Mendengar ajakan menikah dari Noah, tentu saja membuat Valerie terkejut. la tidak pernah membayangkan sebelumnya jika akan dilamar oleh pengawal pribadinya sendiri. Itu pun bukan atas dasar cinta melainkan rasa bersalah.
"Noah, sepertinya kamu terlalu terburu-buru dengan keputusan itu," tolak Valerie dengan suara nada yang rendah agar tidak menyakiti Noah. "Belum tentu aku hamil, jadi... sebaiknya jangan mengambil langkah terlalu jauh." "Kalau Anda mau seperti itu, baiklah. Saya tidak akan memaksa," katanya kemudian berdiri dari kursinya. Dia membereskan semua makanan dan membuang sisa makanan ke dalam tempat sampah. "Noah," panggil Valerie. "Ya?" "Aku ingin bekerja. Aku akan bekerja, karena aku tidak bisa terus tinggal di rumah ini denganmu." Meski tidak tahu apakah nantinya dia akan segera mendapatkan pekerjaan atau tidak. Tapi Valerie harus memikirkan caranya agar tidak terlalu lama tinggal di rumah Noah dan menyusahkan lelaki itu. "Anda bisa melakukan semua yang Anda inginkan," balas Noah. Lalu dia masuk ke kamarnya. Valerie memandang punggung Noah, ia merasa tidak enak karena sudah menolak lelaki tadi. "Apa aku sudah keterlaluan?" gumam Valerie. Dua minggu kemudian... Valerie masih belum mendapatkan pekerjaan. Dia juga masih berada di rumah itu dan membantu Noah melakukan pekerjaan rumah tangga. Akan tetapi, sejak dua hari kemarin. Dia merasakan tidak enak pada tubuhnya. "Kamu akan berangkat sekarang Noah?" tanya Valerie. "Mungkin saya akan pulang agak malam," jawab Noah. Dia mengamati wajah Valerie yang sedikit pucat kemudian mendekatinya. "Sebaiknya kita ke rumah sakit sekarang," ajak Noah. "Tidak, aku tidak sakit," tolak Valerie. "Kita tidak tahu kalau belum memeriksakan ke dokter." Mau tak mau Valerie pun menurut, toh sebenarnya dia memang merasakan tidak enak badan beberapa hari ini. "Kamu akan terlambat bekerja," gumam Valerie saat Noah mengemudikan mobilnya ke rumah sakit. "Tidak apa apa, tak akan terjadi masalah." "Kalau kamu dipecat, kita berdua menganggur," gumam Valerie lagi. Noah tersenyum. "Jangan khawatir, hal itu tak akan terjadi." "Selamat istri Anda sedang hamil," ucap dokter yang memeriksa Valerie. Valerie yang masih berada di atas ranjang pasien terkejut dan menyingkap tirai yang menutupi dirinya dan Noah. "Apa?!" Noah dan Valerie terkejut. "Tidak mungkin, pasti Anda salah," kata Valerie seolah menolak kenyataan. Tapi dokter itu tersenyum. "Anda bisa membawa istri Anda ke dokter kandungan untuk mengetahui lebih jelasnya." Jiwa Noah setengah melayang. Dia juga setengah tidak percaya jika Valerie hamil. Awalnya setelah Valerie berkata bahwa dirinya tak akan hamil membuat Noah lega. Tetapi, setelah mendengar jika Valerie sedang hamil benar benar membuat syok. Noah dan Valerie keluar dari ruang pemeriksaan dengan pikiran masing masing. "Tadi... aku salah dengar kan, Noah?" Noah tidak menjawab. "Noah! Katakan sesuatu padaku! Katakan kalau yang dikatakan oleh dokter tadi tidak benar!" "Kita ke dokter kandungan sekarang," kata Noah dengan tenang. Dan akhirnya mereka berdua ke dokter kandungan pada saat itu juga. Namun, hasil mengatakan hal yang sama jika saat ini Valerie sedang hamil anak Noah. Keduanya sudah tidak dapat berbuat apa apa lagi selain menerima kenyataan jika Valerie akan menjadi seorang ibu dan Noah akan menjadi seorang ayah karena kejadian tidak terduga malam itu. Valerie tiba tiba terjatuh, Noah menoleh dan dengan sigap menangkap tangan Valerie sama seperti ketika dia menjadi pengawal perempuan itu. "Anda baik baik saja?" "Mana mungkin aku baik baik saja." Valerie mendongak dan menatap wajah Noah. Dia lalu menangis. Dia belum siap jika akan menjadi seorang ibu untuk anak yang dikandungnya. Tetapi di sisi lain, dia tak memiliki pemikiran untuk mengenyahkan janin itu dari rahimnya. Tidak akan. Selama seharian usai pulang dari rumah sakit Valerie terus berada di kamarnya. Dia memikirkan bagaimana hidupnya selanjutnya jika hamil anak Noah. Yang pertama akan menertawakan hidupnya adalah Anne dan Ruth karena tahu jika dirinya benar tidur dengan Noah malam itu, Lalu orang orang yang membencinya, akan mencemooh dirinya karena sudah mencoreng nama keluarga. "Apa aku menikah saja dengan Noah? Setidaknya anak ini memiliki seorang ayah, kan?" gumam Valerie. la teringat kalimat yang dikatakan oleh Noah sebelum mereka sampai di rumah. "Jika kamu menikah denganku, aku akan membantu membalaskan dendam pada keluargamu yang telah membuang mu," katanya dengan serius. Valerie terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Noah. "Memangnya Noah memiliki apa sampai bisa membantuku balas dendam," ucap Valerie dalam hati. Dan hal itu membuatnya berpikir sampai sekarang. "Jangan jangan Noah seorang mafia," tebak Valerie. "Atau dia mempunyai geng yang menakutkan." Valerie menggelengkan kepalanya. "Tidak mungkin. Noah bukan seperti itu." Bel berbunyi, Valerie gegas keluar dari kamarnya untuk melihat siapa yang datang. Alangkah terkejutnya Valerie saat mendapati Zack yang berada di depan pintu rumah. "Ada titipan dari Tu.. maksud saya Noah," kata Zack. "Noah?" Valerie melihat ke dalam paper bag yang dibawa Zack. Tanpa sadar dia tersenyum saat melihat jika Noah membelikannya vitamin ibu hamil. "Selamat untuk kehamilan Anda," kata Zack lagi. Valerie tidak tahu harus menanggapi bagaimana jadi dia tersenyum pada Zack. "Tapi kenapa Anda yang mengantarkannya? Bukankah Anda adalah bos Noah?" "Itu.. karena saya sedang dalam perjalanan. Dan kebetulan ke arah rumah ini." "Oh begitu." "Kalau begitu saya pamit." Zack pun pergi meninggalkan Valerie yang masih melihat-lihat isi di dalam paper bag yang dibawa oleh Zack tadi. "Noah memang sangat perhatian," kata Valerie. "Aku ingin bertemu, luangkan waktumu sebentar nanti malam." Ruth tiba tiba menghubungi Valerie siang itu, entah apa yang sedang direncanakan oleh kakak tirinya itu. Tapi yang jelas bukan hal baik. "Aku tidak mau." "Temui aku atau aku akan melakukan hal lain yang dapat merugikanmu," ancam Ruth. Mau tak mau Valerie menuruti apa kata Ruth. Karena dia tahu bahwa wanita licik itu tidak akan pernah main main dengan ancamannya. Jadi malam itu, sebelum Noah pulang. Valerie pergi menemui Ruth di sebuah kafe. Sayangnya, di sana bukan hanya Ruth saja yang datang. Melainkan ada Damian. Ya, lelaki yang sudah menghancurkan perasaan itu juga ada di sana, duduk di sebelah Ruth sambil memegang tangan wanita itu. "Ada apa? Aku tak punya banyak waktu untuk kalian berdua," kata Valerie masih berdiri, tak sudi duduk di depan Ruth dan Damian. "Duduklah," perintah Ruth. "Bicara saja sekarang, aku harus segera pulang." Ruth tertawa mengolok-olok Valerie. "Pulang? Memangnya kamu punya rumah?" Valerie terdiam. "Ah sudahlah, aku cuma mau bilang kalau minggu depan aku akan bertunangan dengan Damian." "Lalu?" "Kamu harus datang." "Kenapa aku harus datang? Bukankah kalian sudah mengusirku!" Ruth memutar bola matanya. "Akan ada banyak wartawan nantinya, aku mau kamu mengatakan kalau kamu berpisah baik baik dengan Damian. Aku tak mau mereka berpikiran buruk tentangku." Valerie mendengus. "Bukankah kamu memang sangat buruk?" Mendengar hal itu, Ruth langsung berdiri dan hendak menampar Valerie. Tetapi, ada orang di sekeliling yang melihat mereka. Jadi Ruth menahannya. "Awas saja kalau kamu tidak datang," ancam Ruth. Ruth dan Damian pergi melewati bahu Valerie. Bahkan dengan kejam Damian menyenggol bahu Valerie hingga wanita itu hampir terjatuh ke belakang. Valerie mengepalkan tangannya. "Kalian akan terus menindasku, kan?" kata Valerie dalam hatinya. Valerie mengambil ponselnya. Lalu menghubungi Noah. "Noah, ayo kita menikah, dan kamu harus berjanji membantuku balas dendam kepada mereka yang sudah membuang ku seperti ini.""Aku sedang keluar kota sekarang, kita bicarakan nanti setelah aku di rumah," kata Noah di ujung telepon. "Keluar kota? Oh, baiklah kalau begitu." Valerie menutup teleponnya. Kemudian membalikkan tubuhnya dan melihat bayangan Ruth dan Damian ada di parkiran. Rasanya dia ingin merobek bayangan mereka berdua, tapi dia harus menahannya sedikit lebih lama. Valerie masih memiliki sedikit rasa dengan lelaki brengsek itu. Meski sudah dikhianati dan dipermalukan berkali-kali. Padahal tak ada yang bisa diandalkan dari Damian, tapi mengapa dia harus sebegitu menyukai Damian? Apakah karena dia adalah cinta pertama nya? "Aku harus pulang sekarang," gumam Valerie. Dia keluar dari kafe seperti orang bodoh. Ketika di jalan, dia mendengar suara mesin mobil menghampirinya. Dia pun melirik ke samping, rupanya ada Damian dan Ruth di dalamnya. "Wah kasian sekali, di mana memang pengawalmu? Dia meninggalkanmu ya?" ejek Ruth. "Mau ku antar? Aku mau tau di mana tempat yang kamu sebut rumah," ejek Rut
Keesokan harinya, Noah benar benar mengurus perihal pernikahan mereka berdua. Tidak perlu acara yang mewah, Noah dan Valerie kini sudah sah menjadi suami istri di mata hukum. "Aku tidak percaya kalau aku akan menjadi istri orang lain," gumam Valerie ketika berada di mobil. Noah yang mendengarnya tidak berkomentar. "Tunggu sebentar Noah!" Noah langsung menghentikan mobilnya. "Ada apa?" "Aku ingin makan itu, boleh kan?" Noah melihat restoran cepat saji yang mereka lewati. Tanpa menunggu lama, Noah langsung memutar stir dan mengarahkan ke area drivethru. "Jangan pesan terlalu banyak. Makanan cepat saji tidak baik untuk bayimu," kata Noah. "Iya iya." Namun tetap saja Valerie memesan makanan cepat saji itu cukup banyak. Dia memakan di mobil dan menjatuhkan beberapa remahan di mobil Noah. Noah hanya meliriknya, tapi Valerie tahu jika lelaki itu tidak senang dengan sikapnya saat ini. "Aku akan membersihkannya, aku janji," kata Valerie. "Oh ya kemarin kamu keluar kota ngapain?" "
Setelah dia mendapatkan kabar baik, Valerie pun memberitahu pada Raya jika dirinya diterima bekerja perusahaan yang direkomendasikan olehnya. "Wah selamat! Aku masih di lobi menunggumu, bagaimana kalau kita merayakannya!" "Boleh, aku akan turun sekarang." Mereka berdua pun pergi ke sebuah restoran. Namun, mereka tidak menduga jika akan bertemu dengan Ruth dan kedua temannya di sana. "Apa kita pindah saja?" tanya Raya. Dia tahu raut wajah Valerie berubah saat melihat Ruth. "Tidak. Kita akan makan di sini. Ini bukan restoran mereka." Valerie pun masuk dengan Raya. Duduk di meja yang agak jauh dari mereka bertiga. Tapi, bukan Ruth namanya jika tidak membuat keributan dengan Valerie. Dia dengan kedua temannya lalu menghampiri meja Valerie dan Raya dan mengolok-olok mereka berdua. "Ray, harusnya kamu lebih pandai memilih teman, bagaimana bisa kamu makan di sini dengan teman miskin mu ini ," ejek Ruth. "Benar, dia tidak akan mampu membayar makanan di restoran ini. Kenapa kamu mengaj
Valerie sore itu sedang menyiapkan makan malam untuk Noah. Tapi ketika mendengar suara mesin mobil Noah masuk ke pekarangan rumah mereka, Valerie tiba tiba saja meninggalkan dapur untuk menyambut suaminya tersebut. "Noah! Aku mendapatkan pekerjaan!" kata Valerie dengan ceria. "Pekerjaan apa?" tanya Noah. Dia melepaskan jasnya kemudian duduk di sofa. Valerie iku duduk di sofa yang berbeda dengan Noah. "Menjadi asisten, kupikir aku bisa menjadi desainer di perusahaan itu. Tapi ternyata mereka hanya membutuhkan asisten." Noah diam, kemudian bertanya. "Teman Raya?" "Iya, kupikir itu lebih baik kan daripada aku menganggur." Valerie yang melihat ekspresi wajah Noah saat ini sebenarnya agak takut. Karena Noah yang dia kenal sebelumnya berbeda dengan yang dia lihat sekarang. "Sampai kapan kamu akan bekerja? Bagaimana kalau mereka tahu kamu hamil?" "Uhm... itu... aku akan berhenti sebelum perutku membesar," kata Valerie dengan percaya diri. Tapi setelah melihat wajah Noah, Valerie menja
Sepulang kerja, Valerie menelpon Noah agar tidak menjemputnya karena dia ada urusan lain. Menggunakan taksi, Valerie kemudian pergi ke rumah orangtuanya. Meski dia malas, tapi dia ingin mengambil desain miliknya. Namun, ketika dia hendak masuk ke rumah. Para pelayan rumah itu mencegah Valerie masuk ke dalam karena larangan dari majikan mereka. "Aku cuma mau mengambil barangku!" "Tapi Nyonya dan Tuan melarang kami untuk membiarkan Anda masuk," kata pelayan itu. Valerie melirik ke sekitarnya. Fredison dan Anne tidak ada di rumah karena mobil mereka tak ada yang terlihat. "Aku hanya ingin masuk sebentar," desak Valerie. Lalu munculah Ruth dari dalam dengan wajahnya yang angkuh. "Biarkan dia masuk," kata Ruth. Dia masih kesal lantaran dia diusir oleh petugas keamanan kemarin di depan Valerie. Mau tak mau pelayan pun membiarkan Valerie masuk. Ruth memberikan kode pada pelayan agar membuntuti Valerie dan mengunci kamarnya. Valerie yang sudah ada di dalam kamar kemudian mencari-cari
Noah pun membawa Valerie ke rumah sakit. la membiarkan salah satu orangnya untuk menyetir mobilnya untuk sementara. "Jadi siapa yang sudah menyuruh mereka membawa Valerie ke sini?" tanya Noah. Kepala Valerie berada di atas pangkuan Noah. Rupanya Valerie diberi obat tidur dalam minumannya. Entah apa yang sudah mereka rencanakan, yang jelas kejadian serupa pasti akan terjadi lagi jika dia telat menolong Valerie. "Ruth, kakak tiri Valerie Bos." "Ruth?" Ponsel Noah bergetar, kali ini Raya yang menelponnya. "Kamu sudah menemukan Valerie, Noah?" tanya Raya terdengar cemas. "Aku sudah bersama Valerie, sekarang aku akan membawanya ke rumah sakit." "Apa terjadi sesuatu pada Valerie?" "Aku akan memastikannya nanti di rumah sakit, apakah dia baik baik saja atau tidak. Jadi, tolong katakan pada temanmu itu kalau Valerie tak bisa pergi bekerja hari ini." "Baiklah kalau begitu. Kabari aku jika Valerie sudah sadar." Valerie membuka matanya ketika dia melihat Noah sedang berbicara dengan se
Saat memasuki lift, Raya teringat dengan kekasihnya yang saat ini harusnya sudah kembali dari luar negeri. Dia pun langsung menghubunginya untuk menanyakan di mana dia saat ini. "Alex! Kamu sudah sampai?" tanya Raya. "Oh... ya... aku sudd ah sampai." "Ada apa dengan suaramu? Kamu kenapa?" "Tid tidaak apa apa." Lalu setelah beberapa detik kemudian suara Alex terdengar normal kembali. "Ada apa Ray?" tanya Alex. "Kamu ada di mana sekarang? Kenapa tidak menghubungiku jika sudah kembali?" "Aku baru saja memesan hotel, dan akan tidur sebentar di sini." "Hotel mana? Aku ke sana sekarang ya." Alex tak langsung menjawab dan meninggalkan keheningan cukup lama. "Alex?" "Nanti aku akan ke rumahmu Ray, sudah malam, kamu jangan keluar malam malam," kata Alex menolak kedatangan Raya. Namun gadis itu tidak berpikir macam macam dan mengiyakan rencana pacarnya. "Baiklah kalau begitu, aku tunggu kamu di rumah." Di sisi lain, seorang lelaki sedang memeluk perempuan dari belakang. Tanpa malu
Valerie menunggu Noah keluar dari kamarnya karena dia akan berangkat bekerja dengan suaminya. Tetapi, sudah cukup lama Noah berada di dalam kamarnya. Ada apa lagi? Tak mau kejadian kemarin terulang lagi, akhirnya Valerie memilih untuk menunggunya. Hingga beberapa menit kemudian Noah sudah keluar dengan pakaian kerjanya yang rapi. Mata Noah melihat bayangan Valerie dari atas sampai bawah kemudian memiringkan kepalanya. "Kamu yakin akan bekerja dengan pakaian itu?" tanya Noah. "Memangnya ada apa?" Rok selutut dengan blouse warna hitam membuat Valerie pagi itu terlihat agak berbeda dari sebelumnya. "Ganti pakaianmu, setelah itu baru boleh ikut denganku." "Tapi... ini sudah siang Noah," protes Valerie, tapi setelah melihat mata Noah menunjuk ke arah kamarnya. Anehnya Valerie menurut saja dan kembali ke kamarnya dan mengganti roknya dengan celana panjang. "Aku tau dia tidak suka aku memakai rok," gerutu Valerie. " Tapi kan..." Valerie tak berdaya, jadi akhirnya dia keluar dengan cemb