Santi yang sedang fokus membuat kue menoleh ketika mendengar langkah kaki mendekat ke arah dapur.
"Loh, kok udahan berduaannya? Kurang lama dong, Sayang!" Santi tak henti-hentinya menggoda sang putri. "Ih, Mamaaaa! Udah deh jangan godain terus!" Reni mencubit lengan Mamanya. "Mama tumben bikin kue?" "Nah itu ada Nak Arjuna, masak dibiarin gitu aja nggak dikasih cemilan? Kan kasian, Sayang. Ingat, kita harus memuliakan tamu loh!" "Tapi dia ngeselin!" "Uh, udah bisa ngambek-ngambekan ya sekarang? Mama baru tau loh kalau anak kesayangan Mama ini progres hubungannya udah jauh banget!" "MAMAAAAA!!" Santi tertawa. Ia senang membuat Reni jadi kesal begini. Reni memang mudah sekali merengek kepadanya. Maka dari itu Santi semakin sering menggoda Reni. "Ada apa sih nih, pagi-pagi kok udah rame banget!" Rio mendekat seraya menguapMinggu pagi Arjuna sudah bertengger di depan papan gambarnya. Ketika mengingat kejadian semalam, ia senyum-senyum sendiri. Bagaimana ia dan Reni begitu menikmati momen berciuman ketika hujan sedang deras-derasnya. Hampir saja Arjuna berpikiran untuk melakukan lebih. Akan tetapi, ia menjernihkan otaknya. Ia harus ingat bahwa perjodohan ini masih berlangsung lama. Ia tidak mau Reni menyebutnya lelaki brengsek karena sudah berani melakukan hal yang lebih padahal mereka belum bertunangan. Ia sudah bersiap untuk mulai menggambar ketika pintu ruang kerjanya ada yang membuka. “Morning, Juna!” sapa suara yang akhir-akhir ini tidak ingin Arjuna dengar. Nadhine. “Morning, Dhine. Kamu tumben pagi-pagi ke sini?” tanya Arjuna seraya meletakkan peralatan menggambarnya. Ia berbalik menghadap Nadhine yang kini sedang duduk di kursi kerjanya. Ia melihat Nadhine berdandan terlalu berlebihan hari ini. “Ya aku mau ketemu kamu lah! Kan ke
Hari ini Reni tidak pulang ke rumah, tetapi memilih untuk menyambangi apartemennya yang sudah seminggu tidak ia tinggali. Reni sedang memainkan ponselnya saat suara bel apartemennya berbunyi. Dengan malas ia berjalan ke arah pintu dan membukanya.“Nadya?” serunya kaget saat melihat temannya ada di apartemennya.Yang disebut hanya tersenyum simpul. “Gue lagi nggak ganggu kan?”Reni mempersilakan Nadya masuk. “Ya enggaklah! Kebetulan banget, gue lagi nggak ngapa-ngapain di sini. Mau jalan juga uang abis buat biaya pameran kemarin. Ya udah, alhasil cuma tidur-tiduran kayak pengangguran gitu.” Reni membuka kulkasnya dan mengambilkan minuman untuk Nadya.“Dasar elo! Bisanya xuma males-malesan! Emangnya elo nggak hunting?” tanya Nadya seraya meletakkan kantong plastik yang ia bawa.“Enggak. Lagi nggak mood motret nih!” Reni melongokkan kepalanya ke dalam kantong plastik. “Cem
Sudah tiga hari Arjuna nampak gelisah. Bukan karena hubungannya yang berakhir dengan Nadhine. Tetapi karena ia tak mendapatkan kabar apapun dari Reni semenjak Arjuna disuruh mengajak Reni berkencan oleh Santi, Mama Reni. Hari ini pun, ia memasuki ke kantornya dengan wajah gelisah.“Ada apa, Pak?” tanya sekretarisnya yang duduk di depan ruangannya.Arjuna menoleh. Ia baru menyadari bahwa sedari tadi ia melamun dan tanpa sadar ia sudah sampai di depan ruangannya dan malah berhenti di depan meja sekretarisnya.“Eh, nggak ada apa-apa!” jawab Arjuna cepat. “Tolong bawa berkas yang kemarin saya minta ke ruangan saya.” Perintahnya tanpa menunggu jawaban dari sekretarisnya dan langsung memasuki ruangannya.Arjuna meletakkan tasnya dan menghempaskan diri di kursi kerjanya. Hari ini ia tidak terlalu banyak pekerjaan karena hari Minggunya ia gunakan untuk menyelesaikan semuanya. Pertemuan dengan klien pun tidak ada j
Senyum di bibir Reni memudar saat ada perempuan yang menggamit lengan Arjuna dan menatapnya dengan manja. Mungkin ekspresi Arjuna tampak biasa saja, tetapi tingkah perempuan itu mengisyaratkan bahwa sebelumnya mereka pasti memiliki kedekatan.“Eh, kok ada cewek yang narik-narik dia sih? Siapa tuh, Ren?” tanya Nadya.Mendengar pertanyaan itu, Reni malah melangkah pergi dari situ. Nadya yang kebingungan hanya mengikuti arah Reni pergi. Reni tahu bahwa ia belum sepenuhnya menerima perjodohan itu. Tetapi, haruskah Arjuna menunjukkan padanya bahwa ada puluhan gadis yang begitu mengaguminya bahkan dengan mudahnya sedekat itu dengannya?Reni melangkahkan kakinya ke taman di dekat gedung utama fakultas kesenian. Rasa laparnya sudah menguap semenjak ia melihat Arjuna tadi.“Ren, kok nggak jadi ke kantin? Gue laper nih!” seru Nadya saat mereka sudah duduk di salah satu bangku semen.“Gue nggak jadi laper. Kalo elo
Di sinilah Reni sekarang, di dalam mobil Arjuna. Ia tak tahu kemana Arjuna akan membawanya.“Aku tadi kan belum bilang iya. Kenapa kamu pede banget kalau aku mau ikut sama kamu?” Reni membuka percakapan. Ia gemas juga jika harus terus diam duduk di sebelah Arjuna yang sedang fokus menyetir.“Kamu tadi nggak menolak ketika aku ajak masuk ke dalam mobil. Itu artinya jawaban kamu adalah iya.” jawab Arjuna sambil mengangkat kedua alisnya seraya menyunggingkan senyum.“Aku nanti masih ada kelas. Pokoknya nanti pukul dua kamu harus anterin aku balik ke kampus!”“Kalau aku nggak mau gimana?” tantang Arjuna. Ia sangat senang melihat ekspresi Reni ketika sebal. Reni akan mendengus kemudian memutar bola matanya. Arjuna menahan tawa saat melihat itu.Keheningan kembali menyelimuti. Arjuna masih fokus menyetir sedangkan Reni sibuk memikirkan kejadian tadi pagi di kampusnya. Ia ingin bertanya tetapi
Arjuna memasuki kantornya dengan santai. Reni yang mengikuti di belakangnya memandang setiap apapun yang dilewatinya.Arjuna menggamit tangan Reni saat ia akan berbelok menuju lift. Reni yang kaget hanya mengikut saja. Sesampainya di lantai tujuh, pintu lift terbuka. Ruangan di depan lift tersebut disekat-sekat dengan kaca. Di lantai tujuh ini tidak terlalu banyak orang dibandingkan di lantai dasar tadi. Tentu saja karena di lantai ini hanya diisi oleh mereka yang memiliki pekerjaan dengan tingkat fokus lebih tinggi.Arjuna mengajak Reni memasuki sebuah ruangan. Saat melewati meja yang ditempati oleh perempuan berambut panjang dengan gaya yang anggun, Reni mengernyit. Pasalnya perempuan itu memberikan pandangan tidak suka padanya. Tetapi di detik berikutnya, Reni bersikap masa bodoh dan mengikuti Arjuna yang sudah masuk ke sebuah ruangan.“Ini ruang kerja kamu?” tanya Reni sambil memutar badannya.“Yap. Aku biasa menghabisk
Reni membalikkan tubuhnya. Sudah dua jam ia hanya tiduran di sofa. Ia melihat Arjuna masih sibuk dengan dokumen-dokumennya. Benar-benar pekerjaan yang sangat membosankan.“Jun! Kamu nggak capek apa dari tadi liatin tulisan mulu!” serunya sambil memainkan kedua kakinya ke atas.Arjuna mengalihkan pandangannya pada Reni. Dilihatnya wajah gadis itu yang mulai bosan. Sepertinya Reni tidak tahan jika hanya berdiam diri saja.“Kenapa? Kan ini pekerjaan aku. Ya aku harus terima dong!”“Ya tapi kan capek juga liatin tulisan sebanyak itu. Ntar lama-lama pusing!” serunya lagi sambil menjuntaikan tangannya ke bawah. Reni menelungkupkan wajahnya.“Iya sih, nanti bakalan pusing. Tapi kalau ngeliatin kamu aku nggak bakalan pusing.” Jawab Arjuna berusaha menggoda Reni. Tetapi Reni tidak memberikan reaksi apapun padanya.Arjuna menghela napas. Ia mengetahui banyak hal dari Reni meskipun baru bebe
Setelah selesai makan, Reni membuang kardus tersebut ke tempat sampah yang ada di sebelah meja kerja Arjuna. Ia masih tetap merasa bosan. Akhirnya, ia memilih duduk di kursi kebanggaan Arjuna dan meneliti apapun yang ada di depannya. Mulai dari kertas gambar berukuran besar, pensil berbagai macam tipe, penggaris dari yang pendek sampai yang panjang dan beberapa berkas yang tadi dibaca oleh Arjuna. Reni menghela napas. Apakah Arjuna tidak bosan dengan pekerjaannya yang monoton ini?Iseng, Reni membuka laci di bawah meja. Ia menemukan sketch book di sana. Ia mengambilnya dan meletakkannya di meja. Ia membuka isinya. Beberapa desain bagunan dan desain interior suatu ruangan. Kemudian, Reni menemukan bagian kosong.Tiba-tiba senyuman muncul di bibirnya. Ia mengambil pensil di depannya dan menggambar sesuatu di sana. Reni terhanyut dalam gambarannya. Sesekali ia berhenti untuk menerawang imajinasinya. Ia kembali meneruskan gambarannya saat Arjuna datang.Arju