Share

Story 3

"Jadi yang dikatakan oleh Valerie itu benar?" tanya Fredison dengan kemarahan yang sudah menggelegak di dalam hatinya.

Dia tiba-tiba mendapatkan pesan dari nomor tak dikenal sebuah rekaman video CCTV di hotel yang menunjukkan jika Damian dan Ruth memang sedang berciuman di depan kamar hotel kemudian masuk ke dalam kamar tersebut.

Ruth dengan wajah pucat dan tegangnya melihat rekaman video tersebut.

"Ayah... ayah tahu video itu dari mana?" tanya Ruth dengan gugup.

"Apa itu penting sekarang? Bagaimana kalau sampai video ini tersebar. Kamu mau dicap sebagai wanita yang sudah merusak pertunangan adikmu!"

"Tapi Damian kan dulunya kekasih Ruth." Anne masuk ke ruang kerja suaminya untuk membela anaknya.

"Kamu lihat dulu situasinya. Mereka sudah lama putus dan Damian setuju untuk bertunangan dengan Valerie. Kalau sampai media tahu pasti saham kita turun karena tingkah Ruth!"

"Lalu mau bagaimana lagi? Toh pertunangan sudah batal. Kamu bisa menyogok pada orang yang sudah mengirimkan video itu agar tidak mengirimkan ke media," sahut Anne.

Ruth yang dibela oleh ibunya merasa tenang, dia diam diam tersenyum ketika ayahnya membalikkan badannya dan menghadap ke arah jendela.

"Kita cari jalan lain, Ruth sebentar lagi akan menjabat di perusahaan. Kalau sampai berita ini tahu, yang rugi adalah kamu dan perusahaan. Selama Valerie diam saja maka semuanya akan beres," kata Anne.

"Benar Yah, lagi pula Valerie kan tidak bekerja. Pasti tak masalah selama berita yang dibahas dia membatalkan pertunangan sepihak."

Fredison membalikkan tubuhnya. Dia menghela napasnya begitu dalam. "Kalau begitu bujuk adikmu untuk diam saja di rumah, agar masalah ini tidak melebar sampai ke mana-mana."

Ruth tersenyum dia setuju dengan ide ayahnya kali ini. la gegas ke kamar Valerie yang pada saat itu sedang duduk di pinggir ranjang sambil berbicara sesuatu pada Noah yang berdiri di depannya.

"Kalian sedang membicarakan masalah apa?" tanya Ruth.

Noah menoleh kemudian memundurkan langkah ke belakang untuk memberi ruang pada Ruth.

"Ayah bilang padaku untuk membujukmu agar diam saja di rumah."

"Memangnya aku salah apa? Aku tidak melakukan kesalahan apapun!"

"Kamu sudah membatalkan pertunangan tadi malam, itu salahmu!"

Valerie mengernyitkan keningnya. Heran dengan sikap Ruth yang suka berubah-ubah sesuai keinginannya.

"Apa aku harus terus bersama dengan lelaki yang belum selesai dengan masa lalunya?"

Ruth tersenyum licik. "Harusnya kamu tahu jika sejak dulu Damian tak akan pernah bisa melepaskan ku." Ruth membisikkan sesuatu di telinga Valerie. "Kamu tidak tahu kan, kalau selama ini aku menjalin hubungan dengan Damian. Tadi malam aku sedang tidak beruntung, makanya aku ketahuan olehmu," kekeh Ruth.

Valerie mengepalkan tangannya. Dia tahan sekuat tenaga agar tidak memukul wajah kakak tirinya itu.

"Padahal dulu kamu yang mencampakkannya," geram Valerie.

"Ya, memang. Itu karena dia tidak sehebat sekarang. Dulu dia masih menganggur, dan sekarang dia sudah mendapatkan jabatan yang penting di perusahaan. Dan sebentar lagi, mungkin dia akan menjadi CEO di perusahaan kakeknya.

"Maka dari itu, aku tak akan melepaskan Damian padamu. Andai kamu tahu siapa yang sebenarnya Damian cintai," kekeh Ruth lagi.

"Ambil saja lelaki tukang selingkuh itu. Aku sudah tidak sudi bahkan untuk melihat wajahnya!"

"Lihat saja, aku akan menikah dengan Damian. Kamu akan melihatnya sebentar lagi," kata Ruth dengan percaya diri.

Saat Valerie bangkit dari duduknya, Ruth melihat ayahnya masuk ke dalam kamar. Dia pun mulai berteriak dan menuduh Valerie telah menampar wajahnya.

"Ada apa lagi ini?" tanya Fredison.

"Ayah, padahal aku sudah bilang baik baik pada Valerie kalau dia tidak boleh keluar dari rumah. Tapi dia mengamuk dan menampar wajahku," adu Ruth pada Fredison. Padahal Valerie sama sekali tidak menyentuh kulitnya seujung kukunya sekalipun.

Fredison menatap marah pada Valerie. "Apa itu benar Valerie ?"

Valerie memandang tak percaya pada Ruth.

"Valerie?"

Valerie tersenyum nanar. "Memangnya ayah percaya dengan jawabanku. Ayah kan hanya percaya pada Ruth dan Anne." Valerie pergi dari kamarnya dan dikejar oleh Noah di belakangnya.

Sudah dua jam berlalu, Valerie masih berada di halaman belakang rumahnya yang tak lain adalah kebun bunga yang dulunya milik ibu kandungnya.

Sejak ayahnya menikah dengan Anne ketika dia berumur lima tahun, kebun itu tidak terawat. Namun, ketika Valerie beranjak remaja, dia mulai merawat kebun bunga itu sedikit demi sedikit hingga kebun bunga itu menjadi semakin cantik dan memesona.

Valerie berjongkok di depan bunga matahari. Menatapnya begitu lama hingga membuat Noah khawatir.

"Sebaiknya Nona Valerie masuk ke kamar lagi. Cuaca semakin panas, bagaimana kalau kulit Anda hitam?" tanya Noah.

"Aku sudah tidak peduli," jawab Valerie.

"Apa kamu memiliki keluarga, Noah?" tanya Valerie tiba-tiba.

Noah tak langsung menjawab.

"Apa kamu sudah bertemu dengan ibumu?"

"Sudah tahun kemarin."

Valerie mendecakkan lidahnya. "Jahat sekali, pasti ibumu merindukanmu."

"Dia tidak pernah merindukan saya."

Valerie menoleh dan melihat wajah Noah dengan ekspresi yang datar. "Bagaimana kamu tahu?"

Noah hanya tersenyum tipis.

"Mungkin dia rindu, tapi karena pekerjaanmu, dia tak mau bilang padamu kalau dia merindukanmu."

"Sepertinya tidak seperti itu."

"Kamu yakin sekali," sahut Valerie yang masih kukuh dengan jawabannya.

Suara langkah terdengar dari belakang, Valerie menyipitkan matanya untuk melihat bayangan yang semakin mendekat.

Valerie berdiri di samping Dimitri yang tingginya hampir 190 sentimeter itu.

"Anda mau berbicara dengannya?" tanya Noah. "Jika tidak, saya akan mengusirnya."

"Jangan. Mungkin dia datang bukan untuk menemuiku."

Valerie memandang wajah Damian dengan jijik. Ketika bayangan tadi malam terlintas, dia merasa bahwa dia selama ini berkencan dengan seekor buaya.

"Valerie tunggu dulu sebentar, aku ingin bicara berdua denganmu," kata Damian ketika Valerie hanya melewatinya saja.

"Bicara apalagi?"

"Maaf," kata Damian. Valerie terkejut mendengar permintaan maaf dari Damian yang sebenarnya sangat ingin dia dengar tadi malam.

"Maaf karena selama ini aku tidak bisa jujur mengatakan kalau aku sebenarnya masih mencintai Ruth."

Valerie lebih terkejut lagi dengan pengakuan itu. Dia tak berkata apa-apa dan hanya menahan agar air matanya tidak terjatuh di depan Damian.

"Sudah bukan urusanku lagi."

"Masalah tadi malam, aku harap kamu tidak mengatakannya pada siapapun," kata Damian lagi. "Karna aku tak mau membuat Ruth tertekan karena sebentar lagi dia akan bekerja di perusahaan ayahmu."

Valerie benar benar tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Damian saat ini. Bisa-bisanya dia hanya memikirkan perasaan Ruth saja tanpa mempertimbangkan bagaimana perasaannya yang hancur karena perselingkuhannya terungkap di saat mereka akan bertunangan.

Valerie membalikkan tubuhnya saat ia pastikan bahwa air mata itu tak lagi dapat keluar untuk lelaki brengsek tersebut.

"Tenang saja, aku tak akan mengatakannya pada siapapun masalah tadi malam. Karena aku malu, mengapa wanita secantik diriku harus diselingkuhi olehmu lelaki yang sama sekali tidak selevel denganku."

Rahang Damian terbuka karena terkejut dengan apa yang dia dengar, sementara Noah menahan senyumnya karena ucapan Valerie benar benar sebuah fakta.

"Kamu tau, Valerie? Kenapa aku sama sekali tidak bisa tertarik padamu?" tanya Damian saat Valerie hendak melangkah pergi. "Karena kamu sama sekali tidak menarik! Tubuhmu biasa saja, tapi kamu selalu bertingkah sok suci ketika aku ingin mengajakmu untuk tidur!"

Mata Valerie membulat tak percaya. Selain itu dia malu karena ada Noah di dekatnya.

Namun, saat Damian hendak membuka mulutnya lagi. Noah sudah mengangkat kaki kanannya mengarahkannya ke wajah Damian. Satu inci saja mungkin sol sepatu Noah mengenai hidung Damian dan membuatnya mimisan sampai berjam-jam.

"Ayo Noah, kamu tak perlu menghabiskan tenagamu untuk orang seperti dia."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status