"Aku sedang keluar kota sekarang, kita bicarakan nanti setelah aku di rumah," kata Noah di ujung telepon.
"Keluar kota? Oh, baiklah kalau begitu." Valerie menutup teleponnya. Kemudian membalikkan tubuhnya dan melihat bayangan Ruth dan Damian ada di parkiran. Rasanya dia ingin merobek bayangan mereka berdua, tapi dia harus menahannya sedikit lebih lama. Valerie masih memiliki sedikit rasa dengan lelaki brengsek itu. Meski sudah dikhianati dan dipermalukan berkali-kali. Padahal tak ada yang bisa diandalkan dari Damian, tapi mengapa dia harus sebegitu menyukai Damian? Apakah karena dia adalah cinta pertama nya? "Aku harus pulang sekarang," gumam Valerie. Dia keluar dari kafe seperti orang bodoh. Ketika di jalan, dia mendengar suara mesin mobil menghampirinya. Dia pun melirik ke samping, rupanya ada Damian dan Ruth di dalamnya. "Wah kasian sekali, di mana memang pengawalmu? Dia meninggalkanmu ya?" ejek Ruth. "Mau ku antar? Aku mau tau di mana tempat yang kamu sebut rumah," ejek Ruth lagi. Valerie tidak peduli, dia pura pura tidak mendengar apa yang dikatakan oleh Ruth karena hal itu jauh lebih baik untuk menjaga kewarasannya. Mobil Ruth berada di belakang Valerie cukup jauh. Saat Valerie menoleh ke belakang, rupanya mobil Ruth berhenti. Entah apa yang sedang mereka lakukan, Valerie tak peduli. Akan tetapi, ketika Valerie sedang berdiri di pinggir jalan untuk menunggu taksi yang dia pesan. Tiba tiba mobil Ruth melaju begitu kencang. Valerie terkejut, dia tak sempat memundurkan kakinya hingga mobil Ruth sengaja melewati jalanan yang tergenang air. Air itu jelas langsung membasahi tubuh Valerie. Valerie kemudian mendelik ke arah mobil Ruth. Terdengar suara Ruth yang tertawa ketika mobilnya berhenti. "Kamu tau kan? Kalau hal ini sangat menyenangkan dan cocok untukmu karena sudah menggoda kekasihku!" Valerie tak berkata apa apa, dia hanya mengutuk dalam hati. la tak mengerti mengapa Ruth masih membencinya padahal Damian sudah dia miliki, pun dengan hati Damian yang sejak dulu adalah Ruth pemenangnya. "Bukankah ini agak keterlaluan, Ruth?" Damian protes ketika mobil meninggalkan Valerie. "Keterlaluan? Kamu membelanya?!" "Bukan begitu, tapi tadi baru saja hujan, dia pasti kedinginan dan .." "Kamu mulai menyukainya Damian?" tuduh Ruth. "Tidak." "Kalau begitu diam lah!" Noah duduk di kursinya sudah berjam-jam yang lalu. Dia baru saja disidang oleh neneknya karena sudah pergi meninggalkan kediaman Ivanov selama bertahun-tahun. "Kalau kamu memang mau tinggal di luar kediaman ini, maka menikahlah Noah," kata neneknya yang sejak tahun kemarin ingin cucunya itu menikah. "Nanti akan kupikirkan lagi." "Nenek sudah ada calon untukmu, namanya Aleandra, dia sangat cantik. Kalian sudah pernah bertemu. Bagaimana dengan dia?" Noah memalingkan wajahnya. Dia tidak suka dengan perjodohan, apalagi dengan wanita yang bernama Aleandra itu. Bagi Noah, Aleandra hanyalah wanita yang menyukai bau uang. "Biarkan aku mencari sendiri jodohku.' Neneknya mendengus. "Kamu selalu berkata seperti itu tiap kali nenek bilang akan menjodohkanmu dengan wanita." Noah merasa jika ucapan neneknya tidak salah, dia memang suka beralasan. Karena memang tidak ingin membangun hubungan dengan wanita. "Tinggal di sini satu minggu, kamu sudah bertahun-tahun pergi dari sini dan bermain-main di luar sana." Neneknya pun berdiri. "Kecuali kamu membawakan perempuan kepadaku." Ponsel Noah bergetar, dia melihat nama kontak Valerie masih sama seperti dulu yaitu Nona Valerie. Dia pun langsung mengangkatnya tanpa menunggu lama. "Noah menikahlah denganku, tapi kamu harus berjanji untuk membantu balas dendam seperti apa yang katakan kemarin," kata Valerie di ujung telepon. Noah diam diam tersenyum. "Aku masih di luar kota, nanti kita bicarakan saat aku di rumah." Nenek Noah sempat penasaran, siapa yang menelpon cucunya. Karena bisa membuat Noah tersenyum seperti tadi. "Siapa yang menelpon mu?" Noah ikut berdiri kemudian tersenyum. "Nenek tidak perlu memberikan jodoh kepadaku, karena aku akan membawakan menantu untuk nenek." "Benarkah? Kamu serius kan?" Noah mengangguk. "Kalau begitu, aku pulang sekarang," kata Noah. "Karena kamu sudah bilang begitu, baiklah. Kamu bisa pulang, tapi ucapanmu sekarang bisa dipegang kan?" "Tentu saja!" balas Noah. Dia pun keluar dari rumah dengan beban di hati yang sudah berkurang. Setidaknya dia selamat dari perjodohan karena Valerie akhirnya mengajaknya untuk menikah. Entah pernikahan itu nantinya untuk menyelamatkan harga diri Valerie atau dirinya. Yang penting adalah dia sudah memiliki istri agar tidak didesak oleh neneknya lagi. Ketika Noah hendak berjalan ke mobilnya. Dia melihat mobil lain masuk ke dalam kediaman Ivanov. Saat mobil itu berhenti, dua orang turun kemudian berjalan melewatinya seakan dirinya tidak ada. Namun seorang laki-laki membalikkan tubuhnya kemudian menyapa Noah dengan sebutan kakak. "Wah ada apa ini? Tumben kamu pulang, Kak Noah?" tanyanya dengan setengah menggoda. Dia memeluk Noah dari belakang dan tertawa. "Lepaskan aku," desis Noah. "Lho, kenapa? Padahal sudah lama kita tidak bertemu." "Maxim! Cepatlah masuk! Kamu sudah ditunggu oleh nenekmu!" kata seorang wanita yang tak lain adalah ibu Maxim dan juga Noah. "Yah, padahal aku masih ingin mengobrol denganmu," kata Maxim. "Jangan berpura-pura, aku tau kalian jijik melihatku di sini." Noah melepaskan pelukan Maxim kemudian pergi dari hadapan adiknya itu dan masuk ke dalam mobilnya. Maxim pun langsung berjalan ke arah ibunya lalu menggandeng tangan ibunya seperti anak kecil. Padahal lelaki itu sudah dewasa. "Aku tau kamu ingin pamer padaku karena mendapatkan kasih sayang dari ibumu seperti itu," gumam Noah. Salah satu alasan dia ingin pergi karena dia tak mau melihat Ivana, ibunya di rumah neneknya. Melihat ibunya hanya akan menggores luka lama di dalam hatinya. Dia tak pernah dianggap ada oleh Ivana, jadi Noah memutuskan untuk tinggal di luar kediaman Ivanov. Perjalanan dari kediaman Ivanov ke rumah Noah setidaknya membutuhkan waktu sampai dua jam. Itu pun jika malam karena tidak macet. Noah sampai di rumahnya pukul 2 pagi, dan dia melihat lampu di ruang tamu masih menyala. Ketika dia membuka pintu rumahnya, dia melihat Valerie tertidur di ruang tamu dengan pulas. "Apa dia menungguku?" pikir Noah. Noah lalu duduk di sofa lain dekat Valerie, menunggu perempuan itu bangun. Hingga ketika Valerie membuat pergerakan, wanita itu membuka matanya dan terkejut saat melihat Noah sudah ada di depan matanya. "Noah?" "Ya, ini aku. Kenapa tidur di luar?" "Aku menunggumu," jawab Valerie malu malu. "Apa ingin membahas masalah pernikahan?" "Iya masalah itu. Tadi aku bertemu dengan Ruth dan Damian di kafe. Mereka mengundangku ke pesta pertunangan mereka." "Tidak perlu datang ke sana," kata Noah. "Tapi..." "Menurutku itu yang terbaik. Kalau kamu datang ke sana, kita tidak pernah tahu apa yang sudah direncanakan oleh Ruth dan Damian. "Lalu soal pernikahan kita, aku akan mengurusnya besok." Noah lalu meninggalkan Valerie yang masih setengah sadar dengan apa yang dikatakan oleh Noah. "Dia seperti bukan Noah yang aku kenal," gumam Valerie. " Dia sedikit lebih keren sekarang, apa karena cara bicaranya?"Keesokan harinya, Noah benar benar mengurus perihal pernikahan mereka berdua. Tidak perlu acara yang mewah, Noah dan Valerie kini sudah sah menjadi suami istri di mata hukum. "Aku tidak percaya kalau aku akan menjadi istri orang lain," gumam Valerie ketika berada di mobil. Noah yang mendengarnya tidak berkomentar. "Tunggu sebentar Noah!" Noah langsung menghentikan mobilnya. "Ada apa?" "Aku ingin makan itu, boleh kan?" Noah melihat restoran cepat saji yang mereka lewati. Tanpa menunggu lama, Noah langsung memutar stir dan mengarahkan ke area drivethru. "Jangan pesan terlalu banyak. Makanan cepat saji tidak baik untuk bayimu," kata Noah. "Iya iya." Namun tetap saja Valerie memesan makanan cepat saji itu cukup banyak. Dia memakan di mobil dan menjatuhkan beberapa remahan di mobil Noah. Noah hanya meliriknya, tapi Valerie tahu jika lelaki itu tidak senang dengan sikapnya saat ini. "Aku akan membersihkannya, aku janji," kata Valerie. "Oh ya kemarin kamu keluar kota ngapain?" "
Setelah dia mendapatkan kabar baik, Valerie pun memberitahu pada Raya jika dirinya diterima bekerja perusahaan yang direkomendasikan olehnya. "Wah selamat! Aku masih di lobi menunggumu, bagaimana kalau kita merayakannya!" "Boleh, aku akan turun sekarang." Mereka berdua pun pergi ke sebuah restoran. Namun, mereka tidak menduga jika akan bertemu dengan Ruth dan kedua temannya di sana. "Apa kita pindah saja?" tanya Raya. Dia tahu raut wajah Valerie berubah saat melihat Ruth. "Tidak. Kita akan makan di sini. Ini bukan restoran mereka." Valerie pun masuk dengan Raya. Duduk di meja yang agak jauh dari mereka bertiga. Tapi, bukan Ruth namanya jika tidak membuat keributan dengan Valerie. Dia dengan kedua temannya lalu menghampiri meja Valerie dan Raya dan mengolok-olok mereka berdua. "Ray, harusnya kamu lebih pandai memilih teman, bagaimana bisa kamu makan di sini dengan teman miskin mu ini ," ejek Ruth. "Benar, dia tidak akan mampu membayar makanan di restoran ini. Kenapa kamu mengaj
Valerie sore itu sedang menyiapkan makan malam untuk Noah. Tapi ketika mendengar suara mesin mobil Noah masuk ke pekarangan rumah mereka, Valerie tiba tiba saja meninggalkan dapur untuk menyambut suaminya tersebut. "Noah! Aku mendapatkan pekerjaan!" kata Valerie dengan ceria. "Pekerjaan apa?" tanya Noah. Dia melepaskan jasnya kemudian duduk di sofa. Valerie iku duduk di sofa yang berbeda dengan Noah. "Menjadi asisten, kupikir aku bisa menjadi desainer di perusahaan itu. Tapi ternyata mereka hanya membutuhkan asisten." Noah diam, kemudian bertanya. "Teman Raya?" "Iya, kupikir itu lebih baik kan daripada aku menganggur." Valerie yang melihat ekspresi wajah Noah saat ini sebenarnya agak takut. Karena Noah yang dia kenal sebelumnya berbeda dengan yang dia lihat sekarang. "Sampai kapan kamu akan bekerja? Bagaimana kalau mereka tahu kamu hamil?" "Uhm... itu... aku akan berhenti sebelum perutku membesar," kata Valerie dengan percaya diri. Tapi setelah melihat wajah Noah, Valerie menja
Sepulang kerja, Valerie menelpon Noah agar tidak menjemputnya karena dia ada urusan lain. Menggunakan taksi, Valerie kemudian pergi ke rumah orangtuanya. Meski dia malas, tapi dia ingin mengambil desain miliknya. Namun, ketika dia hendak masuk ke rumah. Para pelayan rumah itu mencegah Valerie masuk ke dalam karena larangan dari majikan mereka. "Aku cuma mau mengambil barangku!" "Tapi Nyonya dan Tuan melarang kami untuk membiarkan Anda masuk," kata pelayan itu. Valerie melirik ke sekitarnya. Fredison dan Anne tidak ada di rumah karena mobil mereka tak ada yang terlihat. "Aku hanya ingin masuk sebentar," desak Valerie. Lalu munculah Ruth dari dalam dengan wajahnya yang angkuh. "Biarkan dia masuk," kata Ruth. Dia masih kesal lantaran dia diusir oleh petugas keamanan kemarin di depan Valerie. Mau tak mau pelayan pun membiarkan Valerie masuk. Ruth memberikan kode pada pelayan agar membuntuti Valerie dan mengunci kamarnya. Valerie yang sudah ada di dalam kamar kemudian mencari-cari
Noah pun membawa Valerie ke rumah sakit. la membiarkan salah satu orangnya untuk menyetir mobilnya untuk sementara. "Jadi siapa yang sudah menyuruh mereka membawa Valerie ke sini?" tanya Noah. Kepala Valerie berada di atas pangkuan Noah. Rupanya Valerie diberi obat tidur dalam minumannya. Entah apa yang sudah mereka rencanakan, yang jelas kejadian serupa pasti akan terjadi lagi jika dia telat menolong Valerie. "Ruth, kakak tiri Valerie Bos." "Ruth?" Ponsel Noah bergetar, kali ini Raya yang menelponnya. "Kamu sudah menemukan Valerie, Noah?" tanya Raya terdengar cemas. "Aku sudah bersama Valerie, sekarang aku akan membawanya ke rumah sakit." "Apa terjadi sesuatu pada Valerie?" "Aku akan memastikannya nanti di rumah sakit, apakah dia baik baik saja atau tidak. Jadi, tolong katakan pada temanmu itu kalau Valerie tak bisa pergi bekerja hari ini." "Baiklah kalau begitu. Kabari aku jika Valerie sudah sadar." Valerie membuka matanya ketika dia melihat Noah sedang berbicara dengan se
Saat memasuki lift, Raya teringat dengan kekasihnya yang saat ini harusnya sudah kembali dari luar negeri. Dia pun langsung menghubunginya untuk menanyakan di mana dia saat ini. "Alex! Kamu sudah sampai?" tanya Raya. "Oh... ya... aku sudd ah sampai." "Ada apa dengan suaramu? Kamu kenapa?" "Tid tidaak apa apa." Lalu setelah beberapa detik kemudian suara Alex terdengar normal kembali. "Ada apa Ray?" tanya Alex. "Kamu ada di mana sekarang? Kenapa tidak menghubungiku jika sudah kembali?" "Aku baru saja memesan hotel, dan akan tidur sebentar di sini." "Hotel mana? Aku ke sana sekarang ya." Alex tak langsung menjawab dan meninggalkan keheningan cukup lama. "Alex?" "Nanti aku akan ke rumahmu Ray, sudah malam, kamu jangan keluar malam malam," kata Alex menolak kedatangan Raya. Namun gadis itu tidak berpikir macam macam dan mengiyakan rencana pacarnya. "Baiklah kalau begitu, aku tunggu kamu di rumah." Di sisi lain, seorang lelaki sedang memeluk perempuan dari belakang. Tanpa malu
Valerie menunggu Noah keluar dari kamarnya karena dia akan berangkat bekerja dengan suaminya. Tetapi, sudah cukup lama Noah berada di dalam kamarnya. Ada apa lagi? Tak mau kejadian kemarin terulang lagi, akhirnya Valerie memilih untuk menunggunya. Hingga beberapa menit kemudian Noah sudah keluar dengan pakaian kerjanya yang rapi. Mata Noah melihat bayangan Valerie dari atas sampai bawah kemudian memiringkan kepalanya. "Kamu yakin akan bekerja dengan pakaian itu?" tanya Noah. "Memangnya ada apa?" Rok selutut dengan blouse warna hitam membuat Valerie pagi itu terlihat agak berbeda dari sebelumnya. "Ganti pakaianmu, setelah itu baru boleh ikut denganku." "Tapi... ini sudah siang Noah," protes Valerie, tapi setelah melihat mata Noah menunjuk ke arah kamarnya. Anehnya Valerie menurut saja dan kembali ke kamarnya dan mengganti roknya dengan celana panjang. "Aku tau dia tidak suka aku memakai rok," gerutu Valerie. " Tapi kan..." Valerie tak berdaya, jadi akhirnya dia keluar dengan cemb
Noah menghubungi seseorang ketika dia sudah sampai di kantor. Dia tersenyum dan mengucapkan terima kasih pada laki laki yang ada di ujung sana karena sudah menyebarkan berita yang sangat panas pagi ini. "Harusnya aku yang berterima kasih kepadamu, karena berkatmu. Berita ini banyak yang menyukainya," kata Rian sahabat Noah. "Tapi kapan kamu menikah? Kenapa tidak mengundangku? Gadis mana yang berhasil membuatmu jatuh cinta, Noah?" Noah tersenyum. "Nanti saja merayakannya, yang terpenting sekarang aku sudah memiliki istri dan ada alasan untuk tidak datang ke acara perjodohan yang dilakukan oleh nenekku." Setelah percakapan selesai, Zack kemudian muncul ke ruangan Noah mengantarkan laporan yang diminta olehnya tadi malam. Noah melihat laporan di tangannya sementara Zack menunggu perintah dari bosnya lagi. "Apa dia berbahaya?" tanya Noah. "Maksudku, apa dia pernah memiliki skandal dengan wanita sebelumnya?" "Skandal dengan wanita bersih, Tuan. Tapi dia pernah bertengkar dengan sepup