Handaru Gama Atmadjiwo tidak tahu jika keputusannya untuk kembali ke Ibu Kota menimbulkan petaka. Baru satu hari tiba, dia sudah terlibat skandal dengan seorang gadis muda. Skandal yang membuat citra keluarga Atmadjiwo ternoda. Sialnya, dia harus bertanggung jawab untuk menikahinya. Pernikahan yang awalnya hanya sebatas di atas surat harus berubah ketika perasaan mulai terlibat. Tanpa Ndaru ketahui jika benang merah ternyata sudah lama terikat. Lalu ia pun dibuat bimbang untuk tetap memilih tinggal atau tak terlibat. "Apa yang kamu inginkan, Shana?" tanya Ndaru. "Saya mau Pak Ndaru menikahi saya." ***
Lihat lebih banyakTak ingin berlarut-larut, Shana kembali melajukan mobilnya begitu pagar rumah telah terbuka sempurna. Suasana begitu sepi. Hanya terdapat dua satpam yang berjaga ditemani kopi dan gorengan. "Bu Shana sudah pulang?" sapa salah satu satpam sambil membuka pintu mobil untuknya. Shana hanya tersenyum tipis dengan anggukan. Memang jawaban apa yang harus ia beri? "Pak Nanang mana, Pak? Saya mau balikin kunci mobil," ucap Shana sambil meraih tasnya. Saat tak mendengar jawaban, gadis itu pun menoleh. Menatap satpam yang tampak menunduk sambil mengusap lehernya. "Kenapa, Pak?" "Anu, Bu... itu...," "Ada apa?" "Pak Nanang udah nggak kerja di sini lagi." Bingung. Kerutan di dahi Shana menunjukkan ekspresi bertanya-tanya. "Maksudnya?" "Pak Nanang dipecat, Mbak." "Kok bisa?" tanya Shana pelan. Seketika dia teringat dengan apa yang terjadi tadi siang. "Pak, jangan bilang karena saya...," Shana tak sanggup untuk melanjutkan ucapannya. "Iya, Mbak. Saya denger Pak Nanang dimara
Shana menggeleng. "Ayah saya nggak bersalah, saya yakin Mbak Putri tau itu. Jangan menutup mata, kematian Arya jelas karena ulahnya sendiri. Pada akhirnya dia mendapatkan karmanya." "Jaga ucapan kamu!" "Mbak yang harus jaga—" "Putri, kamu di sini. Satria cari kamu, Nak." Suara berat mendekat ke arah mereka. Seorang pria paruh baya yang Shana kenal sebagai Darma Baktiar, Ayah Putri. Digendongannya terdapat Satria yang terlihat mengantuk. Melihat kondisi yang sudah tidak memungkinkan, Shana memilih untuk pergi. "Permisi," ucapnya tak acuh dengan berlalu. "Ada apa?" tanya Darma pada Putri begitu Shana telah pergi. Dia merasakan aura tak enak di sekitarnya. Putri menggeleng. Dia meraih anaknya dan menepuk punggungnya pelan. "Aku mau tidurin Satria dulu." *** Kembali ke tempat duduknya adalah pilihan yang buruk. Shana tidak mau bertemu dengan para wartawan yang hingga saat ini masih berbincang dengan Ndaru. Ini melelahkan. Di halaman belakang, Shana menghampiri N
Ternyata acara ulang tahun Kumala Atmadjiwo, cucu pertama dari Harris Atmadjiwo benar diselenggarakan di panti asuhan. Bukan hanya satu, melainkan lima sekaligus. Lebih tepatnya yayasan kasih yang dikelola oleh keluarga Atmadjiwo sendiri. Sebenarnya berbagi kebahagiaan adalah hal yang baik, apalagi ditujukan untuk orang-orang yang membutuhkan. Hanya saja kebaikan itu seolah dimanfaatkan untuk hal yang lain, yaitu menarik simpati masyarakat. Banyaknya kamera wartawan seolah menjadi bukti. Semua keluarga Atmadjiwo mulai unjuk gigi. Memberikan senyum terbaik disaat tengah berbagi. Hal yang membuat Shana Arkadewi muak setengah mati. Menjadi anggota keluarga Atmadjiwo membuatnya harus banyak bersabar. Pandangannya dengan keluarga Atmadjiwo jelas berbeda. Shana tidak suka dengan kebohongan publik ini. Apalagi berkaitan dengan politik yang mulai memanas. Namun sayangnya dia harus tetap hadir untuk mendampingi suaminya. Adhiguna Amir Atmadjiwo yang merupakan seorang ayah sekaligus t
Hari-hari Shana tak luput dari kejutan. Sepertinya hampir setiap hari akan ada hal menarik yang terjadi. Shana pikir hidupnya akan terus membosankan dan monoton. Namun siapa sangka, setelah sosok Handaru Atmadjiwo muncul, hidupnya banyak mengalami perubahan. Ternyata menjadi Nyonya Atmadjiwo tidaklah mudah. Apalagi hanya bersandiwara. Itu lebih terasa menyiksa. Senyum palsu harus selalu siap sedia. Seolah kehidupan pernikahannya berjalan luar biasa. Memang benar luar biasa, tetapi dalam konteks yang berbeda. Apa pun yang terjadi, Shana berusaha untuk menikmatinya. Waktunya hanya satu tahun saja. Sebisa mungkin tujuannya harus terlaksana. Baik karirnya, nama baiknya, dan juga yang lainnya. "Mama nggak ikut?" tanya Juna mendongak menatap Shana. Shana yang tengah merapikan rambut Juna menghentikan kegiatannya. Dari cermin, dia melirik Ndaru yang tengah bersandar di pintu kamar. Pria itu mengawasi Shana yang tengah mendampingi Juna yang mendadak rewel malam ini.
"Putri," gumam Shana lemas. "Dia di sini?" Bagas mengangguk. "Mbak Shana nggak mau ketemu dulu? Tadi saya liat Mbak Putri lagi pesen kopi." Shana menarik napas dalam dan mengangguk. "Gue keluar dulu. Lo siapin aja file-nya." Langkah Shana terasa berat. Entah kenapa seperti ada sesuatu yang akan terjadi setelah ini. Untuk pertama kalinya Putri datang menemuinya. Bukan percaya diri. Shana yakin tujuan Putri datang bukan hanya untuk sekedar memesan kopi. Apa lagi jika bukan untuk menemuinya? "Mbak Putri?" sapa Shana pada wanita yang tengah duduk santai di samping jendela. Tampak mengaduk kopi hangatnya dengan elegan. "Mbak di sini?" Senyum Putri mengembang. Senyum yang tak pernah Shana liat selama ia bergabung ke dalam keluarga Atmadjiwo. "Kopi di sini enak." "Terima kasih, Mbak." Shana tampak ragu. "Boleh saya duduk?" Putri lagi-lagi tertawa. "Kita cuma berdua, Shan. Nggak perlu pura-pura." Shana mendengkus pelan dan mulai duduk di hadapan Putri. "Biar gimana pun
Akhir pekan begitu cepat berlalu. Rutinitas juga sudah melambai ingin bertemu. Kesibukan mulai meneror Ndaru. Tampak bersemangat untuk menyerbu. Ndaru melewatkan makan siangnya kali ini. Setelah menghadiri rapat penting dia harus menyelesaikan pekerjaan sisanya. Pantang baginya untuk menunda pekerjaan. Setidaknya dia tidak mau membawa pekerjaan ke rumah. Karena itu juga Ndaru sering pulang malam. Ketukan pintu membuat Ndaru mengalihkan pandangannya sebentar. "Masuk," ucapnya. "Permisi, Pak. Ada Pak Guna yang ingin bertemu," kata Fajar, sekretarisnya. "Mas Guna?" gumam Ndaru. "Minta kakak saya masuk," balasnya. Fajar mengangguk dan berlalu pergi. Tak lama Guna masuk bersama istrinya, Dayanti. "Ada apa, Mas?" tanya Ndaru berpindah ke sofa. "Bukannya kamu yang cari aku kemarin?" Guna merenggangkan tubuhnya di sofa. "Jadinya dari bandara langsung ke sini." Ternyata Guna baru saja tiba. Dari mana lagi jika bukan dari daerah pilihannya. Pria itu tampak begitu serius dala
Terjebak pada situasi yang tidak disukai memang menyebalkan. Bertarung dengan hati dan pikiran sudah menjadi kebiasaan. Tidak ada yang bisa dilakukan selain menjalankan. Sampai akhirnya bisa terbebas dari yang namanya beban. Ya, Shana menyebutnya beban. Berbagai macam perasaan bak bertarung di dalam pikiran. Ada gelisah, canggung, resah, dan juga senang. Semua bercampur menjadi satu sampai isi perut meminta untuk dikeluarkan. Pagi sudah datang. Hal pertama yang Shana lihat setelah membuka mata adalah sosok pria yang semalam tidur bersamanya. Mereka tidak melakukan apa-apa, bahkan ada pembatas di antara mereka. Namun sepertinya yatch yang mereka naiki ini berhantu. Pembatas selimut yang semalam Shana tempatkan dengan rapi di tengah mereka mendadak menghilang entah ke mana. Lalu saat ini, Shana hanya membatu tanpa bisa bergerak. Jika ia bergerak maka ia akan membangunkan Ndaru. Sejak kapan lengan besar pria itu melingkar di pinggangnya? Bisa saja Shana membangunkan Ndaru dan m
Benar-benar berat. Setelah mengikuti berbagai kegiatan yang cukup padat, harusnya Ndaru dan Shana bisa langsung jatuh terlelap. Namun nyatanya, hingga jam satu dini hari mata mereka masih kompak terbuka. Rasa kantuk itu terasa, tetapi rasa canggung yang menjadi juara. Di tengah cahaya remang, Shana berbaring membelakangi Ndaru dan begitu juga sebaliknya. "Pak?" panggil Shana pelan. Mencoba memastikan jika pria yang berbaring di sampingnya itu sudah tidur. "Hm." Ternyata belum. "Kok belum tidur?" Shana membalikkan tubuhnya. "Ini mau tidur." Ndaru masih membelakanginya. "Saya nggak bisa tidur." Shana bisa mendengar Ndaru menghela napas. Pria itu bergerak dan membenarkan posisi bantalnya. Membuat posisinya menjadi setengah berbaring sambil bersandar pada kepala tempat tidur. "Seharusnya kita nggak perlu datang ke sini." "Kenapa?" Shana mengikuti posisi Ndaru yang terlihat nyaman. Tanpa sadar lengan mereka saling bersentuhan. Tangan Ndaru juga bergerak dengan sen
Waktu telah berlalu. Seperti permintaan Ndaru, Shana akan meluangkan waktu. Ia kira hanya di hari Sabtu, ternyata juga sampai Minggu. Bukan hanya itu, tetapi Ndaru juga membawanya ke tempat yang baru. Untuk pertama kalinya Shana berlayar di atas yacht. Bukan sekedar kapal biasa melainkan superyacht yang dapat menampung sekitar 90 orang. Awalnya Shana tidak tahu undangan apa yang sebenarnya Ndaru datangi. Dia hanya menurut saat pria itu membawanya terbang ke Bali. Namun ternyata Shana dibuat terkejut berkali-kali. Dia memang bukan orang yang kekurangan, tetapi dia masih terkejut dengan gaya hidup orang yang berkecukupan. Untuk hari jadi pernikahan, acara yang diadakan rekan kerja Ndaru sangatlah mewah. Pasangan sejoli yang tak lagi muda tetapi masih terlihat cinta yang membara itu membawa tamu undangan yang terpilih untuk berlayar selama satu hari. Mereka memang tak mau acara yang biasa katanya. Benar-benar luar biasa. Di sini lah Shana sekarang, duduk di salah satu kursi
Suara gemercik air mengalun indah di telinga. Menggetarkan hati yang merindukan ketenangan jiwa. Aroma air hujan juga ikut menyapa. Membuat mata indah itu akhirnya terbuka. Lengkap dengan senyuman manis di muka. Shana menyukai ketenangan. Dia juga menyukai aroma hujan. Di saat seperti ini dia bisa bekerja dengan nyaman. Namun sayang, seseorang tiba-tiba datang menghancurkan. "Sayang?" sapa seorang pria yang datang dengan napas terengah. Shana hanya meliriknya sekilas. Dia membenarkan letak kacamatanya dan kembali fokus pada laptop yang menyala. Pemandangan yang jauh lebih menarik. "Aku minta maaf." Lagi. Entah sudah berapa kali Shana mendengar kalimat itu keluar dari mulut kekasihnya. Sudah berkali-kali juga dia memaafkannya. Namun untuk kali ini, jangan harap ia akan diam saja. Gadis itu tidak akan memberikan maafnya secara cuma-cuma. "Jangan diemin aku, dong." Pria itu mulai memohon. "Alasan kamu telat kali ini apa lagi?" tanya Shana tanpa menatap pria di hadapan...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen