Tidak menyukai dinikahkan paksa oleh ibu tirinya dengan pria desa yang tidak memiliki masa depan jelas, Keysa Andini justru merasakan hal baru yang tidak diduganya sejak ia dan Steven, suaminya yang berusia lebih muda, mulai tinggal bersama. Keysa yang bermaksud ingin segera menceraikan Steven, mulai merasakan kenyamanan dalam kehidupan bersama yang mereka lalui hingga mengganggu pendirian awalnya itu. Selain menemukan banyak hal menarik dari pria itu, Keysa juga mendapat kejutan besar tak terduga yang nantinya akan mengubah masa depannya.
View More“Ma, Keysa tidak suka pria ini. Dia terlalu muda. Lagian pekerjaannya juga tidak jelas," rengekku pada Camila, ibu tiriku.
Dia memaksaku menikah dengan sembarang pria sesuai kemauannya hanya karena merasa malu pada teman-teman dan tetangga yang sering menyindirku karena aku belum menikah juga di usiaku yang sudah menginjak 36 tahun.
“Sampai kapan putrimu mau hidup sendiri Jeng? Malu loh dikatain perawan tua terus sama teman-teman kita.”
Kalimat sindiran itu hampir berulang kali terdengar dari Bu Imah, tetangga sebelah rumah kami.
Bu Imah hanya salah satu contoh dari sekian banyak penggosip yang tak pernah lelah membicarakan kehidupanku. Masih ada Bu Devi, Bu Siti, Bu Rosa dan banyak lagi. Mereka selalu membicarakan hal yang sama berulang kali, dan pada akhirnya membuat ibu tiriku juga turut menyindirku setiap hari.
Sampai pada suatu saat, teman-teman bedebahnya itu membawa foto beberapa pria, yang juga sedang mencari istri, untuk dijodohkan padaku. Totalitas sekali, bukan?
Lelah menghadapi ibu tiri yang terus memaksaku untuk menikah, aku pun menyerah dan memilih foto salah satu pria yang sedikit lebih tua dariku, juga memiliki pekerjaan yang ku anggap baik dibanding calon lainnya, sebagai seorang ASN di kantor Kecamatan.
Tapi beberapa hari kemudian, dengan seenaknya ibu tiriku malah memilihkan pria lain. Pria yang fotonya pernah kusingkirkan setelah tahu kalau usianya terpaut 10 tahun lebih muda dariku.
Bukannya aku terlalu pemilih hingga hanya menilai seseorang dari usianya saja. Bukan berarti aku tidak suka dengan pria yang lebih muda. Bukan… Tentu saja bukan begitu maksudku. Andai dia lebih muda, setidaknya cukup dengan jarak 1 atau 2 tahun saja. Apalagi jika dia memiliki pekerjaan yang baik, tentu aku pasti akan menerimanya. Sungguh!
"Sepuluh tahun?! Oh..., yang benar saja. Jarak usia kami terlalu jauh untuk menjalin hubungan cinta apalagi menjadi suami-istri," protesku setelah mengetahui calon suami yang ibu tiriku pilihkan.
Jika prianya yang lebih tua 10 tahun mungkin tidak terlalu aneh. Kalau wanitanya? Entah untuk wanita lain, tapi bagiku itu sangat memalukan.
Selain itu, pria pilihan ibu tiriku juga tidak memiliki pekerjaan jelas. Belum lagi dia juga orang kampung yang tinggal di salah satu desa antah berantah yang berada di Pulau Kalimantan.
Bukan aku ingin meremehkannya. Aku bisa menebak, hidup di Jakarta bagi mereka tentu tidaklah mudah. Jangankan untuk mencari pekerjaan, untuk mencari makan saja dia mungkin akan kesulitan dan ujung-ujungnya akulah yang akan direpotkan.
“Cuma dia yang mau sama kamu, Keysa Andini!” umpat ibu tiriku.
Aku tahu kalau ibu tiriku sudah menyebut namaku secara lengkap, dia pasti sedang merasa gemas padaku. Andai sedang tidak ada maunya seperti ini, dia biasanya bukan hanya membentakku tapi juga tak segan mengambil dan melemparkan barang-barang yang ada di sekitarnya padaku.
“Lagian sudah untung Mama mencarikan kamu suami. Ingat, usiamu sudah mendekati kepala 4!” Tambahnya dengan nada ketus. Matanya mendelik padaku dengan sangat lebar seakan hendak keluar.
Aku ingin memprotesnya, tapi tatapan matanya membuatku menelan kembali kata-kataku. 'Masih ada empat tahun sebelum aku berusia 40 dan itu masih lama. Kenapa Mama membulatkan usiaku sesukanya saja?! Yah… membulatkan ke 30 memang lebih jauh sih.'
“Dia terlalu muda, Ma. Kerjanya juga tidak jelas,” keluhku lagi.
“Tidak usah memikirkan pekerjaannya! Harusnya sudah cukup dengan penghasilanmu bekerja di perusahaan manufaktur itu, kan? Lebih baik juga kalau dia di rumah, mengurus rumah. Dia juga bisa kerja sambilan membantu adikmu di toko kelontong kita.”
'Haiss… Yang benar saja!'
Ucapan itu membuatku meringis ngeri. Lelaki yang akan kunikahi sangatlah jauh dari yang kuimpikan selama ini. Lagian keinginan untuk menikah sudah terhapus dari kamus hidupku.
Selain itu aku juga tidak yakin apakah pria itu benar-benar mau menerimaku yang usianya jauh lebih tua darinya sebagai istri. Bisa saja dia memanfaatkanku, ingin hidup cukup sembari bermalas-malasan.
Beberapa teman segeng ku dari sejak SMA pernah bercerita kalau suami mereka hanya sibuk bermain game sepulang kerja, tanpa mau membantu mengurus rumah yang berantakan, juga anak.
Jika pria yang dalam pengawasan istri saat mereka sedang bersama di rumah saja seperti itu, bagaimana dengan suamiku nanti? Dia akan berada di rumah seharian selama aku bekerja.
Dia tentu akan bebas bermain game dan bermalas-malasan, atau malah membawa wanita lain untuk berduaan di rumah sementara aku sedang bekerja. Apalagi selama ini dia hidup di desa, tentu dia akan mudah tergoda untuk merayu wanita-wanita cantik Jakarta.
Harus kuakui jika melihat dari fotonya, dia cukup tampan —walau agak dekil juga sih—. Ku rasa dia tidak bodoh untuk tidak menyadari kelebihannya itu untuk digunakan memikat wanita.
Belum lagi aku pernah mendengar Bu Devi, orang yang merekomendasikan pria itu pada ibu tiriku, memberikan informasi kalau pria itu mungkin anak luar nikah dari seorang pengusaha besar di Jakarta yang dibuang ke desa.
Bu Siti waktu itu menyela dan mengatakan kalau sebenarnya dia dulu pernah buka usaha dan bangkrut karena membuka usaha saat masih berusia 18 tahun, jadi belum punya pengalaman. Karena malu, pria itu akhirnya pindah ke Kalimantan.
Yang membuatku ngeri adalah ucapan Bu Rosa yang mengatakan kalau pria itu mungkin anggota mafia yang kabur ke Kalimantan saat kelompoknya diburu polisi. Walaupun yang dikatakan Bu Rosa hanyalah terkaan, namun kata-katanya lah yang paling kuingat.
Karena perkataan mereka jugalah aku —saat pertama kali melihat fotonya beberapa hari lalu— langsung mengeleminasinya, selain karena alasan jarak usia dan status pekerjaaannya.
'Huft… Jika itu benar, membayangkannya saja sudah membuatku ngeri. Menikah bukan akan membuatku nyaman dan bahagia berada dalam lindungan dan tanggung jawab suami, malah justru akan menambah masalah dalam hidupku.'
Sebenarnya yang paling penting di sini adalah aku. Aku sebenarnya bukan tidak laku, bukan pula terlalu mematok standar yang terlalu tinggi sehingga tak kunjung menikah juga. Ada banyak pria yang ingin melamarku —bahkan sudah melamarku—, namun kutolak mentah-mentah.
Bukan karena aku angkuh atau sok cantik, melainkan karena aku memang ingin hidup sendiri. Aku ingin hidup bebas di hari tuaku. Berjalan-jalan keliling dunia dengan uang yang sudah kusisihkan hingga saatnya nanti aku akan memakainya.
“Mama sudah menghubungi dia. Kamu tunggu saja. Pokoknya siapkan saja foto ukuran 4x6 sebanyak dua lembar,” ucap ibu tiriku sebelum berlalu pergi.
Aku hendak memprotes lagi, namun ibu tiriku sudah melengos pergi keluar rumah. Bisa kutebak dia pasti ingin bergosip ke rumah Bu Imah tetangga kami yang terdekat.
"Woah… Benar-benar tiada hari tanpa bergosip, bahkan aku harus jadi korbannya."
Aku hanya bisa mengurut dada sembari menghela napas panjang, berusaha menyabarkan diriku sendiri. “Sial… aku harus menemukan cara untuk keluar dari nikah paksa ini,” gerutuku sembari menatap punggung ibu tiriku dengan kesal.
Dari pintu tempat ibu tiriku baru saja pergi, tatapanku beralih pada pintu lain di mana ayah kandungku, yang lumpuh karena terkena serangan stroke selama 15 tahun ini, berada.
Karena dialah aku tidak bisa melakukan apa-apa. Maksudku, aku terpaksa selalu mengikuti kemauan ibu tiriku. Bukan hanya kali ini saja, namun di banyak hal yang jika kuingat satu per satu akan membuatku sakit kepala.
“Kenapa nasibku sesial ini?”
Aku pergi menghampiri kamar ayahku, membuka pintunya sedikit lalu mengintip ayahku yang sedang terbaring lemah tanpa daya.
Aku hanya berharap kalau ayahku tidak mendengar apa yang baru saja aku dan ibu tiriku bicarakan. Aku tidak ingin menambah beban pikiran padanya karena dia sudah cukup menderita dengan penyakitnya.
Saat sedang memerhatikan ayahku, aku tiba-tiba teringat pada rumah yang kami tempati ini. Rumah yang memiliki tanah luas hingga terhubung ke dua jalan besar Kota Jakarta. Ibu tiriku selalu ingin menjual rumah dan tanah kami ini karena ada beberapa pengusaha yang sudah menawar untuk membeli, namun aku menolaknya.
Sebagai ahli waris pertama dari rumah dan tanah ini, penjualannya harus dengan persetujuanku. Sayangnya ayahku telah melakukan kesalahan karena setuju dengan ide ibu tiriku yang pernah memintanya untuk membebaskanku dari status ahli waris ketika aku sudah menikah.
“Jadi Mama memaksaku menikah karena ingin mendapatkan rumah dan tanah ini, kan? Tsk…, halus sekali caranya.”
❀❀❀❀❀❀❀Hai, Reader… Author mengucapkan terima kasih banyak dengan sepenuh hati atas kesabarannya saat menantikan setiap episode lanjutan selama dua bulan ini. Semua dukungan, komentar dan ulasan yang sudah kalian berikan adalah penyemangat bagi Author ketika menyelesaikan keseluruhan cerita ini, tentu saja itu sangat berarti dan tak akan pernah terlupakan. Terima kasih yang tak terhingga untuk semua Reader di mana saja berada, yang sangat Author kasihi, karena tetap setia meluangkan waktu dan segalanya untuk membaca karya pertama Author hingga di akhir cerita. Walau sebenarnya cerita ini masih sangat jauh dari kata sempurna, Author berharap semoga novel “Hidup Bersama Yang Tak Terduga!” dapat tetap melekat dan memberikan kesan di hati para Reader. Akhir kata, dengan tak henti-hentinya Author berterima kasih kembali kepada semua Reader yang tetap bersedia meluangkan waktu menemani dan memberikan semangat baik berupa dukungan vote, komentar, dan ulasan di karya-karya Author yang berikutnya.
“Hais… bisakah tidak mengatakannya selantang itu?” protesku pada Bertha.Bukannya aku pelit, hanya saja pertanyaannya tadi membuat sekumpulan ibu-ibu penggosip yang sejak tadi sibuk menjelek-jelekkan salah satu teman mereka —yang sepertinya tidak sedang ikut berkumpul dengan mereka—, sekarang menoleh ke arahku.Bertha dan Karin tertawa terbahak melihat reaksiku, aku tahu mereka sengaja melakukannya karena merasa kesal dengan obrolan ‘tinggi’ ibu-ibu sosialita itu, terutama saat membicarakan teman mereka yang sepertinya hidup dalam kesusahan.“Kalau begitu akan saya panggilkan manajer di sini untuk memberikan pelayanan spesial untuk Anda, Nyonya,” kata Nayla yang kemudian berdiri dan membungkukkan tubuhnya ke arahku sebelum beranjak pergi menuju meja pemesanan.‘Mereka semua gila, aku kan belum bilang bawa atau tidak, malah sudah seyakin itu.’Tidak lama sang manajer datang bersama dengan Nayla dan membawakan daftar menu eksklusif kepada kami semua.Aku menyerahkan black card dari dompe
“Cuma dia pria terbaik di antara banyaknya pria yang mendekatiku,” jawab Nina malu-malu.Aku ingat siapa Adrian, pria yang akhirnya berhasil memikat hati dan menikahi Nina. Dia adalah pria yang pernah Nina acuhkan dulu saat beberapa kali berkunjung ke rumah ayahku. Meskipun pernah diabaikan oleh Nina selama hampir dua jam, ternyata perasaannya pada Nina tetap tidak berubah.Aku benar-benar tidak menyangka jika Adrian masih menyimpan perasaannya pada Nina selama bertahun-tahun, dia memang luar biasa gigih.‘Hmmm… Steven juga sama seperti itu, menyimpan perasaan selama bertahun-tahun.’Adrian adalah pria yang baik dan sopan. Dia juga orang yang mandiri dan sudah memiliki pekerjaan begitu lulus dari kuliah —sebagai pekerja kantoran pada umumnya.Nina dulu menganggap Adrian sangat kurang dalam hal ketampanan hingga tidak menanggapi pernyataan cintanya. Tapi, jika diperhatikan sungguh-sungguh, sebenarnya Adrian pria yang manis, bersih, juga rapi.“Lagian memang karena Kak Steven selalu berh
“Apa kabar, Ayah?” tanyaku pada ayahku yang sedang mengajari Chloe memasang umpan di mata pancingnya.“Seperti yang kau lihat, keadaan ayah luar biasa baik,” jawabnya sembari merentangkan kedua tangan dan memintaku datang mendekat untuk memeluknya. “Bagaimana denganmu, apa kau tidak lelah melakukan perjalanan jauh dengan perut besar seperti ini?”“Aku memang sedikit lelah, tapi aku juga merindukan kalian. Mulai minggu depan hingga waktu lahiran tiba, aku akan istirahat dan tidak berkunjung ke sini untuk sementara waktu,” jelasku padanya.Hanya itu yang kami bicarakan karena Chloe sudah memintanya lagi untuk melanjutkan mengajarinya memasang umpan di mata pancing.“Itu cacing, kan? Apa tidak ada umpan buatan? Kalau tidak salah aku pernah melihat orang menjual umpan buatan,” protesku merasa geli melihat cacing yang Chloe pegang dengan berani.“Bagaimana kami bisa membelinya? Kau pikir Olly dan keluarganya membuka toko perlengkapan memancing di sini?” sahut ayahku sembari melambaikan tang
“Hore… pesawat… pesawat…” Sorak Chloe sambil bertepuk tangan begitu kami tiba di bandara.Saat ini kami sekeluarga akan bepergian ke kampung halaman Steven, tentu saja ke Kota Green Borneo yang menarik hati. Kami memang sering sekali ke sana. Jika ku hitung-hitung, hampir setiap minggu kami pergi ke kota itu atas permintaanku karena aku sangat menyukai rumah panggung yang ada di sana.Omong-omong soal rumah panggung, ayahku dan ibu tiriku —atau ibu mertuaku?— sudah dua tahun ini tinggal di rumah yang dihadiahkan ayah mertuaku untuknya. Yah, ayahku memang sangat pemaaf, dia tetap mencintai istrinya walau dulu pernah disakiti.“Setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan, kita harus membuka hati untuk memaafkan dan memberikan kesempatan kedua kepada siapa saja yang sungguh-sungguh menyesali perbuatannya,” kata ayahku kala itu, ketika aku merasa bingung bagaimana harus bersikap pada Camila yang merupakan ibu tiri sekaligus ibu mertuaku juga karena dia adalah ibu kandung Steven.Steven s
“Chloe…, ada lihat ponsel Mama?” seruku sembari menuruni tangga dari lantai atas ke arah gadis mungil yang sedang asik bermain mobil-mobilan bersama Leon —putra Sofi dan Lintang.‘Oh astaga, boneka kembali terabaikan,’ aku memungut boneka yang tergeletak begitu saja di ujung tangga dan membawakannya pada Chloe.“Chloe Ophelia Steve,” ucapku menyebut namanya dengan lengkap karena merasa gemas pada kesukaannya yang selalu saja memainkan mobil-mobilan dan juga robot-robotan milik Leon. Aku menyerahkan boneka kelinci itu ke arah tangannya, “Ada lihat ponsel mama?”Chloe menghentikan permainannya dan menunduk memperhatikan boneka kelinci yang ada di tangannya. Ia lalu mendudukkan kelinci itu di sofa yang ada di belakangnya, “Rabbit lelah, istirahat dulu,” sahutnya mengabaikan pertanyaanku.Bukan tanpa alasan jika aku menanyakan dimana ponselku pada anak umur 4 tahun ini. Bagaimana tidak, hampir semua barang-barangku berpindah dari tempatnya. Lipstik ku pernah tersimpan di kulkas olehnya, is
“A-apa yang ingin kau lakukan?” Aku buru-buru menggeser tubuhku menjauhi Sonya yang sudah duduk di sampingku sambil mengangkat pisau ke dekat dadanya.“Nyonya Steve. Saya ingin bertanya pada Anda. Jika saya menolong Anda, apa Anda akan membantu saya?”Pertanyaan Sonya sempat membuatku tertegun sejenak sebelum akhirnya bisa menanggapi dengan gugup, “Y-ya? Apa maksudmu?” tanyaku balik, sembari memperhatikan sorot matanya yang tampak putus asa.“Jika Anda berjanji melepaskan saya dari bertanggung jawab atas penculikan kali ini, saya akan membantu Anda meloloskan diri dari sini.”Aku terdiam sejenak, merasa heran dengan kata-kata yang terdengar seperti sebuah permintaan itu.“Kita sepakat. Aku tidak akan menuntutmu jika kau melepas… Maksudku, membantuku pergi dari sini,” dengan cepat aku memberikan jawaban setelah mendengar suara tembak menembak yang semakin intens di bawah sana.“Bukan cuma menuntut. Tolong berikan jaminan pada saya agar keluarga Steve tidak menghancurkan hidup saya karen
◇Sofia Jørgensen◇Aku dan Cakra langsung pergi menuju lokasi penyekapan Nyonya Steve yang Jason berikan pada kami, sementara Tuan Steve dan timnya akan menyusul menggunakan helikopter yang sedang dikirimkan pasukan kami pada mereka.Walau aku memiliki tingkat kekhawatiran yang sama seperti saat Nyonya kami diculik untuk pertama kalinya dulu, namun kali ini aku tidak mengkhawatirkan nyawanya. Berbeda dengan saat pertama kali dulu, kali ini kami sudah mengetahui siapa dalang penculikannya.Jika Nyonya berada dalam tangan Duncan Wise, kemungkinan Nyonya untuk mati sangatlah kecil karena Duncan memiliki kelemahan pada wanita cantik dan kami merasa sangat bersyukur atas ‘kekurangannya’ itu. Tidak ada di antara kami yang tidak tahu jika Duncan sangat menyukai wanita, terutama wanita secantik Nyonya kami.‘Aku juga yakin kalau Nyonya tidak akan tinggal diam andai Duncan Wise ingin melecehkannya,’ pikirku, tahu kalau Nyonya kami sebenarnya cukup menakutkan saat sedang marah.“Jangan lewati jal
♡Keysa Andini♡“Lepaskan aku brengsek!”Aku mengumpat sambil terus berusaha melepaskan kedua tanganku dari genggaman Duncan yang sedang berusaha menjilat wajahku lagi setelah usaha pertamanya tadi hampir saja berhasil.Awalnya, aku memang ingin berusaha untuk tetap tenang —sambil memikirkan cara mengetahui lokasi keberadaanku saat ini untuk membantu Steven agar dapat lebih mudah menemukanku— dan bermaksud memengaruhi Duncan dengan menggunakan gaya Sofi berbicara pada setiap lawan bisnisnya. Tapi, setelah diperlakukan seperti ini, niat itu pun pada akhirnya langsung kulupakan.Wanita mana yang akan diam saja saat tahu dirinya hendak dilecehkan?Tentu saja aku langsung mengerahkan seluruh tenaga untuk menjauhkan Duncan dari atas tubuhku. Sialnya, tubuh Duncan yang gemuk dan tenaganya yang sangat kuat membuatku tak berdaya.Walau beberapa seranganku sempat berhasil mengenai wajahnya —saat ia membebaskan salah satu tanganku untuk merobek baju atasanku—, pada akhirnya dia menangkap tanganku
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments