Garis Pikat Sang Arsitek

Garis Pikat Sang Arsitek

By:  Reya Tunggadewi  Completed
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Not enough ratings
144Chapters
3.5Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

PERJODOHAN?! Satu kata yang menimbulkan dua reaksi berbeda: Reni merasa perjodohan adalah hal yang sangat konyol! Bagaimana tidak, ia sudah hidup di zaman modern. Kenapa masih harus ada yang namanya perjodohan? "Karena Mama sama Papa udah bikin janji sama sahabat kami. Kalau nantinya anak kami akan dijodohkan." Kalimat pembelaan seperti itu yang membuat Reni terdiam. Sementara bagi Arjuna, hal itu biasa saja. Selama sang Mama yang meminta, ia akan terus menurutinya. Apakah perjodohan ini akan gagal? Atau keduanya bisa saling jatuh cinta? Perjodohan ini nyatanya mematahkan hati yang lain. Tidak hanya satu hati, tapi tiga hati

View More

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
144 Chapters

Prolog

Keheningan semakin menyelimuti dengan rapat saat jam sudah menunjukkan tengah malam. Lelaki yang masih berkutat dengan laptopnya tidak sekalipun menoleh ke arah jam di sampingnya yang terus berdentang mengingatkannya untuk beristirahat. Pekerjaan yang amat ia cintai sepertinya begitu erat memeluknya hingga ia melupakan keadaan sekitar. Keheningan segera terpecah saat suara baritonnya bersorak.“Yess! Akhirnya selesai juga!” pekiknya girang kemudian segera menutup pekerjaannya.Ketika ia akan mematikan laptopnya, tampilan desktop membuatnya enggan untuk segera mematikannya. Di laptop tersebut tergambar seorang perempuan yang menampakkan wajah kesalnya karena merasa dipaksa untuk berfoto.“Dasar gadis dekil! Selalu manyun kalo diajak foto!” gumamnya seraya menyeringai.Pria itu baru menyadari, bahwa ia teramat sangat merindukan gadis yang terlihat manyun sambil memegang bola basket dan dirangkul olehnya itu. Sudah seminggu ia tak ber
Read more

Bab 1

    "PERJODOHAN??!!" pekik Reni saat Papanya selesai berbicara. Santi, sang Mama mengelus punggung Reni agar putri kesayangannya ini tidak meledak-ledak.    "Iya, Sayang! Jadi Papa dan Mama itu sudah janji dengan teman kami sewaktu kuliah dulu. Kalau kami punya anak perempuan dan mereka punya anak laki-laki, begitu pula sebaliknya, kami akan menjodohkan anak kami ketika dewasa kelak!"    WTF!Reni tak henti-hentinya mengumpat. Ia benar-benar tak habis pikir kenapa orang tuanya masih berpikiran kolot seperti itu. Padahal, sedari dulu Reni sangat bangga dengan kedua orang tuanya. Bagaimana tidak, kedua orang tuanya adalah orang tua yang sangat diidamkan oleh teman-temannya. Mereka tidak pernah memaksakan kehendaknya kepada sang anak.    "Pa, ini udah era milenial loh, Pa! Kenapa jadi kayak jamannya Siti Nurbaya sih, harus pake dijodohin segala?" Reni masih terus berusaha memberontak.    "Reni..."
Read more

Bab 2

    Arsitek itu sedang memandangi gambarannya. Ia merasa ada bagian yang masih kurang dari gambar tersebut. Akan tetapi, setelah lebih dari setengah jam ia putar-putar kertas itu, tetap saja ia tidak menemukan dimana letak kurangnya.    "Serius amat arsitek satu ini!" sebuah suara mengagetkannya.    Arjuna yang sedang suntuk melihat kekasihnya langsung tersenyum. Arjuna memeluk kekasihnya dan memberikan kecupan hangat.    "Udah selesai kuliahnya?" tanya Arjuna seraya tetap memeluk tubuh langsing perempuan di hadapannya.    "Udah dong. Mulai besok aku mau persiapan buat pameran. Nanti kamu dateng di pameran aku, kan?"    Arjuna melepaskan pelukannya. Ia mengangkat dagu kekasihnya sebelum akhirnya mencium bibirnya. "Sayang, kamu kan tau aku pria sibuk. Kerjaan aku banyak banget. Aku nggak bisa dateng di pameran kamu. Maaf ya!"    Nadhine, kekasih Arjuna langsung melepa
Read more

Bab 3

Reni mengatur napasnya. Kali ini, lukisannya harus selesai dengan sempurna. Palet ditangannya yang masih bersih segera ia isi dengan bermacam-macam warna pastel cat air. Kali ini, ia melukis kamera dengan aksen warna pastel karena tema lukisan untuk pameran kali ini adalah relaxed of life. Reni segera menggoreskan kuasnya ke kanvas yang sudah berisi gambaran. Ia meningkatkan konsentrasinya karena lukisan kubismenya terlalu mendetail. Terlalu banyak kotakan yang ia buat sehingga ia harus memolesnya dengan cat air secara hati-hati.Ia melirik Rendi yang ada di sebelahnya. Lelaki yang beberapa waktu terakhir diam-diam disukainya itu juga sedang asyik mengarahkan kuasnya ke kanvas. Reni mengintip gambaran Rendi. Di kanvasnya terdapat gambaran dua buah gelas dengan isi yang berbeda. Teh dan kopi. Reni tau bahwa Rendi sangat menyukai kedua minuman tersebut.“Serius banget!” celetuknya membuat Rendi yang hendak menyentuhkan kuasnya ke kanvas mengurungkan niatnya.
Read more

Bab 4

    Pameran tinggal dua hari lagi. Mahasiswa jurusan seni lukis benar-benar sibuk. Mereka tidak hanya sibuk mempersiapkan pameran, tetapi juga menyelesaikan tugas yang lain. Pameran adalah akhir sebelum libur semester. Mereka harus mendapatkan nilai minimal B jika tidak ingin mengulang di tahun depan.    Reni sudah menyelesaikan lukisannya. Ternyata langit sudah gelap saat Reni menoleh ke arah jendela. Sembari menunggu lukisannya kering, Reni membantu persiapan lain di aula jurusan    Aula di jurusan seni lukis tidak terlalu besar karena memang hanya digunakan untuk pameran antarkelas di jurusan seni lukis. Di fakultas kesenian ada tiga aula yang lebih besar untuk pameran antarjurusan    Reni hanya mengekor di belakang Nadya. Di dalamnya sudah terdapat beberapa teman sekelas mereka    “Jadi mereka melarikan diri ke sini?” gumam Reni    Nadya yang mendengarnya berbalik meno
Read more

Bab 5

    Ruangan meeting itu sudah kosong sejak pukul sembilan tadi. Meeting kali ini memang dilaksanakan pagi karena klien Arjuna yang baru memiliki jadwal yang padat. Mau tidak mau meeting harus dimulai pukul tujuh pagi.    Ponsel Arjuna berdering dari semalam. Nadhine tak henti-hentinya mengiriminya pesan untuk mengingatkan bahwa hari ini adalah pameran Nadhine. Arjuna tidak membukanya, ia hanya membacanya dari notifikasi yang muncul di atas layar.    Jangan lupa, besok pameran.    Masih ingat fakultasku, kan? Di aula yang waktu itu kamu jemput aku     Aku tunggu besok pagi.    Hun, jangan lupa. Pameran dimulai jam sembilan.    Jangan belagak sibuk, aku tau kamu baca chatku!    Pokoknya aku tunggu, nggak mau tau!!    Itulah sederet pesan Nadhine dari kemarin malam. Arjuna sampai merasakan kepalanya berdenyut tiap kali ponselnya
Read more

Bab 6

    Nadhine melongokkan kepalanya ke segala arah. Sedari tadi ia belum menemukan Arjuna padahal ia ingin Arjuna melihatnya saat memamerkan busana nanti.   “Kemana sih, Juna? Kok ngilang gitu aja?” gerutunya sambil mencoba menghubungi Arjuna. “Angkat dong, Jun!” serunya gemas saat teleponnya tak kunjung diangkat oleh kekasihnya.   “Kenapa sih kok mondar-mandir terus dari tadi kayak setrikaan?” seru suara di belakang Nadhine membuatnya tersentak dan menoleh.   “Ini lho, Feb! Aku tadi kan ngajak Arjuna ke sini buat liat hasil desain aku. Aku bilang ke dia kalo bentar lagi aku mau memeragakan busana. Eh, dianya sekarang ngilang!”  Seseorang yang disebut Feb itu mendekat. “Mungkin dia udah pulang kali. Si Juna itu kan sibuk banget.”   “Ya sibuk sih sibuk. Tapi masa’ liat aku bentaran aja dia nggak sempet sih!?”
Read more

Bab 7

    Arjuna memasuki rumah sembari bersenandung. Entah kenapa, pameran tadi begitu ia nikmati. Apakah karena gadis dekil tadi? Ah, pasti perempuan itu tidak suka jika disebut gadis dekil.     "Tumben anak Mama pulang keliatan sumringah gitu? Habis menangin tender besar ya, Sayang?" Andini merangkul bahu Arjuna dari balik sofa tempat Arjuna duduk     "Eh, Mama," Arjuna mencium tangan Mamanya. "Enggak kok, Ma. Arjuna nggak menangin tender besar. Arjuna cuma habis dari pameran.     Kening Andini berkerut. "Pameran? Sejak kapan anak mama ini suka lihat pameran?     Arjuna tertawa kecil. Sejak dulu, ia memang tak pernah mau mendatangi tempat-tempat pameran karena menurutnya itu semua membuang-buang waktu     "Yah, tadi awalnya liat pameran busana jurusannya Nadhine. Tapi cuma bentar karena aku nggak ngerti apapun tentang fashion. Akhirnya aku keluar, terus liat di gedung sebelah ada pameran
Read more

Bab 8

    Arjuna duduk di samping Mamanya dengan gelisah. Ia berkali-kali menatap jam yang melingkar di tangan kanannya dengan gusar.    “Kamu kenapa, Sayang?” tanya Mamanya yang menyadari putranya tidak bisa diam.    “Nggak apa-apa, Ma!” Arjuna memaksakan senyumnya. Ia mengusap keringat yang turun di keningnya.    “Perasaan AC mobilnya nggak mati. Kok kamu sampai keringetan gitu, Jun?” tanya Papanya yang menatap Arjuna dari spion mobil.    “Nggak tau, Pa. Mungkin gara-gara jasnya, aku jadi agak gerah!” kilahnya.    “Emm, atau jangan-jangan kamu gugup ya mau ketemu calon tunangan kamu? Iya kan?” goda Mamanya.    “Ih, Mama nih apaan sih?” Arjuna membuang muka membuat Mamanya tersenyum.    Sesampainya di tempat tujuan, Arjuna menarik napas panjang sebelum turun dari mobil. Ia benar-bena
Read more

Bab 9

    Reni dan Arjuna saling bertatapan. Mereka sama-sama melongo dengan tatapan tak percaya.“Lho, kalian sudah saling kenal?” tanya Andini menyadarkan keduanya.Reni dan Arjuna sama-sama membuang muka.Jadi dia! Batin keduanya.“Kita pernah ketemu di acara pameran lukisan.” jawab Arjuna saat bisa menguasai diri.“Kamu ngapain ke pameran lukisan?” tanya Wirawan dengan heran.“Kemarin itu lho, Pa. Waktu aku dateng ke acara pameran busana, aku main-main juga ke pameran lukisan. Dan ketemu sama.... Reni.” Arjuna memelankan suaranya saat menyebut nama Reni.“Wah, kebetulan banget ya! Syukurlah kalo kalian udah saling mengenal. Kita nggak perlu repot-repot memaksa kalian untuk berkenalan. Iya kan, Ndin?” seru Santi.“Iya.” Andini mengangguk. “Sekarang, mendingan kita biarkan mereka berdua dulu deh. Para orang tua jangan ngganggu!” serunya me
Read more
DMCA.com Protection Status