Share

Bab 21

last update Last Updated: 2022-02-10 20:22:53

    Arjuna memasuki kantornya dengan santai. Reni yang mengikuti di belakangnya memandang setiap apapun yang dilewatinya.

Arjuna menggamit tangan Reni saat ia akan berbelok menuju lift. Reni yang kaget hanya mengikut saja. Sesampainya di lantai tujuh, pintu lift terbuka. Ruangan di depan lift tersebut disekat-sekat dengan kaca. Di lantai tujuh ini tidak terlalu banyak orang dibandingkan di lantai dasar tadi. Tentu saja karena di lantai ini hanya diisi oleh mereka yang memiliki pekerjaan dengan tingkat fokus lebih tinggi.

Arjuna mengajak Reni memasuki sebuah ruangan. Saat melewati meja yang ditempati oleh perempuan berambut panjang dengan gaya yang anggun, Reni mengernyit. Pasalnya perempuan itu memberikan pandangan tidak suka padanya. Tetapi di detik berikutnya, Reni bersikap masa bodoh dan mengikuti Arjuna yang sudah masuk ke sebuah ruangan.

“Ini ruang kerja kamu?” tanya Reni sambil memutar badannya.

“Yap. Aku biasa menghabisk

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 22

    Reni membalikkan tubuhnya. Sudah dua jam ia hanya tiduran di sofa. Ia melihat Arjuna masih sibuk dengan dokumen-dokumennya. Benar-benar pekerjaan yang sangat membosankan.“Jun! Kamu nggak capek apa dari tadi liatin tulisan mulu!” serunya sambil memainkan kedua kakinya ke atas.Arjuna mengalihkan pandangannya pada Reni. Dilihatnya wajah gadis itu yang mulai bosan. Sepertinya Reni tidak tahan jika hanya berdiam diri saja.“Kenapa? Kan ini pekerjaan aku. Ya aku harus terima dong!”“Ya tapi kan capek juga liatin tulisan sebanyak itu. Ntar lama-lama pusing!” serunya lagi sambil menjuntaikan tangannya ke bawah. Reni menelungkupkan wajahnya.“Iya sih, nanti bakalan pusing. Tapi kalau ngeliatin kamu aku nggak bakalan pusing.” Jawab Arjuna berusaha menggoda Reni. Tetapi Reni tidak memberikan reaksi apapun padanya.Arjuna menghela napas. Ia mengetahui banyak hal dari Reni meskipun baru bebe

    Last Updated : 2022-02-11
  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 23

    Setelah selesai makan, Reni membuang kardus tersebut ke tempat sampah yang ada di sebelah meja kerja Arjuna. Ia masih tetap merasa bosan. Akhirnya, ia memilih duduk di kursi kebanggaan Arjuna dan meneliti apapun yang ada di depannya. Mulai dari kertas gambar berukuran besar, pensil berbagai macam tipe, penggaris dari yang pendek sampai yang panjang dan beberapa berkas yang tadi dibaca oleh Arjuna. Reni menghela napas. Apakah Arjuna tidak bosan dengan pekerjaannya yang monoton ini?Iseng, Reni membuka laci di bawah meja. Ia menemukan sketch book di sana. Ia mengambilnya dan meletakkannya di meja. Ia membuka isinya. Beberapa desain bagunan dan desain interior suatu ruangan. Kemudian, Reni menemukan bagian kosong.Tiba-tiba senyuman muncul di bibirnya. Ia mengambil pensil di depannya dan menggambar sesuatu di sana. Reni terhanyut dalam gambarannya. Sesekali ia berhenti untuk menerawang imajinasinya. Ia kembali meneruskan gambarannya saat Arjuna datang.Arju

    Last Updated : 2022-02-12
  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 24

    Arjuna menghentikan mobilnya di depan sebuah rumah yang menjulang tinggi. Ia melepaskan seatbeltnya. “Kita sudah sampai!”Reni mendengus seraya memutar kedua bola matanya kesal. “Sampai apaan?”Arjuna menatapnya heran. “Tadi katanya kamu minta pulang. Nah, ini kan udah sampai rumah.”“Jun, aku itu maunya pulang ke rumahku. Kenapa malah ke sini sih?” Reni menatap sebal ke arah Arjuna.Arjuna menyentil hidung Reni, “dua atau tiga tahun lagi rumah ini juga bakalan jadi rumah kamu. Udah ayo turun! Udah ditungguin Mama dari tadi.” Arjuna segera turun dari mobilnya.Akhirnya mau tidak mau Reni ikut turun dan mengekor di belakang Arjuna. Ia deg-degan juga akan masuk ke rumah laki-laki selain temannya. Arjuna membuka pintu rumahnya dan disambut oleh wanita yang ditemui Reni seminggu yang lalu.“Lho, sama Reni toh? Kok nggak bilang kalau ngajak dia?” Andini merangku

    Last Updated : 2022-02-14
  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 25

    Reni berdiri menatap pemandangan di bawahnya yang berkelap-kelip. Ia sedang berada di lantai tiga rumah Arjuna. Karena rumah Arjuna berada di dataran tinggi, suasana perkampungan di bawahnya pun lebih jelas terlihat. Reni menikmati pemandangan yang jarang sekali ia temukan itu."Kenapa manyun gitu?" tanya Arjuna dari belakangnya.Reni hanya mengangkat bahu kemudian berusaha membuka botol minumannya. Tiba-tiba kepala Arjuna bertumpu di atas kepalanya."Ini salah satu tempat ternyaman yang pernah aku tau. Ketika di sini ketenangan itu selalu datang pas aku lagi penat." papar Arjuna sembari tersenyum melihat pemandangan di depannya. Ia melirik ke bawah. Reni masih kesulitan membuka tutup minumannya. Arjuna meraihnya dan membukakannya."Kalau kesusahan tuh bilang. Jangan sok kuat!" ledeknya.Reni merebut botol minumannya. "Bukannya sok kuat. Aku cuma lagi berusaha semampuku dulu. Jangan kamu pikir aku orang yang gampang menyerah, ya!" teg

    Last Updated : 2022-02-15
  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 26

    Rendi sedang serius membuat sketsa runyamnya kehidupan malam saat seseorang berdiri di sebelahnya. Rendi mendongak tak lama kemudian ia tersenyum.“Ada apa, Ren?” tanyanya sambil meletakkan pensilnyaReni tersenyum. “Kamu nanti setelah kelas ada acara?Rendi berusaha mengingat-ingat. Sepertinya ia sedang kosong. “Nggak kok. Nanti aku nggak ada acara apa-apa. Kenapa memangnya?Reni menunduk dan menggigit bibir bawahnya sebelum akhirnya berujar. “Temenin aku hunting foto bentar mau?Rendi sempat membuka mulutnya kaget. Ia buru-buru menguasai dirinya. “E-eh! Boleh boleh! Tapi bukannya biasanya kamu sama Nadya?“Nadya nanti ada acara di UKM. Jadi aku minta tolong sama kamu. Nggak apa kan?“Nggak pa-pa kok. Nanti setelah kelas kita langsung berangkat aja ya? Biar nggak kesorean.Reni tersenyum. “Oke. Makasih ya, Ren!“Iya sama-sama.” Rendi ikut te

    Last Updated : 2022-02-15
  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 27

    Rendi menghentikan motornya di dekat sebuah taman kota. Reni turun dari boncengan Rendi dan menatap sekelilingnya dengan tatapan heran.“Kok kita ke sini, Ren? Bukannya tadi aku bilang kita pulang aja ya?” tanya Reni saat melepas helm seraya masih menatap taman tersebut.Rendi tersenyum. “Iya, maaf aku nggak langsung nganterin kamu pulang. Aku pengen ngajak kamu main basket. Boleh kan?”Rendi berjalan mendahului Reni menuju tempat khusus yang dipagari. Rendi meminjam sebuah bola basket dari anak-anak yang baru saja selesai bermain di sana. Melihat hal itu, Reni berjalan mendekati Rendi.“Berani nggak kamu?” tantang Rendi seraya memutar bola tersebut.Reni meletakkan tasnya dan mendekati Rendi. “Siapa takut!” ia menyisingkan kemejanya dan sedikit menurunkan pinggulnya.“Oke. Kita one-on-one sepuluh poin aja nggak usah banyak-banyak. Nanti yang kalah harus traktir es krim. Set

    Last Updated : 2022-02-16
  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 28

    Sabtu pagi Arjuna sudah bersiap-siap. Ia juga sudah meminta asistennya untuk berbelanja. Mamanya yang melihat Arjuna begitu bersemangat di Sabtu pagi ini menghampirinya yang sedang sarapan.“Ini kan hari Sabtu, kok tumben kamu semangat?” tanyanya seraya duduk di samping Arjuna.Arjuna mencomot roti panggangnya dan menoleh ke Mamanya. “Mau main ke apartemennya Reni. Nggak boleh?”Mendengar itu, sontak Andini terbelalak. “Kamu beneran mau ketemu sama Reni?” Andini mengerjapkan matanya kemudian tersenyum. “Ya sudah kalau kamu mau ketemu calon tunangan kamu. Mama nggak melarang.” Andini mengelus lengan Arjuna. “Ternyata tanpa Mama dan Papa minta kamu sudah bergerak cepat!”Arjuna menyeringai. “Arjuna kan udah janji untuk mengikuti semua perjodohan ini. Mama lihat kan sekarang? Arjuna sedang berusaha menepatinya.” Arjuna menyudahi sarapannya dan segera bangkit. “Juna berangkat dulu!&

    Last Updated : 2022-02-17
  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 29

    Arjuna dan Reni menatap meja makan di depan mereka. Arjuna menunduk frustasi melihat sajian makanan di depannya. Makanan yang tersaji tersebut membuat nafsu makannya hilang seketika.Reni yang melihat Arjuna begitu frustasi hanya menggigit bibir bawahnya. Pasalnya, semua masakannya hancur. Telur mata sapi terlihat gosong walaupun tidak parah, sayur supnya terlalu matang sehingga sayurannya layu, sedangkan nasi gorengnya terlalu merah karena Reni menumpahkan saus terlalu banyak. Ia juga bergidik saat melihat dapurnya berantakan seperti telah terjadi perang yang mengerikan di sana.“Jun, aku gagal ya?” serunya yang terdengar seperti bisikan.Arjuna mengangkat kepalanya dan memaksakan senyum. “Namanya juga baru belajar, pasti ada salahnya. Tapi kesalahan kamu ini keterlaluan!” ia memicingkan mata.Reni nyengir. “Kan dari penampilannya doang, Jun. Dicoba aja dulu, siapa tau rasanya enak!” Reni menyodorkan maka

    Last Updated : 2022-02-17

Latest chapter

  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 142

    Reni hampir seminggu berada di indekos Rendi. Selama itu pula hanya Nadya yang datang menemaninya. Arjuna, bahkan orang tuanya tidak ke sini. Ia lupa bahwa ponselnya dipegang oleh Ryo. Pagi ini, suasana hati Reni sudah lebih baik. Walaupun masih ada kekecewaan di hatinya, tetapi ia tak serapuh kemarin-kemarin. Hatinya jauh lebih kuat. "Yakin mau pulang sekarang?" tanya Rendi untuk yang kesekian kalinya. Ia yang paling terlihat khawatir akan kestabilan emosi Reni. Reni mengangguk yakin. Setelah satu minggu 'bertapa' di sini, ia memilih untuk berhenti menghindar dan menghadapi semuanya. Walaupun mungkin itu sangat menyakiti perasaannya, ia tak ingin lari lagi. Akhirnya Rendi memilih ikut ke rumah Reni dengan menjadi sopir mobilnya. Rasa kekhawatirannya benar-benar tidak bisa hilang. Reni mengiyakan saja apabila Rendi mau mengantarnya ke rumah. Sesampainya di depan gerbang rumah, Reni meminta untuk memarkir motornya di luar saja. Dengan langkah perlahan, Reni dite

  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 142

    Pagi ini, Rendi memilih untuk mencuci motornya setelah setiap hari ia gunakan pulang-pergi ke tempat magang yang lumayan jauh. Beberapa kali memang sempat ia cuci. Akan tetapi, setelah sakit ia jadi malas mencuci motornya. Selagi cuaca cerah, Rendi dengan telaten membersihkan motor kesayangannya. Tak lupa, ia juga menjemur helm yang setiap hari ia pakai agar tidak bau apek. Ketika mengelap motornya agar semakin kinclong, sebuah mobil yang Rendi kenali memasuki halaman indekosnya. Keningnya berkerut tatkala pemilik mobil tak jua keluar. Rendi bergegas menghampiri mobil itu. Ia mengetuk kaca jendela mobil. Butuh waktu beberapa menit sebelum akhirnya kaca jendela itu turun dan menampilkan wajah kalut Reni. "Kamu kenapaaa??" Rendi terkejut bukan main melihat mata sembab Reni. *** Ryo menarik napas sedikit lega ketika membuka pesan di ponsel Reni dan ada salah satu temannya yang didatangi. Bahkan, seseorang bernama Rendi itu berani bertaruh nyawanya apabila Reni

  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 140

    Ketika terdengar keributan di bawah, Tania memeluk Reni erat. Ia tidak ingin adik iparnya ini semakin sedih. "Dia ngapain ke sini sih, Mbak?" bisik Reni menahan isak tangisnya. Tania mengelus punggung Reni. "Udah, nggak usah dipeduliin. Yang terpenting sekarang adalah kondisi kamu. Sesekali egois itu perlu kok!" Tania terus mendekap Reni. Ia berharap mampu menyalurkan energi positifnya pada Reni, agar kesedihan itu setidaknya berkurang. "Mbak, aku mau ke balkon cari angin!" desis Reni, menghapus sisa-sisa air matanya. "Mau mbak temenin nggak?" tawar Tania. Ternyata Reni menggeleng. "Beneran nggak apa-apa sendiri?" "Nggak apa-apa, Mbak. Sebentar aja!" Reni bangkit dari duduknya. Ia menuju wastafel untuk membasuh wajahnya. Setelah itu ia baru keluar setelah meyakinkan Tania bahwa ia baik-baik saja. Tanpa sepengetahuan Tania, Reni sudah mengantongi kunci mobilnya yang kebetulan terparkir di belakang. Reni berniat kabur dari rumah daripada ia harus meli

  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 139

    Reni bangun ketika jendela kamarnya terbuka. Matanya perih terkena sinar matahari pagi setelah semalaman menangis. Ternyata papanya yang membuka gorden jendela kamar. "Bangun yuk. Udah siang ini!" Lesmana mendekati putrinya. Ia elus rambut putrinya yang berantakan. Reni masih terbaring di kasurnya. Padahal ia baru saja terbangun, tetapi rasanya melelahkan sekali. Ia seperti merasakan lelah yang tak berkesudahan. "Tuh, ada Tania. Kamu temuin dong!" Lesmana mencoba membuat putrinya bersemangat, walaupun ia tahu hal ini mungkin sia-sia. Reni malah melamun. Matanya terlihat sangat sembab setelah menangis sampai tertidur. Ia bahkan tidak sempat mengganti baju tidurnya. Pikirannya kacau, sangat kacau. *** Arjuna pulang dengan perasaan gelisah. Nada bicara Ryo yang penuh amarah semalam membuatnya kelabakan mencari tiket pesawat saat itu juga. Ia sempat beradu argumen dengan Sandra yang berusaha menahannya. "Palingan cuma masalah sepele!" begitu katanya. Arjuna

  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 138

    Sepanjang jalan pulang, Reni terdiam. Minimnya cahaya dijadikan tameng untuknya menangis tanpa suara. Reni membuang muka menghadap ke jendela mobil agar tangisnya tak terlihat oleh Ryo. Sementara itu, di sebelahnya Ryo berusaha meredam amarah. Apa yang ia lihat di ponsel Reni tadi benar-benar mengejutkannya. Kenapa keadaan tiba-tiba menjadi begitu pelik untuk Reni lalui? Ini adalah masa-masa Reni membutuhkan kestabilan emosional karena ia harus mengerjakan tugas akhirnya. Tetapi keadaan menghempaskan Reni begitu saja. Sesampainya di rumah, tanpa basa-basi Reni langsung berlari ke lantai dua dan masuk ke kamarnya. Santi dan Lesmana yang sedang kedatangan tamu heran dengan sikap Reni. Ketika Ryo masuk, tatapan Santi penuh tanda tanya. Ryo sendiri memilih tetap di luar. Setelah menghabiskan rokoknya ia menelepon sang istri. "Yang, besok pagi bisa ke rumah nggak? Temenin Reni. Dia lagi ada masalah." ujarnya setelah telepon diangkat oleh Tania. Perempuan itu tidak b

  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 137

    Reni keluar dari galeri dengan wajah lelah tetapi juga tergambar kegembiraan di sana. Ia sangat gembira bisa magang di tempat gurunya yang mengenalkan dunia fotografi padanya. Tadi ketika acara perpisahan, Aldo bahkan memberikan hadiah pada Rendi dan Reni karena menjadi anak magang yang baik sepanjang masa. "Ini oleh-oleh buat kalian. Karena selama aku nerima anak magang, baru kali ini galeri bisa sangat seramai ini. Bahkan ada pengunjung yang bela-belain ke sini setiap hari cuma kepingin di-guide sama Rendi. Ini benar-benar pencapaian besar. Galeri bakalan sangat kehilangan kalian!" ucapan Aldo membuat semua yang ada di ruangan itu mendadak sedih. Lagi pula, siapa yang suka dengan momen perpisahan? "Mau langsung pulang atau kemana gitu?" tawar Rendi sembari menyerahkan helm pada Reni. Perempuan itu segera mengenakan helm. "Pulang dulu, besok aja main. Inget, kamu masih hutang ngajakin aku makan mie yamin yaa?" Rendi tertawa. Beberapa bulan selama magang ini hariny

  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 136

    Hari ini adalah hari terakhir Reni magang. Semalam, ia sudah menyelesaikan laporan magangnya selama tiga bulan ini. Nanti sepulang dari tempat magang, Ryo berjanji akan mentraktirnya sebagai hadiah karena Reni berhasil menyelesaikan magang tanpa kendala apapun. Selama magang, Reni memang lebih sering di rumah daripada di apartemen. Ini pun atas titah Mamanya, agar beliau tetap bisa memantau Reni. Santi takut apabila magang Reni memilih tinggal di apartemen, ia malah tidak pulang. "Mama lebay!" desisnya saat itu. Santi tidak peduli apapun perkataan putrinya. Yang terpenting adalah kebaikan Reni sekarang. Santi pun juga sudah mendengar tentang renggangnya hubungan Arjuna dengan putrinya. Andini sempat bercerita ketika keduanya bertemu di salah satu butik langganan mereka. "Aku bener-bener minta maaf lho, Jeng. Karena kesibukan Arjuna bikin Reni jadi merasa terabaikan. Jadinya malah mereka bertengkar." Andini menggenggam tangan Santi. Santi mengangguk mafhum.

  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 135

    Seharian Sandra hanya marah-marah. Ia kesal karena Arjuna mulai sering tidak fokus dan sering menengok ponselnya, meskipun itu sedang meeting penting dengan kontraktor. Sandra sudah memperingatkannya beberapa kali, tetapi nihil. Arjuna masih saja tidak fokus. "Kamu tuh kenapa sih? Ini kita udah hampir sebulan loh di sini! Kita udah jalanin proyek hampir tiga puluh persen dan kamu mulai sering nggak fokus. Kamu mau ngerusak karir kamu sendiri hah?!" pekik Sandra berapi-api ketika keduanya sampai di rumah. Ia sudah tidak bisa menahan diri karena kali ini Arjuna kehilangan profesionalismenya. "Aku nggak bisa konsen karena akhir-akhir ini Reni sering banget ngilang. Dia jadi super sibuk sampai nggak bisa dihubungi." jawab Arjuna enteng. Sandra mengusap wajahnya kasar. Ia benar-benar tidak habis pikir dengan pernyataan yang Arjuna lontarkan dengan entengnya barusan. "Jadi profesionalisme kamu hilang gara-gara kamu bucin?" nada bicara Sandra sudah tidak mampu ia kontrol.

  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 134

    Sepanjang perjalanan menuju galeri, Reni mengunci rapat-rapat mulutnya. Ia tidak mengucapkan apapun setelah badannya dibuat panas dingin oleh Rendi. "Kamu kenapa sih? Sariawan?" tanya Rendi saat motornya berhenti di lampu merah. Rendi mengarahkan spionnya tepat ke wajah Reni. Reni sama sekali tidak mengeluarkan suara. Ia hanya menggeleng pelan. Hal ini membuat Rendi gemas. "Ya udah kalau sariawan, nanti aku beliin mie jontor. Katanya ampih buat bikin sembuh sariawan." ujarnya yang kemudian mendapatkan pelototan dari Reni. Ia tidak peduli dan langsung mengegas motornya saat lampu berubah menjadi hijau. Reni menoyor helm Rendi sampai lelaki itu menunduk cukup dalam. "Aduh, aku lagi nyetir ini, Ren! Nanti kalo nabrak gimana?" omel Rendi seraya mengelus hidungnya yang mencium spidometer motor. "Biarin!" Rendi tertawa. Tiba-tiba muncul ide konyol di pikirannya. "Oh, kamu pengen sehidup semati sama aku? Bilang atuh, Ren!" ujarnya sebelum kemudian memperce

DMCA.com Protection Status