Satu bulan pun berlalu setelah Devan mengajak Kinan makan di resto bernuansa alam tersebut. Hubungan Kinan dan Devan sudah mulai membaik dan secara perlahan pria itu mulai mengerti bagaimana cara menghadapi Kinan. Tak hanya itu ia juga berhasil meyakinkan mamanya untuk menerima Kinan menjadi menantu. Hari ini Kinan baru saja selesai pada kuliah siangnya. Dan sudah sejak 5 menit yang lalu ia berdiri di parkiran kampus untuk menunggu Devan yang berjanji menjemputnya. Seperti sebelum-sebelumnya, Devan selalu mempunyai kejutan tak terduga untuknya dan kali ini ia tak tahu apa alasan Devan membawanya. Ia berharap tujuan Devan bukan untuk membuat jantungnya mendadak berhenti.Suara klakson mobil mengagetkan Kinan. Gadis itu langsung mendapati mobil Devan sudah berada tak jauh dari ia berdiri. Dengan cepat Kinan berlari dan masuk ke dalam mobil tersebut."Hari ini mau ke mana?" tanya Kinan sembari mengenakan seat belt. "Ke suatu tempat dan aku yakin kamu suka."Kinan hanya mengangguk. sete
Berdiam sendirian di ruangannya, otak Devan tiba-tiba berputar pada memori 3 bulan yang lalu sebelum ia menikahi Kinan. Di mana Ia yang berjuang untuk mendekati Kinan. memang beberapa geraknya adalah saran dari Riko, namun sebagian lagi adalah inisiatif dirinya sendiri. Termasuk mengajak Kinan makan malam di kuliner malam saat itu. Tapi kenapa saat ia sudah sah menjadi suami Kinan, semuanya berubah lagi? Bukan karena ia menyesal sudah menikahi Kinan, namun karena ia takut Kinan tak mau ia sentuh. Ia tak mau terburu-buru karena takut akan membuat Kinan marah padanya. Ia sangat yakin jika Kinan belum bisa sepenuhnya menerima dirinya sebagai seorang suami. Semua pikirannya ini didasari dengan Kinan yang masih muda, kuliah, dan harus rela melepaskan masa mudanya bersama teman-teman untuk mengabdi sebagai istrinya.Devan mengambil kembali cincin pernikahannya yang ia simpan dalam kantong celananya. Memandang cincin berlian tersebut lalu sebuah senyuman manis terbit di bibirnya."Aku baha
Devan baru saja keluar dari kamar mandi saat Kinan masuk ke dalam kamarnya. Gadis itu baru saja selesai melepas teman-temannya pulang. Sebenarnya teman-teman Kinan masih ingin berlama-lama bersama Kinan, namun mereka sendiri juga tak menyangka jika Devan pulang secepat itu dari kantor."Mas Kenapa pulang cepat? apa ada masalah?" Tanya Kinan yang sebenarnya sudah penasaran Saya dari tadi."Nggak." "Terus kenapa pulangnya cepat? ""Apa tak boleh?""Bukannya nggak boleh, tapi.... ya udah deh terserah kamu saja. Susah kalau debat sama om-om." ucap Kinan memelankan suaranya pada kalimat terakhirnya.Kinan keluar dari kamar. Ia memilih untuk membereskan semua yang ditinggalkan oleh teman-temannya. membersihkan satu persatu peralatan makan yang kotor. sebenarnya Yuna tadi sudah menawarkan diri untuk membantu membersihkannya juga, namun Kinan melarangnya.15 menit waktu yang Kinan pakai untuk membereskan semuanya. Ia juga menyiapkan kopi hangat untuk Devan dan membawanya ke kamar."Kamu ikut
"Sini!" Devan memukul tempat tidur di sampingnya.Kinan menurut. Ia berjalan mendekati Devan dan ikut berbaring di samping suaminya tersebut. Devan menarik Kinan dalam pelukannya. Memeluk perempuan yang ia nikahi dengan cara perjodohan itu. Ia menepuk pelan punggung Kinan. "Jangan pernah menghilang lagi." Bisiknya."Aku menghilang bukan tanpa sebab mas.""Mas tahu. Semua ini karena apa yang ada di ruang kerja mas kan? Kamu tahu Kinan? Kamu menikahi seorang duda dimana status dudanya ia dapatkan dari kematian istrinya. Menemukan masa lalunya yang belum terbuang sempurna itu wajar. Tapi mas minta sama kamu, jika ada yang seperti ini lagi, kabari dan bicara. Jangan kabur seperti ini. Bagaimanapun juga, sekarang kamu adalah tanggung jawab mas." Kinan masih diam dalam pelukan Devan. Ia menghirup aroma tubuh Devan yang membuatnya nyaman. Devan menjangkau ponselnya. Ia telentang dengan Kinan yang ikut telentang berbantalkan lengannya Devan."Lihat ini." Devan membuka layar ponselnya. Kinan
Setelah perdebatan panjang, Kinan akhirnya pasrah dan menurut apa yang Devan perintahkan, yaitu ikut sang suami ke kantor. Tapi tak apa jugalah. Ia ingin melihat siapa yang jadi anak magang di kantor Devan.Ia turun dari mobil setelah Devan memarkirkan mobil tersebut."Selamat pagi pak Devan." Sapa security padanya."Pagi mas. Apa semuanya aman?""Alhamdulillah aman Pak. Saya selalu patroli dengan giat. Kopi pahit saya juga selalu tersedia dibuatkan neng Sulis yang cantik pisan." Devan tertawa mendengar lelucon pagi satpam kantornya yang memang terkenal di lingkungan kantor selalu menghibur."Ya sudah. Lanjutkan tugasnya, saya mau ke dalam dulu.""Siap pak bos. Buk bos semangat!" Pria itu tak lupa memberikan dukungan Kinan."Semangat pak." Balasnya. Kinan senyum senyum sendiri sembari berjalan mengikuti Devan memasuki sebuah lift yang dikhususkan untuk atasan.Selama di dalam lift, Kinan tak berhenti tersenyum. bahkan membuat Devan juga ikut tersenyum. "Apa pak Suryo selucu itu sampai
"kita bercinta."Kinan tercekat. Ia menatap Devan dengan mata melotot, "Bercinta? Bercinta apanya? Jangan ngaco om.""Mas tak bercanda sayang. Silahkan tanya Riko kalau tak percaya.""Kenapa bang Riko?""Karena otak Riko itu isinya selangkangan semua.""Ha? Sepertinya bukan Bang Riko saja. Mas juga begitu."Devan tertawa ia mencapit hidung Kinan dengan jemarinya. Rasa gemesnya semakin meningkat karena istri kecilnya tersebut. "Semua laki-laki pemikirannya seperti ini sayang.apalagi yang sudah punya istri. pengantin baru yang lebih berbahaya." Kinan menatap Devan horor. "Jadi, ngecas yang selama ini mas sebut itu adalah..""Yup. kamu mau?"Kinan sedikit diam. ia menatap lekat wajah Devan. tampan, sangat tampan. Kinan tertunduk lalu menggeleng. Gelengan Kinan membuat Devan terpaku. apa alasan Kinan menolak?."Kenapa?" tanya Devan."Mas belum cinta sama aku.""Ha?""Kinan tahu kalau sebenarnya Mas belum cinta sama Kinan.""Kenapa bisa menebak seperti itu?"Kinan terdiam sejenak. ia yang
Seperti janji Devan tadi, Kinan pergi dengannya ke sebuah tempat. Jam sudah menunjukkan pukul tiga sore dan Kinan baru memegang ponselnya setelah ia duduk di dalam mobil suaminya. Bukan karena ia tak bisa memegang ponselnya, namun karena Devan yang tak melepaskannya sama sekali. Kinan menyalakan ponselnya Yang sedari tadi mati. Sembari menunggu ponsel itu menyala, ia memperhatikan Devan yang sedang bersiap di kursi kemudi."Kita mau kemana sebenarnya?" Tanyanya. "Nanti kamu juga akan tahu. Dan mas harap tak ada lagi keraguan setelah kita dari sana di hati kamu."Kinan menatap lekat Devan. Sebenarnya mereka akan kemana? Kenapa Devan harus merahasiakannya?Kinan ingin mengajak Devan kembali berbicara, namun notifikasi ponselnya yang datang secara bertubi-tubi membuatnya langsung mengalihkan pandangan dari Devan menuju ponsel yang ada di atas pangkuannya.Dan saat ia melihat Siapa nama yang tertera di sana, Kinan langsung membola. Ia syok bukan main. Ia lupa jika hari ini ia ada janji
Sore itu hujan turun dengan derasnya Bahkan saat Kinan masih berada di pemakaman. Kinan dan Devan langsung berlari menuju mobil saat hujan yang turun semakin lama semakin deras. Beruntung jarak mobil dengan tempat Mereka berdiri tak terlalu jauh jadi mereka tak terlalu basah.Kini hanya keheningan yang terjadi. baik Devan maupun Kinan tak ada yang mau membuka kata sedikitpun. yang terdengar hanya suara rintikan hujan yang terjatuh di atas atap mobil.Keheningan itu terjadi selama sepuluh menit. Kinan masih merasakan otaknya yang mendadak kacau karena pengakuan Devan yang secara tiba-tiba. Ia sendiri tak mengira sama sekali Jika tempat yang akan Devan tunjukkan padanya adalah makam Laras dan kejutan yang begitu membuatnya syok baru saja terjadi."Sayang...." Kinan tersentak saat Devan memanggilnya."I--iya mas?""Kenapa diam?""Itu... Aku.." Kinan memejamkan matanya kuat lalu membukanya kembali. Ia memberanikan diri menatap Devan. "Mas, aku masih bingung mas. Kalimat demi kalimat yang