Kinan baru saja sampai setelah seharian ia menghabiskan waktu di kampusnya dan juga bersama teman-temannya. Ia turun dari mobil miliknya dan cukup heran melihat sebuah mobil mewah terparkir di pekarangan.
Suara gelak tawa dari dalam menarik perhatian Kinan. Gadis itu langsung masuk ke dalam dan mendapati keluarganya dengan seorang pria yang cukup dewasa namun Tampan. Di samping pria itu ada sepasang suami istri.Kinan cukup mengerutkan keningnya saat melihat semua orang menatap ke arahnya saat ia datang."Kamu sudah pulang nak? Sini, duduk dulu." Ayu memanggil anaknya untuk duduk di sampingnya.Menurut begitu saja, Kinan pun langsung melangkah mendekati mamanya dan duduk di samping Ayu.Suasana sedikit tegang. Dalam beberapa menit, tak ada yang mau membuka kata. Sampai Ayu menggenggam jemari Kinan, "Sayang, kenalkan ini nak Devan. Dan ini kedua orang tua Devan." Ucap Ayu.Kinan tersenyum sembari menatap tiga orang di depannya."Begini nak. Hmmm, sebenarnya," Ayu tak berani melanjutkan kalimatnya. Ia menatap suami dan anak laki-lakinya terlebih dahulu. Namun suaminya hanya mengangguk meyakinkan dirinya untuk melanjutkan pembicaraan."Kenapa sih? Kok jadi tegang gini suasananya?" Tanya Kinan yang bingung."Begini nak. Sebenarnya mama dan papa ingin menjodohkan kamu dengan--"Apa? Dijodohkan?" suara teriakan Kinan terdengar. Ia bahkan tak memberi izin mamanya untuk menyelesaikan kalimatnya.Kinan menatap papa dan abangnya dengan tatapan menuntut penjelasan tentang apa yang tadi mamanya sebutkan."Kinan, dengerin mama dulu nak. Kamu itu,""Dengerin apa? Jelas-jelas tadi mama bilang kalau Kinan dijodohkan. Sama siapa? Sama pria ini? Dia siapa? Kinan nggak kenal!!""Kinan! Kalau bicara bisa sopan tidak? Apa ini hasil sekolah kamu selama ini.! Apa ini hasil dari kuliah kamu selama ini?" Kali ini giliran papanya yang bicara. Lebih tepatnya membentaknya.Kinan mencelos. Sopan? Apa dia hidup di zaman Siti Nurbaya? Bahkan Siti Nurbaya saja menolak dijodohkan. Apalagi dengannya. Dijodohkan dengan Om Om.Kinan bahkan menatap tajam Devan sebelum ia kembali menatap ibunya."Ma? Kinan bukan anak kecil yang bisa kalian ajak buat ikut-ikutan permainan kalian. Kinan juga bukan gadis yang tak laku. Jadi buat apa jodoh-jodohin Kinan seperti ini?! Mana jodohinnya sama om om lagi.""Kinan!" kali ini papa nya lah yang tampak memerah karena malu melihat sikap anaknya."Apa? Papa sama mama, sama saja. Jual anaknya demi kepentingan pribadi kalian. Pokoknya Kinan nggak mau. TITIK." Kinan segera berlari meninggalkan perkumpulan dua keluarga tersebut.Ia masuk ke dalam kamarnya dan membanting pintu kamar tersebut cukup kuat membuat Ayu dan Akbar suaminya geleng-geleng kepala."Maafkan Kinan ya Devan. Ayah sama bunda Devan juga, maafin Kinan. Dia masih syok. Biar saya yang bicara sama Kinan." Ucap Ayu penuh sesal.Wanita itu hendak berdiri, namun seketika Devan menghentikan gerak Ayu."Biar saya saja tante yang kejar. Mungkin jika saya yang jelaskan, Kinan bisa mengerti." Ucap Devan. Awalnya Ayu sedikit ragu, namun wajah meyakinkan Devan membuatnya akhirnya menyetujui.Hana mengangguk. Ia kembali duduk, sedangkan Devan sudah berjalan menuju kamar yang tadi dimasuki oleh Kinan.Devan menghentikan langkahnya sejenak, lalu mengetuk pintu tanpa bicara. Tiga kali ketukan, tetap tak ada yang membukanya.Tak ingin berlama-lama lagi, Devan akhirnya memutuskan untuk masuk saja. beruntung pintunya tidak terkunci.Saat langkahnya sampai di salam. Ia mendapati Kinan tengah memasukkan pakaiannya ke dalam tas ransel besar berwarna merah."Mau kemana?" tanya Devan santai.Kinan terlonjak kaget saat suara seseorang menyapa indra pendengarannya. Ia melirik ke arah pintu masuk dan langsung menatap sinis Devan yang berdiri di sana."Ada perlu apa anda masuk ke kamar saya.?" tanyanya dengan nada sinis."Nggak ada perlu apa-apa. Hanya saja--" ucapan Devan terhenti ketika Kinan sudah merekatkan resleting tas nya."kamu mau kabur? Yakin?""Apa peduli anda.? Jangan sok baik dengan saya. Anda dan keluarga saya pasti bersekongkol Kan? Apa yang anda mau?""Saya bukan sok baik. Justru kehadiran saya akan menyelamatkan kamu." Ucap Devan tanpa ekspresi."Cih! Menyelamatkan Saya. Saya tahu isi otak anda. Sebegitu nggak laku ya, sampai anda meminta dijodohkan dengan saya. Tapi sorry, saya nggak tertarik dengan anda tuan." Kinan melanjutkan kembali mengepak pakaiannya."Sepertinya kamu harus cari tahu sebelum bicara. Sebelum saya menyetujui menikahi kamu, saya sudah merasakan menikah sebelumnya. Hanya saja Tuhan lebih sayang anak dan istri saya." Ucap Devan santai namun kalimat tersebut berhasil membuat kegiatan Kinan terhenti.Ia memutar kembali tubuhnya menghadap Devan, "jadi maksud anda? Anda seorang Duda?" Tanya Kinan dengan nada bicara yang sungguh sinis. Devan tak menjawab membuat Emosi Kinan naik.Gadis itu langsung berdiri dari duduknya dan melangkah keluar tanpa menghiraukan Devan di kamar itu juga. Pria itu memilih mengikuti saja dan melihat apa yang akan terjadi setelahnya.Dengan emosi yang sulit ditahan, Kinan sampai di depan kedua orang tuanya dan juga Orang tua Devan."Mama bohong kan?" teriak Kinan tertahan."Bohong apa? Kamu ngomong apa Kinan?""Mama bohongkan? Semua yang pria itu katakan bohong semua kan? Jujur sama Kinan apa dia seorang duda?"Ayu menatap Devan yang baru ada di belakang Kinan. Devan bahkan sudah kembali duduk di tempat ia tadi duduk."MAMA!" teriak Kinan. Teriakan Kinan membuat orang tua Devan terkejut."Kinan!!! Jaga sikap kamu pada mamamu. Di sini juga masih ada keluarga calon suamimu." bentak Akbar."Papa minta Kinan jaga sikap? Kalian nggak tahu rasanya berada di posisi aku.!? Sekarang jawab pertanyaan Kinan, apa benar pria ini seorang duda?""Kalau iya kenapa? Kalau benar Devan seorang duda, memangnya kenapa? Perjodohan kamu tetap akan berlanjut!" Jawaban tegas dari Akbar membuat Kinan terperangah.Kinan langsung tertawa sumbang."Tega kalian sama Kinan. Kalian jodohin Kinan dengan pria seperti ini. Seorang duda dan bisa jadi juga seorang penjahat kelamin.""Kinan!""Kenapa? Bisa jadi kan? Sebelumnya kalian sudah bersekongkol. Apa semurahan itu Kinan Dimata kalian sampai-sampai harus menjodohkan Kinan? Kinan masih kuliah, Kinan masih ingin bebas. Kinan bukan gadis liar.""Kinan!!!" Suara menggelegar Papanya terdengar sangat keras. Bukannya takut, Kinan justru semakin menatap berani pada papanya itu."Papa nggak usah repot-repot bentak Kinan lagi." Ia menatap Devan, "Anda menang. Kali ini Anda menang. Tapi buang jauh-jauh mimpi anda tentang kehangatan dalam rumah tangga. Anda tak akan temukan istri yang patuh dariku. Aku tak akan bisa menjadi mendiang istrimu yang patuh padamu."Braak!!Semua yang ada di ruang tamu itu langsung terkejut saat Devan menghantam meja di depannya. Pria itu langsung berdiri dan melangkah mendekati Kinan membuat Kinan langsung mengambil langkah mundur, "Kau boleh memakiku semau mu. Kau ku izinkan untuk mencelaku sampai kau puas. Tapi satu hal yang tak bisa kau sebut dengan leluasa nona, Jangan pernah kau sebut mendiang istriku dalam pertemuan ini. Pantas orang tuamu mencarikanmu suami. Mulutmu seliar itu.""Anda sudah tahu mulut liar saya bukan? Memang benar kan, kalau saya tidak akan pernah menjadi mendiang is--" Kinan meringis saat Devan mencengkram pergelangan tangannya kuat lalu menarik Kinan kembali ke kamar gadis tersebut.Kinan memberontak. Ia bahkan menatap kedua orang tuanya, namun keduanya bukannya membantu, mereka hanya melihat Devan menyeretnya sampai ia masuk ke dalam kamar dan menutup pintu itu cukup kasar."Apa-apaan anda!" Bentak Kinan.Devan menyandarkan tubuh Kinan pada dinding kamar gadis itu. Kinan mencoba memberontak namun dengan cepat Devan menangkap pergelangan tangan Kinan lalu mengangkatnya ke atas dan mengikatnya dengan satu tangan pria itu."Sudah kukatakan jangan bawa mendiang istriku dalam hal ini."Tatapan tajam Devan menghujam Kinan, namun bukannya takut, Kinan justru terpesona. Dengan cepat Kinan menyadarkan dirinya jika pria di depannya ini berbahaya."Itu hak saya. Saya yang punya mulut. Anda juga mengatakan saya liar bukan? Jadi anda harus lihat seberapa liarnya mulut saya." Ucap Kinan dingin.Devan tertawa sumbang lalu kembali menatap Kinan tajam."Saya tak pernah meminta dijodohkan denganmu. Sikap liarmu itu yang membuat mamamu memutuskan untuk menjodohkanmu. Beruntung yang kau dapat adalah aku. Aku tak mengharapkan kau akan patuh padaku, karena semua sudah terlihat dari sikap binalmu itu.""Kau--" Kinan gemas dengan Devan yang kini masih menahan geraknya.Suara ketukan pintu mengalihkan perhatian keduanya."Devan!!" Devan kenal suara itu. Itu adalah suara ibunya."Kali ini kamu aman Kinan. Tapi kamu salah besar jika ingin memancing emosiku. Aku bahkan bisa menghancurkan mu dalam hitungan detik."*****Disebuah rumah di kawasan elit di Jakarta. Kinan sedang menghabiskan waktu bersama sahabat-sahabat nya."Yang benar saja ? Hari gini masih ada jodoh jodohan? Lo nggak laku lagi Kin?" Seloroh Yuna yang langsung mengundang gelak tawa dari yang lainnya.Kinan berdecak, "Bisa diam nggak? Berisik tahu!!" Sinis Kinan."Lagian lo, protes dikit kenapa sih? Dikira ini zaman Siti Nurbaya. Ini modern neng. Era Milenium. Anak millenial kita.""Iya nih, si Kinan. Cantik cantik tapi dijodohin. Lihat gue nih. Nggak usah repot-repot Bunda cariin gue jodoh. Bunda mah percaya sama gue. Bunda palingan bilang "Kamu masih laku nak. Jadi bunda ndak bakal maksa kamu kawin.' Elit kan kitorang punya bunda." sahut Dimas yang ikut-ikutan.Kinan mendengus. Kalau kalian semua tahu gimana gue hebohnya kemarin sama orang tua gue dan duda sialan itu, pasti kalian akan terkesima. Batin Kinan.****Haaahh.Hembusan nafas gusar kembali terdengar. Kali ini wajah rusuh dan suntuk terlihat jelas di raut gadis itu. Ia me
"Siapa?" Tanya Yuna.Kinan tak menjawab. Ia hanya fokus pada Devan yang mulai mendekat ke arahnya."Kinan, siapa Kin? Lo nggak bilang punya kenalan ganteng subhanallah begini sama gue. Lee min hoo mah lewat Kin." Ucap Yuna yang mulai menggatal.Devan berhenti di depan Kinan. Belum Devan bicara,Yuna sudah meraih jemari Devan untuk ia salami. "Kenalin, saya Yuna sahabat dekatnya Kinan." Ucap Yuna yang masih terlihat terpesona.Kinan menatap Yuna dengan tatapan horor. Kenapa Yuna mendadak ganjen begini?, batinnya.Kinan melihat jemari Devan yang digenggam Yuna. Devan menarik kuat tangannya karena Yuna menggenggamnya terlalu erat. Bukannya menjawab pertanyaan Yuna, Devan justru tersenyum pada sahabat calon istrinya itu."Ikut aku!" Perintah Devan dingin saat ia kembali melirik Kinan."Kemana? Nggak mau. Saya masih mau di sini." Tolak Kinan berani."Ikut saya atau kamu dapat masalah setelah ini," Kinan melotot kaget. Apa? Apa ia baru saja diancam?, batinnya. Ia menatap Devan kesal, "Ngga
"A--anda mau apa?" Kinan tak berani menatap mata Devan. Bukan karena ia malu atau berdebar, tapi karena ia merasa risih.Devan tak menjawab. Pria itu justru semakin mendekatkan wajahnya pada Kinan. Sedikit menggoda gadis ini akan menciptakan hiburan di sini, batin Devan."Kamu pintar memberi saya panggilan.""Ha? Maksudnya?""Om. Itu yang kamu panggilkan untuk saya tadi kan? Seorang om om diruangan berdua saja dengan seorang gadis. Kira-kira akan terjadi apa?"Kinan menatap Devan. Tatapan Kinan terlihat polos. Sungguh, ini memang tatapan polos. Otak cantiknya entah kenapa tak berfungsi sama sekali dalam mencerna kalimat yang Devan sebut.Devan tersenyum sinis. Ia hendak kembali mendekat namun suara ketukan pintu mengejutkan keduanya.Kinan ingin turun namun dilarang oleh Devan. Pria itu mengancam akan benar-benar membuat Kinan lemas di dalam ruangan ini jika Kinan berani membantah."Masuk!!" Teriak Devan. "Om, minggir dulu...!" Kinan mencoba mendorong tubuh Devan, namun tubuh tersebu
Jam sudah menunjukkan pukul lima sore. dan selama itu pula Kinan ada di kantor Devan. bosan? tentu saja. jangan ditanya lagi betapa bosannya gadis itu selama menunggu Devan bekerja. tapi untungnya, tiap satu atau dua jam sekali, asisten Devan mengantarkan makanan yang menggugah selera ke ruangan. Kinan yang memang doyan makan, bisa membantu melepas masa bosannya sampai akhirnya Devan selesai bekerja.Devan melirik Kinan yang sedang asik berbaring di sofa sembari memainkan ponsel. secara perlahan Devan mendekat dan tanpa diketahui Kinan, pria itu menunduk tepat di atas kepala Kinan dan mengintip Kinan sedang melakukan apa dengan ponselnya. namun belum juga Devan sampai jongkok, Kinan sudah menyadari kehadiran Devan. gadis itu terkejut bahkan nyaris memukul Devan jika pria itu tak sigap menangkat tangan calon istrinya itu."Ih, Om. ngagetin tahu nggak. ngapain sih di sana?" tanya Kinan kesal. Devan tak menjawab. ia berdiri dan kembali melangkah menuju meja kerjanya. jujur, ia sebenarn
Devan meraih jemari Kinan. Walaupun Kinan mencoba menariknya kembali, namun pria itu menahannya lebih erat membuat Kinan akhirnya pasrah.Pria itu menarik Kinan masuk ke sebuah tempat yang tertutup. Awalnya Kinan ragu namun Devan meyakinkan jika dirinya akan baik-baik saja. Mengikuti langkah Devan, Kinan di bawa masuk ke dalam. Dan seketika tatapan Kinan langsung tak berkedip. Gadis itu dibuat takjub. Festival makanan? Apa ini festival makanan? Kinan menatap ke sekelilingnya. Di mana-mana ia bisa melihat banyak stand makanan yang berjejer rapi dan juga banyak pengunjung yang membeli. Pantas saja ia tadi tak melihat banyak orang di luar sementara banyak mobil dan motor yang parkir.Kinan menatap Devan yang berdiri di sampingnya, "Kamu tahu tempat ini di mana?" Tanya Kinan yang masih takjub. Ia sebagai manusia yang mencintai makanan, sangat tak sanggup melepaskan kesempatan berharga ini. "Kamu benar tak tahu tempat ini?" Tanya Devan dengan nada sedikit mengejek."Ck! Jangan mulai Om.
"Devan." Devan menghentikan langkahnya seketika saat ia mendengar suara mamanya memanggilnya.Devan melirik jam di tangannya, "Mama belum tidur?" Tanya Devan yang langsung mendekat dan menyalami wanita itu. Rianti menatap anak semata wayangnya itu. "Mama mau bicara sebentar. Kamu belum mau tidur kan?"Devan paham hal apa yang akan mamanya bicarakan padanya. Namun ia tak mungkin menolak. Devan mengangguk. Ia melangkah mengikuti mamanya yang sudah berjalan lebih dulu menuju ruang keluarga. Rianti duduk di salah satu sofa dan diikuti oleh Devan."Ada apa Ma?" tanya Devan sedikit berbasa-basi. Rianti terlihat sedikit canggung untuk memulai percakapan dengan anaknya. pasalnya ia sangat yakin Devan tak akan suka dengan apa yang akan ia bahas."Begini Devan, masalah pernikahan kamu dengan anaknya Ayu. Apa kamu nggak mau berpikir ulang lagi nak."Devan menghela nafas panjang. Tebakannya benar. Ia tak tahu harus bagaimana lagi caranya untuk meyakinkan mamanya ini. Memang semua terjadi karena
Kinan menatap Devan yang sedang bersiap di sampingnya. Setelah Devan berpamitan dengan Ayu, pria itu langsung membawa Kinan masuk ke dalam mobilnya. Kinan menatap lekat Devan."Om, om ini aneh ya." Ucapnya."Aneh gimana?""Ya aneh aja. di mana-mana itu, pasti mau calon istrinya itu pinter, lulusan terbaik, rajin dalam belajar biar bisa berguna bagi nusa dan bangsa. ini malah kebalik. masa disuruh bolos."Devan tertawa tipis. Pria itu menstater mobilnya dan mulai melajukan mobil tersebut secara perlahan."Sebenarnya sih Iya. tapi buat kamu itu pengecualian.""Ih apaan pengecualian. Om mau aku jadi gadis yang bodoh.?""Ya enggaklah.""Makanya, hari ini antar aku ke kampus. Aku mau kuliah. aku ada jadwal kuliah pagi ini. kalau nggak, aku bakalan digorok sama dosen aku."Devan mengernyit, "Sadis banget dosennya. Ya udah Mas anterin kamu ke kampus, tapi setelah pulang kuliah kamu harus ikut sama mas.""Ikut ke mana sih? bilang aja kenapa.""Anaknya Bu Ayu yang katanya cantik, tahu kata rah
Devan menghentikan mobilnya di sebuah resto yang berada cukup jauh dari pusat kota. sejak perjalanan menuju ke sini, Kinan sudah bertanya dan protes sedari tadi dengan arah tujuan Devan. dan sekarang, Gadis itu justru dibuat takjub dengan tempat yang Devan pilih. sebuah resto dengan konsep alam. balkon-balok yang diletakkan meja serta kursi untuk makan menghadap pada bukit kecil dengan sungai dangkal di dekatnya. benar-benar bernuansa alam. bahkan aroma dedaunan tercium begitu menyegarkan. tak hanya itu, di sekitaran resto juga ditanam bambu kuning yang berkelompok. jadi setiap daun bambu tertiup angin, akan menciptakan suara seperti dedaunan kering yang salin beradu satu sama lain. Kinan masih terpaku dengan pemandangan di depannya. bahkan ia sampai melupakan Devan yang berdiri di sampingnya."Kamu suka?" tanya Devan berbisik di telinga Kinan. spontan Kinan mengangguk lalu menatap Devan dan terseyum, "Bagus banget. kok om bisa tahu tempat ini?" Kinan melangkah ke depan. ia berjala