Share

Bab 84

Penulis: Dhisa Efendi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-26 16:08:31

"Nggak usah ngapa - ngapain." jawab Iman santai. Kok gitu?

"Tapi Kita 'kan harus makan, Pah. Masa' mau ngandelin Abang terus?" abang Hasby yang Nisa maksud.

"Nanti Kita beli aja."

"Tapi bagaimana dengan yang lain? Kita nggak mungkin makan sendirian, Pah. Kita juga nggak mungkin beliin mereka semua. Uang Kita nggak banyak."

"Ya beli masing - masing, lah." sesantai itu. Semudah itu. Itulah Iman. Ia tidak pernah mau berpikiran panjang.

"Mamah belanja, ya? Biar yang lain juga bisa makan."

"Bagaimana keluar dari sini? Mamah mau berenang?" Nisa tersadar. Rumah ini terkepung banjir.

"Kalau beli gimana? Kan harus keluar juga."

"Nanti. Kalau airnya udah turun sedikit."

Nisa menghela nafas. Kalau airnya surut, mereka baru bisa membeli makanan.

Kapan itu terjadi? Sedang langit masih terlihat gelap karena awan kelabunya. Mendung. Dari gelapnya langit di atas mereka, sepertinya akan ada hujan susulan.

Matahari hanya menunjukkan kalau hari sudah semakin siang.

"Mamaaah!" ada suara sayup -
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Gara-gara Selembar 50 Ribu   Bab 85

    Sreeett! Sari memejamkan matanya saat Pak Kyai itu menggoreskan silet di bagian payudaranya yang terbuka. Silet? Ya, silet. Bukan pisau bedah atau sejenisnya. Sari merasa tenang karena ia tidak merasakan apa - apa. Sari merasa ada yang ditarik keluar dari dalam dadanya. Tapi ia tidak merasakan sakit sama sekali. "Tinggal di lem." kata Pak Kyai halus. Di lem?Sari yang tidak mengerti maksud perkataan Pak Kyai hanya dapat berdoa dalam hati. 'Ya Allah! Tolong angkat penyakitku ini.'"Sudah selesai ya, Bu?" terdengar suara Pak Kyai beberapa saat kemudian. "Terimakasih, Pak Kyai." Sari menganggukkan kepalanya sebelum ada orang yang mendorong tempat tidurnya keluar dari ruang operasi itu. "Mamah nggak papa?" suara Mona menyambutnya. Ia heran melihat Sari masih dalam keadaan sadar. Mona dan yang lainnya mengikuti Sari yang di bawa ke dalam sebuah ruangan. Mungkin ini adalah kamar rawatnya. Dan orang yang membawanya itu adalah perawatnya. "Ini obat yang harus Ibu minum sekarang." Per

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-27
  • Gara-gara Selembar 50 Ribu   Bab 86

    "Dioperasi? Katanya istrimu itu nggak mau dioperasi tapi kenapa sekarang mau padahal bukan sama dokter?" Edi tidak mampu membalas tatapan tajam adik perempuan satu - satunya ini. Ia mengalihkan tatapannya pada Hasby untuk meminta bantuan. "Kamu bagaimana sih, Bang? Kamu lagi main - main sama nyawa istrimu?" sembur Yanah lagi. Ia tidak habis pikir dengan jalan pikiran abangnya yang satu ini. Edi berani memutuskan sesuatu yang belum jelas kebenarannya. Dan akibatnya nanti bukan main - main! "Ini.. Itu.." Edi terbata - bata. Semula ia ingin mengabarkan 'kehebatan' pak Kyai yang sudah 'menyembuhkan' istrinya. Tapi tak disangka adiknya ini justru meradang. Hasby juga hanya dapat menggelengkan kepalanya. Berharap yang sudah Edi putuskan bukanlah sebuah kesalahan. Mereka saat ini sedang berkumpul di depan rumah Yanah. Mereka ingin membezoek Sari dan menanyakan keadaannya setelah kepulangan mereka semalam. Edi yang ingin pergi ke warung dipanggil oleh Hasby. Saat itulah Edi menceritaka

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-28
  • Gara-gara Selembar 50 Ribu    Bab 87

    Tak di sangka, Ijay berbaik hati menawarkan bantuan meski hanya menawarkan cara untuk menambah modal dengan meminjam pada Bank simpan pinjam langganannya. "Bagaimana kalau banjir lagi? Habis semua!" teriak Iman.Mereka terdiam. Iman benar. Bagaimana kalau banjir lagi sementara hutang mereka bertumpuk? Nisa bergidik. Akhirnya Nisa dan Deni menyerah. Siapa bilang suara terbanyak itu menang? Setelah lantai mereka terlihat, mereka mulai membenahi semuanya. Nisa dan Wiwi membenahi rumah mereka yang berantakan dibantu Nino dan Doni. Deni membantu Iman membereskan Empang mereka yang rusak di sana sini. Iman juga memanggil tukang untuk membuat kolam untuk ikan mas di depan empang. Juga membeli blowernya. Semua memakai uang yang diberikan mama Wida. Nisa merasa kesal karena Iman sama sekali bergantung pada uang itu. Ia sama sekali tidak mau mencari tambahan dengan servis mobil, misalnya. Semua itu ditolak dengan alasan sibuk.'Sibuk apanya, padahal semua itu bisa ditinggal.' Nisa menjadi

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-29
  • Gara-gara Selembar 50 Ribu   Bab 88

    "Itu lomba, Na. Bukan judi." "Kalian yang ngadain lomba, tapi mereka yang ikut lomba niatnya bagaimana?" kebanyakan dari mereka memang berambisi untuk menang. Apa itu namanya? "Ya itu tergantung niatnya, sih." Ina mencoba menghibur saat melihat Nisa ingin menangis. Nisa tercenung. Mungkin Ina benar. Pantas saja Allah menimpakan banjir ini untuk mereka. Allah sedang menegur mereka. "Ampuni Aku, Ya Allah." tangis Nisa dalam sujudnya. Ia mulai ikhlas menerima keadaan ini. Pemancing mulai bertambah dengan senyuman di bibir Nisa. Ia mulai dapat melaksanakan ibadahnya tanpa terburu - buru karena ia tau para pemancing itu akan dengan sabar menunggunya. Nisa bahkan meminta maaf pada Iman. "Maafin Mamah ya, Pah." Nisa memeluk Iman dari belakang. Iman melepas palukan Nisa dan berbalik memeluk Nisa. "Mamah cuma capek. Mamah kaget tiba - tiba semua jadi begini. Mamah jadi stress." Nisa membenamkan wajahnya di dada Iman yang langsung membelai rambutnya. "Kok Papah diem aja? P

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-30
  • Gara-gara Selembar 50 Ribu   Bab 89

    "Bikin lombanya setiap hari aja, Man. Ramai, Teteh senang lihatnya." celetuk Yanah. Mereka seperti melupakan masa sebelum banjir yang mengubah pemancingan galatama lele menjadi pemancingan ikan mas seperti sekarang ini. Dulu Yanah tidak suka empang ramai karena rasa julidnya pada Nisa. Ia tidak ingin Nisa mendapat banyak keuntungan dari warungnya. Tetapi setelah banjir melanda dan empang Iman berubah menjadi pemancingan ikan mas, malam - malam mereka jadi selalu sepi dan gelap karena pemancing - pemancing ikan mas tidak suka lampu dinyalaka . Mereka ingin suasana gelap. Konon katanya ikan - ikan mas tidak suka suasana terang. Mereka tidak akan naik untuk memakan umpannya. "Bagaimana kalau siang hari? Kan terang juga, tuh." tanya Nisa kala mereka baru membuka pemancingan ikan mas ini."Sinar matahari 'kan beda sama sinar lampu.""Ikannya kok pinter - pinter banget, ya? Bisa mbedain sinar lampu sama sinar matahari." komentar Nisa takjub.Ada - ada saja. Sebenarnya Nisa justru senang

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-31
  • Gara-gara Selembar 50 Ribu   Bab 90

    Ancaman Yanah akan melabraknya tidak membuat Nisa gentar. "Semua saudaramu boleh nyerang Aku, Aku nggak takut, Pah. Ini empang Aku, apa hak mereka ikut campur!" suara Nisa meninggi. Ini memang empang Nisa karena Iman tidak kunjung membayar hutangnya pada Wida. Dari awal mula membuat pemancingan ini sepenuhnya memakai uang Wida yang berarti adalah uang Nisa juga. Dan Iman bukan melunasinya justru selalu menambah hutangnya, bahkan saat banjir kemarin mereka lagi - lagi 'meminjam' uang Wida. Pinjaman tak berbayar. Iman lupa kalau sebenarnya bos empang itu adalah Nisa, bukan dirinya. Nisa juga tidak pernah mengatakan itu sebelumnya. Kali ini ia merasa didesak untuk mengatakan itu. Semua orang selain saudara - saudara Iman juga tidak mengetahui itu. Termasuk Arga. Bos empang yang sebenarnya adalah Nisa, bukan Iman. "Cukup lomba ini sekali aja." putus Nisa. Iman menyerah, tapi Arga tidak. Ia tetap mengajak pemancing untuk mengikuti lomba untuk minggu depan."Lampak full, Bu." lapornya. N

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-01
  • Gara-gara Selembar 50 Ribu   Bab 91

    Arga tertawa. Ia geli melihat wajah Nisa yang memerah karena marah. Belum lagi bibirnya yang lebih mancung dari biasanya. "Saya 'kan cuma cerita, Bu. Ibu sensi amat, sih." katanya mencoba meredakan emosi Nisa. Nisa menghela nafas. Anak - anaknya sangat suka ayam goreng buatannya tapi semua orang itu seperti Arga ini. Mempertanyakan dirinya yang selalu menyediakan ungkep ayam di kulkasnya. Apa tidak bosan? Masbulloh? Masalah buat Loh? "Nggak usah banyak komentar." nada suara Nisa melunak. Ia meletakkan ayam yang sudah selesai diungkep itu ke dalam sebuah wadah dan meletakkannya di atas meja warung. Setelah dingin baru akan dimasukkan ke dalam kulkasrd. Ia menoleh pada Arga. "Mau?" tawarnya. Arga menelan salivanya. Meskipun ia bilang anak - anaknya tidak suka ayam, tapi ia sangat menyukainya. Di rumah karena anak - anaknya lebih memilih ikan maka ibu mereka atau istrinya lebih memilih memasak ikan daripada ayam.'Aduhh, mana wangi banget ayamnya. Pasti enak.' keluhnya dalam hati.

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-02
  • Gara-gara Selembar 50 Ribu   Bab 92

    "Teh Sari kelihatannya sih baik - baik saja. Mudah - mudahan memang benar begitu.""Kita lihat saja nanti." timpal Iman tak yakin, meskipun ia tetap mengharapkan yang terbaik untuk kakak iparnya itu. Nisa hanya dapat menghela nafas. Berdoa agar Sari memang sembuh seperti yang mereka harapkan.'Mudah - mudahan Pak Kyai itu memang benar - benar sakti. Jangan mencoreng nama baik orang muslim karena gelar Kyainya kalau ternyata Ia cuma seorang penipu.' harap Nisa dalam hati.Sudah seminggu berlalu. Sepertinya yang mereka khawatirkan tidak terbukti sampai Yanah mengabarkan perkembangan dari kesehatan Sari. "Ada bintik - bintik merah." di sekitar luka operasinya.""Bintik merah seperti alergi. Ada gelembung - gelembung airnya." tanpa sadar mereka bergidik ngeri. Bintik - bintik di sekitar luka operasi? "Apa gatal? Atau sakit?""Belum nanya. Lupa." Yanah menggeleng - geleng. "Kok bisa begitu, ya?""Itu karena Sari makan ikan asin!" timpal Edi gemas. Ia sudah melarang istrinya itu untuk

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-03

Bab terbaru

  • Gara-gara Selembar 50 Ribu   Bab 130

    "Udangnya pesan beberapa porsi ya, Nah. Oke, Kita nanti meluncur ke sana. Nemenin Edi dulu sebentar." Hasby menutup ponselnya."Bagaimana? Mau ikut apa tinggal di sini?" Hasby melirik Sani yang langsung tersipu malu."Saya punya suami, Bang." Mumu, Yanti, Iman dan Nisa langsung tergelak - gelak. "Emang Saya nanya?"Edi mengerucutkan bibirnya. Hasby tak dapat menahannya lagi. Tawanya terlepas. "Dia ngomong begitu karena takut Kamu kena php, Di.""Ayok, jalan." Edi menyeruput kopinya lagi sebelum berjalan."Mau kemana? Yanah di sebelah sana!" Hasby menunjuk arah yang sebaliknya. Edi memutar langkahnya. "Kasihan Bang Edi." ucap Nisa. Iman merengkuh bahu dan memeluk Nisa.Yanti tau Mumu tidak akan melakukan itu karena tidak terbiasa. Ia berinsiatif memeluk lengan Mumu lagi. Tapi tak di sangka Mumu melepaskan tangan Yanti dan melingkarkan tangannya di pinggang istrinya. Yanti hampir menangis karena bahagia. Netra Edi yang tajam langsung melihat keberadaan Yanah dan Ijay. "Nah!" ter

  • Gara-gara Selembar 50 Ribu   Bab 129

    "Bang Hasby tidak terlalu memuja pada kecantikan. Yang penting klik.""Tapi Aku nggak pe de tanpa make up." kata Ratna, mulai goyah. "Ya, jangan harap Bang Hasby akan melirik Mbak. Padahal Dia lagi cari pendamping hidup, lho. Dia sudah lama jadi duren. Duda keren." Yanti mulai menjadi kompor. "Udah, yuk. Kita mau ke toilet." ajak Yanah. "Eh, nanti dulu. Kalau Saya nggak pakai make up apa Hasby akan menyukai Saya?"Ikan memakan umpannya. Nisa tersenyum. "Sudah pasti. Abang pernah bilang suka kok, sama Mbak. Tapi katanya,'Sayang ya, Dia pakai make up. Coba kalau enggak." Nisa heran kenapa Yanti begitu lancarnya berbohong. Ratna termenung. "Andai Mbak bisa jadi kakak ipar Kita, Kita pasti seneng banget bisa makan enak terus." rayu Yanah lagi. Dalam hatinya ia bergumam, 'Duh - duhh..! Apanya yang enak, siiih?'Ratna tercenung. Apakah Hasby benar - benar akan tertarik padanya tanpa riasan di wajahnya? Mereka melanjutkannya dengan cerita mengenai Hasby. Hasby yang seorang psikiate

  • Gara-gara Selembar 50 Ribu   Bab 128

    "Ra.. Ra..?" Edi tergagap. Ia terkesima bukan karena takjub tapi lebih karena terkejut dan takut. "Ratna?" sapa Hasby dengan senyum yang mengembang. Bertolak belakang dengan Edi yang kemudian memalingkan wajahnya, Hasby justru bangun untuk menjabat tangannya. Di mata Edi Ratna begitu menyeramkan. Alisnya hanya tinggal sebelah - sebelah karena tidak ada lukisan dari pensil alis di sana. Bibirnya juga hampir membiru karena tidak ada sapuan lipstik di atasnya. Hasby tersenyum."Apa kabar?" tuturnya. Lebih hangat dari biasanya. "Baik." Ratna langsung duduk di sebelah Hasby. Ia merasa Hasby telah meresponnya dengan baik. Tidak kaku seperti sebelumnya. Bibir birunya menguakkan senyum. "Kapan - kapan Saya main ke rumah Abang, ya?" katanya tanpa melirik sedikitpun pada Edi yang belum pulih dari rasa terkejutnya. "Boleh." Hasby tersenyum tipis. Ia tidak takut Ratna datang ke rumahnya karena banyak anak buahnya yang dapat menghalangi Ratna untuk bertemu dengannya. Ratna semakin senang

  • Gara-gara Selembar 50 Ribu   Bab 127

    Iman ikut tertawa sedang Hasby yang baru keluar dari ruangan itu menahan senyumnya. Baru kali ini Mumu mencemburui istrinya. Sudah puluhan tahun sejak mereka menikah. Selama ini Iman yang terkenal dengan kecemburuannya. Mumu selalu cuek pada istrinya. Tapi sekarang? Setelah menghentikan tawanya Edi berujar, "Habis ini Aku akan bertemu dengan Ratnaku. Aku sudah rindu berat." Ratnaku? Yang lain sontak menepuk jidatnya masing - masing. Gusti, bagaimana menyadarkbuan manusia satu ini? "Emang Kita mau ke sana lagi? Makanannya 'kan kurang enak?" berengut Yanah. "Iya." timpal Iman setuju. Edi menatap Hasby. Ia mulai cemas. Hasby mengerti kecemasan Edi. Bagaimanapun Ia tidak ingin mengecewakan adiknya yang satu ini. "Ya. Nanti Kita ke sana." Edi kembali ceria dan bersemangat. "Yes!"Nisa menggelengkan kepalanya. Prihatin. 'Kasihan Bang Edi. Dia kesepian.'Yanti menarik lengan Nisa."Ayok nanti Kita kerjain ondel - ondel itu, Nisa." bisiknya. "Bagaimana?" Yanti membisikkan sesu

  • Gara-gara Selembar 50 Ribu   Bab 126

    "Sabar, dong. Orang sabar itu kekasih Allah." ucap Hasby. Bijak seperti biasanya. "Taraaa!" Nisa mengembangkan kedua tangannya. Netra merah Mumu membelalak saat Yanti kembali. Yanti mengenakan gamis seperti Yanah dan Nisa. Kepalanya juga memakai hijab instan. Ada sapuan bedak dan lipstik tipis - tipis. Yanti terlihat berbeda. Yanti terlihat berbeda. Ia tersenyum malu saat netra suaminya nyaris tak berkedip menatapnya. "Kamu apain Dia, Nisa?" tanya Edi dengan mengerjapkan netranya berulangkali. "Ternyata gamis Teh Yanti banyak. Bagus - bagus. Tapi Dia nggak berani pakai. Takut Bang Mumu nggak suka. Takut diketawain.""Aku suka. Suka banget." cetus Mumu tanpa sadar. Air liurnya bahkan menetes. Ia seperti siap menelan Yanti sekarang juga."Iler tuh, iler!" Edi tertawa diikuti yang lain. "Nggak ada yang nggak suka sama perempuan feminin." ujar Iman sambil meraih Nisa dan menghadiahinya dengan sebuah kecupan kecil di pipinya. Cup! "Hadiah karena udah membuat Teh Yanti jadi peremp

  • Gara-gara Selembar 50 Ribu   Bab 125

    Yanah kembali memeluk Nisa. 'Kasihan anak ini. Dia benar - benar jadi korban untuk semuanya.'Ijay menatap Nisa. Ia kini menyadari perasaannya. "Itu bukan cinta, Nah. Itu cuma rasa kagum yang dibaluri rasa iri karena tidak dapat memilikinya. Nisa seperti boneka yang tidak bisa Kamu miliki, Jay. Jadi Kamu terobsesi padanya."Yanah dan Ijay mengangguk. Mereka sama menatap Nisa yang memerah wajahnya karena dikatakan boneka. Bulu matanya yang lentik mengerjap. Dia memang seperti boneka. "Boneka kesayangan." Yanah mencium pipi Nisa yang memerah karena malu.Nisa menyadari sesuatu. "Tolong, Teh, Bang, Iman nggak usah tau hal ini, ya?" Nisa tidak ingin membuat Iman menjadi posesif bila melihat Ia bersama Ijay."Masalah ini Kita tutup sampai di sini. Yang lain nggak usah tau, bukan hanya Iman." tegas Hasby. "Ya." Ijay dan Yanah mengangguk. Hasby tersenyum. Ia juga langsung pamit untuk pulang. Masalah ini sudah mereka selesaikan dengan baik karena campur tangan Hasby. Ijay berjanji aka

  • Gara-gara Selembar 50 Ribu   Bab 124

    "Teteh kenapa? Jangan bikin Nisa takut, Teh?" Nisa mengusap airmata Yanah dengan jari dan telapak tangannya. "Kamu mau maafin Aku kan, Nisa? Apapun kesalahanku?" Nisa semakin bingung. Ia ikut menangis karena mengkhawatirkan keadaan Yanah. Ia takut Yanah seperti Sari yang meminta maaf padanya karena akan pergi untuk selamanya. "Iya. Tapi Teteh jangan nangis gitu, dong?"Melihat Nisa ikut menangis Yanah berusaha meredam tangisnya. Tapi tidak bisa. Airmatanya justru meluncur semakin deras. Ia tidak henti - hentinya mengucapkan kata maaf. "Maafin Aku, Nisa. Maafin Aku."Terbayang sikap buruknya selama ini pada Nisa.'Kenapa Aku baru merasakan kebaikanmu, Nisa? Kenapa Kamu nggak pernah membalas perkataanku yang sengaja membuatmu sakit hati?'Melihat Yanah terus menangis Nisa tidak tahan lagi. Ia menghambur keluar kamar. Ijay dan Umboh terkejut melihat wajah Nisa yang basah dengan airmatanya. "Kenapa, Bik?" tanya Umboh panik. Ia langsung berlari ke kamar Mamahnya. Ijay menatap Nisa sebe

  • Gara-gara Selembar 50 Ribu   Bab 123

    Iman mengangguk seraya menepuk kantong celananya. "Ada. Tadi Bang Hasby sebelum berangkat ngasih Papah uang. Katanya biar Papah semangat nyetirnya." memang Hasby itu sangat murah hati. "Buat belanja besok aja, Pah." Nisa mulai berhitung. "Cukup, kok." berapa yang harus dihabiskan, sih? Hanya makan bakso berdua. Mereka semua makan juga masih ada lebihnya. "Buat bekal Doni?" Nisa ini benar - benar, ya? "Aman." rungut Iman. Tapi Nisa berpikir lagi."Tapi Mamah benaran kenyang, lho." Nisa melihat kekecewaan di mata Iman. Ia ingin jalan berdua dengan istrinya. Makan bakso hanya alasan."Gini aja. Mamah temenin Papah makan, ya?" Iman menjadi tidak bersemangat. "Mana enak makan sendiri."Nisa tersenyum. Tangannya mengelus pipi Iman. Ketiga anak mereka menatap dengan hati senang. "Mamah lagi romantis." bisik Doni. "Kita bikin romantis," Deni malah bersenandung dengan mulut penuh nasi. Ada yang tersembur keluar. "Jorok, ih!" Nino menoyor kepala adiknya. Deni dan Doni tertawa. "Yang

  • Gara-gara Selembar 50 Ribu   Bab 122

    Setiap ada masalah Nisa yang akan selalu disalahkan."Itu semua karena Nisa!" "Gara - gara Nisa!" "Nisa, siiih..!"Demi menutupi perasaannya Ijay mendukung keinginan Yanah. Bahkan ia ikut bersikap julid pada Nisa di depan orang lain. Ijay berhasil membohongi orang lain termasuk Iman, tapi ia tidak dapat mengelabui istrinya. Ijay dapat mengelabui siapapun tapi tidak dengan istrinya, Yanah. Istrinya diam dengan hati yang berkobar dan bila ada kesempatan akan membakar saat ada permasalahan antara Iman dan Nisa.Tapi itu beberapa waktu yang lalu. Setelah Yanah sakit dan mendapat curahan perhatian dari Nisa rasa benci itu terkikis sedikit demi sedikit. Kelembutan Nisa saat menemaninya membuatnya luluh. Apalagi Nisa selalu menundukkan pandangannya pada lelaki lain, termasuk Ijay. "Siapa yang tidak jatuh hati pada Nisa. Dia begitu cantik dan lembut. Idaman setiap laki - laki." Yanah tidak pernah mendengar Nisa berteriak. Bahkan saat Yanah memakinya sekalipun.Iman membelokkan mobil k

DMCA.com Protection Status