Handaru Gama Atmadjiwo tidak tahu jika keputusannya untuk kembali ke Ibu Kota menimbulkan petaka. Baru satu hari tiba, dia sudah terlibat skandal dengan seorang gadis muda. Skandal yang membuat citra keluarga Atmadjiwo ternoda. Sialnya, dia harus bertanggung jawab untuk menikahinya. Pernikahan yang awalnya hanya sebatas di atas surat harus berubah ketika perasaan mulai terlibat. Tanpa Ndaru ketahui jika benang merah ternyata sudah lama terikat. Lalu ia pun dibuat bimbang untuk tetap memilih tinggal atau tak terlibat. "Apa yang kamu inginkan, Shana?" tanya Ndaru. "Saya mau Pak Ndaru menikahi saya." ***
View MoreJantungnya berdegup dengan cepat. Langkah kakinya juga tidak melambat. Pikiran buruk berkeliling dengan dahsyat. Membuatnya seketika dilanda perasaan yang tak tepat. Tidak ada yang Ndaru pikirkan selain Shana. Setelah mendengar kabar yang tak terduga, ia lupa akan segala rencana. Tanpa perasaan ragu ia pun berbelok tujuan tanpa menunggu lama. Langkah kaki yang lebar itu membuat Gilang terlihat kesulitan untuk mengikuti. Namun dia sudah mulai membiasakan diri. Sudah tugasnya menjadi asisten pribadi. Bahkan sebelum sampai rumah sakit, ia sudah mengantongi banyak informasi. Mulai dari letak kamar, kondisi terkini si Nyonya Besar, hingga dokter yang menanganinya. Begitu lengkap, membuat Ndaru tak ragu untuk langsung melompat turun dari mobil begitu tiba. "Belok kanan, Pak." Ndaru langsung berbelok begitu dia di hadapkan pada dua jalan. Namun dengan cekatan Gilang memberitahunya. "Kamar paling ujung sebelah kanan, Pak," ujar Gilang lagi. Dahi Ndaru berkerut saat menyadari jika
Sebenarnya pertemuan Shana dengan Raja tidak berlangsung lama. Mereka hanya membahas hal-hal kecil mengenai iklan yang masuk. Setelahnya, Shana memilih untuk berdiam diri di kafe. Sudah lama ia tidak berada di ruangannya untuk waktu yang lama. Hal itu ia manfaatkan untuk kembali menulis. Mencari ide baru yang mungkin saja bisa keluar dari tema zona nyamannya. Tak terasa jarum jam terus berputar. Membuat Shana lupa akan waktu yang ternyata tidak sebentar. Matanya mulai mengedar, menatap dinding kaca yang menampilkan keadaan luar. Ramainya pengunjung mulai membuat konsentrasinya buyar. Sudah waktunya untuk dirinya menghindar. Shana meraih ponselnya untuk menghubungi seseorang. Hanya sebuah pesan, tetapi langsung direspon dengan cepat. Terbukti dari pintu ruangannya yang langsung diketuk tiga kali dan disusul oleh seseorang yang masuk ke dalamnya. "Ada apa, Mbak?" Dia adalah Bagas, manager kafenya. "Buatin kopi buat take away." "Mbak Shana udah mau pulang? Mau kopi yang kayak
Ada apa? "Kamu istirahat aja, Lang. Biar anak nakal itu makan siang sama saya," ucap Harris. Gilang menatap Ndaru menunggu perintah. Saat melihat Ndaru mengangguk, Gilang pun pamit undur diri. Biar bagaimana pun dia bukanlah robot, dia juga butuh makan. "Ada apa, Pa?" tanya Ndaru meletakkan berkas yang ia baca ke atas meja. Harris langsung menghempaskan tubuhnya di sofa begitu saja. Semakin bertambahnya usia, peran tongkat penyangganya semakin berguna. Dia jadi mudah lelah jika berjalan terlalu lama. Harris mengulurkan tangannya pada Iqbal untuk meminta sesuatu. Sebuah map ia terima dan ia letakkan di atas meja. "Apa itu?" Ndaru berdiri dan ikut bergabung dengan ayahnya di sofa. "Hasil rapat bersama Pak Darma, Pak," jawab Iqbal. "Nggak perlu dicetak, kamu bisa kirim langsung dokumennya ke Gilang." Iqbal tersenyum. "Untuk arsip Pak Harris juga, Pak." "Ada banyak hal yang dibahas saat rapat tadi." Harris mulai berbicara, "Tapi bukan itu yang akan Papa bahas lebih dul
Siang hari ini, Dito Alamsyah memilih untuk bermalas-malasan. Bersantai di waktu senggang syuting ia manfaatkan. Mengingat jika padatnya jadwal sungguh sangat melelahkan. Apa lagi sekarang sudah tidak ada Shana di dekapan. Sumber semangatnya telah pergi meninggalkan. Di luar bagaimana sikap buruknya pada Shana, tidak dapat dipungkiri jika Dito adalah sutradara muda yang cukup handal. Banyak orang yang mengagumi karena pencitraannya. Namun tak jarang ada juga yang menghujatnya karena pernah menjadi korban mulut manisnya. Dito tidak peduli pada semuanya. Dia menganggap semua wanita yang pernah singgah hanyalah pengisi kekosongan semata. Namun berbeda dengan Shana. Setelah gadis itu pergi, rasa kehilangan itu benar-benar terasa. Rasa penyesalan sudah pasti ada. Rasa kesal juga masih di dada begitu tahu jika Shana mendapatkan pengganti yang jauh di atasnya. Handaru Atmadjiwo. Mengingat nama itu, Dito mendengkus tidak suka. Dia bukan orang bodoh. Dia tahu ada sesuatu yang aneh pa
Melihat Bibi Lasmi yang akan membantah, Shana dengan cepat menggeleng. Meminta wanita paruh baya itu untuk menurut. Percuma saja membantah titah sang raja. Mustahil tentu rasanya. Shana sudah sering merasakannya. Melihat perhatian Ndaru pada Bibi Lasmi juga membuat Shana akhirnya bisa berpikir jernih. Mengenai perhatian pria itu semalam, tentang nasi goreng dan buah potong, Shana tidak akan kembali bertanya-tanya. Ternyata bukan hanya pada dirinya, buktinya Ndaru juga memberikan perhatiannya pada Bibi Lasmi. Shana yakin jika bukan hanya pada mereka berdua, pada yang lain pun sama. Bedanya perhatian Ndaru tidak tersampaikan dengan jelas. Malah ketegasan pria itu yang lebih dominan. Baiklah, Shana tidak perlu lagi dibuat bimbang dengan pikirannya sendiri. Sepertinya benar jika dia harus melupakan kejadian kemarin. Melihat Ndaru yang bersikap biasa dan sama menyebalkannya membuktikan jika ciuman kemarin memang tak berarti apa-apa. Anehnya, ada sedikit rasa kesal di hati Shana. Tern
Pagi ini, Putri sarapan bersama anak dan ayahnya. Semalam, Darma memang menginap di rumahnya. Pria itu ingin menemani cucunya menonton bola. Tanpa sosok Arya, sebisa mungkin Darma akan selalu berada di samping cucunya. Bukan bermaksud menggantikan. Dia hanya tidak mau Satria merasa sendiri sejak menantunya itu pergi. "Nanti Papa ada rapat sama Pak Harris." Putri hanya mengangguk, masih fokus memisahkan ikan dari tulangnya untuk Satria. "Sebenernya rapatnya sama Ndaru, tapi mendadak dia nggak bisa. Jadinya diwakilkan sama Pak Harris." Darma menghela napas kasar. "Apa karena masalah kemarin? Dia marah?" Putri ikut menghela napas kasar. Sepertinya pagi ini mereka akan membicarakan topik ini lagi. Memang sejak kejadian di ruangan kantornya, wanita itu tidak mengatakan atau menjelaskan apapun pada ayahnya. Dia menyimpan semuanya sendiri dengan rapat. Karena ini berhubungan juga dengan pekerjaan kotor suaminya. "Tentang Shana, ada apa, Put? Dia masih ganggu kamu?" Sebagai orang
Shana menggigit bibirnya dan menatap kepergian Ndaru kesal. Lihat, pria itu selalu bisa menutupi semuanya dengan wajah tenangnya. Tidak mungkin jika kejadian tadi siang tidak berarti apa-apa. Baiklah, mungkin Shana yang terlalu berlebihan. Bisa saja Ndaru memang tidak menganggap serius kejadian tadi siang. Namun tetap saja, hal itu membuat Shana kesal. Tidak ingin berlarut dengan rasa kesalnya, Shana melanjutkan langkahnya menuju dapur. Dia berdiri di tengah dapur seperti orang bodoh. Dia lapar, tetapi tidak tahu apa yang harus ia makan. Acara masak siangnya tadi juga sudah gagal dan entah ke mana larinya bahan makanan yang ia biarkan begitu saja. Lalu Bibi Lasmi pun hari ini bersitirahat karena tangan melepuhnya. Terpaksa, Shana mencari makanan instan yang mudah dan cepat. Sudah tidak ada waktu lagi untuk memasak. Perutnya sudah berteriak ingin makanan. Mungkin itu juga yang menyebabkan emosi Shana tidak stabil hari ini. "Bu Shana?" Shana menoleh dan mendapati Bibi Lasmi
Shana memang suka menyendiri, tetapi kali ini dia lebih seperti mengunci diri. Membiarkan dirinya terkurung di kamar seharian hingga dini. Tanpa peduli jika perutnya sudah lama berbunyi. Baginya, yang penting adalah menenangkan diri. Peristiwa mengejutkan beberapa jam yang lalu masih menghantuinya. Menari di kepala seolah tengah mengejeknya. Seperti tak ingin ia melupakannya. Jika bisa, Shana ingin membenturkan kepalanya agar lupa l semuanya. Namun itu tentu tidak akan mengatasi segalanya. Ah, dia benar-benar sudah gila. Lagi-lagi Shana meraih bantal dan berteriak kencang. Dia menghentakkan kakinya kesal. Wajahnya kembali memanas dengan semburat merah yang muncul secara perlahan. Tingkahnya seperti remaja labil yang baru mengenal seorang pria. Konyol. "Ini nggak bener," gumam Shana untuk yang kesekian kalinya. "Bisa-bisanya gue ciuman sama dia? Dan bisa-bisanya dia cium gue?" Rasa tak percayalah yang paling mendominasi. Tak percaya akan apa yang ia dan Ndaru lakukan. Bag
Rasa bimbang memang membingungkan. Dipaksa memilih di antara dua pilihan yang sama-sama penting memang menyebalkan. Namun hidup adalah pilihan. Mau tidak mau manusia harus memilih satu pilihan yang akan menentukan masa depan. Posisi yang sedang Shana rasakan sekarang. Bertemu dengan Nendra atau tidak? Dan pilihannya adalah tidak. Dia memutuskan untuk pulang. Saat ini, Shana tengah berkutat di dapur. Perutnya sudah berteriak menginginkan makanan. Sesampainya di rumah, tanpa mengganti pakaiannya dia langsung menuju dapur. Rambutnya ia ikat asal menjadi ikatan tinggi agar memudahkannya dalam memasak. Juna? Anak itu sedang tidur siang. Sedangkan Bibi Lasmi sedang beristirahat di kamar. Wanita itu sedang dalam masa pemulihan karena tangannya yang melepuh. Jadi di sini lah Shana sekarang, membuat makan siangnya sendiri. Seperti dulu, saat ia belum menikah. Saat sedang merebus telur, Shana mendengar langkah kaki yang terdengar tergesa. Dia berbalik dan melihat pria yang akhir-akhir
Suara gemercik air mengalun indah di telinga. Menggetarkan hati yang merindukan ketenangan jiwa. Aroma air hujan juga ikut menyapa. Membuat mata indah itu akhirnya terbuka. Lengkap dengan senyuman manis di muka. Shana menyukai ketenangan. Dia juga menyukai aroma hujan. Di saat seperti ini dia bisa bekerja dengan nyaman. Namun sayang, seseorang tiba-tiba datang menghancurkan. "Sayang?" sapa seorang pria yang datang dengan napas terengah. Shana hanya meliriknya sekilas. Dia membenarkan letak kacamatanya dan kembali fokus pada laptop yang menyala. Pemandangan yang jauh lebih menarik. "Aku minta maaf." Lagi. Entah sudah berapa kali Shana mendengar kalimat itu keluar dari mulut kekasihnya. Sudah berkali-kali juga dia memaafkannya. Namun untuk kali ini, jangan harap ia akan diam saja. Gadis itu tidak akan memberikan maafnya secara cuma-cuma. "Jangan diemin aku, dong." Pria itu mulai memohon. "Alasan kamu telat kali ini apa lagi?" tanya Shana tanpa menatap pria di hadapan...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments