Arjuna memasuki rumah sembari bersenandung. Entah kenapa, pameran tadi begitu ia nikmati. Apakah karena gadis dekil tadi? Ah, pasti perempuan itu tidak suka jika disebut gadis dekil.
"Tumben anak Mama pulang keliatan sumringah gitu? Habis menangin tender besar ya, Sayang?" Andini merangkul bahu Arjuna dari balik sofa tempat Arjuna duduk
"Eh, Mama," Arjuna mencium tangan Mamanya. "Enggak kok, Ma. Arjuna nggak menangin tender besar. Arjuna cuma habis dari pameran.
Kening Andini berkerut. "Pameran? Sejak kapan anak mama ini suka lihat pameran?
Arjuna tertawa kecil. Sejak dulu, ia memang tak pernah mau mendatangi tempat-tempat pameran karena menurutnya itu semua membuang-buang waktu
"Yah, tadi awalnya liat pameran busana jurusannya Nadhine. Tapi cuma bentar karena aku nggak ngerti apapun tentang fashion. Akhirnya aku keluar, terus liat di gedung sebelah ada pameran juga. Aku samperin, ternyata pameran lukisan. Ya udah aku masuk aja. Mama tau nggak, aku ketemu siapa?
Sang Mama segera beranjak duduk di sebelah putranya. Arjuna kalau sedang bahagia begini memang senang sekali bercerita padanya. "Memangnya siapa?
"Perempuan dekil yang keliatan smart banget!" lagi-lagi Arjuna tertawa. "Enggak sih, Ma. Nggak dekil-dekil banget. Cuma emang kalo dijejerin sama Nadhine mereka kayak langit dan bumi soal penampilan.
"Kalau soal cantiknya?" tanya Andini mulai tertarik
Arjuna nampak berpikir. "Cantikan cewek ini, mungkin.
Andini tersenyum. "Apalagi kelebihannya dibanding Nadhine?
"Yah, she look so smart. Aku suka banget, Ma, tadi selama keliling pameran lukisan ditemenin sama dia dan dijelasin satu-satu makna tiap lukisan. Itu dia nggak nyontek di catatan loh, Ma. Tapi dengan liat lukisan itu doang dia paham maknanya! Makanya aku menikmati banget muterin pameran lukisan ini.
Andini mengelus lengan Arjuna. Putra semata wayangnya ini memang mudah tertarik dengan perempuan pintar. Bagi Arjuna, perempuan pintar berada di urutan teratas dalam status sosial perempuan. Karena menurutnya, perempuan pintar akan mampu melakukan apapun sendirian dan tidak akan menjadi perempuan manja
"Kalau Nadhine?" Andini bertanya dengan sedikit sinis. Arjuna sangat mengerti jika Mamanya ini tidak menyukai kekasihnya itu
"Yah, Nadhine emang nggak pinter-pinter banget, sih. Tapi nggak tau, Juna kadang kayak nggak bisa lepas aja dari dia.
"Kamu pasti bisa lepas kalau sudah bertemu dengan perempuan yang akan Mama kenalkan ini, Sayang!
Arjuna memeluk Mamanya. "Kalau masih nggak bisa lepas juga?
"Mama lepaskan secara paksa!" gurau Mamanya membuat Arjuna terbahak
Kayaknya, Mama emang udah sreg sama cewek itu. Well, kita lihat aja. Kalau dia nggak lebih baik dari gadis dekil tadi, mending gue nikahin Nadhine aja! Batin Arjuna dalam hati
**
Dua hari setelah pameran, Reni menghabiskan waktu untuk beristirahat. Ia tidak keluar apartemen sama sekali, kecuali untuk mengambil makanan yang dia pesan secara online. Waktu dua hari ini juga ia pergunakan dengan baik untuk memikirkan tentang perjodohannya yang ia anggap cukup konyol
Omongan Ryo tempo hari benar-benar menancap di ingatannya. Ia tak bisa mengelak jika ternyata semua yang dilontarkan Ryo telah menjadi sentilan yang setiap hari menyadarkan dirinya. Seberapa besar rasa sayang orang tuanya kepadanya, dan sebegitu kecil pembuktian rasa sayangnya pada mereka
"Mungkin, kali ini gue harus pulang. Kayak kata Kak Ryo, semua bisa dicoba dulu," Reni mengangguk memantapkan diri. "Toh, kalau gue nggak suka, gue bisa nolak, kan?
**
Ketika Reni membuka pintu, Papa dan Mamanya bersorak senang
"Sayang, Mama kangen sekali sama kamu!" Santi langsung memeluk Reni. Matanya bahkan sampai berkaca-kaca
Reni balik memeluk Mamanya. "Maaf ya, Ma. Kemarin-kemarin Reni sibuk pameran jadi nggak sempet ngabarin Mama sama sekali," ia menoleh ke arah Papanya. "Reni udah berhasil nyelesaiin pameran Reni, Pa. Dan Reni dapat nilai tertinggi.
Papanya tersenyum. "Papa tau, kamu pasti selalu jadi yang terbaik.
Reni menghembuskan napas panjang. Ia menyusun ulang semua kalimat yang sedari keluar dari apartemen sudah ia pikirkan
"Pa, Ma, Reni udah pikirin semua ini matang-matang. Reni juga udah mikirin semua resikonya. Reni mau menerima perjodohan ini," setelah berbicara demikian wajah Papa dan Mamanya jauh lebih sumringah
"Tapi, ada syaratnya?
"Apa, Sayang? Katakan syaratnya, akan Papa penuhi.
"Ini untuk pertama dan terakhir ya, Papa dan Mama melakukan perjodohan konyol seperti ini. Kalau misalkan nanti Reni dan si cowok pilihan Mama Papa ini nggak cocok, Reni berhak untuk membatalkan semua ini. Gimana?
Kedua orang tuanya saling berpandangan
"Baik, syarat diterima!
Reni tersenyum lega
"Besok kita ketemu sama keluarga mereka!" ujar Mamanya yang langsung membuat Reni terkejut bukan main
"Besok banget, Ma?
Mamanya mengangguk. Reni merasa jantungnya hampir saja mencelos.
***
Arjuna duduk di samping Mamanya dengan gelisah. Ia berkali-kali menatap jam yang melingkar di tangan kanannya dengan gusar. “Kamu kenapa, Sayang?” tanya Mamanya yang menyadari putranya tidak bisa diam. “Nggak apa-apa, Ma!” Arjuna memaksakan senyumnya. Ia mengusap keringat yang turun di keningnya. “Perasaan AC mobilnya nggak mati. Kok kamu sampai keringetan gitu, Jun?” tanya Papanya yang menatap Arjuna dari spion mobil. “Nggak tau, Pa. Mungkin gara-gara jasnya, aku jadi agak gerah!” kilahnya. “Emm, atau jangan-jangan kamu gugup ya mau ketemu calon tunangan kamu? Iya kan?” goda Mamanya. “Ih, Mama nih apaan sih?” Arjuna membuang muka membuat Mamanya tersenyum. Sesampainya di tempat tujuan, Arjuna menarik napas panjang sebelum turun dari mobil. Ia benar-bena
Reni dan Arjuna saling bertatapan. Mereka sama-sama melongo dengan tatapan tak percaya.“Lho, kalian sudah saling kenal?” tanya Andini menyadarkan keduanya.Reni dan Arjuna sama-sama membuang muka.Jadi dia! Batin keduanya.“Kita pernah ketemu di acara pameran lukisan.” jawab Arjuna saat bisa menguasai diri.“Kamu ngapain ke pameran lukisan?” tanya Wirawan dengan heran.“Kemarin itu lho, Pa. Waktu aku dateng ke acara pameran busana, aku main-main juga ke pameran lukisan. Dan ketemu sama.... Reni.” Arjuna memelankan suaranya saat menyebut nama Reni.“Wah, kebetulan banget ya! Syukurlah kalo kalian udah saling mengenal. Kita nggak perlu repot-repot memaksa kalian untuk berkenalan. Iya kan, Ndin?” seru Santi.“Iya.” Andini mengangguk. “Sekarang, mendingan kita biarkan mereka berdua dulu deh. Para orang tua jangan ngganggu!” serunya me
Jumat sore Arjuna masih terus disibukkan oleh pekerjaannya. Bahkan, ia sampai tidak sempat menikmati weekend minggu lalu. Dan kali ini ia berniat untuk menyelesaikan pekerjaannya agar ia bisa beristirahat sejenak.“Serius amat, Pak?” seru seseorang sambil melongokkan kepalanya ke dalam ruangan Arjuna. Arjuna mendongak dan detik berikutnya ia tersenyum.“Eh, Aldo? Sejak kapan di situ? Sini, masuk!” ajaknya seraya berdiri.Seseorang yang dipanggil Aldo itu melangkahkan kakinya memasuki ruangan bernuansa putih gading itu. “Lagi sibuk? Ganggu gak nih?”“Sedikit, tapi nggak pa-pa kok. Emangnya ada apa? Tumben main ke sini?”Keduanya tertawa. Aldo menyodorkan sebuah tiket ke depan Arjuna.“Nih! Besok gue mau ngadain pameran di gedung kesenian. Elo dateng ya. Sekalian, buat hiburan biar elo nggak suntuk terus bapak arsitek!” serunya.Arjuna mengulum senyum kemudian mengambil tiket d
Arjuna berkali-kali menatap jam di tangannya. Ia mendecak kesal. “Sial! Kenapa bisa kesiangan sih!?” gerutunya sambil sesekali memukul stirnya. Ketika sampai di tempat yang tertulis di undangan, Arjuna segera memarkir mobilnya dan memasuki ruangan. “Selamat datang, Pak! Bisa ditunjukkan undangannya?” seru seorang perempuan dengan senyuman melekat di bibirnya. “Oh, ini Mbak!” Arjuna menyerahkan tiket yang sedari dipegangnya sampai hampir sobek. Perempuan di depannya tersenyum. “Silakan masuk, Bapak.” Ujarnya ramah. Arjuna segera memasuki gedung tersebut. Ia memandangi beberapa foto yang dipajang. Pandangannya terhenti saat melihat sosok yang dikenalnya. “Reni?” serunya. Si empunya nama menoleh dan menampakkan wajah yang tak kalah kaget dengan Arjuna. “Kamu? Kamu ngapain di sini?” tanyanya seraya mendekati Arjuna. “Mau kondangan!” ujar Arjuna kesal. “Ya mau liat pameran lah! Gimana sih?” Mera
Setelah mengikuti serangkaian acara dalam pameran fotografi, Arjuna mengajak Reni keluar dari gedung. “Kamu mau langsung pulang?” tanya Arjuna saat sudah berada di luar gedung. “Eng..” Reni menggaruk kepalanya. “Nggak tau. Mau pulang, ntar nggak ngapa-ngapain. Tapi kalo nggak pulang juga mau kemana?” Reni mengangkat bahu. Arjuna melihat jam di tangannya. Masih pukul empat sore. Masih terlalu sore untuk pulang ke rumah. Ia kembali melihat Reni yang memegangi perutnya. “Kenapa?” tanya Arjuna heran. “Aku... laper.” Bisik Reni sambil meringis. Arjuna tertawa sambil menggelengkan kepalanya. “Ya udah yuk, kita cari makan!” Arjuna langsung menggenggam tangan Reni dan menariknya. “Eh, aku bawa mobil sendiri!” seru Reni membuat langkah Arjuna terhenti. Ia nampak sedang memikirkan sesuatu. “Dititipin ke Aldo aja. Nanti kita ambil di sini. Gimana?” tanyanya memberikan saran. “Emangnya nggak pa-pa? Takutnya ng
Hari sudah gelap saat Arjuna dan Reni pulang. Arjuna mengantar Reni ke gedung kesenian kemudian langsung pulang. Ketika sampai di rumah, Mamanya sedang duduk di ruang tamu sambil membaca majalah. Ketika mendengar suara pintu dibuka, ia mendongak.“Kamu baru pulang? Dari mana aja?” tanya Mamanya seraya menutup majalah yang sedang ia baca.“Tadi liat pameran foto di gedung kesenian.” Arjuna menghempaskan tubuhnya di samping Mamanya. “Terus ketemu sama Reni.”Mata Andini membesar. “Kamu ketemu sama Reni? Terus-terus?”Arjuna menghela napas. “Ya aku ajak dia makan. Udah itu doang!”“Ya ampun, kamu ini belum-belum kok udah ngambil langkah pertama! Mama jadi seneng!”Arjuna memandang Mamanya dengan wajah penasaran. “Langkah pertama? Langkah pertama apa maksud Mama?”Andini mendengus. “Ya itu, kamu udah ngajakin Reni dinner.” Andini tersenyum leba
Weekend kali ini dinikmati Reni dengan membersihkan lensa-lensa kameranya. Itu selalu ia lakukan dua minggu sekali untuk menghindari munculnya jamur pada lensa. Tiba-tiba ponselnya berbunyi, menandakan ada notifikasi. Notifikasi khusus i*******m. ArjunaWirayudha_ followed you. Reni mengedipkan matanya berkali-kali. Apakah ia tidak salah baca? "Nemu akunku darimana nih?" Reni mengunjungi profil i*******m Arjuna. Di sana banyak foto-foto Arjuna yang memang i*******mable. "Oh, narsis juga ternyata," gumam Reni sembari terus menggulir layarnya. "Mana yang nge-like cewek-cewek semua lagi!" Semua foto Arjuna ia lihat satu per satu. Mulai dari foto formal, sampai foto-foto liburan Arjuna ia lihat semua. Ketika sedang asyik melihat-lihat foto Arjuna, Reni tidak sengaja mengetuk dua kali yang membuat salah satu foto Arjuna ia sukai. "Lah! Haduuuuh! Kok bisa
Santi yang sedang fokus membuat kue menoleh ketika mendengar langkah kaki mendekat ke arah dapur. "Loh, kok udahan berduaannya? Kurang lama dong, Sayang!" Santi tak henti-hentinya menggoda sang putri. "Ih, Mamaaaa! Udah deh jangan godain terus!" Reni mencubit lengan Mamanya. "Mama tumben bikin kue?" "Nah itu ada Nak Arjuna, masak dibiarin gitu aja nggak dikasih cemilan? Kan kasian, Sayang. Ingat, kita harus memuliakan tamu loh!" "Tapi dia ngeselin!" "Uh, udah bisa ngambek-ngambekan ya sekarang? Mama baru tau loh kalau anak kesayangan Mama ini progres hubungannya udah jauh banget!" "MAMAAAAA!!" Santi tertawa. Ia senang membuat Reni jadi kesal begini. Reni memang mudah sekali merengek kepadanya. Maka dari itu Santi semakin sering menggoda Reni. "Ada apa sih nih, pagi-pagi kok udah rame banget!" Rio mendekat seraya menguap