Hari ini Reni tidak pulang ke rumah, tetapi memilih untuk menyambangi apartemennya yang sudah seminggu tidak ia tinggali. Reni sedang memainkan ponselnya saat suara bel apartemennya berbunyi. Dengan malas ia berjalan ke arah pintu dan membukanya.
“Nadya?” serunya kaget saat melihat temannya ada di apartemennya.
Yang disebut hanya tersenyum simpul. “Gue lagi nggak ganggu kan?”
Reni mempersilakan Nadya masuk. “Ya enggaklah! Kebetulan banget, gue lagi nggak ngapa-ngapain di sini. Mau jalan juga uang abis buat biaya pameran kemarin. Ya udah, alhasil cuma tidur-tiduran kayak pengangguran gitu.” Reni membuka kulkasnya dan mengambilkan minuman untuk Nadya.
“Dasar elo! Bisanya xuma males-malesan! Emangnya elo nggak hunting?” tanya Nadya seraya meletakkan kantong plastik yang ia bawa.
“Enggak. Lagi nggak mood motret nih!” Reni melongokkan kepalanya ke dalam kantong plastik. “Cem
Sudah tiga hari Arjuna nampak gelisah. Bukan karena hubungannya yang berakhir dengan Nadhine. Tetapi karena ia tak mendapatkan kabar apapun dari Reni semenjak Arjuna disuruh mengajak Reni berkencan oleh Santi, Mama Reni. Hari ini pun, ia memasuki ke kantornya dengan wajah gelisah.“Ada apa, Pak?” tanya sekretarisnya yang duduk di depan ruangannya.Arjuna menoleh. Ia baru menyadari bahwa sedari tadi ia melamun dan tanpa sadar ia sudah sampai di depan ruangannya dan malah berhenti di depan meja sekretarisnya.“Eh, nggak ada apa-apa!” jawab Arjuna cepat. “Tolong bawa berkas yang kemarin saya minta ke ruangan saya.” Perintahnya tanpa menunggu jawaban dari sekretarisnya dan langsung memasuki ruangannya.Arjuna meletakkan tasnya dan menghempaskan diri di kursi kerjanya. Hari ini ia tidak terlalu banyak pekerjaan karena hari Minggunya ia gunakan untuk menyelesaikan semuanya. Pertemuan dengan klien pun tidak ada j
Senyum di bibir Reni memudar saat ada perempuan yang menggamit lengan Arjuna dan menatapnya dengan manja. Mungkin ekspresi Arjuna tampak biasa saja, tetapi tingkah perempuan itu mengisyaratkan bahwa sebelumnya mereka pasti memiliki kedekatan.“Eh, kok ada cewek yang narik-narik dia sih? Siapa tuh, Ren?” tanya Nadya.Mendengar pertanyaan itu, Reni malah melangkah pergi dari situ. Nadya yang kebingungan hanya mengikuti arah Reni pergi. Reni tahu bahwa ia belum sepenuhnya menerima perjodohan itu. Tetapi, haruskah Arjuna menunjukkan padanya bahwa ada puluhan gadis yang begitu mengaguminya bahkan dengan mudahnya sedekat itu dengannya?Reni melangkahkan kakinya ke taman di dekat gedung utama fakultas kesenian. Rasa laparnya sudah menguap semenjak ia melihat Arjuna tadi.“Ren, kok nggak jadi ke kantin? Gue laper nih!” seru Nadya saat mereka sudah duduk di salah satu bangku semen.“Gue nggak jadi laper. Kalo elo
Di sinilah Reni sekarang, di dalam mobil Arjuna. Ia tak tahu kemana Arjuna akan membawanya.“Aku tadi kan belum bilang iya. Kenapa kamu pede banget kalau aku mau ikut sama kamu?” Reni membuka percakapan. Ia gemas juga jika harus terus diam duduk di sebelah Arjuna yang sedang fokus menyetir.“Kamu tadi nggak menolak ketika aku ajak masuk ke dalam mobil. Itu artinya jawaban kamu adalah iya.” jawab Arjuna sambil mengangkat kedua alisnya seraya menyunggingkan senyum.“Aku nanti masih ada kelas. Pokoknya nanti pukul dua kamu harus anterin aku balik ke kampus!”“Kalau aku nggak mau gimana?” tantang Arjuna. Ia sangat senang melihat ekspresi Reni ketika sebal. Reni akan mendengus kemudian memutar bola matanya. Arjuna menahan tawa saat melihat itu.Keheningan kembali menyelimuti. Arjuna masih fokus menyetir sedangkan Reni sibuk memikirkan kejadian tadi pagi di kampusnya. Ia ingin bertanya tetapi
Arjuna memasuki kantornya dengan santai. Reni yang mengikuti di belakangnya memandang setiap apapun yang dilewatinya.Arjuna menggamit tangan Reni saat ia akan berbelok menuju lift. Reni yang kaget hanya mengikut saja. Sesampainya di lantai tujuh, pintu lift terbuka. Ruangan di depan lift tersebut disekat-sekat dengan kaca. Di lantai tujuh ini tidak terlalu banyak orang dibandingkan di lantai dasar tadi. Tentu saja karena di lantai ini hanya diisi oleh mereka yang memiliki pekerjaan dengan tingkat fokus lebih tinggi.Arjuna mengajak Reni memasuki sebuah ruangan. Saat melewati meja yang ditempati oleh perempuan berambut panjang dengan gaya yang anggun, Reni mengernyit. Pasalnya perempuan itu memberikan pandangan tidak suka padanya. Tetapi di detik berikutnya, Reni bersikap masa bodoh dan mengikuti Arjuna yang sudah masuk ke sebuah ruangan.“Ini ruang kerja kamu?” tanya Reni sambil memutar badannya.“Yap. Aku biasa menghabisk
Reni membalikkan tubuhnya. Sudah dua jam ia hanya tiduran di sofa. Ia melihat Arjuna masih sibuk dengan dokumen-dokumennya. Benar-benar pekerjaan yang sangat membosankan.“Jun! Kamu nggak capek apa dari tadi liatin tulisan mulu!” serunya sambil memainkan kedua kakinya ke atas.Arjuna mengalihkan pandangannya pada Reni. Dilihatnya wajah gadis itu yang mulai bosan. Sepertinya Reni tidak tahan jika hanya berdiam diri saja.“Kenapa? Kan ini pekerjaan aku. Ya aku harus terima dong!”“Ya tapi kan capek juga liatin tulisan sebanyak itu. Ntar lama-lama pusing!” serunya lagi sambil menjuntaikan tangannya ke bawah. Reni menelungkupkan wajahnya.“Iya sih, nanti bakalan pusing. Tapi kalau ngeliatin kamu aku nggak bakalan pusing.” Jawab Arjuna berusaha menggoda Reni. Tetapi Reni tidak memberikan reaksi apapun padanya.Arjuna menghela napas. Ia mengetahui banyak hal dari Reni meskipun baru bebe
Setelah selesai makan, Reni membuang kardus tersebut ke tempat sampah yang ada di sebelah meja kerja Arjuna. Ia masih tetap merasa bosan. Akhirnya, ia memilih duduk di kursi kebanggaan Arjuna dan meneliti apapun yang ada di depannya. Mulai dari kertas gambar berukuran besar, pensil berbagai macam tipe, penggaris dari yang pendek sampai yang panjang dan beberapa berkas yang tadi dibaca oleh Arjuna. Reni menghela napas. Apakah Arjuna tidak bosan dengan pekerjaannya yang monoton ini?Iseng, Reni membuka laci di bawah meja. Ia menemukan sketch book di sana. Ia mengambilnya dan meletakkannya di meja. Ia membuka isinya. Beberapa desain bagunan dan desain interior suatu ruangan. Kemudian, Reni menemukan bagian kosong.Tiba-tiba senyuman muncul di bibirnya. Ia mengambil pensil di depannya dan menggambar sesuatu di sana. Reni terhanyut dalam gambarannya. Sesekali ia berhenti untuk menerawang imajinasinya. Ia kembali meneruskan gambarannya saat Arjuna datang.Arju
Arjuna menghentikan mobilnya di depan sebuah rumah yang menjulang tinggi. Ia melepaskan seatbeltnya. “Kita sudah sampai!”Reni mendengus seraya memutar kedua bola matanya kesal. “Sampai apaan?”Arjuna menatapnya heran. “Tadi katanya kamu minta pulang. Nah, ini kan udah sampai rumah.”“Jun, aku itu maunya pulang ke rumahku. Kenapa malah ke sini sih?” Reni menatap sebal ke arah Arjuna.Arjuna menyentil hidung Reni, “dua atau tiga tahun lagi rumah ini juga bakalan jadi rumah kamu. Udah ayo turun! Udah ditungguin Mama dari tadi.” Arjuna segera turun dari mobilnya.Akhirnya mau tidak mau Reni ikut turun dan mengekor di belakang Arjuna. Ia deg-degan juga akan masuk ke rumah laki-laki selain temannya. Arjuna membuka pintu rumahnya dan disambut oleh wanita yang ditemui Reni seminggu yang lalu.“Lho, sama Reni toh? Kok nggak bilang kalau ngajak dia?” Andini merangku
Reni berdiri menatap pemandangan di bawahnya yang berkelap-kelip. Ia sedang berada di lantai tiga rumah Arjuna. Karena rumah Arjuna berada di dataran tinggi, suasana perkampungan di bawahnya pun lebih jelas terlihat. Reni menikmati pemandangan yang jarang sekali ia temukan itu."Kenapa manyun gitu?" tanya Arjuna dari belakangnya.Reni hanya mengangkat bahu kemudian berusaha membuka botol minumannya. Tiba-tiba kepala Arjuna bertumpu di atas kepalanya."Ini salah satu tempat ternyaman yang pernah aku tau. Ketika di sini ketenangan itu selalu datang pas aku lagi penat." papar Arjuna sembari tersenyum melihat pemandangan di depannya. Ia melirik ke bawah. Reni masih kesulitan membuka tutup minumannya. Arjuna meraihnya dan membukakannya."Kalau kesusahan tuh bilang. Jangan sok kuat!" ledeknya.Reni merebut botol minumannya. "Bukannya sok kuat. Aku cuma lagi berusaha semampuku dulu. Jangan kamu pikir aku orang yang gampang menyerah, ya!" teg