Share

Ketahuan Abah!

Penulis: Ainan Takhsyaallah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Abah menungguku. Ibu terus menatapku. Sementara Aisya dia memilih tak memberikan jawaban apa pun.

"Kalian berantem?" Abah kembali bertanya. Kali ini intonasinya sudah berubah.

"Tidak Abah." Jawabku. Bisa gawat kalau Aisya membuka perihal perjanjian yang kubuat untuknya.

"Lalu, kenapa kalian seperti orang asing begini?"

"Oh, Aisya lelah saja, Bah." Aku membalas pertanyaan Abah lagi.

"Ya bawa Aisya ke kamar. Dia memang butuh istirahat." Abah lalu memintaku membawa Aisya ke kamar.

Tanpa menunggu, aku menghampiri Aisya. Aisya menatapku sebentar, lalu tak menggubris ajakanku ke kamar.

Maka tak punya pilihan. Segera kuangkat dia, kugendong ke kamar.

Sumpah, beratnya serasa melebihi beratnya diawal pernikahan. Kulihat Umma yang tersenyum padaku.

Seingatku dulu awal nikah aku bisa menggendongnya begini dan masih bisa membuka pintu tanpa harus kepayahan seperti ini.

Sampai kamar kuturunkan dia di sofa. Lalu...,

"Apa kubilang. Berat kamu itu nambah! Mungkin timbangan kamu sekarang delapan puluh kilo!_

Aisya memandangku berkaca.

Kutahan mulutku. Entah mengapa segala hal mudah tersulut karena melihat tubuhnya yang bertambah gemuk. Aku bahkan tak sadar di luar ada Abah dan Ummi.

"Mas aku tak peduli. Mas mau bilang beratku seratus kilo pun, terserah!"

Aisya membalas ucapanku. Dia melangkah perlahan menuju kamar mandi. Entahlah jika nanti kandungannya sembilan bulan. Apakah bisa aku mengenalinya??

Setelah kulihat dia masuk kamar mandi, aku pun keluar kamar. Tak napsu rasanya melihat Aisya yang gemuk. Dan gambaran sang artis yang gemuk dua kali lipatnya Aisya itu membuatku merinding.

"Kenapa keluar? Aisya sudah kamu pijat?"

Ibu menahan langkahku. Rupanya Ibu berjaga. "Masuk!" Tegas Ibu.

"Tapi Raka mau keluar, Bu." Balasku pada Ibu yang terus menatapku.

Ibu melirik ke arah mertuaku. Kutahan diriku, dan bersiap masuk. Namun, aku kalah cepat. Pintu sudah terbuka. Aisya muncul dengan sebuah persiapan.

"Bu, Aisya untuk sementara tinggal di rumah Ummi dulu, ya..."

Ibu menatapku lekat.

"Kenapa begitu? Raka ikut, kan?"

Aisya menatapku sebentar lalu membuang muka.

"Tidak perlu, Bu. Aisya tak mau merepotkan Mas Raka."

"Raka...."

"Tidak apa, Bu. Mungkin Aisya mau menenangkan dirinya." Balasku cepat.

Aisya pun melewatiku, menuju Abah dan Ummi. Begitu melihat tas milik Aisya, Abah dan Ummi memandangi Aisya. Aku memerhatikannya dari depan kamar.

"Mau ke mana?" Tanya Ummi pada Aisya.

"Kangen rumah. Mau pulang! Mas Raka izinkan kok."

Kompak Ummi dan Abah menoleh padaku. Lalu spontan aku menganggukkan kepala.

"Iya Abah. Sebulan dua bulan juga tak apa."

"Raka!"

Oh, salah lagi. Ini pasti karena aku kesal pada Aisya yang tak mau patuh padaku. Andai dia mau mendengarku, makan nasi hanya siang saja, malam cukup sayuran, pagi buah saja. Aku mungkin tak bersikap begini.

Abah mendekatiku.

"Ada masalah dengan anak Abah?"

Tatapan Abah membuatku merinding. Tatapan seorang ayah yang begitu sayang pada anaknya.

"Tidak ada Abah. Tidak ada."

"Kalau begitu mengapa dia mau pulang? Abah rasa ada yang tidak beres."

"Abah, Aisya hanya rindu rumah. Boleh, kan?"

Abah berbalik lagi ke Aisya. Namun, setelahnya kepada Ibu.

"Bu, ada sesuatu dengan anak-anak kita?"

Ibu mengatupkan bibirnya. Abah berdiri dua langkah di depannya. Abah sama sekali tak percaya ucapanku dan Aisya.

"Itu karena Raka mau Aisya tetap dengan tubuh yang tak gemuk. Makanya aturan makannya ada."

Aduh! Ibu....

Aku meringis.

Abah memandangku dengan istigfar. "Jika kamu datang melamar anak abah, itu artinya apa pun yang terjadi kamu harus terima. Dia gemuk itu karena kehamilannya. Apa kamu tak memahami itu, Raka."

Aku bingung sekarang harus menjawab apa. Ingin bilang itu hak-ku sebagai kepala keluarga, tapi pasti abah akan marah sekali.

"Iya Abah. Raka minta maaf."

"Minta maafnya bukan ke Abah. Ke Aisya."

Aku bergerak mendekati Aisya. Lalu dengan lidah kaku, kusampaikan permohonan maafku. Aisya hanya mengangguk kecil. Mungkin dia menemukan ketidaktulusan dari permohonan maafku ini.

"Dan Aisya ikut saya pulang." Abah kemudian membuat keputusan.

"Kalau kamu tak menerima Aisya dengan keadaannya sekarang, kami yang akan selalu menerimanya." Ucap Abah

Seketika aku panik.

Gimana kalau Aisya tak dipulangkan Abah kemari lagi??

"Bah, Aisya disini saja. Saya yang akan menemani." Ibu bersuara tepat saat aku ingin mencegahnya.

Tak ada yang kurang dari Aisya. Kekurangan dia cuma satu. Ya itu gemuk! Yang lain aku akui dia punya segalanya.

"Besan tak usah mencegah saya. Untuk sementara Aisya saya bawa pulang. Besan bisa menasehati Raka tentang bagaimana tanggungjawab dia sebagai lelaki."

Aku tersinggung dengan ucapan Abah. Tapi, apa yang disampaikan Abah juga karena kesalahanku sendiri.

"Bah...,"

Ibu menahan tanganku. Menggelengkan kepala.

Maka kuharus melepas kepergian Aisya. Dia menyalamiku tanpa sepatah dua kata. Barulah ketika pamit pada Ibu bersuara.

"Bu, Aisya pulang dulu, ya." Pamitnya menatap sendu ke dalam rumah yang telah menjadi rumahnya berapa bulan ini, sampai keadaan mengubah semuanya.

Ketika dia masuk ke mobil dia tak menoleh padaku sama sekali. Malah Abah yang berpesan padaku.

"Aisya masih istri kamu. Jika dia bersama Abah dan Ummi, apa kamu ridho jika dia keluar rumah?"

Kepalaku mengangguk saja. Membantah Abah pastilah akan memperkeruh suasana.

Begitu mobil yang membawa Aisya pergi, Ibu langsung memukulku.

"Kamu bikin malu Ibu!"

Aku meringis menerima pukulan Ibu yang pertama kalinya kurasakan. Karena memang Ibu tak pernah memukulku sejak aku kecil.

"Kalau Aisya sampai tidak kembali ke sini, Ibu tidak akan memaafkan kamu!"

Keras suara Ibu, membuat aku terhenyak-;

Bab terkait

  • DIBULLY SUAMI SENDIRI   Terpisah

    POV RAKABagaimana ini, Ibu sudah ikut pulang setelah mendapati Aisya tak di rumah. Semangatnya luluh membayangkan jika Aisya tak akan pernah kembali.Aku masuk ke dapur. Duduk di kursinya. Biasanya ada Aisya disini. Berdiri di hadapanku. Meski pun saban hari aku selalu membully-nya dia terkadang menerimanya saja.Puncak bully-anku padanya mungkin agak sering beberapa waktu belakangan. Pernah di dapur ini, saat dia sudah memegang piring aku menegurnya."Makan terus..., nggak sadar badan semakin melar, Dek??"Aisya menatapku. Tangannya bergetar, piringnya pun ikut bergetar. Dia sedang menahan amarahnya sekaligus mungkin menahan laparnya."Mas, aku sudah bilang aku tak peduli. Aku mau anakku sehat saat lahir." Jawab Aisya padaku."Ya itu harus. Tapi apa dengan makan terus begini? Badan kamu itu loh, jadi seperti badut jalanan."Piring diletakkan Aisya begitu saja di meja. Wajahnya merah padam. Mungkin itu kelewatan, tapi dia masih bisa mempersiapkan makanan untukku.Kutarik napas kuat.

  • DIBULLY SUAMI SENDIRI   Bertemu Aisya

    Aku menekan rem. Aku memutar arah pandanganku. Tak salah! aku melihat Aisya duduk di kafe outdoor bersama teman-temannya.Tawanya,Senyumnya...,Kenapa aku malah terbayang rindu padanya?Kuambil ponselku, lalu kukirim pesan padanya.[Kamu di mana?]Setelah pesanku terkirim, aku terus memerhatikan. Namun tak ada balasan yang merespon pesanku.Aku terus menunggu, tapi tetap sama."[Aisya, aku mau bertemu. Kamu dimana?]Sekali lagi kukirimkan pesan. Hasilnya tetap sama. Pesanku tidak dia balas. Aku yang saat meninggalkan rumah Rivan dengan emosi, merasa emosiku tersulut lagi. Bisa-bisanya dia nongkrong disaat aku memikirkan bagaimana membawanya pulang ke rumah."Kamu lelaki pertama kukenali yang brengsek, Raka!" Tatap Rivan."Kamu sadar tidak pengorbanan apa yang dilalui istri kamu? dia rela loh, tubuhnya mau berubah demi mengandung anak kamu." Ucap Rivan lagi. Wajahnya tak ramah seperti awal aku datang."Ucapan kamu persis teman aku Hamka." "Yah, itu artinya teman kamu waras! mengharg

  • DIBULLY SUAMI SENDIRI   Tak akan Pulang

    POV AISYAKupandangi Mas Raka yang terus melihat ke arahku. Dia memintaku pulang, namun aku belum memutuskan.Mas Raka yang angin-anginan, aku yakin paling satu dua hari dia bisa menahan diri tak melarangku makan. setelah itu??sebenarnya aku sudah membaca pesannya, melihat panggilannya. namun rasa kesalku membuat aku memilih tak meresponnya. biarkan dulu aku dan dia terbentang jarak, biar dia mikir."Yakin dia mikir?" Abah merasa tak yakin saat aku menyampaikan perihal Mas Raka yang memintaku pulang."Abah masih ada saja, dia bisa semena-mena. padahal dia yang gentle datang menemui abah, mau menikahi kamu. oke abah setuju. tapi apa sekarang??"Aku tak bisa membantah Abah. Kali ini Abah sangat kecewa dengan Mas Raka. Aku yang selalu bilang semua baik, ternyata harus menerima kalau Ibu mertuaku yang terlalu jujur ke Abah."Syukur mertua kamu orang yang jujur. kalau tidak? jadi apa kamu dan cucu Abah?"ummi mendekati, mengelus punggung Abah. Kutarik napasku sembari mengelus perutku yang

  • DIBULLY SUAMI SENDIRI   Mas Raka menjemput?

    POV AISYA"Siapa, Sya?"Ummi bertanya dari arah dapur."Tidak tahu, Mi. Memang tak ada yang ngirim pesan main ke rumah?" Aku bertanya pada Ummi. Karena biasanya kalau ada keluarga yang datang, selalu mengirim pesan. Itu sudah seperti itu sejak aku kecil."Dilihat dulu...." Pinta Ibu. Maka aku pun bergegas, berusaha berdiri dari dudukku. Namun, tanganku ditahan Syerin. Dia malah memintaku duduk."Itu Mas Raka." Bisiknya."lah, lalu mobilnya?" Aku jelas bingung. Baru kali ini kulihat Mas Raka mengganti mobilnya."Punya ayah. Ayah baru datang tadi malam. Terus nanyain Kakak. Yah mungkin Mas Raka mau menjemput." Ucap Syerin.Oh rupanya mertua lelakiku baru saja kembali dari luar kota, dan dia mencariku.Aku tetap berdiri. Ingat selalu pesan Ummi H-1 pernikahan kala itu. Ummi berpesan padaku, baik buruknya Suami tanggungjawab istri menjaga nama baiknya. Pun seburuk apa pun suami, Istri harus tetap memberikan baktinya."Firaun saja sekejam itu, Asiah istrinya tetap memegang teguh perannya s

  • DIBULLY SUAMI SENDIRI   Perjanjian Aneh!

    "Baca ini!" Mas Raka menyodorkan selembar kertas kepadaku selagi aku mempelajari pekerjaan freelance yang dikirimkan oleh Naima. Ya, sejak aku menikah dengan Mas Raka aku berhenti bekerja karena permintaannya. Namun, mau bagaimana pun tentu aku membutuhkan proses setelah melepas pekerjaanku yang cukup bergengsi itu. Bahkan pencapaian itu harus kulepas, karena memenuhi permintaannya itu.Yah, aku masih bekerja, meski pun sebagai freelance untuk kantor Pak Hazeem. Hal ini tak kuberi tahu mas Raka. Dia hanya tahu aku berhenti dan aktifitasku depan iPad hanyalah mengisi kekosongankuMas Raka adalah pekerja di tambang batu bara. Penghasilannya besar dan bisa memberikan kesejahteraan padaku. Namun, perlahan perubahan itu nyata justru di bulan ketiga pernikahanku."Apa ini, Mas?" Kuraih kertas dengan materai di atasnya. "Baca aja biar paham." Ucapnya meninggalkanku menuju ruang kerjanya yang terletak persis di samping kamar utama.Kuturunkan ipad-ku, lalu kusandarkan tubuhku penuh pada ba

  • DIBULLY SUAMI SENDIRI   Kecurigaan Abah-Ummi

    Hari ini aku kedatangan Abah dan Ummi. Mereka sangat senang ketika semalam kukabarkan kehamilanku. Begitu pun kedua mertuaku. Keduanya pun sedang on the way ke rumahku sekarang."Yaa Allah, nak tak sabar rasanya ummi dipanggil nenek...." Ucap ummi, mengelus perutku yang masih datar."Pokoknya kamu akan ibu kirimkan asisten rumah tangga. Biar kandungan kamu aman." Mertuaku yang sangat perhatian itu sampai memutuskan untuk mempersiapkan seorang asisten rumah tangga."Janganlah, Bu. Mas Raka pasti tak mau. Aku juga nggak mau kehadiran asisten rumah tangga membuat aku malas bergerak." Pintaku, mencegah untuk memesan jasa asisten rumah tangga. Padahal mertuaku sudah sigap akan mengurus. Aku tinggal terima jadi saja."Nanti ibu yang bicara dengan Raka." Kalau sudah begini aku pun tak mau berdebat. Menjaga perasaan ibu mertuaku penting. Apalagi sejak tadi ummi sudah mengirimkan kode untuk tak berdebat panjang.Perihal asisten rumah tangga secara pribadi aku tak menyukainya. Sebab beberapa

  • DIBULLY SUAMI SENDIRI   Bunglon!

    "Hah, serius Sya? Sampai segitunya?" Aira tak bisa menyembunyikan wajah kaget dan herannya di depanku."Hanya tak mau kamu gemuk, Raka sampai rela turun ke dapur, nge-pack semua yang dibawa ummi dan mertua kamu? Duh, sumpah baru nemu suami modelan gini." Aira benar tak yakin. Jika Aira saja harus merespon begitu, lalu bagaimana denganku. Aku bahkan seolah mimpi saja berapa bulan lalu. Mimpi, kareran merasa di ratukan, dijaga perasaanku sebagai istrinya. Ternyata...."Apa alasannya?" Tanya Aira, memandangiku. Menunggu jawabanku."Yah, aku kurang yakin sama apa yang mas Raka bilang. Dia bilang sih, nggak menarik dilihat." Ucapku di depan wajah Aira.Aira yang tadinya duduk, kini berdiri. Dia nampak kegerahan dengan apa yang aku sampaikan."Aisya sayang..., Benar gue nggak nyangka Raka punya pikiran gitu. Memang kenapa dengan gemuk. Gemuk sedikit kalau hamil ya wajar. Namanya juga ada yang bertumbuh." Tatap Aira padaku. Aku hanya mengangkat bahu. Aku pun tak tahu harus apa sekarang.

  • DIBULLY SUAMI SENDIRI   Sungguh Tega

    "Bu, nggak usah repot lah, bawa makanan kemari." Kudengar Mas Raka bicara dengan ibu di ruang tamu."Memang kenapa? Aisya juga senang aja, kan? Ibu cuma mau memastikan Aisya mengkonsumsi makanan yang bagus untuk diri dan janinnya. Salah?"Hela napas mas Raka terdengar. Aku yang kebetulan duduk di sofa ruang tengah, dekat pintu sangat jelas mendengarnya. Mungkin Mas Raka pikir aku di kamar, karena memang pamit ke kamar tadi."Bu, aku hanya nggak mau Aisya jadi bergantung sama ibu, terus jadi kebiasaan. Nanti malah nggak tahu apa-apa." Ucap mas Raka. Aku tahu ini alasan dia agar ibu tak lagi membawa makanan."Jangan salah! Istri kamu itu paket komplit. Masak jago. Beresin rumah juga jago. Nggak mungkin sembilan bulan ibu dan umminya bantu, tiba-tiba nggak bisa apa-apa nanti. Kamu ini, ya...., Bukannya senang ibunya dekat dengan istrinya, malah seolah meminta ibu tak mikirin." Ibu mertuaku nampaknya tak suka mas Raka melarangnya datang membawa makanan."Bu, maksud Raka itu nggak mau ng

Bab terbaru

  • DIBULLY SUAMI SENDIRI   Mas Raka menjemput?

    POV AISYA"Siapa, Sya?"Ummi bertanya dari arah dapur."Tidak tahu, Mi. Memang tak ada yang ngirim pesan main ke rumah?" Aku bertanya pada Ummi. Karena biasanya kalau ada keluarga yang datang, selalu mengirim pesan. Itu sudah seperti itu sejak aku kecil."Dilihat dulu...." Pinta Ibu. Maka aku pun bergegas, berusaha berdiri dari dudukku. Namun, tanganku ditahan Syerin. Dia malah memintaku duduk."Itu Mas Raka." Bisiknya."lah, lalu mobilnya?" Aku jelas bingung. Baru kali ini kulihat Mas Raka mengganti mobilnya."Punya ayah. Ayah baru datang tadi malam. Terus nanyain Kakak. Yah mungkin Mas Raka mau menjemput." Ucap Syerin.Oh rupanya mertua lelakiku baru saja kembali dari luar kota, dan dia mencariku.Aku tetap berdiri. Ingat selalu pesan Ummi H-1 pernikahan kala itu. Ummi berpesan padaku, baik buruknya Suami tanggungjawab istri menjaga nama baiknya. Pun seburuk apa pun suami, Istri harus tetap memberikan baktinya."Firaun saja sekejam itu, Asiah istrinya tetap memegang teguh perannya s

  • DIBULLY SUAMI SENDIRI   Tak akan Pulang

    POV AISYAKupandangi Mas Raka yang terus melihat ke arahku. Dia memintaku pulang, namun aku belum memutuskan.Mas Raka yang angin-anginan, aku yakin paling satu dua hari dia bisa menahan diri tak melarangku makan. setelah itu??sebenarnya aku sudah membaca pesannya, melihat panggilannya. namun rasa kesalku membuat aku memilih tak meresponnya. biarkan dulu aku dan dia terbentang jarak, biar dia mikir."Yakin dia mikir?" Abah merasa tak yakin saat aku menyampaikan perihal Mas Raka yang memintaku pulang."Abah masih ada saja, dia bisa semena-mena. padahal dia yang gentle datang menemui abah, mau menikahi kamu. oke abah setuju. tapi apa sekarang??"Aku tak bisa membantah Abah. Kali ini Abah sangat kecewa dengan Mas Raka. Aku yang selalu bilang semua baik, ternyata harus menerima kalau Ibu mertuaku yang terlalu jujur ke Abah."Syukur mertua kamu orang yang jujur. kalau tidak? jadi apa kamu dan cucu Abah?"ummi mendekati, mengelus punggung Abah. Kutarik napasku sembari mengelus perutku yang

  • DIBULLY SUAMI SENDIRI   Bertemu Aisya

    Aku menekan rem. Aku memutar arah pandanganku. Tak salah! aku melihat Aisya duduk di kafe outdoor bersama teman-temannya.Tawanya,Senyumnya...,Kenapa aku malah terbayang rindu padanya?Kuambil ponselku, lalu kukirim pesan padanya.[Kamu di mana?]Setelah pesanku terkirim, aku terus memerhatikan. Namun tak ada balasan yang merespon pesanku.Aku terus menunggu, tapi tetap sama."[Aisya, aku mau bertemu. Kamu dimana?]Sekali lagi kukirimkan pesan. Hasilnya tetap sama. Pesanku tidak dia balas. Aku yang saat meninggalkan rumah Rivan dengan emosi, merasa emosiku tersulut lagi. Bisa-bisanya dia nongkrong disaat aku memikirkan bagaimana membawanya pulang ke rumah."Kamu lelaki pertama kukenali yang brengsek, Raka!" Tatap Rivan."Kamu sadar tidak pengorbanan apa yang dilalui istri kamu? dia rela loh, tubuhnya mau berubah demi mengandung anak kamu." Ucap Rivan lagi. Wajahnya tak ramah seperti awal aku datang."Ucapan kamu persis teman aku Hamka." "Yah, itu artinya teman kamu waras! mengharg

  • DIBULLY SUAMI SENDIRI   Terpisah

    POV RAKABagaimana ini, Ibu sudah ikut pulang setelah mendapati Aisya tak di rumah. Semangatnya luluh membayangkan jika Aisya tak akan pernah kembali.Aku masuk ke dapur. Duduk di kursinya. Biasanya ada Aisya disini. Berdiri di hadapanku. Meski pun saban hari aku selalu membully-nya dia terkadang menerimanya saja.Puncak bully-anku padanya mungkin agak sering beberapa waktu belakangan. Pernah di dapur ini, saat dia sudah memegang piring aku menegurnya."Makan terus..., nggak sadar badan semakin melar, Dek??"Aisya menatapku. Tangannya bergetar, piringnya pun ikut bergetar. Dia sedang menahan amarahnya sekaligus mungkin menahan laparnya."Mas, aku sudah bilang aku tak peduli. Aku mau anakku sehat saat lahir." Jawab Aisya padaku."Ya itu harus. Tapi apa dengan makan terus begini? Badan kamu itu loh, jadi seperti badut jalanan."Piring diletakkan Aisya begitu saja di meja. Wajahnya merah padam. Mungkin itu kelewatan, tapi dia masih bisa mempersiapkan makanan untukku.Kutarik napas kuat.

  • DIBULLY SUAMI SENDIRI   Ketahuan Abah!

    Abah menungguku. Ibu terus menatapku. Sementara Aisya dia memilih tak memberikan jawaban apa pun."Kalian berantem?" Abah kembali bertanya. Kali ini intonasinya sudah berubah."Tidak Abah." Jawabku. Bisa gawat kalau Aisya membuka perihal perjanjian yang kubuat untuknya. "Lalu, kenapa kalian seperti orang asing begini?" "Oh, Aisya lelah saja, Bah." Aku membalas pertanyaan Abah lagi."Ya bawa Aisya ke kamar. Dia memang butuh istirahat." Abah lalu memintaku membawa Aisya ke kamar.Tanpa menunggu, aku menghampiri Aisya. Aisya menatapku sebentar, lalu tak menggubris ajakanku ke kamar.Maka tak punya pilihan. Segera kuangkat dia, kugendong ke kamar.Sumpah, beratnya serasa melebihi beratnya diawal pernikahan. Kulihat Umma yang tersenyum padaku.Seingatku dulu awal nikah aku bisa menggendongnya begini dan masih bisa membuka pintu tanpa harus kepayahan seperti ini.Sampai kamar kuturunkan dia di sofa. Lalu...,"Apa kubilang. Berat kamu itu nambah! Mungkin timbangan kamu sekarang delapan pul

  • DIBULLY SUAMI SENDIRI   Perubahan Aisya

    Aisya mendadak jadi pendiam. Dia tak seriang awal dulu, dia pun tak seperhatian sebelumnya. Sebel juga melihatnya begitu. Belum lagi kalau melihat dia nampak selalu segar akhir-akhir ini. Buat aku gemas, namun tak bisa melakukan apa-apa.Semua memang salahku,Tapi, aku tetap dengan keputusanku. Aisya tak boleh gemuk. Aku jadi membayangkan seorang artis yang dulunya idola, wara-wiri di layar kaca selepas menikah, punya anak, badannya gemuk sekali. Kata teman kantor tak kembali modal.Aku membayangkan jika itu Aisya. Perempuan yang buat hatiku bergetar saat pertama jumpa. Namun, rupanya ucapan itu menggelitikku. Selain rasa takut dan tak rela dia gemuk, aku sepertinya memang lebih cinta fisiknya yang seperti awal jumpa. Menarik!"Lihat itu, waduh..., Semuanya bengkak!" Tawa di ruangan membahana."Aku kalau punya istri macam itu, kusuruh saja di rumah. Malu jatuhnya." "Kalau aku cari yang baru sebagai cadangan!"Berbagai komentar yang membuatku kesal terus bermunculan. Namun, di antara

  • DIBULLY SUAMI SENDIRI   Minta Maaf??

    Mas Raka pulang. Aku sendiri yang membuka pintu untuknya."Mas semalam nginap di mana?" Aku bertanya ingin tahu. Kurasa pun wajar aku bertanya karena dia suamiku.Mas Raka menghentikan langkah, memutar tubuh dan menghadap kepadaku."Di rumah Ibu." Balasnya dingin.Aku tahu dia berbohong. Kalau memang dia di rumah Ibu pasti tadi Ibu cerita padaku."Makan siangnya aku siapkan, ya." Ucapku melangkah menuju ke arah dapur."Tidak usah repot. Tadi sudah makan di luar.""Oh, okelah." Balasku lalu menarik langkah. Berbelok menuju ruang tengah. Aku akan melanjutkan pekerjaanku. Tadi Naima sudah mengirimkan pesan sekaligus mengirimkan gajiku.Rupanya Mas Raka mengikuti ayunan langkahku. Saat dia melihat camilan di atas meja kerjaku, dia langsung mengambilnya."Mas, itu camilan buat anak kita." Aku mendekatinya, mengambil kembali dari tangannya."Buat dia atau kamu? Lihat lengan kamu sudah gemuk begitu! Pipi kamu, badan kamu...." Mas Raka seperti orang frustasi, memegang lenganku, lalu mengita

  • DIBULLY SUAMI SENDIRI   Dukungan Mertua

    Ucapan Syerin terus terngiang, membuat aku susah tidur. Sementara Mas Raka sudah mendengkur sejak berapa menit lalu. Dia seolah tak memiliki beban dengan apa yang disampaikan Syerin padanya. Sama sekali. Bahkan membahasnya saja tidak.Terbayang kasus beberapa ibu yang harus terpisah dengan anaknya karena ditahan di ruang NICU saja membuat aku prihatin. Masa iya anakku akan mengalami hal yang sama hanya karena keegoisan ayahnya ini?Seingatku pun dia tak pernah mengelus perutku, kecuali saat kusampaikan padanya kehamilanku. Dia excited tapi tak bisa mengekpresikannya jelas karena ketakutan itu. Takut aku menjadi gemuk.Ah, tidak! aku menggeleng kuat.Mas Raka sudah kelewatan!Aku perlahan mengambil posisi duduk. Menatapnya yang tidur menyamping ke arahku.Lagi-lagi di jam begini rasa lapar memaksaku untuk bangun lagi. Aku marah pada Mas Raka dan sekarang aku tak bisa mengabaikan sedikitpun tentang tumbuh kembang janinku. Aku harus makan sesuatu!Kupastikan dia benar sudah lelap barul

  • DIBULLY SUAMI SENDIRI   Sensi disebut Obesitas

    "Nggak terasa calon ponakanku sudah tiga bulan." Syerin berucap dengan tangan sibuk membuka buku pink yang kuserahkan padanya.Dia menatapku."Kak, ada beban jadi istrinya Mas Raka?"Syerin menatapku. Mas Raka izin ke luar ruangan karena menerima panggilan telepon."Beban?" Aku gantian menatap Syerin."Kak, usia kandungan seharusnya beratnya sudah sekitar 40 gram. Nah, ini kenapa beratnya kurang dari itu?"Kugigit bibirku, terpukul dengan ucapan Syerin barusan."Kalau kakak diet, please jangan egois. Janin ini nggak bisa diajak diet!" Ucap Syerin kesal. "Sudah banyak yang konsultasi, tapi tak ada kasus seperti kakak ini. Janinnya nanti lahirnya malah kecil, bisa jadi prematur, kekurangan gizi. Pokoknya banyak sebabnya jadi tolong perhatikan dia." Pinta Syerin padaku. "Mas Raka nggak membatasi kakak makan, kan?" Tatap Syerin lagi. Dia bertanya hati-hati padaku. Tubuhnya saja sampai condong ke arahku.Aku memilih diam. Syerin memicingkan mata, menatapku."Pasti Mas Raka nih, sebabnya.

DMCA.com Protection Status