Tak ada pilihan lain bagi Valerie, dia harus keluar dari rumah itu karena tidak ada satupun orang yang menginginkannya termasuk ayahnya sendiri.
Dia akan mengerti jika Ruth dan Anne membencinya. Tapi mengapa ayahnya sama sekali tidak membelanya dan malah mengusirnya? Valerie terus berjalan hingga malam. Tapi tak ada satu tanda dia menemukan Noah. Di sisi lain hatinya, ia merasa kasihan pada Noah karena sudah dipukuli oleh pesuruh ayahnya. Tapi di sisi lain, dia juga kesal pada lelaki itu karena sama sekali tak dapat menjelaskan mengapa mereka ia bisa ada di kamar itu dan apa yang dia lakukan tadi malam. "Kamu ada di mana Noah?" gumam Valerie. Gerimis pun turun, Valerie berlari kecil berteduh di salah satu toko yang sudah tutup. Dia melihat jalanan di depannya. Sepi dan tak ada orang yang melewatinya. la sendiri tak tahu mengapa berjalan dan melewati jalan itu. Hingga tanpa sadar dia melihat sekelompok orang berjalan ke arahnya dan tertawa terbahak-bahak. Awalnya Valerie ingin mengabaikan mereka. Tapi empat lelaki seperti preman itu berhenti tepat di depan Valerie dan menggodanya. "Wah ada wanita cantik di sini," goda salah satu preman. "Lebih baik ikut dengan kami." Yang lainnya mencoba menarik lengan Valerie sementara yang lain tertawa mengejek. "Lepaskan!" desis Valerie kesal, dia menarik lengannya kembali dan seakan jijik dengan mereka. Merasa terhina oleh sikap Valerie, salah satu di antara mereka langsung menarik pinggang Valerie dan memeluknya tiba tiba. Valerie membulatkan matanya lalu berteriak meminta tolong. "Kamu pikir kamu bisa lepas malam ini," bisik salah satu laki laki itu kemudian membius Valerie dengan sapu tangan yang sudah diberi obat bius. Valerie membuka matanya, dia sedang terbaring di sebuah tempat tidur. Sontak ia terbangun ketika teringat dengan kejadian beberapa waktu yang lalu. "Jangan jangan aku diculik." Valerie memeriksa pakaiannya. Lalu bernapas lega saat mendapati jika pakaiannya masih utuh. Terdengar suara pintu dibuka dari luar. Tak ada waktu bagi Valerie untuk melompat dan bersembunyi. Namun, di depan matanya dia melihat Noah sedang berjalan ke arahnya dengan wajah sedikit memar. "No... Noah?" tanya Valerie tak percaya. Rasanya dia sangat senang saat melihat lelaki itu lagi. "Nona baik baik saja? Saya mencoba mencari Anda ke mana-mana tapi tiba tiba menemukan Anda di jalan yang rawan preman." "Jadi... yang menolongku tadi adalah kamu, Noah?" Noah mengangguk. "Lalu... ini rumahmu?" "Untuk sementara, Anda bisa tinggal dulu di sini. Rumah saya sederhana dan jauh dari kata mewah. Saya harap Anda bisa tinggal dengan nyaman di sini." Lalu Noah bersiap untuk keluar dari kamar. "Tunggu Noah," cegah Valerie. Noah menoleh ke arah Valerie. "Tentang malam itu? Apa kamu bisa bilang pada mereka jika tidak ada yang terjadi pada kita berdua Noah?" Noah mengembuskan napasnya dengan panjang. "Maafkan saya Nona," balas Noah dengan raut wajah yang kecewa. Valerie tak kalah kecewa. Dia tak akan pernah kembali ke rumah itu seperti keinginan Ruth dan Anne. Karena sejak dulu, mereka berdua tak pernah menyukai Valerie. "Sebentar lagi makan malam, sebaiknya Anda bersiap." Lalu Noah benar benar menghilang dari hadapan Valerie. Noah keluar dari kamar Valerie. Dia terkejut ketika melihat seorang lelaki yang ternyata sejak tadi menguping di depan pintu. "Apa yang sedang kamu lakukan di depan pintu ini?" tanya Noah dengan raut wajah sedikit kesal. "Wanita cantik tadi... kekasih Tuan Muda?" "Ssst! Dia tidak boleh tau. Untuk saat ini, kamu adalah bosku. Dan jangan pernah memanggilku Tuan muda jika ada wanita itu. Mengerti." "Saya mengerti, tapi..." "Tapi apa?" "Apakah wanita tadi kekasih Anda?" "Bukan." "Lalu kenapa Anda menyelamatkannya? Anda tidak pernah membawa pulang wanita sejak dulu sampai ibu Anda mengira Tuan Muda tidak menyukai wanita." "Dia sedang ada masalah," kata Noah acuh tak acuh. Lalu dia berjalan ke dapur diikuti oleh Zack yang tak lain adalah asisten pribadinya. "Kamu sudah memesan makanan?" tanya Noah. "Sudah, mereka akan sampai sebentar lagi." "Tuan Mud..." Noah menendang lutut Zack saat melihat Valerie keluar dari kamarnya. Dia berjalan ke arah mereka berdua kemudian memandang Zack dengan pandangan penasaran. "Dia siapa Noah?" tanya Valerie. "Dia bos baru saya." "B-bos baru kamu? Kenapa ada di sini? Lalu... kamu cepat sekali mendapatkan bos," ucap Valerie yang seperti dikhianati oleh Noah. "Tapi bagus lah kalau begitu, lagipula kamu sudah bukan pengawalku lagi. Aku sudah miskin dan tidak bisa membayar mu Hening. Makanan yang dipesan oleh Noah pun datang. Zack yang terbiasa disuruh suruh oleh Noah langsung berlari dan membuka pintu untuk menerima makanan. Membuat Valerie mengernyit heran. "Kenapa bosmu yang mengambil makan Noah?" "Oh itu ..." Noah terdengar bingung. "Karna bos saya ingin mentraktir makan." Tak mau berpikir lebih dalam akhirnya Valerie duduk dan memakan makanan yang sudah Noah siapkan. Sudah seharian dia tidak makan, dan dia harus mengisi perutnya agar memiliki tenaga. "Noah aku pul.. pulang dulu kalau begitu," kata Zack dengan canggung. "Ya, silakan. Hati hati di jalan." Valerie mengunyah makanan sambil melihat Zack dengan tatapan merasa bersalah. Apa dia tidak salah dengar? Kenapa Noah bersikap tak sopan pada bosnya? "Bos kamu baik. Dia tidak protes padahal kamu tidak sopan padanya." "Uhuk!" Noah tersedak, untung saja dia segera mengambil minum dan meneguknya. "Tapi kamu bisa bersikap biasa padaku, Noah. Aku sudah bukan Nona Muda lagi. Aku adalah orang biasa." Hening lagi. "Tentang malam itu..." Noah berbicara setelah Valerie menyelesaikan makanannya. "Tidak terjadi apa apa pada kita, kan Noah?" tanya Valerie dengan wajah polosnya. "Kamu sendiri juga bilang begitu kemarin malam. Jadi ..." "Maafkan saya," kata Noah tiba tiba. Valerie terkejut mendengar Noah berkata seperti itu. Padahal belum lama Noah mengaku jika dia tak melakukan apa apa pada Valerie. "Awalnya saya berpikir bahwa memang tidak ada yang terjadi dengan kita berdua. Tapi saya... sempat memikirkannya dan ragu." "Noah!" "Maafkan saya... saya tidak pernah ingin menyakiti nona muda apalagi merusak Anda. Tetapi malam itu. Di luar kendali saya." Valerie terdiam dan tak dapat berkata apa apa. Dia memang dijebak, dan dia ingin membuktikannya bahwa dia dijebak. Tapi, bagaimana kalau lelaki yang bersamanya malam itu tidak yakin dengan tindakannya sendiri? "Lalu aku harus bagaimana Noah?" tanya Valerie dengan hati yang hancur. "Aku tidak akan pernah bisa kembali ke rumah itu." "Menikahlah denganku," kata Noah tiba tiba. Dia sudah tidak menyebut Valerie dengan nona muda lagi. "Aku akan bertanggungjawab atas hidupmu dan anak kita," lanjutnya dengan serius.Mendengar ajakan menikah dari Noah, tentu saja membuat Valerie terkejut. la tidak pernah membayangkan sebelumnya jika akan dilamar oleh pengawal pribadinya sendiri. Itu pun bukan atas dasar cinta melainkan rasa bersalah. "Noah, sepertinya kamu terlalu terburu-buru dengan keputusan itu," tolak Valerie dengan suara nada yang rendah agar tidak menyakiti Noah. "Belum tentu aku hamil, jadi... sebaiknya jangan mengambil langkah terlalu jauh." "Kalau Anda mau seperti itu, baiklah. Saya tidak akan memaksa," katanya kemudian berdiri dari kursinya. Dia membereskan semua makanan dan membuang sisa makanan ke dalam tempat sampah. "Noah," panggil Valerie. "Ya?" "Aku ingin bekerja. Aku akan bekerja, karena aku tidak bisa terus tinggal di rumah ini denganmu." Meski tidak tahu apakah nantinya dia akan segera mendapatkan pekerjaan atau tidak. Tapi Valerie harus memikirkan caranya agar tidak terlalu lama tinggal di rumah Noah dan menyusahkan lelaki itu. "Anda bisa melakukan semua yang Anda inginka
"Aku sedang keluar kota sekarang, kita bicarakan nanti setelah aku di rumah," kata Noah di ujung telepon. "Keluar kota? Oh, baiklah kalau begitu." Valerie menutup teleponnya. Kemudian membalikkan tubuhnya dan melihat bayangan Ruth dan Damian ada di parkiran. Rasanya dia ingin merobek bayangan mereka berdua, tapi dia harus menahannya sedikit lebih lama. Valerie masih memiliki sedikit rasa dengan lelaki brengsek itu. Meski sudah dikhianati dan dipermalukan berkali-kali. Padahal tak ada yang bisa diandalkan dari Damian, tapi mengapa dia harus sebegitu menyukai Damian? Apakah karena dia adalah cinta pertama nya? "Aku harus pulang sekarang," gumam Valerie. Dia keluar dari kafe seperti orang bodoh. Ketika di jalan, dia mendengar suara mesin mobil menghampirinya. Dia pun melirik ke samping, rupanya ada Damian dan Ruth di dalamnya. "Wah kasian sekali, di mana memang pengawalmu? Dia meninggalkanmu ya?" ejek Ruth. "Mau ku antar? Aku mau tau di mana tempat yang kamu sebut rumah," ejek Rut
Keesokan harinya, Noah benar benar mengurus perihal pernikahan mereka berdua. Tidak perlu acara yang mewah, Noah dan Valerie kini sudah sah menjadi suami istri di mata hukum. "Aku tidak percaya kalau aku akan menjadi istri orang lain," gumam Valerie ketika berada di mobil. Noah yang mendengarnya tidak berkomentar. "Tunggu sebentar Noah!" Noah langsung menghentikan mobilnya. "Ada apa?" "Aku ingin makan itu, boleh kan?" Noah melihat restoran cepat saji yang mereka lewati. Tanpa menunggu lama, Noah langsung memutar stir dan mengarahkan ke area drivethru. "Jangan pesan terlalu banyak. Makanan cepat saji tidak baik untuk bayimu," kata Noah. "Iya iya." Namun tetap saja Valerie memesan makanan cepat saji itu cukup banyak. Dia memakan di mobil dan menjatuhkan beberapa remahan di mobil Noah. Noah hanya meliriknya, tapi Valerie tahu jika lelaki itu tidak senang dengan sikapnya saat ini. "Aku akan membersihkannya, aku janji," kata Valerie. "Oh ya kemarin kamu keluar kota ngapain?" "
Setelah dia mendapatkan kabar baik, Valerie pun memberitahu pada Raya jika dirinya diterima bekerja perusahaan yang direkomendasikan olehnya. "Wah selamat! Aku masih di lobi menunggumu, bagaimana kalau kita merayakannya!" "Boleh, aku akan turun sekarang." Mereka berdua pun pergi ke sebuah restoran. Namun, mereka tidak menduga jika akan bertemu dengan Ruth dan kedua temannya di sana. "Apa kita pindah saja?" tanya Raya. Dia tahu raut wajah Valerie berubah saat melihat Ruth. "Tidak. Kita akan makan di sini. Ini bukan restoran mereka." Valerie pun masuk dengan Raya. Duduk di meja yang agak jauh dari mereka bertiga. Tapi, bukan Ruth namanya jika tidak membuat keributan dengan Valerie. Dia dengan kedua temannya lalu menghampiri meja Valerie dan Raya dan mengolok-olok mereka berdua. "Ray, harusnya kamu lebih pandai memilih teman, bagaimana bisa kamu makan di sini dengan teman miskin mu ini ," ejek Ruth. "Benar, dia tidak akan mampu membayar makanan di restoran ini. Kenapa kamu mengaj
Valerie sore itu sedang menyiapkan makan malam untuk Noah. Tapi ketika mendengar suara mesin mobil Noah masuk ke pekarangan rumah mereka, Valerie tiba tiba saja meninggalkan dapur untuk menyambut suaminya tersebut. "Noah! Aku mendapatkan pekerjaan!" kata Valerie dengan ceria. "Pekerjaan apa?" tanya Noah. Dia melepaskan jasnya kemudian duduk di sofa. Valerie iku duduk di sofa yang berbeda dengan Noah. "Menjadi asisten, kupikir aku bisa menjadi desainer di perusahaan itu. Tapi ternyata mereka hanya membutuhkan asisten." Noah diam, kemudian bertanya. "Teman Raya?" "Iya, kupikir itu lebih baik kan daripada aku menganggur." Valerie yang melihat ekspresi wajah Noah saat ini sebenarnya agak takut. Karena Noah yang dia kenal sebelumnya berbeda dengan yang dia lihat sekarang. "Sampai kapan kamu akan bekerja? Bagaimana kalau mereka tahu kamu hamil?" "Uhm... itu... aku akan berhenti sebelum perutku membesar," kata Valerie dengan percaya diri. Tapi setelah melihat wajah Noah, Valerie menja
Sepulang kerja, Valerie menelpon Noah agar tidak menjemputnya karena dia ada urusan lain. Menggunakan taksi, Valerie kemudian pergi ke rumah orangtuanya. Meski dia malas, tapi dia ingin mengambil desain miliknya. Namun, ketika dia hendak masuk ke rumah. Para pelayan rumah itu mencegah Valerie masuk ke dalam karena larangan dari majikan mereka. "Aku cuma mau mengambil barangku!" "Tapi Nyonya dan Tuan melarang kami untuk membiarkan Anda masuk," kata pelayan itu. Valerie melirik ke sekitarnya. Fredison dan Anne tidak ada di rumah karena mobil mereka tak ada yang terlihat. "Aku hanya ingin masuk sebentar," desak Valerie. Lalu munculah Ruth dari dalam dengan wajahnya yang angkuh. "Biarkan dia masuk," kata Ruth. Dia masih kesal lantaran dia diusir oleh petugas keamanan kemarin di depan Valerie. Mau tak mau pelayan pun membiarkan Valerie masuk. Ruth memberikan kode pada pelayan agar membuntuti Valerie dan mengunci kamarnya. Valerie yang sudah ada di dalam kamar kemudian mencari-cari
Noah pun membawa Valerie ke rumah sakit. la membiarkan salah satu orangnya untuk menyetir mobilnya untuk sementara. "Jadi siapa yang sudah menyuruh mereka membawa Valerie ke sini?" tanya Noah. Kepala Valerie berada di atas pangkuan Noah. Rupanya Valerie diberi obat tidur dalam minumannya. Entah apa yang sudah mereka rencanakan, yang jelas kejadian serupa pasti akan terjadi lagi jika dia telat menolong Valerie. "Ruth, kakak tiri Valerie Bos." "Ruth?" Ponsel Noah bergetar, kali ini Raya yang menelponnya. "Kamu sudah menemukan Valerie, Noah?" tanya Raya terdengar cemas. "Aku sudah bersama Valerie, sekarang aku akan membawanya ke rumah sakit." "Apa terjadi sesuatu pada Valerie?" "Aku akan memastikannya nanti di rumah sakit, apakah dia baik baik saja atau tidak. Jadi, tolong katakan pada temanmu itu kalau Valerie tak bisa pergi bekerja hari ini." "Baiklah kalau begitu. Kabari aku jika Valerie sudah sadar." Valerie membuka matanya ketika dia melihat Noah sedang berbicara dengan se
Saat memasuki lift, Raya teringat dengan kekasihnya yang saat ini harusnya sudah kembali dari luar negeri. Dia pun langsung menghubunginya untuk menanyakan di mana dia saat ini. "Alex! Kamu sudah sampai?" tanya Raya. "Oh... ya... aku sudd ah sampai." "Ada apa dengan suaramu? Kamu kenapa?" "Tid tidaak apa apa." Lalu setelah beberapa detik kemudian suara Alex terdengar normal kembali. "Ada apa Ray?" tanya Alex. "Kamu ada di mana sekarang? Kenapa tidak menghubungiku jika sudah kembali?" "Aku baru saja memesan hotel, dan akan tidur sebentar di sini." "Hotel mana? Aku ke sana sekarang ya." Alex tak langsung menjawab dan meninggalkan keheningan cukup lama. "Alex?" "Nanti aku akan ke rumahmu Ray, sudah malam, kamu jangan keluar malam malam," kata Alex menolak kedatangan Raya. Namun gadis itu tidak berpikir macam macam dan mengiyakan rencana pacarnya. "Baiklah kalau begitu, aku tunggu kamu di rumah." Di sisi lain, seorang lelaki sedang memeluk perempuan dari belakang. Tanpa malu