Aku tersenyum dan mencari tempat duduk, lalu menyesap teh yang dibawa oleh pelayan. Harum, segar, dan manis. "Kakek selalu memberi kami barang terbaik.""Pantas saja Ayah begitu menyayangimu. Mulutmu manis sekali!" ucap Christy sambil tersenyum menggoda.Aku pun menyunggingkan senyuman dan tidak berbicara lagi. Setelah mengobrol sesaat, Norman menyuruh kami semua untuk makan.Kakek duduk di kursi utama. Gunnar, Christy, dan adik sepupu duduk di sisi kanannya, sedangkan Kenneth, aku, ayah mertuaku, dan Solana duduk di sisi kiri.Terlihat jelas siapa yang posisinya lebih penting di sini. Solana tidak akan berani berkomentar meski merasa tidak puas.Solana berani mencari masalah denganku di luar, tetapi tidak akan berani macam-macam kalau di kediaman lama. Sekalipun aku bercerai dengan Kenneth, dia tetap harus tunduk kepadaku kalau di tempat ini. Kakek yang memberiku kepercayaan diri seperti ini.Aku mengunyah dengan pelan. Tiba-tiba, Christy mengambilkan lauk untukku dan berkata, "Jasmin
"Ya." Aku mengiakan dan duduk di samping. Ketika bertatapan dengan mata Kakek yang tajam, aku merasa sangat gelisah.Di ruang kerja yang luas ini, hanya ada aku, Kakek, dan Paman Norman yang sedang menyeduh teh. Sesuai dugaanku, Kakek langsung bertanya, "Kalian tetap mau bercerai?"Jantungku seolah-olah berhenti berdetak. Karena Kakek sudah tahu semua, aku tidak berniat untuk merahasiakan apa pun lagi. Aku membalas, "Ya ... gimana Kakek bisa tahu?"Kakek menghela napas, tetapi tidak marah karena kebohonganku. Dia berkata, "Kamu ini wanita mandiri dan keras kepala. Aku tahu kamu selalu memandang Kenneth, tapi hari ini kamu sama sekali nggak meliriknya."Kakek terdengar sangat menyayangkan pernikahan ini. Setelah mendengarnya, aku kehabisan kata-kata. Benar, kita tidak bisa menyembunyikan perasaan kepada seseorang. Meskipun mulut tidak berbicara, mata bisa berbicara.Kakek saja bisa menilai, tetapi Kenneth malah mengira aku menyukai pria lain. Aku menunduk untuk menyembunyikan kegetirank
Wulio berkata dengan ekspresi sedih, "Memang seperti yang kamu lihat. Keluarga Horgana bersalah kepada Lily. Aku yang nggak mendidik anakku dengan baik."Ibu mertuaku yang sudah meninggal punya nama yang sangat bagus, Lily. Mendengar ucapan Wulio, aku sangat terkejut. Ternyata, Lily bukan meninggal karena distosia. Dia didorong dari tangga saat hamil 10 bulan. Orang yang mendorong Lily adalah ibu tiri Kenneth.Pikiranku menjadi kacau. Padahal, Winda menganggap Kenneth seperti anak kandungnya sendiri dan menjadi lumpuh total demi menyelamatkan Kenneth. Winda sangat menyayangi Kenneth, tetapi kenapa dia malah mencelakai ibu kandung Kenneth? Hal ini sedikit tidak masuk akal.Sebelum aku menemukan jawabannya, Wulio bertanya, "Kamu nggak paham kenapa Winda sangat menyayangi Kenneth?"Aku menyahut, "Iya."Wulio mencibir dan menjelaskan, "Winda melakukannya hanya demi keuntungan. Semua itu triknya. Setelah ibu Kenneth meninggal, ayah mertuamu yang bodoh itu terus meminta untuk menikahi Winda.
Sekarang Wulio sudah berbicara seperti ini. Jadi, aku tidak mungkin menolaknya. Aku dan Kenneth sudah pisah rumah. Akta cerai hanya untuk membuktikan bahwa kami sudah putus hubungan secara sah. Tidak perlu terburu-buru.Apalagi, Wulio akan berulang tahun yang ke-80 satu bulan lagi. Itu waktu yang sangat singkat. Kemudian, Norman yang mengantarku keluar dari ruang kerja. Dia berujar, "Pak Wulio berbuat seperti ini karena takut kamu dan Pak Kenneth menyesal. Dia mau kalian pertimbangkan lagi untuk beberapa waktu."Aku mengatupkan bibirku. Ketika hendak bicara, ponselku berdering. Ada panggilan masuk dari nomor asing. Penelepon berucap, "Halo, apa ini keluarga Lauren?"Aku menyahut, "Iya."Penelepon membalas, "Ini dari Kantor Kepolisian Akasha. Tolong segera datang ke sini."Aku yang panik tidak sempat menanyakan apa yang terjadi. Panggilan telepon juga telah diakhiri. Aku buru-buru turun ke lantai bawah. Begitu keluar dari lift, aku melihat Solana yang marah-marah, "Kamu keterlaluan seka
Di depan orang lain, ekspresi Kenneth selalu tampak dingin. Jaket hitam yang dikenakan Kenneth membuatnya terlihat makin berwibawa. Aku tiba-tiba merasa khawatir saat Kenneth makin mendekat.Masalah ini lumayan parah. Jika Kenneth tidak ingin membesar-besarkan masalah, mungkin Lauren hanya perlu membayar ganti rugi. Namun, jika Kenneth tidak berniat mengampuni Lauren, dia yang berkuasa di Akasha bisa memenjarakan Lauren dengan mudah. Tidak perlu diragukan lagi, Kenneth pasti akan melindungi Solana.Sesuai dugaan, Kenneth berdiri di samping Solana dan bertanya, "Kamu mau bagaimana selesaikan masalah ini?"Aku mengepalkan tanganku dengan erat. Sebelum Solana menjawab, Lauren menarikku ke belakang dan menegaskan, "Aku akan bertanggung jawab sendiri. Masalah ini nggak ada hubungannya dengan Jasmine."Aku yang panik menyergah, "Lauren!"Lauren memandangku dan sengaja menyindir, "Apa yang mau kamu lakukan? Demi aku, kamu mau memohon pada mantan suamimu di depan umum atau pelakor nggak tahu m
"Waktu itu, kalau bukan karena Kakek buat keputusan sendiri, kamu nggak perlu begitu kesusahan," lanjut Solana.Lauren merasa kesal saat mendengar perkataan Solana. Kalau bukan karena aku menariknya, Lauren hendak berdebat dengan Solana lagi.Tiba-tiba, hujan turun. Aku merasa sangat kedinginan. Begitu masuk ke mobil, Lauren marah-marah, "Kenapa kamu tarik aku? Apa kamu nggak dengar omongannya? Sialan, dasar wanita tolol! Otaknya pasti bermasalah!""Aku sudah dengar," sahutku yang merasa tidak berdaya. Aku menjalankan mobil dan melanjutkan, "Pemikiran Kenneth sulit ditebak. Aku hanya ingin segera pergi sebelum dia berubah pikiran."Aku malas membuat perhitungan dengan Solana. Lauren bertanya, "Kamu nggak marah?""Nggak," jawabku. Aku hanya sudah terbiasa dengan hal ini.Kala ini, kehidupan malam di Akasha baru dimulai. Jalanan sangat padat. Lauren tiba-tiba tersenyum, lalu mendekatiku dan mengerjap seraya bertanya, "Kamu merasa puas, nggak?""Maksudnya?" tanyaku.Lauren menyahut, "Apa
Pindah? Aku tertegun. Seketika aku merasa kalut. Aku menarik napas dalam-dalam, lalu menyergah, "Kamu mau pindah ke sini? Aku nggak setuju.""Kakek bilang kamu setuju untuk menunda perceraian," timpal Kenneth. Dia menyerahkan ponselnya dan menambahkan, "Kalau nggak, kamu bilang saja pada Kakek.""Menyebalkan," keluhku. Aku memelototinya sembari melanjutkan, "Aku cuma setuju menunda perceraian. Bukan berarti aku setuju kamu pindah ke rumahku."Bagaimanapun, Kenneth adalah presdir Grup Horgana. Bisa-bisanya dia memakai cara seperti ini! Kalau orang lain tahu, mereka pasti tidak percaya.Kenneth berkata dengan tenang, "Sudah seharusnya suami istri tinggal bersama.""Nggak masuk akal," ujarku. Kemudian, aku membuka pintu rumah.Kenneth juga ikut masuk dengan santai. Mungkin karena aku baru mendengar cerita Wulio, jadi aku merasa sedikit kasihan kepada Kenneth. Itulah sebabnya aku tidak mengusir Kenneth lagi. Aku hanya menunjuk kamar di seberang kamar utama dan berucap, "Kamu tinggal di kam
"Nggak, aku mau ambil barang," bantahku.Kenneth menunjuk kantong plastik di meja sembari bertanya, "Barang itu?"Aku yang merasa canggung karena ketahuan berbohong menyentuh hidungku dan menjawab, "Padahal aku sudah ingatkan kurirnya jangan tekan bel pintu."Kenneth membalas, "Dia nggak tekan bel.""Jadi, bagaimana kamu bisa tahu?" tanyaku.Kenneth menyahut, "Kurir itu mengetuk pintu."Aku tertegun dan diam-diam mengeluhkan kepintaran kurir. Kemudian, aku menghampiri meja dan membuka kantong plastik. Saat hendak makan, Kenneth memberiku semangkuk bubur ikan panas yang lezat seraya berkata, "Kakek bilang tadi kamu hanya makan sedikit di rumah. Jadi, dia suruh bawahan antar ikan yang tersisa kemari."Aku berucap, "Bubur ini ....""Aku yang masak," timpal Kenneth. Dia duduk di seberangku, lalu melanjutkan dengan ekspresi serius, "Aku baru masak setelah mandi. Bukannya kamu nggak enak badan? Jangan sering-sering beli makanan."Mendengar ucapan Kenneth, aku merasa heran. Kenneth memberitah