Share

Story 2

Valerie tak peduli dengan orang-orang yang mulai membicarakannya. Dia hanya ingin pergi dari tempat itu secepatnya dan melupakan apa yang dilihatnya tadi.

"Anda mau ke mana, Putri Valerie?" tanya Noah saat Valerie masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi kemudi.

"Aku mau pergi yang jauh."

"Saya akan mengantarnya."

"Tanpa supir. Hanya berdua," kata Valerie.

Noah mengangguk mengerti, dia mengambil alih kemudi kemudian membawa Valerie segera pergi dari hotel. Tugasnya jelas untuk melindungi Valerie dari orang-orang yang ingin mencelakainya, bukan untuk kabur dari masalah keluarga.

Hanya saja Noah tak mungkin membiarkan Valerie pergi seorang diri dengan hati yang kalut seperti itu.

Masih menangis di dalam mobil, Valerie masih tak menyangka jika Damian akan begitu tega kepadanya. Diam-diam berhubungan dengan Ruth yang jelas-jelas sudah membuangnya.

"Apa aku kurang cantik, Noah?" tanya Valerie.

"Tidak. Anda cantik."

"Kenapa Damian begitu? Maksudku... dia sudah putus dengan kakakku. Tapi kenapa dia bersikap seperti itu? Harusnya, jika dia masih menyukai Ruth, dia tidak menerima pertunangan ini."

Noah hanya diam.

"Mungkin lelaki itu sudah buta," kata Noah setelah menimbang kata apa yang cocok untuk diucapkan kepada Valerie.

Valerie menoleh terkejut, tapi dia mampu tersenyum karena Noah ada di pihaknya.

Ponsel Valerie dan Noah berdering bergantian. Tentu saja keluarga besar Valerie mencarinya karena tiba-tiba meninggalkan hotel tanpa ada kabar.

"Apakah Anda tidak mau mengangkatnya?" tanya Noah.

"Aku ingin sendiri. Bawa aku ke hotel," jawab Valerie.

"Baik."

Mobil melaju menuju hotel di mana Valerie akan menginap malam ini. Dia tak mau pulang karena Damian pasti menunggunya di rumah dan mengatakan sebuah pembelaan yang jelas tak ingin dia dengar.

Keesokan paginya, suara berisik terdengar dari arah luar kamar hotel yang ditempati oleh Valerie semalam.

Dia menajamkan telinganya, dan dapat menebak jika itu adalah suara ayah dan ibu tirinya.

Mereka berdua menerobos masuk dan Noah mengikutinya di belakang mereka dengan wajah tertunduk.

"Apa-apaan kamu ini, Valerie! Kamu membatalkan pertunangan dan pergi tanpa menjelaskan apa-apa pada kami!" ujar ayahnya marah.

Di belakang Noah, Damian dan Ruth datang menyusul.

"Kamu benar-benar sudah memalukan keluarga, Valerie!" tambah ayahnya lagi yang membuat Valerie semakin muak.

Ruth dan Damian tak mengatakan apa-apa pada kedua orangtuanya. Mereka jelas ingin mencari aman sendiri.

"Kalau ayah ingin tahu kenapa aku membatalkan pertunanganku dengan Damian. Sebaiknya ayah tanyakan pada mereka berdua." Dengan tangan gemetar, Valerie menunjuk ke arah Damian dan Ruth. "Tanyakan apa yang sudah mereka lakukan tadi malam di depan kamar hotel!"

"Bicara apa kamu, Valerie? Memangnya apa yang sudah kami lakukan?" tanya Ruth.

Valerie memandang tak percaya.

"Kamu pasti mabuk, Valerie. Tadi malam aku pergi bersama Ruth dan temanku satu lagi. Seharusnya kamu bertanya kepadaku jangan langsung mengambil kesimpulan seperti itu."

"Kalian... kalian benar-benar tidak tahu malu. Kalian sudah berciuman di depan kamar itu! Aku melihatnya! Aku melihat kalian bermesraan kemudian masuk ke kamar!" teriak Valerie dengan frustrasi.

"Sepertinya kamu masih mabuk Valerie," kata Anne dengan datar. Dia melirik ke arah Noah. "Bawa dia pulang, dan jangan sampai orang di luar tahu bahwa Valerie tadi malam menginap di sini."

Noah menatap Valerie seakan dia tidak memiliki pilihan yang lain.

"Mari putri Valerie, kita pulang sekarang."

"Noah melihatnya! Noah adalah saksi hidup yang melihat mereka berdua bercumbu, ayah!"

Fredison menggedikkan bahunya, menatap aneh pada Valerie yang dia pikir sudah gila.

"Lain kali jangan turuti apa kata Valerie, harusnya kamu tahu apa yang terbaik untuk Valerie bukannya membawanya ke hotel, Noah." Anne memperingatkan Noah secara tidak langsung agar tidak membawa Valerie ke sembarang tempat.

"Kamu lihat mereka kan Noah? Satu pun tak ada yang percaya padaku," kata Valerie dengan dada yang bergemuruh sesak.

"Mereka juga tidak akan mendengarkan apa yang akan saya katakan."

"Ayahku benar-benar sudah dicuci otaknya oleh Anne." Valerie turun dari ranjang ketika melihat ayahnya kembali masuk dan dengan tatapannya yang seperti membunuh menyuruhnya agar lekas pulang.

Permasalahan itu tak bisa langsung selesai. Karena ketika tiba di rumah, Valerie langsung dikurung oleh Anne di dalam kamarnya. Dan menyuruh Noah untuk tidak membukakan pintu kecuali saat waktu makan.

"Jaga dia dan jangan sampai dia keluar dari kamarnya," perintah Anne.

"Baik."

Valerie yang dimasukkan dengan paksa menggedor-gedor pintu. Dia masih tak mengerti mengapa dirinya yang menerima hukuman bukannya Ruth yang sudah membuatnya mengambil keputusan tersebut.

"Kalau aku meneruskan pertunanganku tadi malam, apakah aku akan bahagia? Apakah aku harus menerimanya kemudian memutuskan Damian, seperti itu, Noah?" tanya Valerie ketika sudah agak tenang. Dia tahu bahwa Noah ada tepat di depan pintu kamarnya.

"Tolong aku Noah, bukakan pintu untukku."

"Maaf tapi kali ini saya tidak bisa menerima perintah dari Anda."

"Kamu mau aku mati di sini Noah? Aku akan lompat dari lantai atas kalau kamu tidak membuka pintu ini!"

Noah bimbang, dia tidak tahu apakah ancaman dari Valerie akan sungguh dilakukan atau tidak. Karena dia tahu Valerie terkadang masih kekanak-kanakan dan suka melakukan hal seenaknya sendiri.

Hanya saja kali ini menyangkut masalah nyawa.

"Saya akan bicara dengan ayah Anda," kata Noah.

"Serius Noah? Kamu serius, kan?"

"Saya akan berusaha agar ayah Anda memberikan kunci kamar Anda kepada saya."

"JANGAN COBA-COBA MEMBUKA PINTU KAMAR ITU NOAH. ANAK ITU DIHUKUM KARENA SUDAH MEMPERMALUKAN KELUARGA INI!" Suara Fredison menggelegar, Valerie yang ada di dalam kamar mendengarnya dengan jelas.

Noah menyingkir dari depan pintu, membiarkan Fredison membuka pintu kamar Valerie.

Ketika pintu dibuka, wajah Valerie sangat berantakan, dia menangis bercampur dengan marah.

"Apa kamu sudah tahu di mana salahmu, Valerie?" tanya Fredison.

Valerie menggeleng.

"Jadi kamu ingin aku mengurung mu di dalam kamar ini lebih lama, agar kamu tahu apa salahmu sebenarnya?"

Valerie tak percaya mendengar ayahnya berkata seperti itu kepadanya. Mengurungnya? Untuk kesalahan yang sama sekali tidak dia buat?

"Memangnya ayah aku harus berbuat apa? Meneruskan pertunangan sementara Damian dan Ruth masih menjalin hubungan?" tanya Valerie dengan putus asa.

"Setidaknya kamu bicarakan baik-baik dengan mereka. Dan buktinya, mereka tidak hanya berdua tadi malam. Kamu hanya berkhayal! Padahal selama ini kamu yang memintaku untuk dijodohkan dengan Damian!"

"Tapi... itu karena kupikir Damian sudah tidak menyukai Ruth lagi, ayah!"

Ponsel ayahnya tiba-tiba berbunyi, sebuah pesan masuk memutus pembicaraan mereka berdua. Fredison cukup lama memandangi layar gawainya. Ekspresi wajahnya menunjukkan betapa dia terkejut, tak percaya kemudian marah dengan apa yang dilihatnya pada saat itu. Membuat Valerie ingin tahu apa yang sebenarnya ayahnya sedang lihat.

"Kamu diam di sini, dan jangan keluar rumah untuk sementara waktu," putus ayahnya.

"Ruth! Di mana kamu! Temui aku di ruang kerjaku sekarang !"

Valerie dan Noah saling berpandangan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status