Paling kesal dengan mas Raka. Bisa-bisanya dia melarangku makan karena tak mau aku gendut. padahal rasa laparku ini di dorong karena kandunganku yang semakin besar. "Lah, makan lagi?" kutahan diri untuk tak membalas ucapannya. Namun, dia tetap mengawasiku. "mas ini menikahi karena apa sih?" "Pokoknya jangan gemuk! jangan gendut! kamu tak lupa perjanjian kita, kan? lagi-lagi perjanjian itu yang dia ungkit. Perjanjian untuk menikah dengan syarat tak gemuk. "Aku nggak peduli dengan janji itu. Lagi pula aku begini karena anak kamu." Tunjukku pada perut yang mulai nampak membesar. "Pokoknya kalau kamu gemuk, begitu anak ini lahir kita akan pi..." "Mas mau bilang apa? hati-hati loh kalau bicara...." mas Raka melirikku, lalu berlalu....
View MorePOV AISYA"Siapa, Sya?"Ummi bertanya dari arah dapur."Tidak tahu, Mi. Memang tak ada yang ngirim pesan main ke rumah?" Aku bertanya pada Ummi. Karena biasanya kalau ada keluarga yang datang, selalu mengirim pesan. Itu sudah seperti itu sejak aku kecil."Dilihat dulu...." Pinta Ibu. Maka aku pun bergegas, berusaha berdiri dari dudukku. Namun, tanganku ditahan Syerin. Dia malah memintaku duduk."Itu Mas Raka." Bisiknya."lah, lalu mobilnya?" Aku jelas bingung. Baru kali ini kulihat Mas Raka mengganti mobilnya."Punya ayah. Ayah baru datang tadi malam. Terus nanyain Kakak. Yah mungkin Mas Raka mau menjemput." Ucap Syerin.Oh rupanya mertua lelakiku baru saja kembali dari luar kota, dan dia mencariku.Aku tetap berdiri. Ingat selalu pesan Ummi H-1 pernikahan kala itu. Ummi berpesan padaku, baik buruknya Suami tanggungjawab istri menjaga nama baiknya. Pun seburuk apa pun suami, Istri harus tetap memberikan baktinya."Firaun saja sekejam itu, Asiah istrinya tetap memegang teguh perannya s
POV AISYAKupandangi Mas Raka yang terus melihat ke arahku. Dia memintaku pulang, namun aku belum memutuskan.Mas Raka yang angin-anginan, aku yakin paling satu dua hari dia bisa menahan diri tak melarangku makan. setelah itu??sebenarnya aku sudah membaca pesannya, melihat panggilannya. namun rasa kesalku membuat aku memilih tak meresponnya. biarkan dulu aku dan dia terbentang jarak, biar dia mikir."Yakin dia mikir?" Abah merasa tak yakin saat aku menyampaikan perihal Mas Raka yang memintaku pulang."Abah masih ada saja, dia bisa semena-mena. padahal dia yang gentle datang menemui abah, mau menikahi kamu. oke abah setuju. tapi apa sekarang??"Aku tak bisa membantah Abah. Kali ini Abah sangat kecewa dengan Mas Raka. Aku yang selalu bilang semua baik, ternyata harus menerima kalau Ibu mertuaku yang terlalu jujur ke Abah."Syukur mertua kamu orang yang jujur. kalau tidak? jadi apa kamu dan cucu Abah?"ummi mendekati, mengelus punggung Abah. Kutarik napasku sembari mengelus perutku yang
Aku menekan rem. Aku memutar arah pandanganku. Tak salah! aku melihat Aisya duduk di kafe outdoor bersama teman-temannya.Tawanya,Senyumnya...,Kenapa aku malah terbayang rindu padanya?Kuambil ponselku, lalu kukirim pesan padanya.[Kamu di mana?]Setelah pesanku terkirim, aku terus memerhatikan. Namun tak ada balasan yang merespon pesanku.Aku terus menunggu, tapi tetap sama."[Aisya, aku mau bertemu. Kamu dimana?]Sekali lagi kukirimkan pesan. Hasilnya tetap sama. Pesanku tidak dia balas. Aku yang saat meninggalkan rumah Rivan dengan emosi, merasa emosiku tersulut lagi. Bisa-bisanya dia nongkrong disaat aku memikirkan bagaimana membawanya pulang ke rumah."Kamu lelaki pertama kukenali yang brengsek, Raka!" Tatap Rivan."Kamu sadar tidak pengorbanan apa yang dilalui istri kamu? dia rela loh, tubuhnya mau berubah demi mengandung anak kamu." Ucap Rivan lagi. Wajahnya tak ramah seperti awal aku datang."Ucapan kamu persis teman aku Hamka." "Yah, itu artinya teman kamu waras! mengharg
POV RAKABagaimana ini, Ibu sudah ikut pulang setelah mendapati Aisya tak di rumah. Semangatnya luluh membayangkan jika Aisya tak akan pernah kembali.Aku masuk ke dapur. Duduk di kursinya. Biasanya ada Aisya disini. Berdiri di hadapanku. Meski pun saban hari aku selalu membully-nya dia terkadang menerimanya saja.Puncak bully-anku padanya mungkin agak sering beberapa waktu belakangan. Pernah di dapur ini, saat dia sudah memegang piring aku menegurnya."Makan terus..., nggak sadar badan semakin melar, Dek??"Aisya menatapku. Tangannya bergetar, piringnya pun ikut bergetar. Dia sedang menahan amarahnya sekaligus mungkin menahan laparnya."Mas, aku sudah bilang aku tak peduli. Aku mau anakku sehat saat lahir." Jawab Aisya padaku."Ya itu harus. Tapi apa dengan makan terus begini? Badan kamu itu loh, jadi seperti badut jalanan."Piring diletakkan Aisya begitu saja di meja. Wajahnya merah padam. Mungkin itu kelewatan, tapi dia masih bisa mempersiapkan makanan untukku.Kutarik napas kuat.
Abah menungguku. Ibu terus menatapku. Sementara Aisya dia memilih tak memberikan jawaban apa pun."Kalian berantem?" Abah kembali bertanya. Kali ini intonasinya sudah berubah."Tidak Abah." Jawabku. Bisa gawat kalau Aisya membuka perihal perjanjian yang kubuat untuknya. "Lalu, kenapa kalian seperti orang asing begini?" "Oh, Aisya lelah saja, Bah." Aku membalas pertanyaan Abah lagi."Ya bawa Aisya ke kamar. Dia memang butuh istirahat." Abah lalu memintaku membawa Aisya ke kamar.Tanpa menunggu, aku menghampiri Aisya. Aisya menatapku sebentar, lalu tak menggubris ajakanku ke kamar.Maka tak punya pilihan. Segera kuangkat dia, kugendong ke kamar.Sumpah, beratnya serasa melebihi beratnya diawal pernikahan. Kulihat Umma yang tersenyum padaku.Seingatku dulu awal nikah aku bisa menggendongnya begini dan masih bisa membuka pintu tanpa harus kepayahan seperti ini.Sampai kamar kuturunkan dia di sofa. Lalu...,"Apa kubilang. Berat kamu itu nambah! Mungkin timbangan kamu sekarang delapan pul
Aisya mendadak jadi pendiam. Dia tak seriang awal dulu, dia pun tak seperhatian sebelumnya. Sebel juga melihatnya begitu. Belum lagi kalau melihat dia nampak selalu segar akhir-akhir ini. Buat aku gemas, namun tak bisa melakukan apa-apa.Semua memang salahku,Tapi, aku tetap dengan keputusanku. Aisya tak boleh gemuk. Aku jadi membayangkan seorang artis yang dulunya idola, wara-wiri di layar kaca selepas menikah, punya anak, badannya gemuk sekali. Kata teman kantor tak kembali modal.Aku membayangkan jika itu Aisya. Perempuan yang buat hatiku bergetar saat pertama jumpa. Namun, rupanya ucapan itu menggelitikku. Selain rasa takut dan tak rela dia gemuk, aku sepertinya memang lebih cinta fisiknya yang seperti awal jumpa. Menarik!"Lihat itu, waduh..., Semuanya bengkak!" Tawa di ruangan membahana."Aku kalau punya istri macam itu, kusuruh saja di rumah. Malu jatuhnya." "Kalau aku cari yang baru sebagai cadangan!"Berbagai komentar yang membuatku kesal terus bermunculan. Namun, di antara
Mas Raka pulang. Aku sendiri yang membuka pintu untuknya."Mas semalam nginap di mana?" Aku bertanya ingin tahu. Kurasa pun wajar aku bertanya karena dia suamiku.Mas Raka menghentikan langkah, memutar tubuh dan menghadap kepadaku."Di rumah Ibu." Balasnya dingin.Aku tahu dia berbohong. Kalau memang dia di rumah Ibu pasti tadi Ibu cerita padaku."Makan siangnya aku siapkan, ya." Ucapku melangkah menuju ke arah dapur."Tidak usah repot. Tadi sudah makan di luar.""Oh, okelah." Balasku lalu menarik langkah. Berbelok menuju ruang tengah. Aku akan melanjutkan pekerjaanku. Tadi Naima sudah mengirimkan pesan sekaligus mengirimkan gajiku.Rupanya Mas Raka mengikuti ayunan langkahku. Saat dia melihat camilan di atas meja kerjaku, dia langsung mengambilnya."Mas, itu camilan buat anak kita." Aku mendekatinya, mengambil kembali dari tangannya."Buat dia atau kamu? Lihat lengan kamu sudah gemuk begitu! Pipi kamu, badan kamu...." Mas Raka seperti orang frustasi, memegang lenganku, lalu mengita
Ucapan Syerin terus terngiang, membuat aku susah tidur. Sementara Mas Raka sudah mendengkur sejak berapa menit lalu. Dia seolah tak memiliki beban dengan apa yang disampaikan Syerin padanya. Sama sekali. Bahkan membahasnya saja tidak.Terbayang kasus beberapa ibu yang harus terpisah dengan anaknya karena ditahan di ruang NICU saja membuat aku prihatin. Masa iya anakku akan mengalami hal yang sama hanya karena keegoisan ayahnya ini?Seingatku pun dia tak pernah mengelus perutku, kecuali saat kusampaikan padanya kehamilanku. Dia excited tapi tak bisa mengekpresikannya jelas karena ketakutan itu. Takut aku menjadi gemuk.Ah, tidak! aku menggeleng kuat.Mas Raka sudah kelewatan!Aku perlahan mengambil posisi duduk. Menatapnya yang tidur menyamping ke arahku.Lagi-lagi di jam begini rasa lapar memaksaku untuk bangun lagi. Aku marah pada Mas Raka dan sekarang aku tak bisa mengabaikan sedikitpun tentang tumbuh kembang janinku. Aku harus makan sesuatu!Kupastikan dia benar sudah lelap barul
"Nggak terasa calon ponakanku sudah tiga bulan." Syerin berucap dengan tangan sibuk membuka buku pink yang kuserahkan padanya.Dia menatapku."Kak, ada beban jadi istrinya Mas Raka?"Syerin menatapku. Mas Raka izin ke luar ruangan karena menerima panggilan telepon."Beban?" Aku gantian menatap Syerin."Kak, usia kandungan seharusnya beratnya sudah sekitar 40 gram. Nah, ini kenapa beratnya kurang dari itu?"Kugigit bibirku, terpukul dengan ucapan Syerin barusan."Kalau kakak diet, please jangan egois. Janin ini nggak bisa diajak diet!" Ucap Syerin kesal. "Sudah banyak yang konsultasi, tapi tak ada kasus seperti kakak ini. Janinnya nanti lahirnya malah kecil, bisa jadi prematur, kekurangan gizi. Pokoknya banyak sebabnya jadi tolong perhatikan dia." Pinta Syerin padaku. "Mas Raka nggak membatasi kakak makan, kan?" Tatap Syerin lagi. Dia bertanya hati-hati padaku. Tubuhnya saja sampai condong ke arahku.Aku memilih diam. Syerin memicingkan mata, menatapku."Pasti Mas Raka nih, sebabnya.
"Baca ini!" Mas Raka menyodorkan selembar kertas kepadaku selagi aku mempelajari pekerjaan freelance yang dikirimkan oleh Naima. Ya, sejak aku menikah dengan Mas Raka aku berhenti bekerja karena permintaannya. Namun, mau bagaimana pun tentu aku membutuhkan proses setelah melepas pekerjaanku yang cukup bergengsi itu. Bahkan pencapaian itu harus kulepas, karena memenuhi permintaannya itu.Yah, aku masih bekerja, meski pun sebagai freelance untuk kantor Pak Hazeem. Hal ini tak kuberi tahu mas Raka. Dia hanya tahu aku berhenti dan aktifitasku depan iPad hanyalah mengisi kekosongankuMas Raka adalah pekerja di tambang batu bara. Penghasilannya besar dan bisa memberikan kesejahteraan padaku. Namun, perlahan perubahan itu nyata justru di bulan ketiga pernikahanku."Apa ini, Mas?" Kuraih kertas dengan materai di atasnya. "Baca aja biar paham." Ucapnya meninggalkanku menuju ruang kerjanya yang terletak persis di samping kamar utama.Kuturunkan ipad-ku, lalu kusandarkan tubuhku penuh pada ba
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments