"Waktu itu, kalau bukan karena Kakek buat keputusan sendiri, kamu nggak perlu begitu kesusahan," lanjut Solana.Lauren merasa kesal saat mendengar perkataan Solana. Kalau bukan karena aku menariknya, Lauren hendak berdebat dengan Solana lagi.Tiba-tiba, hujan turun. Aku merasa sangat kedinginan. Begitu masuk ke mobil, Lauren marah-marah, "Kenapa kamu tarik aku? Apa kamu nggak dengar omongannya? Sialan, dasar wanita tolol! Otaknya pasti bermasalah!""Aku sudah dengar," sahutku yang merasa tidak berdaya. Aku menjalankan mobil dan melanjutkan, "Pemikiran Kenneth sulit ditebak. Aku hanya ingin segera pergi sebelum dia berubah pikiran."Aku malas membuat perhitungan dengan Solana. Lauren bertanya, "Kamu nggak marah?""Nggak," jawabku. Aku hanya sudah terbiasa dengan hal ini.Kala ini, kehidupan malam di Akasha baru dimulai. Jalanan sangat padat. Lauren tiba-tiba tersenyum, lalu mendekatiku dan mengerjap seraya bertanya, "Kamu merasa puas, nggak?""Maksudnya?" tanyaku.Lauren menyahut, "Apa
Pindah? Aku tertegun. Seketika aku merasa kalut. Aku menarik napas dalam-dalam, lalu menyergah, "Kamu mau pindah ke sini? Aku nggak setuju.""Kakek bilang kamu setuju untuk menunda perceraian," timpal Kenneth. Dia menyerahkan ponselnya dan menambahkan, "Kalau nggak, kamu bilang saja pada Kakek.""Menyebalkan," keluhku. Aku memelototinya sembari melanjutkan, "Aku cuma setuju menunda perceraian. Bukan berarti aku setuju kamu pindah ke rumahku."Bagaimanapun, Kenneth adalah presdir Grup Horgana. Bisa-bisanya dia memakai cara seperti ini! Kalau orang lain tahu, mereka pasti tidak percaya.Kenneth berkata dengan tenang, "Sudah seharusnya suami istri tinggal bersama.""Nggak masuk akal," ujarku. Kemudian, aku membuka pintu rumah.Kenneth juga ikut masuk dengan santai. Mungkin karena aku baru mendengar cerita Wulio, jadi aku merasa sedikit kasihan kepada Kenneth. Itulah sebabnya aku tidak mengusir Kenneth lagi. Aku hanya menunjuk kamar di seberang kamar utama dan berucap, "Kamu tinggal di kam
"Nggak, aku mau ambil barang," bantahku.Kenneth menunjuk kantong plastik di meja sembari bertanya, "Barang itu?"Aku yang merasa canggung karena ketahuan berbohong menyentuh hidungku dan menjawab, "Padahal aku sudah ingatkan kurirnya jangan tekan bel pintu."Kenneth membalas, "Dia nggak tekan bel.""Jadi, bagaimana kamu bisa tahu?" tanyaku.Kenneth menyahut, "Kurir itu mengetuk pintu."Aku tertegun dan diam-diam mengeluhkan kepintaran kurir. Kemudian, aku menghampiri meja dan membuka kantong plastik. Saat hendak makan, Kenneth memberiku semangkuk bubur ikan panas yang lezat seraya berkata, "Kakek bilang tadi kamu hanya makan sedikit di rumah. Jadi, dia suruh bawahan antar ikan yang tersisa kemari."Aku berucap, "Bubur ini ....""Aku yang masak," timpal Kenneth. Dia duduk di seberangku, lalu melanjutkan dengan ekspresi serius, "Aku baru masak setelah mandi. Bukannya kamu nggak enak badan? Jangan sering-sering beli makanan."Mendengar ucapan Kenneth, aku merasa heran. Kenneth memberitah
Sejak hamil, ini adalah pertama kalinya aku kurang tidur. Aku terus mengingatkan diri sendiri Kenneth hanya mantan suamiku. Namun, tidak mudah untuk mengendalikan perasaanku.Keesokan harinya, aku dipanggil Kenneth saat hendak berangkat kerja. Dia memakai setelan jas berwarna abu-abu. Dia tampak karismatik dan menawan. Kenneth memberiku tas termos makanan dan berucap dengan tegas, "Bawa sarapanmu."Aku tidak menolak dan langsung mengambilnya. Dengan begitu, aku bisa hemat uang untuk beli sarapan. Kenneth merupakan ayah dari bayi dalam kandunganku, jadi tidak ada salahnya jika aku makan sarapan darinya.Kenneth tersenyum tipis dan mengajak, "Aku juga mau ke perusahaan. Kita berangkat sama-sama."Aku menolak, "Nggak usah. Lebih baik kita jaga jarak, nanti wanita yang kamu sukai cari masalah denganku."Kenneth menegaskan, "Dia nggak akan berbuat begitu."Aku menyindir, "Kamu juga mengakui dia itu wanita yang kamu sukai?"Selesai bicara, aku langsung keluar dan berjalan masuk ke lift. Di t
Aku menyahut, "Kamu juga lihat aku."Kenneth menimpali dengan santai, "Apa salahnya aku lihat istriku?"Aku tidak jadi melontarkan pertanyaan yang kupikirkan. Max menghentikan mobil di tempat parkir Grup Horgana. Aku buru-buru turun dari mobil karena ingin segera melarikan diri dari situasi yang mencanggungkan ini."Pagi, Kak Jasmine!" sapa Nelly dengan semangat. Dia segera berlari menghampiriku.Aku tersenyum, lalu menariknya dan berucap sambil berjalan, "Pagi. Cepat masuk, cuacanya dingin sekali.""Jasmine, kamu lupa bawa sarapanmu," ujar Kenneth yang baru turun dari mobil.Aku menarik napas dalam-dalam, lalu berbalik dan mengambil sarapan itu. Aku berkata dengan datar, "Terima kasih, Pak Kenneth.""Kak, apa kamu dan Pak Kenneth ...," ucap Nelly. Dia menggandeng lenganku dan mengerjap seraya bertanya, "Kapan kalian bersama? Jangan-jangan, kamu itu istri Pak Kenneth yang misterius?""Bukan," sergahku. Aku tidak ingin membuat masalah sebelum bercerai. Kalau didengar Solana, pasti akan
Aku terus melamun setelah melihat kejutan ini. Pikiranku sangat kacau. Di satu sisi, aku merasa terhibur. Ternyata Kenneth juga perhatian. Dia bahkan bisa ingat dengan hari pertama kami bertemu.Di sisi lain, aku mengingatkan diriku bahwa sebelumnya Kenneth lupa aku kuliah di Universitas Akasha. Jadi, mana mungkin Kenneth ingat dengan hari pertemuan kami? Pasti Kenneth bertanya kepada Samuel atau orang lain. Aku tidak boleh terlena dengan perhatian Kenneth ini.Siang harinya, aku menyingkirkan pemikiran yang kacau itu dan mengajak Lauren untuk makan di kantin. Dulu, kami sering memesan makanan atau makan di luar. Namun, belakangan ini aku malas keluar. Makanan di luar juga tidak sebersih makanan di kantin. Jadi, lebih baik aku makan di kantin.Saat berjalan keluar, aku tiba-tiba merasa mual begitu mencium aroma makanan yang dibawa salah satu karyawan. Aku langsung berlari ke kamar mandi. Sesudah muntah, mulutku terasa pahit. Aku bersandar pada dinding dan berusaha berdiri tegak.Dulu,
“Nggak mungkin.”Kecuali, suatu hari nanti Kenneth tahu masalah kematian ibunya. Bisa jadi sikapnya terhadap Solana akan berubah. Sebelum hal itu terjadi, tidak mungkin Kenneth akan melakukannya.Ketika membahas masalah ini, aku juga tidak mengerti kenapa Wulio tidak memberi tahu Kenneth. Nanti aku akan cari waktu untuk bertanya pada Wulio.Saat hampir selesai makan, aku kembali ke topik utama. “Oh, ya, Lauren, apa kamu sudah mendapatkan tiket konser?”Koneksi Lauren di perusahaan lebih luas daripada aku. Saat jadwal konser ditetapkan, aku meminta bantuan Lauren untuk mendapatkan tiket konser.Lauren menunjuk ke atas plafon, lalu menyindir, “Entah bagaimana dengan tiket kali ini hanya didapatkan oleh karyawan yang bekerja selantai dengan presdir saja. Mereka masing-masing hanya punya 1 tiket saja, nggak ada yang dapat lebih.”“Hanya karyawan yang bekerja selantai dengan presdir saja yang dapat?”“Iya, kalau kamu benar-benar menginginkannya, lebih baik kamu minta sama Kenneth saja. Kamu
Sepertinya sekarang giliran aku yang masuk ke dalam perangkap?Diberi obat memang bisa membuat orang tidak bisa menahan gairahnya. Dengan karakter tegas dan dingin Kenneth di dunia bisnis, setelah dia sadar besok, sepertinya pihak lawan akan celaka.Hanya saja, sekarang bukanlah saatnya untuk mengkhawatirkan hal itu. Ketika melihat wajah Kenneth yang sangat amat merona, aku pun khawatir dia tidak hidup sampai besok.Saat aku merasa serbasalah, ponsel yang kulempar di kamar berdering. Nama di atas layar ponsel bagai bintang penyelamatku saja. Aku segera mengangkat panggilan.“Sayangku, aku sudah mendapatkan tiket konser. Samuel ….”“Lauren!” Aku langsung memotong ucapannya, “Apa kamu tahu apa yang harus aku lakukan kalau seseorang makan obat itu?”“Obat apa?”“Obat itu! Maksudku, obat penambah gairah ….” Aku sungguh merasa malu.Sepertinya Lauren sedang minum alkohol. Setelah mendengar ucapanku, dia langsung terbatuk-batuk dan merasa panik. “Uhuk! Kenapa kamu tiba-tiba tanya hal ini? Ap