"Aku sedang keluar kota sekarang, kita bicarakan nanti setelah aku di rumah," kata Noah di ujung telepon.
"Keluar kota? Oh, baiklah kalau begitu." Valerie menutup teleponnya. Kemudian membalikkan tubuhnya dan melihat bayangan Ruth dan Damian ada di parkiran. Rasanya dia ingin merobek bayangan mereka berdua, tapi dia harus menahannya sedikit lebih lama. Valerie masih memiliki sedikit rasa dengan lelaki brengsek itu. Meski sudah dikhianati dan dipermalukan berkali-kali. Padahal tak ada yang bisa diandalkan dari Damian, tapi mengapa dia harus sebegitu menyukai Damian? Apakah karena dia adalah cinta pertama nya? "Aku harus pulang sekarang," gumam Valerie. Dia keluar dari kafe seperti orang bodoh. Ketika di jalan, dia mendengar suara mesin mobil menghampirinya. Dia pun melirik ke samping, rupanya ada Damian dan Ruth di dalamnya. "Wah kasian sekali, di mana memang pengawalmu? Dia meninggalkanmu ya?" ejek Ruth. "Mau ku antar? Aku mau tau di mana tempat yang kamu sebut rumah," ejek Ruth lagi. Valerie tidak peduli, dia pura pura tidak mendengar apa yang dikatakan oleh Ruth karena hal itu jauh lebih baik untuk menjaga kewarasannya. Mobil Ruth berada di belakang Valerie cukup jauh. Saat Valerie menoleh ke belakang, rupanya mobil Ruth berhenti. Entah apa yang sedang mereka lakukan, Valerie tak peduli. Akan tetapi, ketika Valerie sedang berdiri di pinggir jalan untuk menunggu taksi yang dia pesan. Tiba tiba mobil Ruth melaju begitu kencang. Valerie terkejut, dia tak sempat memundurkan kakinya hingga mobil Ruth sengaja melewati jalanan yang tergenang air. Air itu jelas langsung membasahi tubuh Valerie. Valerie kemudian mendelik ke arah mobil Ruth. Terdengar suara Ruth yang tertawa ketika mobilnya berhenti. "Kamu tau kan? Kalau hal ini sangat menyenangkan dan cocok untukmu karena sudah menggoda kekasihku!" Valerie tak berkata apa apa, dia hanya mengutuk dalam hati. la tak mengerti mengapa Ruth masih membencinya padahal Damian sudah dia miliki, pun dengan hati Damian yang sejak dulu adalah Ruth pemenangnya. "Bukankah ini agak keterlaluan, Ruth?" Damian protes ketika mobil meninggalkan Valerie. "Keterlaluan? Kamu membelanya?!" "Bukan begitu, tapi tadi baru saja hujan, dia pasti kedinginan dan .." "Kamu mulai menyukainya Damian?" tuduh Ruth. "Tidak." "Kalau begitu diam lah!" Noah duduk di kursinya sudah berjam-jam yang lalu. Dia baru saja disidang oleh neneknya karena sudah pergi meninggalkan kediaman Ivanov selama bertahun-tahun. "Kalau kamu memang mau tinggal di luar kediaman ini, maka menikahlah Noah," kata neneknya yang sejak tahun kemarin ingin cucunya itu menikah. "Nanti akan kupikirkan lagi." "Nenek sudah ada calon untukmu, namanya Aleandra, dia sangat cantik. Kalian sudah pernah bertemu. Bagaimana dengan dia?" Noah memalingkan wajahnya. Dia tidak suka dengan perjodohan, apalagi dengan wanita yang bernama Aleandra itu. Bagi Noah, Aleandra hanyalah wanita yang menyukai bau uang. "Biarkan aku mencari sendiri jodohku.' Neneknya mendengus. "Kamu selalu berkata seperti itu tiap kali nenek bilang akan menjodohkanmu dengan wanita." Noah merasa jika ucapan neneknya tidak salah, dia memang suka beralasan. Karena memang tidak ingin membangun hubungan dengan wanita. "Tinggal di sini satu minggu, kamu sudah bertahun-tahun pergi dari sini dan bermain-main di luar sana." Neneknya pun berdiri. "Kecuali kamu membawakan perempuan kepadaku." Ponsel Noah bergetar, dia melihat nama kontak Valerie masih sama seperti dulu yaitu Nona Valerie. Dia pun langsung mengangkatnya tanpa menunggu lama. "Noah menikahlah denganku, tapi kamu harus berjanji untuk membantu balas dendam seperti apa yang katakan kemarin," kata Valerie di ujung telepon. Noah diam diam tersenyum. "Aku masih di luar kota, nanti kita bicarakan saat aku di rumah." Nenek Noah sempat penasaran, siapa yang menelpon cucunya. Karena bisa membuat Noah tersenyum seperti tadi. "Siapa yang menelpon mu?" Noah ikut berdiri kemudian tersenyum. "Nenek tidak perlu memberikan jodoh kepadaku, karena aku akan membawakan menantu untuk nenek." "Benarkah? Kamu serius kan?" Noah mengangguk. "Kalau begitu, aku pulang sekarang," kata Noah. "Karena kamu sudah bilang begitu, baiklah. Kamu bisa pulang, tapi ucapanmu sekarang bisa dipegang kan?" "Tentu saja!" balas Noah. Dia pun keluar dari rumah dengan beban di hati yang sudah berkurang. Setidaknya dia selamat dari perjodohan karena Valerie akhirnya mengajaknya untuk menikah. Entah pernikahan itu nantinya untuk menyelamatkan harga diri Valerie atau dirinya. Yang penting adalah dia sudah memiliki istri agar tidak didesak oleh neneknya lagi. Ketika Noah hendak berjalan ke mobilnya. Dia melihat mobil lain masuk ke dalam kediaman Ivanov. Saat mobil itu berhenti, dua orang turun kemudian berjalan melewatinya seakan dirinya tidak ada. Namun seorang laki-laki membalikkan tubuhnya kemudian menyapa Noah dengan sebutan kakak. "Wah ada apa ini? Tumben kamu pulang, Kak Noah?" tanyanya dengan setengah menggoda. Dia memeluk Noah dari belakang dan tertawa. "Lepaskan aku," desis Noah. "Lho, kenapa? Padahal sudah lama kita tidak bertemu." "Maxim! Cepatlah masuk! Kamu sudah ditunggu oleh nenekmu!" kata seorang wanita yang tak lain adalah ibu Maxim dan juga Noah. "Yah, padahal aku masih ingin mengobrol denganmu," kata Maxim. "Jangan berpura-pura, aku tau kalian jijik melihatku di sini." Noah melepaskan pelukan Maxim kemudian pergi dari hadapan adiknya itu dan masuk ke dalam mobilnya. Maxim pun langsung berjalan ke arah ibunya lalu menggandeng tangan ibunya seperti anak kecil. Padahal lelaki itu sudah dewasa. "Aku tau kamu ingin pamer padaku karena mendapatkan kasih sayang dari ibumu seperti itu," gumam Noah. Salah satu alasan dia ingin pergi karena dia tak mau melihat Ivana, ibunya di rumah neneknya. Melihat ibunya hanya akan menggores luka lama di dalam hatinya. Dia tak pernah dianggap ada oleh Ivana, jadi Noah memutuskan untuk tinggal di luar kediaman Ivanov. Perjalanan dari kediaman Ivanov ke rumah Noah setidaknya membutuhkan waktu sampai dua jam. Itu pun jika malam karena tidak macet. Noah sampai di rumahnya pukul 2 pagi, dan dia melihat lampu di ruang tamu masih menyala. Ketika dia membuka pintu rumahnya, dia melihat Valerie tertidur di ruang tamu dengan pulas. "Apa dia menungguku?" pikir Noah. Noah lalu duduk di sofa lain dekat Valerie, menunggu perempuan itu bangun. Hingga ketika Valerie membuat pergerakan, wanita itu membuka matanya dan terkejut saat melihat Noah sudah ada di depan matanya. "Noah?" "Ya, ini aku. Kenapa tidur di luar?" "Aku menunggumu," jawab Valerie malu malu. "Apa ingin membahas masalah pernikahan?" "Iya masalah itu. Tadi aku bertemu dengan Ruth dan Damian di kafe. Mereka mengundangku ke pesta pertunangan mereka." "Tidak perlu datang ke sana," kata Noah. "Tapi..." "Menurutku itu yang terbaik. Kalau kamu datang ke sana, kita tidak pernah tahu apa yang sudah direncanakan oleh Ruth dan Damian. "Lalu soal pernikahan kita, aku akan mengurusnya besok." Noah lalu meninggalkan Valerie yang masih setengah sadar dengan apa yang dikatakan oleh Noah. "Dia seperti bukan Noah yang aku kenal," gumam Valerie. " Dia sedikit lebih keren sekarang, apa karena cara bicaranya?"Keesokan harinya, Noah benar benar mengurus perihal pernikahan mereka berdua. Tidak perlu acara yang mewah, Noah dan Valerie kini sudah sah menjadi suami istri di mata hukum. "Aku tidak percaya kalau aku akan menjadi istri orang lain," gumam Valerie ketika berada di mobil. Noah yang mendengarnya tidak berkomentar. "Tunggu sebentar Noah!" Noah langsung menghentikan mobilnya. "Ada apa?" "Aku ingin makan itu, boleh kan?" Noah melihat restoran cepat saji yang mereka lewati. Tanpa menunggu lama, Noah langsung memutar stir dan mengarahkan ke area drivethru. "Jangan pesan terlalu banyak. Makanan cepat saji tidak baik untuk bayimu," kata Noah. "Iya iya." Namun tetap saja Valerie memesan makanan cepat saji itu cukup banyak. Dia memakan di mobil dan menjatuhkan beberapa remahan di mobil Noah. Noah hanya meliriknya, tapi Valerie tahu jika lelaki itu tidak senang dengan sikapnya saat ini. "Aku akan membersihkannya, aku janji," kata Valerie. "Oh ya kemarin kamu keluar kota ngapain?" "
Setelah dia mendapatkan kabar baik, Valerie pun memberitahu pada Raya jika dirinya diterima bekerja perusahaan yang direkomendasikan olehnya. "Wah selamat! Aku masih di lobi menunggumu, bagaimana kalau kita merayakannya!" "Boleh, aku akan turun sekarang." Mereka berdua pun pergi ke sebuah restoran. Namun, mereka tidak menduga jika akan bertemu dengan Ruth dan kedua temannya di sana. "Apa kita pindah saja?" tanya Raya. Dia tahu raut wajah Valerie berubah saat melihat Ruth. "Tidak. Kita akan makan di sini. Ini bukan restoran mereka." Valerie pun masuk dengan Raya. Duduk di meja yang agak jauh dari mereka bertiga. Tapi, bukan Ruth namanya jika tidak membuat keributan dengan Valerie. Dia dengan kedua temannya lalu menghampiri meja Valerie dan Raya dan mengolok-olok mereka berdua. "Ray, harusnya kamu lebih pandai memilih teman, bagaimana bisa kamu makan di sini dengan teman miskin mu ini ," ejek Ruth. "Benar, dia tidak akan mampu membayar makanan di restoran ini. Kenapa kamu mengaj
Valerie sore itu sedang menyiapkan makan malam untuk Noah. Tapi ketika mendengar suara mesin mobil Noah masuk ke pekarangan rumah mereka, Valerie tiba tiba saja meninggalkan dapur untuk menyambut suaminya tersebut. "Noah! Aku mendapatkan pekerjaan!" kata Valerie dengan ceria. "Pekerjaan apa?" tanya Noah. Dia melepaskan jasnya kemudian duduk di sofa. Valerie iku duduk di sofa yang berbeda dengan Noah. "Menjadi asisten, kupikir aku bisa menjadi desainer di perusahaan itu. Tapi ternyata mereka hanya membutuhkan asisten." Noah diam, kemudian bertanya. "Teman Raya?" "Iya, kupikir itu lebih baik kan daripada aku menganggur." Valerie yang melihat ekspresi wajah Noah saat ini sebenarnya agak takut. Karena Noah yang dia kenal sebelumnya berbeda dengan yang dia lihat sekarang. "Sampai kapan kamu akan bekerja? Bagaimana kalau mereka tahu kamu hamil?" "Uhm... itu... aku akan berhenti sebelum perutku membesar," kata Valerie dengan percaya diri. Tapi setelah melihat wajah Noah, Valerie menja
Sepulang kerja, Valerie menelpon Noah agar tidak menjemputnya karena dia ada urusan lain. Menggunakan taksi, Valerie kemudian pergi ke rumah orangtuanya. Meski dia malas, tapi dia ingin mengambil desain miliknya. Namun, ketika dia hendak masuk ke rumah. Para pelayan rumah itu mencegah Valerie masuk ke dalam karena larangan dari majikan mereka. "Aku cuma mau mengambil barangku!" "Tapi Nyonya dan Tuan melarang kami untuk membiarkan Anda masuk," kata pelayan itu. Valerie melirik ke sekitarnya. Fredison dan Anne tidak ada di rumah karena mobil mereka tak ada yang terlihat. "Aku hanya ingin masuk sebentar," desak Valerie. Lalu munculah Ruth dari dalam dengan wajahnya yang angkuh. "Biarkan dia masuk," kata Ruth. Dia masih kesal lantaran dia diusir oleh petugas keamanan kemarin di depan Valerie. Mau tak mau pelayan pun membiarkan Valerie masuk. Ruth memberikan kode pada pelayan agar membuntuti Valerie dan mengunci kamarnya. Valerie yang sudah ada di dalam kamar kemudian mencari-cari
Noah pun membawa Valerie ke rumah sakit. la membiarkan salah satu orangnya untuk menyetir mobilnya untuk sementara. "Jadi siapa yang sudah menyuruh mereka membawa Valerie ke sini?" tanya Noah. Kepala Valerie berada di atas pangkuan Noah. Rupanya Valerie diberi obat tidur dalam minumannya. Entah apa yang sudah mereka rencanakan, yang jelas kejadian serupa pasti akan terjadi lagi jika dia telat menolong Valerie. "Ruth, kakak tiri Valerie Bos." "Ruth?" Ponsel Noah bergetar, kali ini Raya yang menelponnya. "Kamu sudah menemukan Valerie, Noah?" tanya Raya terdengar cemas. "Aku sudah bersama Valerie, sekarang aku akan membawanya ke rumah sakit." "Apa terjadi sesuatu pada Valerie?" "Aku akan memastikannya nanti di rumah sakit, apakah dia baik baik saja atau tidak. Jadi, tolong katakan pada temanmu itu kalau Valerie tak bisa pergi bekerja hari ini." "Baiklah kalau begitu. Kabari aku jika Valerie sudah sadar." Valerie membuka matanya ketika dia melihat Noah sedang berbicara dengan se
Saat memasuki lift, Raya teringat dengan kekasihnya yang saat ini harusnya sudah kembali dari luar negeri. Dia pun langsung menghubunginya untuk menanyakan di mana dia saat ini. "Alex! Kamu sudah sampai?" tanya Raya. "Oh... ya... aku sudd ah sampai." "Ada apa dengan suaramu? Kamu kenapa?" "Tid tidaak apa apa." Lalu setelah beberapa detik kemudian suara Alex terdengar normal kembali. "Ada apa Ray?" tanya Alex. "Kamu ada di mana sekarang? Kenapa tidak menghubungiku jika sudah kembali?" "Aku baru saja memesan hotel, dan akan tidur sebentar di sini." "Hotel mana? Aku ke sana sekarang ya." Alex tak langsung menjawab dan meninggalkan keheningan cukup lama. "Alex?" "Nanti aku akan ke rumahmu Ray, sudah malam, kamu jangan keluar malam malam," kata Alex menolak kedatangan Raya. Namun gadis itu tidak berpikir macam macam dan mengiyakan rencana pacarnya. "Baiklah kalau begitu, aku tunggu kamu di rumah." Di sisi lain, seorang lelaki sedang memeluk perempuan dari belakang. Tanpa malu
Valerie menunggu Noah keluar dari kamarnya karena dia akan berangkat bekerja dengan suaminya. Tetapi, sudah cukup lama Noah berada di dalam kamarnya. Ada apa lagi? Tak mau kejadian kemarin terulang lagi, akhirnya Valerie memilih untuk menunggunya. Hingga beberapa menit kemudian Noah sudah keluar dengan pakaian kerjanya yang rapi. Mata Noah melihat bayangan Valerie dari atas sampai bawah kemudian memiringkan kepalanya. "Kamu yakin akan bekerja dengan pakaian itu?" tanya Noah. "Memangnya ada apa?" Rok selutut dengan blouse warna hitam membuat Valerie pagi itu terlihat agak berbeda dari sebelumnya. "Ganti pakaianmu, setelah itu baru boleh ikut denganku." "Tapi... ini sudah siang Noah," protes Valerie, tapi setelah melihat mata Noah menunjuk ke arah kamarnya. Anehnya Valerie menurut saja dan kembali ke kamarnya dan mengganti roknya dengan celana panjang. "Aku tau dia tidak suka aku memakai rok," gerutu Valerie. " Tapi kan..." Valerie tak berdaya, jadi akhirnya dia keluar dengan cemb
Noah menghubungi seseorang ketika dia sudah sampai di kantor. Dia tersenyum dan mengucapkan terima kasih pada laki laki yang ada di ujung sana karena sudah menyebarkan berita yang sangat panas pagi ini. "Harusnya aku yang berterima kasih kepadamu, karena berkatmu. Berita ini banyak yang menyukainya," kata Rian sahabat Noah. "Tapi kapan kamu menikah? Kenapa tidak mengundangku? Gadis mana yang berhasil membuatmu jatuh cinta, Noah?" Noah tersenyum. "Nanti saja merayakannya, yang terpenting sekarang aku sudah memiliki istri dan ada alasan untuk tidak datang ke acara perjodohan yang dilakukan oleh nenekku." Setelah percakapan selesai, Zack kemudian muncul ke ruangan Noah mengantarkan laporan yang diminta olehnya tadi malam. Noah melihat laporan di tangannya sementara Zack menunggu perintah dari bosnya lagi. "Apa dia berbahaya?" tanya Noah. "Maksudku, apa dia pernah memiliki skandal dengan wanita sebelumnya?" "Skandal dengan wanita bersih, Tuan. Tapi dia pernah bertengkar dengan sepup
Ponsel Kevin berdering, Julian mengambil ponselnya dari saku celana milik Kevin."... Ya?""Ini ponsel milik Kevin, kan?" tanya seorang perempuan di ujung telepon."Ya benar, tapi pemilik ponselnya pingsan. Kamu bisa menjemputnya ke sini karena aku tidak mau mengantarnya," kata Julian."Di mana dia? Beri aku alamatnya sekarang."Setelah meminta izin pada Emily, akhirnya Julian memberikan alamat tersebut kepada Karina."Sepertinya yang menelpon adalah kekasihnya," kata Julian usai menutup teleponnya."Biarkan saja dia begitu, kamu mau minum?" tanya Emily. "Oh ya, aku akan mengobati lukamu dulu."Emily membawa Julian masuk ke dalam.Sejak dia putus dengan Kevin, Emily tidak pernah membawa lelaki masuk ke apartemennya. Dan baru kali ini dia mengizinkan pria yang baru dia kenal untuk masuk ke sana.Emily pikir karena Julian adalah sepupu Noah, maka dari itu dia mengizinkannya untuk masuk.
Valerie mengajak Emily untuk makan malam di sebuah restoran mewah dengan pencahayaan lembut dan dekorasi yang elegan. Karena Emily adalah teman Noah, jadi tidak ada salahnya jika dia ingin membangun hubungan yang baik dengan Emily. Apalagi profesinya yang sangat berhubungan dengan pekerjaan Valerie."Maafkan aku, tapi dia memaksa untuk ikut," kata Noah menunjuk Julian dengan matanya."Tak apa-apa, lebih ramai lebih baik, kan?"Mereka berempat pun duduk di sebuah meja bulat yang sudah dipesan oleh Valerie sebelumnya.Julian yang berkarakter mudah akrab dengan orang baru pun tidak kesulitan ketika memulai obrolannya dengan Valerie."Untuk keberhasilan peragaan busana malam ini. Terima kasih karena telah bekerja keras," kata Valerie pada Emily.Emily tersenyum. "Aku hanya melakukan pekerjaanku, dan terima kasih sudah mempercayakannya kepadaku."Mereka berempat pun mulai mengobrol membicarakan masalah pekerjaan dan kehidupan
Valerie duduk di meja kerjanya, ia melihat-lihat desain terbaru untuk pertunjukkan busana yang akan datang.Pintu dibuka oleh sekertarisnya kemudian muncul seorang wanita tinggi yang cantik. Emily masuk dengan senyum yang menawan.Valerie menyambutnya dengan senyum yang ramah. Emily adalah model yang dikenalkan Noah kepadanya. Dia mengatakan bahwa Emily adalah seorang model yang berbakat dan profesional."Selamat datang, saya sangat senang karena Anda bisa bergabung dengan kami untuk pertunjukkan busana ini," kata Valerie.Emily tersenyum. "Mana mungkin saya bisa menolaknya ketika Valerie langsung yang memintanya," Emily terkekeh." Dia jarang meminta bantuan, jadi saya sangat senang bisa membantunya."Valerie menjabat tangan Emily. "Tapi tetap saja, saya ingin mengucapkan terima kasih." Apalagi saat melihat potongan video Emily ketika berada di atas panggung catwalk, dia langsung tertarik pada model tersebut saat pertama kali melihatnya.
"Julian!" teriak Isadora sangat senang saat melihat bayangan sepupunya itu muncul di ambang pintu rumahnya.Dia menghampiri Julian kemudian memeluk lelaki itu."Sekarang kenapa kamu agak berbeda?" tanya Isadora, dia memindai wajah Julian dengan serius."Kenapa? Apa aku bertambah tampan?"Isadora memukul lengan Julian, lelaki itu hanya meringis. Sepupunya itu mencari keberadaan Maxim, tapi siang itu suami Isadora tentu saja sedang bekerja tidak seperti dirinya. Yang keluyuran tidak jelas seperti sekarang."Tiga pria bodoh akhirnya dapat berkumpul lagi," kata Isadora dia mempersilakan Julian masuk."Siapa maksudmu? Havier, Maxim dan Noah?"Isadora mendecakkan lidahnya. "Anakku, jangan sampai kamu mirip dengan pamanmu ini ya. Mama tidak mau kamu mirip dengannya," kata Isadora sambil mengusap perutnya."Kamu tidak ingin punya anak?" tanya Isadora.Julian yang sedang mengambil apel tanpa sengaja menjatuhkan
Noah duduk dengan tidak tenang setelah dia menyuruh River untuk mengobati lukanya.Ada rasa bersalah yang mendalam saat dia tahu bahwa asisten pribadinya itu hampir terbunuh karena perintahnya.Hidup Zack di masa lalu sudah terlalu berat, dan kini dia harus bertemu dengan dirinya yang selalu memberikan tugas berbahaya kepada asistennya tersebut.Suara langkah mendekat, Noah melihat River berjalan ke arahnya."Bagaimana dengan keadaanmu." Noah mendongak, matanya tak bisa berbohong. Dia akan merasa bersalah jika terjadi apa-apa pada Zack."Saya baik-baik saja, Tuan."Hening."Apa ada hal yang menganggu pikiran Anda, Tuan?" River merasa jika Noah sedang memikirkan sesuatu.Noah mengangguk pelan."Aku ingin melepaskan Zack," kata Noah. River terkejut mendengar Noah berkata seperti itu."Apa karena Zack tidak melakukan tugasnya dengan baik? Itu murni bukan kesalahannya, Tuan. Kerjasama kami tidak...
PLAK!Irena menampar wajah Noah. Sontak lelaki itu memandang tajam wajah Irena."Jika bukan karena Felix, aku pasti sangat menderita waktu itu. Aku hamil anak Havier. Aku masih muda saat itu. Aku bisa apa saat ada seseorang yang memberikanku bantuan, meski dia meminta imbalan. Dia mengajakku bekerjasama untuk membalas perbuatan kalian.""Padahal kamu menyukainya, kan? Jangan menyalahkan orang lain atas perbuatanmu sendiri. Kalau saja kamu tidak menggoda Havier, kalau kamu tidak membuat nenekku marah, kamu tidak akan diusir dari rumah itu."Noah melewati Irena begitu saja.Sementara itu perasaan Irena bercampuraduk. Dia khawatir, takut dan juga merasa bersalah karena sudah melakukan hal itu di masa lalu."Tolong kembalikan Theo kepadaku, Noah. Aku sudah melakukan kesalahan karena sudah menyia-nyiakan anakku dengan Havier. Dan sekarang, aku ingin menebusnya.""Kamu bisa menebusnya di penjara nanti." Pintu pun ditutup. Hati
Akhirnya hari yang ditunggu oleh Tatiana tiba juga. Dia pergi ke bandara untuk menjemput anak semata wayangnya.Tatiana menatap layar kedatangan di bandara dengan gelisah, mencari nama Julian.Kegugupan Tatiana berubah menjadi senyum yang merekah saat melihat nama yang dia cari muncul di layar. Dengan cepat ia menuju pintu kedatangan dan menunggu penuh dengan harap.Setelah beberapa saat, pintu itu terbuka dan dari sana muncul seorang pria muda yang wajahnya sedikit berubah."Ada apa dengan anak itu, kenapa dia terlihat agak kurus?" gumam Tatiana cemas. "Apa dia tidak makan teratur "Meskipun anaknya sudah dewasa, tapi ada kelembutan dan kepolosan dari anaknya yang masih terpancar dari matanya."Julian!" panggil Tatiana, langkahnya mendekati pria itu dengan cepat.Julian menoleh ke arah suara itu, matanya memancarkan kebingungan sejenak sebelum akhirnya terpancar kegembiraan dan kelegaan. Dia pun tersenyum dengan lebar.
Ivana siang itu terkejut ketika mendapati Noah masuk ke ruangan di kantornya."Apa yang kamu lakukan di sini? Aku sudah mengatakan kepadamu untuk tidak datang ke sini lagi," kata Ivana dengan sinis.Tanpa berkata apa-apa, Noah memberikan sebuah bukti rekam medis kepada Ivana.Ivana melirik ke arah Noah sebentar lalu mengambil dokumen yang ada di atas meja."Apa maksudmu? Jangan bermain-main denganku. Aku tidak peduli apakah dia sudah punya anak atau belum. Karena hal itu tidak ada urusannya denganku." Ivana melemparkan dokumen itu ke atas meja dengan kasar. Dia kembali ke pekerjaannya."Benarkah? Kamu tidak peduli dengan hal itu?"Ivana mengernyitkan keningnya.la melihat Noah mengeluarkan amplop cokelat dari sakunya dan memberikannya kepada wanita itu."Mungkin ini hadiah kejutan untukmu tahun ini."Noah lalu keluar, dia merasa tidak perlu berdiri di sana sampai Ivana mau membuka amplopnya.Us
Tatiana bersama dengan Becca di rumah sakit selama semalaman. Bahkan dia tertidur di bahu Becca karena sangat mengantuk malam itu.Ponselnya bergetar ketika Julian menelponnya tengah malam. "Bu, aku akan tiba besok pagi. Bisa jemput aku di bandara?""Besok kamu sudah sampai?""Hmm, tapi jangan katakan pada siapapun kalau aku sudah pulang. Ibu saja yang tahu masalah kepulanganku. Ada hal yang harus kuberitahu pada ibu.""Apa? Jangan buat ibu penasaran.""Besok saja. Bagaimana keadaan Havier, apa dia baik-baik saja?""Havier koma."Julian mengembuskan napasnya dengan kasar."Untuk sekarang, ibu jangan bertindak ceroboh. Jangan menyentuh wanita itu, dan jangan membuat masalah.""Wanita siapa? Wanita kuda itu?""Ya dia, dia sangat berbahaya Bu. Masih ingat masalah kasus kematian istri pengusaha itu? Sekarang kasus itu dibuka lagi karena pihak keluarga perempuan menemukan kejanggalan."