Valerie tak peduli dengan orang-orang yang mulai membicarakannya. Dia hanya ingin pergi dari tempat itu secepatnya dan melupakan apa yang dilihatnya tadi.
"Anda mau ke mana, Putri Valerie?" tanya Noah saat Valerie masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi kemudi. "Aku mau pergi yang jauh." "Saya akan mengantarnya." "Tanpa supir. Hanya berdua," kata Valerie. Noah mengangguk mengerti, dia mengambil alih kemudi kemudian membawa Valerie segera pergi dari hotel. Tugasnya jelas untuk melindungi Valerie dari orang-orang yang ingin mencelakainya, bukan untuk kabur dari masalah keluarga. Hanya saja Noah tak mungkin membiarkan Valerie pergi seorang diri dengan hati yang kalut seperti itu. Masih menangis di dalam mobil, Valerie masih tak menyangka jika Damian akan begitu tega kepadanya. Diam-diam berhubungan dengan Ruth yang jelas-jelas sudah membuangnya. "Apa aku kurang cantik, Noah?" tanya Valerie. "Tidak. Anda cantik." "Kenapa Damian begitu? Maksudku... dia sudah putus dengan kakakku. Tapi kenapa dia bersikap seperti itu? Harusnya, jika dia masih menyukai Ruth, dia tidak menerima pertunangan ini." Noah hanya diam. "Mungkin lelaki itu sudah buta," kata Noah setelah menimbang kata apa yang cocok untuk diucapkan kepada Valerie. Valerie menoleh terkejut, tapi dia mampu tersenyum karena Noah ada di pihaknya. Ponsel Valerie dan Noah berdering bergantian. Tentu saja keluarga besar Valerie mencarinya karena tiba-tiba meninggalkan hotel tanpa ada kabar. "Apakah Anda tidak mau mengangkatnya?" tanya Noah. "Aku ingin sendiri. Bawa aku ke hotel," jawab Valerie. "Baik." Mobil melaju menuju hotel di mana Valerie akan menginap malam ini. Dia tak mau pulang karena Damian pasti menunggunya di rumah dan mengatakan sebuah pembelaan yang jelas tak ingin dia dengar. Keesokan paginya, suara berisik terdengar dari arah luar kamar hotel yang ditempati oleh Valerie semalam. Dia menajamkan telinganya, dan dapat menebak jika itu adalah suara ayah dan ibu tirinya. Mereka berdua menerobos masuk dan Noah mengikutinya di belakang mereka dengan wajah tertunduk. "Apa-apaan kamu ini, Valerie! Kamu membatalkan pertunangan dan pergi tanpa menjelaskan apa-apa pada kami!" ujar ayahnya marah. Di belakang Noah, Damian dan Ruth datang menyusul. "Kamu benar-benar sudah memalukan keluarga, Valerie!" tambah ayahnya lagi yang membuat Valerie semakin muak. Ruth dan Damian tak mengatakan apa-apa pada kedua orangtuanya. Mereka jelas ingin mencari aman sendiri. "Kalau ayah ingin tahu kenapa aku membatalkan pertunanganku dengan Damian. Sebaiknya ayah tanyakan pada mereka berdua." Dengan tangan gemetar, Valerie menunjuk ke arah Damian dan Ruth. "Tanyakan apa yang sudah mereka lakukan tadi malam di depan kamar hotel!" "Bicara apa kamu, Valerie? Memangnya apa yang sudah kami lakukan?" tanya Ruth. Valerie memandang tak percaya. "Kamu pasti mabuk, Valerie. Tadi malam aku pergi bersama Ruth dan temanku satu lagi. Seharusnya kamu bertanya kepadaku jangan langsung mengambil kesimpulan seperti itu." "Kalian... kalian benar-benar tidak tahu malu. Kalian sudah berciuman di depan kamar itu! Aku melihatnya! Aku melihat kalian bermesraan kemudian masuk ke kamar!" teriak Valerie dengan frustrasi. "Sepertinya kamu masih mabuk Valerie," kata Anne dengan datar. Dia melirik ke arah Noah. "Bawa dia pulang, dan jangan sampai orang di luar tahu bahwa Valerie tadi malam menginap di sini." Noah menatap Valerie seakan dia tidak memiliki pilihan yang lain. "Mari putri Valerie, kita pulang sekarang." "Noah melihatnya! Noah adalah saksi hidup yang melihat mereka berdua bercumbu, ayah!" Fredison menggedikkan bahunya, menatap aneh pada Valerie yang dia pikir sudah gila. "Lain kali jangan turuti apa kata Valerie, harusnya kamu tahu apa yang terbaik untuk Valerie bukannya membawanya ke hotel, Noah." Anne memperingatkan Noah secara tidak langsung agar tidak membawa Valerie ke sembarang tempat. "Kamu lihat mereka kan Noah? Satu pun tak ada yang percaya padaku," kata Valerie dengan dada yang bergemuruh sesak. "Mereka juga tidak akan mendengarkan apa yang akan saya katakan." "Ayahku benar-benar sudah dicuci otaknya oleh Anne." Valerie turun dari ranjang ketika melihat ayahnya kembali masuk dan dengan tatapannya yang seperti membunuh menyuruhnya agar lekas pulang. Permasalahan itu tak bisa langsung selesai. Karena ketika tiba di rumah, Valerie langsung dikurung oleh Anne di dalam kamarnya. Dan menyuruh Noah untuk tidak membukakan pintu kecuali saat waktu makan. "Jaga dia dan jangan sampai dia keluar dari kamarnya," perintah Anne. "Baik." Valerie yang dimasukkan dengan paksa menggedor-gedor pintu. Dia masih tak mengerti mengapa dirinya yang menerima hukuman bukannya Ruth yang sudah membuatnya mengambil keputusan tersebut. "Kalau aku meneruskan pertunanganku tadi malam, apakah aku akan bahagia? Apakah aku harus menerimanya kemudian memutuskan Damian, seperti itu, Noah?" tanya Valerie ketika sudah agak tenang. Dia tahu bahwa Noah ada tepat di depan pintu kamarnya. "Tolong aku Noah, bukakan pintu untukku." "Maaf tapi kali ini saya tidak bisa menerima perintah dari Anda." "Kamu mau aku mati di sini Noah? Aku akan lompat dari lantai atas kalau kamu tidak membuka pintu ini!" Noah bimbang, dia tidak tahu apakah ancaman dari Valerie akan sungguh dilakukan atau tidak. Karena dia tahu Valerie terkadang masih kekanak-kanakan dan suka melakukan hal seenaknya sendiri. Hanya saja kali ini menyangkut masalah nyawa. "Saya akan bicara dengan ayah Anda," kata Noah. "Serius Noah? Kamu serius, kan?" "Saya akan berusaha agar ayah Anda memberikan kunci kamar Anda kepada saya." "JANGAN COBA-COBA MEMBUKA PINTU KAMAR ITU NOAH. ANAK ITU DIHUKUM KARENA SUDAH MEMPERMALUKAN KELUARGA INI!" Suara Fredison menggelegar, Valerie yang ada di dalam kamar mendengarnya dengan jelas. Noah menyingkir dari depan pintu, membiarkan Fredison membuka pintu kamar Valerie. Ketika pintu dibuka, wajah Valerie sangat berantakan, dia menangis bercampur dengan marah. "Apa kamu sudah tahu di mana salahmu, Valerie?" tanya Fredison. Valerie menggeleng. "Jadi kamu ingin aku mengurung mu di dalam kamar ini lebih lama, agar kamu tahu apa salahmu sebenarnya?" Valerie tak percaya mendengar ayahnya berkata seperti itu kepadanya. Mengurungnya? Untuk kesalahan yang sama sekali tidak dia buat? "Memangnya ayah aku harus berbuat apa? Meneruskan pertunangan sementara Damian dan Ruth masih menjalin hubungan?" tanya Valerie dengan putus asa. "Setidaknya kamu bicarakan baik-baik dengan mereka. Dan buktinya, mereka tidak hanya berdua tadi malam. Kamu hanya berkhayal! Padahal selama ini kamu yang memintaku untuk dijodohkan dengan Damian!" "Tapi... itu karena kupikir Damian sudah tidak menyukai Ruth lagi, ayah!" Ponsel ayahnya tiba-tiba berbunyi, sebuah pesan masuk memutus pembicaraan mereka berdua. Fredison cukup lama memandangi layar gawainya. Ekspresi wajahnya menunjukkan betapa dia terkejut, tak percaya kemudian marah dengan apa yang dilihatnya pada saat itu. Membuat Valerie ingin tahu apa yang sebenarnya ayahnya sedang lihat. "Kamu diam di sini, dan jangan keluar rumah untuk sementara waktu," putus ayahnya. "Ruth! Di mana kamu! Temui aku di ruang kerjaku sekarang !" Valerie dan Noah saling berpandangan."Jadi yang dikatakan oleh Valerie itu benar?" tanya Fredison dengan kemarahan yang sudah menggelegak di dalam hatinya. Dia tiba-tiba mendapatkan pesan dari nomor tak dikenal sebuah rekaman video CCTV di hotel yang menunjukkan jika Damian dan Ruth memang sedang berciuman di depan kamar hotel kemudian masuk ke dalam kamar tersebut. Ruth dengan wajah pucat dan tegangnya melihat rekaman video tersebut. "Ayah... ayah tahu video itu dari mana?" tanya Ruth dengan gugup. "Apa itu penting sekarang? Bagaimana kalau sampai video ini tersebar. Kamu mau dicap sebagai wanita yang sudah merusak pertunangan adikmu!" "Tapi Damian kan dulunya kekasih Ruth." Anne masuk ke ruang kerja suaminya untuk membela anaknya. "Kamu lihat dulu situasinya. Mereka sudah lama putus dan Damian setuju untuk bertunangan dengan Valerie. Kalau sampai media tahu pasti saham kita turun karena tingkah Ruth!" "Lalu mau bagaimana lagi? Toh pertunangan sudah batal. Kamu bisa menyogok pada orang yang sudah mengirimkan video
"Apakah Anda baik-baik saja?" tanya Noah ketika sejak kejadian Damian datang ke rumah tadi Valerie banyak diam dan mengurung diri di dalam kamarnya. "Tentu saja aku tidak baik, bayangkan, dalam satu malam aku dihancurkan oleh Ruth dan Damian," jawabnya dengan jujur. "Anda tidak ikut makan malam di bawah?" Valerie yang sejak tadi duduk di balkon dan memandangi langit yang gelap malam itu kemudian menoleh ke arah Noah. "Mereka tidak menganggap ku ada, untuk apa aku makan di bawah. Lagi pula, aku tidak nafsu makan, Noah." "Tapi Anda harus makan." "Untuk apa?" "Agar Anda tidak sakit." Valerie tersenyum kelu. Dia merasa miris karena di dalam satu rumah hanya Noah yang perhatian padanya. Apalagi sejak kejadian batalnya pertunangan antara dirinya dan Damian. Ayahnya yang mudah terbujuk oleh Anne pun mulai tak percaya padanya. "Temui orangtua Damian di bawah," kata Anne saat masuk ke kamar Valerie. "Kamu harus minta maaf secara langsung karena kejadian tadi malam. Karena meski bagaim
"Noah, bawa kembali Valerie malam ini," perintah Fredison malam itu. Noah pun segera berangkat ke rumah terpencil untuk menjemput Valerie. Dia yang paling tahu bagaimana perasaan Valerie setiap kali dihukum di dalam rumah itu. Ketika sampai di rumah terpencil, Noah tidak menemukan siapapun di sana. Kedua penjaga yang seharusnya berjaga tidak ada di dalam rumah. Lampu di dalam rumah mati dan seluruh barang yang ada di sana berantakan. "Nona Valerie!" Noah bergegas masuk ke dalam rumah, mencari kamar Valerie untuk memastikan bahwa keadaan gadis itu baik baik saja. Akan tetapi, saat melihat pintu kamar Valerie terbuka Noah terkejut. Apalagi Valerie dalam keadaan tak sadarkan diri di atas ranjang. "Nona Valerie! Nona Valerie!" Noah mencoba untuk membangunkan Valerie yang tubuhnya lemas tak berdaya. Namun, dia tak menyadari jika ada orang di belakangnya yang tiba-tiba membiusnya hingga tak sadarkan diri. Valerie merasakan kepalanya pusing, seingatnya tadi malam ada yang mengetuk pint
Tak ada pilihan lain bagi Valerie, dia harus keluar dari rumah itu karena tidak ada satupun orang yang menginginkannya termasuk ayahnya sendiri. Dia akan mengerti jika Ruth dan Anne membencinya. Tapi mengapa ayahnya sama sekali tidak membelanya dan malah mengusirnya? Valerie terus berjalan hingga malam. Tapi tak ada satu tanda dia menemukan Noah. Di sisi lain hatinya, ia merasa kasihan pada Noah karena sudah dipukuli oleh pesuruh ayahnya. Tapi di sisi lain, dia juga kesal pada lelaki itu karena sama sekali tak dapat menjelaskan mengapa mereka ia bisa ada di kamar itu dan apa yang dia lakukan tadi malam. "Kamu ada di mana Noah?" gumam Valerie. Gerimis pun turun, Valerie berlari kecil berteduh di salah satu toko yang sudah tutup. Dia melihat jalanan di depannya. Sepi dan tak ada orang yang melewatinya. la sendiri tak tahu mengapa berjalan dan melewati jalan itu. Hingga tanpa sadar dia melihat sekelompok orang berjalan ke arahnya dan tertawa terbahak-bahak. Awalnya Valerie ingin men
Mendengar ajakan menikah dari Noah, tentu saja membuat Valerie terkejut. la tidak pernah membayangkan sebelumnya jika akan dilamar oleh pengawal pribadinya sendiri. Itu pun bukan atas dasar cinta melainkan rasa bersalah. "Noah, sepertinya kamu terlalu terburu-buru dengan keputusan itu," tolak Valerie dengan suara nada yang rendah agar tidak menyakiti Noah. "Belum tentu aku hamil, jadi... sebaiknya jangan mengambil langkah terlalu jauh." "Kalau Anda mau seperti itu, baiklah. Saya tidak akan memaksa," katanya kemudian berdiri dari kursinya. Dia membereskan semua makanan dan membuang sisa makanan ke dalam tempat sampah. "Noah," panggil Valerie. "Ya?" "Aku ingin bekerja. Aku akan bekerja, karena aku tidak bisa terus tinggal di rumah ini denganmu." Meski tidak tahu apakah nantinya dia akan segera mendapatkan pekerjaan atau tidak. Tapi Valerie harus memikirkan caranya agar tidak terlalu lama tinggal di rumah Noah dan menyusahkan lelaki itu. "Anda bisa melakukan semua yang Anda inginka
"Aku sedang keluar kota sekarang, kita bicarakan nanti setelah aku di rumah," kata Noah di ujung telepon. "Keluar kota? Oh, baiklah kalau begitu." Valerie menutup teleponnya. Kemudian membalikkan tubuhnya dan melihat bayangan Ruth dan Damian ada di parkiran. Rasanya dia ingin merobek bayangan mereka berdua, tapi dia harus menahannya sedikit lebih lama. Valerie masih memiliki sedikit rasa dengan lelaki brengsek itu. Meski sudah dikhianati dan dipermalukan berkali-kali. Padahal tak ada yang bisa diandalkan dari Damian, tapi mengapa dia harus sebegitu menyukai Damian? Apakah karena dia adalah cinta pertama nya? "Aku harus pulang sekarang," gumam Valerie. Dia keluar dari kafe seperti orang bodoh. Ketika di jalan, dia mendengar suara mesin mobil menghampirinya. Dia pun melirik ke samping, rupanya ada Damian dan Ruth di dalamnya. "Wah kasian sekali, di mana memang pengawalmu? Dia meninggalkanmu ya?" ejek Ruth. "Mau ku antar? Aku mau tau di mana tempat yang kamu sebut rumah," ejek Rut
Keesokan harinya, Noah benar benar mengurus perihal pernikahan mereka berdua. Tidak perlu acara yang mewah, Noah dan Valerie kini sudah sah menjadi suami istri di mata hukum. "Aku tidak percaya kalau aku akan menjadi istri orang lain," gumam Valerie ketika berada di mobil. Noah yang mendengarnya tidak berkomentar. "Tunggu sebentar Noah!" Noah langsung menghentikan mobilnya. "Ada apa?" "Aku ingin makan itu, boleh kan?" Noah melihat restoran cepat saji yang mereka lewati. Tanpa menunggu lama, Noah langsung memutar stir dan mengarahkan ke area drivethru. "Jangan pesan terlalu banyak. Makanan cepat saji tidak baik untuk bayimu," kata Noah. "Iya iya." Namun tetap saja Valerie memesan makanan cepat saji itu cukup banyak. Dia memakan di mobil dan menjatuhkan beberapa remahan di mobil Noah. Noah hanya meliriknya, tapi Valerie tahu jika lelaki itu tidak senang dengan sikapnya saat ini. "Aku akan membersihkannya, aku janji," kata Valerie. "Oh ya kemarin kamu keluar kota ngapain?" "
Setelah dia mendapatkan kabar baik, Valerie pun memberitahu pada Raya jika dirinya diterima bekerja perusahaan yang direkomendasikan olehnya. "Wah selamat! Aku masih di lobi menunggumu, bagaimana kalau kita merayakannya!" "Boleh, aku akan turun sekarang." Mereka berdua pun pergi ke sebuah restoran. Namun, mereka tidak menduga jika akan bertemu dengan Ruth dan kedua temannya di sana. "Apa kita pindah saja?" tanya Raya. Dia tahu raut wajah Valerie berubah saat melihat Ruth. "Tidak. Kita akan makan di sini. Ini bukan restoran mereka." Valerie pun masuk dengan Raya. Duduk di meja yang agak jauh dari mereka bertiga. Tapi, bukan Ruth namanya jika tidak membuat keributan dengan Valerie. Dia dengan kedua temannya lalu menghampiri meja Valerie dan Raya dan mengolok-olok mereka berdua. "Ray, harusnya kamu lebih pandai memilih teman, bagaimana bisa kamu makan di sini dengan teman miskin mu ini ," ejek Ruth. "Benar, dia tidak akan mampu membayar makanan di restoran ini. Kenapa kamu mengaj