Aku menyahut, "Kamu juga lihat aku."Kenneth menimpali dengan santai, "Apa salahnya aku lihat istriku?"Aku tidak jadi melontarkan pertanyaan yang kupikirkan. Max menghentikan mobil di tempat parkir Grup Horgana. Aku buru-buru turun dari mobil karena ingin segera melarikan diri dari situasi yang mencanggungkan ini."Pagi, Kak Jasmine!" sapa Nelly dengan semangat. Dia segera berlari menghampiriku.Aku tersenyum, lalu menariknya dan berucap sambil berjalan, "Pagi. Cepat masuk, cuacanya dingin sekali.""Jasmine, kamu lupa bawa sarapanmu," ujar Kenneth yang baru turun dari mobil.Aku menarik napas dalam-dalam, lalu berbalik dan mengambil sarapan itu. Aku berkata dengan datar, "Terima kasih, Pak Kenneth.""Kak, apa kamu dan Pak Kenneth ...," ucap Nelly. Dia menggandeng lenganku dan mengerjap seraya bertanya, "Kapan kalian bersama? Jangan-jangan, kamu itu istri Pak Kenneth yang misterius?""Bukan," sergahku. Aku tidak ingin membuat masalah sebelum bercerai. Kalau didengar Solana, pasti akan
Aku terus melamun setelah melihat kejutan ini. Pikiranku sangat kacau. Di satu sisi, aku merasa terhibur. Ternyata Kenneth juga perhatian. Dia bahkan bisa ingat dengan hari pertama kami bertemu.Di sisi lain, aku mengingatkan diriku bahwa sebelumnya Kenneth lupa aku kuliah di Universitas Akasha. Jadi, mana mungkin Kenneth ingat dengan hari pertemuan kami? Pasti Kenneth bertanya kepada Samuel atau orang lain. Aku tidak boleh terlena dengan perhatian Kenneth ini.Siang harinya, aku menyingkirkan pemikiran yang kacau itu dan mengajak Lauren untuk makan di kantin. Dulu, kami sering memesan makanan atau makan di luar. Namun, belakangan ini aku malas keluar. Makanan di luar juga tidak sebersih makanan di kantin. Jadi, lebih baik aku makan di kantin.Saat berjalan keluar, aku tiba-tiba merasa mual begitu mencium aroma makanan yang dibawa salah satu karyawan. Aku langsung berlari ke kamar mandi. Sesudah muntah, mulutku terasa pahit. Aku bersandar pada dinding dan berusaha berdiri tegak.Dulu,
“Nggak mungkin.”Kecuali, suatu hari nanti Kenneth tahu masalah kematian ibunya. Bisa jadi sikapnya terhadap Solana akan berubah. Sebelum hal itu terjadi, tidak mungkin Kenneth akan melakukannya.Ketika membahas masalah ini, aku juga tidak mengerti kenapa Wulio tidak memberi tahu Kenneth. Nanti aku akan cari waktu untuk bertanya pada Wulio.Saat hampir selesai makan, aku kembali ke topik utama. “Oh, ya, Lauren, apa kamu sudah mendapatkan tiket konser?”Koneksi Lauren di perusahaan lebih luas daripada aku. Saat jadwal konser ditetapkan, aku meminta bantuan Lauren untuk mendapatkan tiket konser.Lauren menunjuk ke atas plafon, lalu menyindir, “Entah bagaimana dengan tiket kali ini hanya didapatkan oleh karyawan yang bekerja selantai dengan presdir saja. Mereka masing-masing hanya punya 1 tiket saja, nggak ada yang dapat lebih.”“Hanya karyawan yang bekerja selantai dengan presdir saja yang dapat?”“Iya, kalau kamu benar-benar menginginkannya, lebih baik kamu minta sama Kenneth saja. Kamu
Sepertinya sekarang giliran aku yang masuk ke dalam perangkap?Diberi obat memang bisa membuat orang tidak bisa menahan gairahnya. Dengan karakter tegas dan dingin Kenneth di dunia bisnis, setelah dia sadar besok, sepertinya pihak lawan akan celaka.Hanya saja, sekarang bukanlah saatnya untuk mengkhawatirkan hal itu. Ketika melihat wajah Kenneth yang sangat amat merona, aku pun khawatir dia tidak hidup sampai besok.Saat aku merasa serbasalah, ponsel yang kulempar di kamar berdering. Nama di atas layar ponsel bagai bintang penyelamatku saja. Aku segera mengangkat panggilan.“Sayangku, aku sudah mendapatkan tiket konser. Samuel ….”“Lauren!” Aku langsung memotong ucapannya, “Apa kamu tahu apa yang harus aku lakukan kalau seseorang makan obat itu?”“Obat apa?”“Obat itu! Maksudku, obat penambah gairah ….” Aku sungguh merasa malu.Sepertinya Lauren sedang minum alkohol. Setelah mendengar ucapanku, dia langsung terbatuk-batuk dan merasa panik. “Uhuk! Kenapa kamu tiba-tiba tanya hal ini? Ap
Hanya saja, jelas-jelas kami sudah bercerai!Aku ingin mendorong Kenneth, tetapi aku tidak sanggup melakukannya. Aku yang merasa gugup itu ingin menangis. “Jangan! Kenneth, aku nggak mau!”“Jangan menangis …. Apa kamu benar-benar nggak mau?” Jakun Kenneth bergerak. Kedua mata merahnya menatapku. Aku bisa merasakan bahwa dia sedang berusaha untuk menahan dirinya.“Emm ….”“Oke.” Kenneth memejamkan matanya. Urat hijau di kening tampak menonjol. Napasnya juga semakin berat lagi. Namun, dia mulai melepaskanku.Aku mencubit pelan telapak tanganku sendiri. “Jadi, kamu ….”“Jasmine.” Tiba-tiba Kenneth membuka matanya. Gairahnya belum memudar, malah semakin mengental. Dia langsung memelukku, lalu menempelkan bibirnya di telingaku. “Bantu aku, ya?”Aku sungguh syok. Aku malah mendengar nada memelas dari suara Kenneth. Hatiku seketika bergetar. “Gimana … caranya aku membantumu?”Saat mendengar pertanyaanku, Kenneth malah mengira aku memberinya izin. Dia membungkukkan tubuhnya, lalu menyelipkan k
Padahal aku sendiri saja telah melupakan masalah itu, tak disangka Kenneth masih mengingatnya.Aku menyeka sisa air di wajahku dengan handuk. “Nggak usah, aku nggak kenapa-napa.”Kening Kenneth tampak berkerut. “Bukannya kamu nggak enak badan semalam?”Tidak mungkin aku mengatakan dokter sudah berpesan untuk tidak boleh berhubungan selama trimester awal kandungan. Jadi, aku terpaksa sembarangan mencari alasan. “Sekarang sudah sembuh.”Kenneth merasa ragu. “Serius?”Kalau ke rumah sakit, aku pasti akan dibawa ke rumah sakit milik Grup Horgana dengan menggunakan akses pribadi, tanpa harus mengantre. Hasil pemeriksaan juga akan keluar dengan cepat. Hanya saja, aku tidak bisa merahasiakan masalah kandunganku lagi. Jadi, aku tidak boleh pergi!Aku menghindari tatapan Kenneth. “Aku nggak mau pergi. Aku nggak suka ke rumah sakit.”“Jasmine.” Kenneth menyipitkan matanya. “Jangan-jangan ada yang kamu rahasiakan dariku.”“Bamm ….” Pertanyaan Kenneth terlalu mendadak. Aku merasa gugup, spontan me
Tatapan Kenneth berubah dalam. “Apa nggak boleh ada alasan lain?”“Contohnya?” Aku tidak menyangkal, aku memang sedang mencari tahu alasannya.Kenneth menggigit bibir tipisnya, lalu menjawab, “Aku hanya berharap kamu sehat-sehat saja.”“Emm … mirip doa kepada seorang senior.” Tiba-tiba aku kepikiran sesuatu, lalu tersenyum. “Kamu simpan saja doamu untuk ulang tahun Kakek bulan depan nanti.”Berharap aku sehat atau berharap bisa hidup selamanya dengan Solana?Suster mengambil darah. Saat tanganku diseka dengan alkohol, aku spontan merasa tegang. Takut! Aku takut jarum sejak kecil.Saat aku sakit dulu, ayahku akan selalu memelukku. Kemudian, ibuku akan menggenggam tanganku yang satu lagi sembari membujukku, bahkan berjanji akan memberiku hadiah nantinya.Selama belasan tahun ini, kondisi tubuhku tergolong bagus. Kalau sedang flu ringan, aku pun bisa menahannya. Kalaupun flu berat, aku hanya akan mengonsumsi obat saja, jarang mengambil darah. Jadi, rasa takut dalam mengambil darah tidakl
Samar-samar aku kepikiran dengan kejadian dulu.Waktu itu, aku dan Kenneth baru menikah setengah tahun. Jadwal haidku telat hingga belasan hari. Meski setiap kali berhubungan Kenneth selalu menggunakan alat kontrasepsi, aku tetap menebak-nebak apakah aku telah hamil.Saat membeli test pack, aku bahkan sudah berpikir bagaimana berbagi kabar kehamilannya kepada Kenneth. Sekarang, ketika aku benar-benar telah mengandung, aku malah tidak bisa gembira maupun antusias, apalagi kepikiran dengan sosok Kenneth yang berada di luar pintu ruangan ini. Yang ada, aku malah merasa takut dan gugup, entah mengapa aku juga merasa sangat tidak tenang. Kemungkinan terburuk yang terlintas di benakku adalah mungkin aku akan kehilangan anak ini. Kepikiran hal ini, punggungku langsung dibasahi keringat dingin.Dalam waktu dua setengah tahun ini, semua sudah berubah bagai hidup di dunia baru saja. Kedua kakiku terasa sangat berat. Aku berjalan keluar ruangan dengan perasaan campur aduk. Hanya saja, aku menya