Saka yang menepuk-nepuk kepalanya dengan kesal. Entah kenapa rasanya ingin sekali menangis, wajahnya kini sudah memerah. Arum berbalik dan memutuskan untuk pulang.Akhir-akhir ini Arum menjadi kepikiran, apa yang sebenarnya Saka rencanakan, kenapa dia semakin mendekati keluarganya dan memberikan banyak uang. Bahkan ia selalu berusaha untuk menyenangkan Sarah, menemani kemana pun perempuan itu mau, bahkan membelikan semua yang Sarah inginkan.Sore ini, Arum menatap kedua sosok yang ia kenal, siapa lagi kalau bukan Sarah dan Saka. Keduanya sedang menikmati makanan mereka yang tak jauh dari meja Arum berada, kebetulan sore ini Arum ada rapat di cafe dan baru saja selesai. Matanya membelalak ketika Sarah menyentuh tangan Saka, dan lelaki itu justru menggenggam jemari Sarah dengan lembut. Apa hubungan keduanya sebenarnya.Karena penasaran, Arum menunggu hingga keduanya menyelesaikan makan mereka, hingga keduanya bangkit dari duduknya dan keluar dari cafe. Dengan cepat dan hati-hati, Arum mengikuti langkah keduanya. Beruntung di sekitar sana ada taksi, Arum bisa mengikuti keduanya hendak menuju ke mana. Mobil berhenti di kediaman Rico, rupanya Saka mengantar Sarah pulang.Arum memicingkan matanya ketika Sarah mengecup pipi Saka, dan laki-laki itu malah tertawa dan menggoda Sarah, membuat perempuan itu tersipu malu dan berlari masuk ke dalam rumah. Merasa apa yang dilakukan keduanya sudah kelewat batas, Arum berjalan cepat menghampiri Saka dan menarik lengan kemeja Saka.“Ck! Apa sih?!” bentak Saka seraya menghempaskan tangan Arum dengan kasar.“Ngapain di sini?! Apa yang mas lakuin sama Sarah?! Kenapa sampai cium pipi segala??” cecar Arum, namun Saka tak menanggapi. Lelaki itu memutar mata malas lalu melangkah menuju mobilnya. Tak ingin Saka berlalu begitu saja, Arum menarik-narik lengan baju Saka agar lelaki itu berhenti.“Arum!” bentak Saka membuat Arum terdiam sebentar, lalu kembali menarik-narik lengan baju Saka agar menjelaskan sesuatu padanya.“Arum, ayo pulang!” Kini Saka yang mencengkeram tangan Arum, menarik perempuan itu agar ikut dengannya.“Sakit!” Pekik Arum, namun seperti biasa, Saka tak memedulikannya. “Kenapa? Kenapa mas Saka selembut itu sama Sarah, tapi kasar sama saya!” Arum menangis seraya memukul bahu tegap Saka. Merasa geram dengan rengekan Arum, Saka menggendong perempuan itu dan mendudukkannya di mobil.“Kamu tuh banyak tanya! Cerewet!” hardik Saka ketika ia pun sudah memasuki mobil. Mobil melaju dengan cepat menuju kediaman Dewa. Bagaimanapun, Risma masih belum mengizinkan keduanya pulang.Arum berlari kecil mengikuti langkah Saka yang memasuki kamar, ia tersentak ketika Saka menutup pintu dengan keras. Arum berdiri di belakang Saka yang sedang meneguk segelas air. “Mas Saka..” panggil Arum dengan suara gemetar.Arum kembali tersentak ketika Saka melempar gelas ke lantai hingga pecah. Laki-laki itu sepenuhnya menatap Arum dengan tatapan kesal. “.. Kenapa.. Kenapa mas Saka sedekat itu sama Sarah?” tanya Arum takut-takut.“Kenapa kamu mau tau?” tanya Saka ketus.“Saya.. Saya merasa seharusnya kalian ga pantas gandengan di luar sana, ga seharusnya Sarah cium pipi mas Saka! Mas Saka kan suami saya! Berhenti.. Berhenti kasih keluarga saya uang dan kemewahan!” pekik Arum membuat Saka terkekeh.Saka mendorong Arum hingga menabrak lemari lalu menutup mulut Arum dengan tangannya. “Kamu tau kan sekarang, kalau yang ada di otak keluarga kamu itu cuma uang, uang, dan uang! Sarah... Cepat atau lambat, saya akan buat dia hancur!”“Saya akan buat dia jatuh cinta dan tergila-gila sama saya, dan saya akan tinggalkan dia begitu aja. Rencana saya bagus, kan? Saya akan buat dia sengsara sampai mau mati! Begitupun orang tua kamu!” tegas Saka. Laki-laki itu melepaskan Arum dan berjalan menjauh.Dengan cepat Arum menyusul langkah Saka dan memeluknya dari belakang. “Cukup, mas! Saya memang ga tau sesakit apa, dan penderitaan apa yang mas rasakan! Tapi dengan membalas dendam, hati mas Saka akan semakin terluka... Cukup, mas...”Hening selama beberapa saat, hingga akhirnya tangan Saka bergerak menyingkirkan tangan Arum yang melingkar di perutnya. “Rasa sakit itu ga akan pernah hilang, Arum. Kamu ga akan pernah mengerti,” balas Saka seraya melenggang masuk ke dalam toilet.“Aku.. Aku harus mendekati mas Saka.. Ga boleh takut!” gumam Arum, perempuan itu mengepalkan tangannya dan bertekad akan melakukannya mulai besok.Arum menoleh pada pintu yang diketuk, segera ia membukakan pintu dan berhadapan dengan Risma. “Sayang, ada apa? Kamu berantem sama Saka?” tanya Risma nampak cemas.***“Ga ada apa-apa kok, omah. Cuma ada sedikit salah paham aja,” balas Arum, namun tetap tak menghilangkan khawatir dari raut wajah Risma.“Beneran ga papa? Kamu sampai nangis begini... Mana Saka? Biar omah marahi dia!” ucap Risma seraya mengintip ke dalam kamar.“Jangan omah, Arum beneran ga papa kok, omah.” Setelah penjelasan yang Arum berikan dapat diterima oleh Risma, akhirnya Arum menutup pintu kamar ketika Risma sudah tak lagi di sana.Ketika pagi hari tiba, Arum menghampiri Saka yang berada di depan lemari, lelaki itu nampak kesal dan kebingungan. “Kenapa, mas?” tanya Arum.“Nyari dasi! Dasi merah!” sahut Saka ketus. Sorot mata Arum mencari ke beberapa arah, dan menemukan apa yang Saka cari. Ia meraih dasi itu dan menunjukkannya pada Saka.“Mau dipasangin?” Saka meraih dasi itu dengan kasar dan melangkah mendekati cermin.“Ga usah, saya bisa sendiri!” Mendengar itu, Arum berbalik dan keluar dari kamar. Saka hanya bisa mendengus kesal melihatnya.Setelah selesai bersiap, Saka kelua
“Ga mau, pah. Udah berapa kali aku bilang, aku ga mau! Aku mau menikah sama orang yang aku cintai!” tegas Kala, bersikukuh menolak tawaran perjodohan dari papah.“Kala, papah kan sudah jelaskan tadi, rasa cinta akan timbul seiring berjalannya waktu,” sahut Dewa, lelaki berusia 58 tahun yang Kala panggil dengan sebutan papah.“Engga! Aku sudah punya orang yang mau aku nikahi, dan aku sangat mencintai dia! Aku akan kenalkan sama papah secepatnya!” bantah Kala membuat Dewa menggelengkan kepala lelah.“Kenapa sih ribut pagi-pagi??” Kala dan kedua orang tuanya menoleh pada sumber suara, suara milik seorang pria dengan perawakan tinggi yang baru memasuki ruang keluarga.“Putri sulung keluarga Wicaksono?” tanya Saka memastikan, setelah mendengar penjelasan dari Dewa. “Biar aku yang menikah dengan perempuan itu!” ucap Saka dengan tegas, membuat semua orang yang berada di ruangan tercengang mendengar ucapannya. ***Lelaki dingin yang baru saja pulang dari luar negeri itu kembali, hanya untuk
Saka keluar dari kamar ketika mendengar dentingan piring dan sendok yang beradu, wajahnya tertekuk ketika membayangkan dirinya dilupakan dan yang di dapur sana seenaknya makan sendiri, bahkan ketika sedang berada di rumah orang lain. Belum sampai di dapur, Saka menghentikan langkahnya ketika melihat Arum sedang berjalan ke arahnya dengan membawa sepiring makanan serta segelas susu di tangannya.“Mau makan bareng di meja makan?” tanya Arum ragu-ragu.Bukannya menjawab pertanyaan Arum, Saka justru balik bertanya. “Mau ke mana kamu?”“Tadinya mau nganterin mas makan, tapi kalau mau makan bareng di meja makan, ayo,” balas Arum.“Yaudah ayo cepet, saya lapar.” Saka meraih gelas yang ada di tangan kanan Arum dan meminumnya sambil berjalan. “Hm, ini enak. Bikinin buat saya tiap pagi sama malam,” ucap Saka yang terus berjalan di depan Arum.Sesampainya di meja makan, Arum mengambilkan makanan baru dan meletakkannya di depan Saka yang sudah duduk dan siap makan. “Ngomong-ngomong, papah sama ma
“Waktu usia Saka masih 6 tahun, dia kehilangan ibu kandungnya dengan cara yang ga wajar,” ucap Risma membuat Arum sempat loading, bukankah Rosa adalah ibu Saka? Apa maksudnya kehilangan.“Kamu pasti bingung... Keluarga kita ini bukan keluarga sempurna seperti yang orang-orang bicarakan, kita juga pernah berada di bawah dan terpuruk. Jadi sebenarnya, Rosa itu ibu tirinya Saka, dulu Dewa menikah lagi setelah satu tahun kepergian ibu Saka, dan satu tahun kemudian lahirlah Kala.” Risma menjeda ceritanya, menyeruput secangkir teh hangat lalu menghembuskan napas panjang sebelum akhirnya melanjutkan cerita.“Dulu, ada yang menuduh Dewa melakukan korupsi, sehingga banyak harta keluarga yang disita, bahan Dewa sempat ditahan untuk waktu yang cukup lama. Di saat itu, hal buruk juga terjadi pada kakak Saka, namanya Raka, anak itu diculik ketika sedang bermain bersama Saka di taman. Saka yang masih kecil saat itu tidak bisa melakukan banyak hal, dia dipukuli saat berusaha menyelamatkan kakaknya.”