Share

Story 7

Mendengar ajakan menikah dari Noah, tentu saja membuat Valerie terkejut. la tidak pernah membayangkan sebelumnya jika akan dilamar oleh pengawal pribadinya sendiri. Itu pun bukan atas dasar cinta melainkan rasa bersalah.

"Noah, sepertinya kamu terlalu terburu-buru dengan keputusan itu," tolak Valerie dengan suara nada yang rendah agar tidak menyakiti Noah.

"Belum tentu aku hamil, jadi... sebaiknya jangan mengambil langkah terlalu jauh."

"Kalau Anda mau seperti itu, baiklah. Saya tidak akan memaksa," katanya kemudian berdiri dari kursinya. Dia membereskan semua makanan dan membuang sisa makanan ke dalam tempat sampah.

"Noah," panggil Valerie.

"Ya?"

"Aku ingin bekerja. Aku akan bekerja, karena aku tidak bisa terus tinggal di rumah ini denganmu." Meski tidak tahu apakah nantinya dia akan segera mendapatkan pekerjaan atau tidak. Tapi Valerie harus memikirkan caranya agar tidak terlalu lama tinggal di rumah Noah dan menyusahkan lelaki itu.

"Anda bisa melakukan semua yang Anda inginkan," balas Noah. Lalu dia masuk ke kamarnya.

Valerie memandang punggung Noah, ia merasa tidak enak karena sudah menolak lelaki tadi.

"Apa aku sudah keterlaluan?" gumam Valerie.

Dua minggu kemudian...

Valerie masih belum mendapatkan pekerjaan. Dia juga masih berada di rumah itu dan membantu Noah melakukan pekerjaan rumah tangga.

Akan tetapi, sejak dua hari kemarin. Dia merasakan tidak enak pada tubuhnya.

"Kamu akan berangkat sekarang Noah?" tanya Valerie.

"Mungkin saya akan pulang agak malam," jawab Noah. Dia mengamati wajah Valerie yang sedikit pucat kemudian mendekatinya. "Sebaiknya kita ke rumah sakit sekarang," ajak Noah.

"Tidak, aku tidak sakit," tolak Valerie.

"Kita tidak tahu kalau belum memeriksakan ke dokter."

Mau tak mau Valerie pun menurut, toh sebenarnya dia memang merasakan tidak enak badan beberapa hari ini.

"Kamu akan terlambat bekerja," gumam Valerie saat Noah mengemudikan mobilnya ke rumah sakit.

"Tidak apa apa, tak akan terjadi masalah."

"Kalau kamu dipecat, kita berdua menganggur," gumam Valerie lagi.

Noah tersenyum. "Jangan khawatir, hal itu tak akan terjadi."

"Selamat istri Anda sedang hamil," ucap dokter yang memeriksa Valerie.

Valerie yang masih berada di atas ranjang pasien terkejut dan menyingkap tirai yang menutupi dirinya dan Noah.

"Apa?!" Noah dan Valerie terkejut.

"Tidak mungkin, pasti Anda salah," kata Valerie seolah menolak kenyataan.

Tapi dokter itu tersenyum.

"Anda bisa membawa istri Anda ke dokter kandungan untuk mengetahui lebih jelasnya."

Jiwa Noah setengah melayang. Dia juga setengah tidak percaya jika Valerie hamil.

Awalnya setelah Valerie berkata bahwa dirinya tak akan hamil membuat Noah lega. Tetapi, setelah mendengar jika Valerie sedang hamil benar benar membuat syok.

Noah dan Valerie keluar dari ruang pemeriksaan dengan pikiran masing masing.

"Tadi... aku salah dengar kan, Noah?"

Noah tidak menjawab.

"Noah! Katakan sesuatu padaku! Katakan kalau yang dikatakan oleh dokter tadi tidak benar!"

"Kita ke dokter kandungan sekarang," kata Noah dengan tenang.

Dan akhirnya mereka berdua ke dokter kandungan pada saat itu juga.

Namun, hasil mengatakan hal yang sama jika saat ini Valerie sedang hamil anak Noah.

Keduanya sudah tidak dapat berbuat apa apa lagi selain menerima kenyataan jika Valerie akan menjadi seorang ibu dan Noah akan menjadi seorang ayah karena kejadian tidak terduga malam itu.

Valerie tiba tiba terjatuh, Noah menoleh dan dengan sigap menangkap tangan Valerie sama seperti ketika dia menjadi pengawal perempuan itu.

"Anda baik baik saja?"

"Mana mungkin aku baik baik saja." Valerie mendongak dan menatap wajah Noah. Dia lalu menangis. Dia belum siap jika akan menjadi seorang ibu untuk anak yang dikandungnya.

Tetapi di sisi lain, dia tak memiliki pemikiran untuk mengenyahkan janin itu dari rahimnya. Tidak akan.

Selama seharian usai pulang dari rumah sakit Valerie terus berada di kamarnya. Dia memikirkan bagaimana hidupnya selanjutnya jika hamil anak Noah.

Yang pertama akan menertawakan hidupnya adalah Anne dan Ruth karena tahu jika dirinya benar tidur dengan Noah malam itu,

Lalu orang orang yang membencinya, akan mencemooh dirinya karena sudah mencoreng nama keluarga.

"Apa aku menikah saja dengan Noah? Setidaknya anak ini memiliki seorang ayah, kan?" gumam Valerie.

la teringat kalimat yang dikatakan oleh Noah sebelum mereka sampai di rumah.

"Jika kamu menikah denganku, aku akan membantu membalaskan dendam pada keluargamu yang telah membuang mu," katanya dengan serius.

Valerie terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Noah.

"Memangnya Noah memiliki apa sampai bisa membantuku balas dendam," ucap Valerie dalam hati.

Dan hal itu membuatnya berpikir sampai sekarang.

"Jangan jangan Noah seorang mafia," tebak Valerie.

"Atau dia mempunyai geng yang menakutkan."

Valerie menggelengkan kepalanya. "Tidak mungkin. Noah

bukan seperti itu."

Bel berbunyi, Valerie gegas keluar dari kamarnya untuk melihat siapa yang datang.

Alangkah terkejutnya Valerie saat mendapati Zack yang berada di depan pintu rumah.

"Ada titipan dari Tu.. maksud saya Noah," kata Zack.

"Noah?"

Valerie melihat ke dalam paper bag yang dibawa Zack. Tanpa sadar dia tersenyum saat melihat jika Noah membelikannya vitamin ibu hamil.

"Selamat untuk kehamilan Anda," kata Zack lagi.

Valerie tidak tahu harus menanggapi bagaimana jadi dia tersenyum pada Zack.

"Tapi kenapa Anda yang mengantarkannya? Bukankah Anda adalah bos Noah?"

"Itu.. karena saya sedang dalam perjalanan. Dan kebetulan ke arah rumah ini."

"Oh begitu."

"Kalau begitu saya pamit."

Zack pun pergi meninggalkan Valerie yang masih melihat-lihat isi di dalam paper bag yang dibawa oleh Zack tadi.

"Noah memang sangat perhatian," kata Valerie.

"Aku ingin bertemu, luangkan waktumu sebentar nanti malam." Ruth tiba tiba menghubungi Valerie siang itu, entah apa yang sedang direncanakan oleh kakak tirinya itu. Tapi yang jelas bukan hal baik.

"Aku tidak mau."

"Temui aku atau aku akan melakukan hal lain yang dapat merugikanmu," ancam Ruth.

Mau tak mau Valerie menuruti apa kata Ruth. Karena dia tahu bahwa wanita licik itu tidak akan pernah main main dengan ancamannya.

Jadi malam itu, sebelum Noah pulang. Valerie pergi menemui Ruth di sebuah kafe.

Sayangnya, di sana bukan hanya Ruth saja yang datang. Melainkan ada Damian. Ya, lelaki yang sudah menghancurkan perasaan itu juga ada di sana, duduk di sebelah Ruth sambil memegang tangan wanita itu.

"Ada apa? Aku tak punya banyak waktu untuk kalian berdua," kata Valerie masih berdiri, tak sudi duduk di depan Ruth dan Damian.

"Duduklah," perintah Ruth.

"Bicara saja sekarang, aku harus segera pulang."

Ruth tertawa mengolok-olok Valerie.

"Pulang? Memangnya kamu punya rumah?"

Valerie terdiam.

"Ah sudahlah, aku cuma mau bilang kalau minggu depan aku akan bertunangan dengan Damian."

"Lalu?"

"Kamu harus datang."

"Kenapa aku harus datang? Bukankah kalian sudah mengusirku!"

Ruth memutar bola matanya. "Akan ada banyak wartawan nantinya, aku mau kamu mengatakan kalau kamu berpisah baik baik dengan Damian. Aku tak mau mereka berpikiran buruk tentangku."

Valerie mendengus.

"Bukankah kamu memang sangat buruk?"

Mendengar hal itu, Ruth langsung berdiri dan hendak menampar Valerie. Tetapi, ada orang di sekeliling yang melihat mereka. Jadi Ruth menahannya.

"Awas saja kalau kamu tidak datang," ancam Ruth.

Ruth dan Damian pergi melewati bahu Valerie. Bahkan dengan kejam Damian menyenggol bahu Valerie hingga wanita itu hampir terjatuh ke belakang.

Valerie mengepalkan tangannya. "Kalian akan terus menindasku, kan?" kata Valerie dalam hatinya.

Valerie mengambil ponselnya. Lalu menghubungi Noah.

"Noah, ayo kita menikah, dan kamu harus berjanji membantuku balas dendam kepada mereka yang sudah membuang ku seperti ini."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status