Setelah perdebatan panjang, Kinan akhirnya pasrah dan menurut apa yang Devan perintahkan, yaitu ikut sang suami ke kantor. Tapi tak apa jugalah. Ia ingin melihat siapa yang jadi anak magang di kantor Devan.Ia turun dari mobil setelah Devan memarkirkan mobil tersebut."Selamat pagi pak Devan." Sapa security padanya."Pagi mas. Apa semuanya aman?""Alhamdulillah aman Pak. Saya selalu patroli dengan giat. Kopi pahit saya juga selalu tersedia dibuatkan neng Sulis yang cantik pisan." Devan tertawa mendengar lelucon pagi satpam kantornya yang memang terkenal di lingkungan kantor selalu menghibur."Ya sudah. Lanjutkan tugasnya, saya mau ke dalam dulu.""Siap pak bos. Buk bos semangat!" Pria itu tak lupa memberikan dukungan Kinan."Semangat pak." Balasnya. Kinan senyum senyum sendiri sembari berjalan mengikuti Devan memasuki sebuah lift yang dikhususkan untuk atasan.Selama di dalam lift, Kinan tak berhenti tersenyum. bahkan membuat Devan juga ikut tersenyum. "Apa pak Suryo selucu itu sampai
"kita bercinta."Kinan tercekat. Ia menatap Devan dengan mata melotot, "Bercinta? Bercinta apanya? Jangan ngaco om.""Mas tak bercanda sayang. Silahkan tanya Riko kalau tak percaya.""Kenapa bang Riko?""Karena otak Riko itu isinya selangkangan semua.""Ha? Sepertinya bukan Bang Riko saja. Mas juga begitu."Devan tertawa ia mencapit hidung Kinan dengan jemarinya. Rasa gemesnya semakin meningkat karena istri kecilnya tersebut. "Semua laki-laki pemikirannya seperti ini sayang.apalagi yang sudah punya istri. pengantin baru yang lebih berbahaya." Kinan menatap Devan horor. "Jadi, ngecas yang selama ini mas sebut itu adalah..""Yup. kamu mau?"Kinan sedikit diam. ia menatap lekat wajah Devan. tampan, sangat tampan. Kinan tertunduk lalu menggeleng. Gelengan Kinan membuat Devan terpaku. apa alasan Kinan menolak?."Kenapa?" tanya Devan."Mas belum cinta sama aku.""Ha?""Kinan tahu kalau sebenarnya Mas belum cinta sama Kinan.""Kenapa bisa menebak seperti itu?"Kinan terdiam sejenak. ia yang
Seperti janji Devan tadi, Kinan pergi dengannya ke sebuah tempat. Jam sudah menunjukkan pukul tiga sore dan Kinan baru memegang ponselnya setelah ia duduk di dalam mobil suaminya. Bukan karena ia tak bisa memegang ponselnya, namun karena Devan yang tak melepaskannya sama sekali. Kinan menyalakan ponselnya Yang sedari tadi mati. Sembari menunggu ponsel itu menyala, ia memperhatikan Devan yang sedang bersiap di kursi kemudi."Kita mau kemana sebenarnya?" Tanyanya. "Nanti kamu juga akan tahu. Dan mas harap tak ada lagi keraguan setelah kita dari sana di hati kamu."Kinan menatap lekat Devan. Sebenarnya mereka akan kemana? Kenapa Devan harus merahasiakannya?Kinan ingin mengajak Devan kembali berbicara, namun notifikasi ponselnya yang datang secara bertubi-tubi membuatnya langsung mengalihkan pandangan dari Devan menuju ponsel yang ada di atas pangkuannya.Dan saat ia melihat Siapa nama yang tertera di sana, Kinan langsung membola. Ia syok bukan main. Ia lupa jika hari ini ia ada janji
Sore itu hujan turun dengan derasnya Bahkan saat Kinan masih berada di pemakaman. Kinan dan Devan langsung berlari menuju mobil saat hujan yang turun semakin lama semakin deras. Beruntung jarak mobil dengan tempat Mereka berdiri tak terlalu jauh jadi mereka tak terlalu basah.Kini hanya keheningan yang terjadi. baik Devan maupun Kinan tak ada yang mau membuka kata sedikitpun. yang terdengar hanya suara rintikan hujan yang terjatuh di atas atap mobil.Keheningan itu terjadi selama sepuluh menit. Kinan masih merasakan otaknya yang mendadak kacau karena pengakuan Devan yang secara tiba-tiba. Ia sendiri tak mengira sama sekali Jika tempat yang akan Devan tunjukkan padanya adalah makam Laras dan kejutan yang begitu membuatnya syok baru saja terjadi."Sayang...." Kinan tersentak saat Devan memanggilnya."I--iya mas?""Kenapa diam?""Itu... Aku.." Kinan memejamkan matanya kuat lalu membukanya kembali. Ia memberanikan diri menatap Devan. "Mas, aku masih bingung mas. Kalimat demi kalimat yang
Kinan dan Devan baru saja sampai di rumah. Dan sejak di mobil sampai sekarang, Kinan tak mau melepaskan pelukannya dari lengan Devan. Hanya pada saat mereka turun mobil saja pelukan itu terlepas, setelahnya Kinan kembali memeluk lengan Devan sampai mereka masuk ke dalam rumah dan Kinan membawa suaminya itu menuju ruang keluarga."Ayang, Ayang mau apa?" Tanya Kinan secara tiba-tiba membuat Devan menautkan alisnya menatap sang istri.Sepertinya pengakuannya tadi berpengaruh besar untuk kelangsungan cinta Kinan dan dirinya, batin Devan bermonolog."Tumben ayang ayangan? Biasanya aku kamu kalau nggak om om?" Godanya.Kinan menepuk lengan Devan malu. Ia bahkan dibuat salah tingkah. "Ayang ih. Jangan gituuu. Jarang jarang lho aku manggilnya gini. Mau emang ayank di panggil Om Devan? Kalau mau sih ayok aja. Biar pas di luar, aku dikira lagi dipacarin sama sugar Daddy."Tawa Devan seketika meledak. Perutnya mendadak geli melihat tingkah Kinan. Ia mencubit hidung Kinan gemas lalu mengecup bibi
Kriiiing...Kriiiing...Kriiiing...Suara ponsel yang berbunyi mengejutkan Kinan yang terlelap. Ia menegakkan kepalanya namun sulit untuk membuka mata. Di depannya ia bisa melihat Devan yang masih tertidur pulas tanpa terusik sedikitpun dengan suara ponsel miliknya.Ia mencoba untuk duduk namun lengan Devan menahan geraknya. Awalnya Kinan mencoba untuk kembali tidur namun suara ponsel yang tadi sempat mati, berdering kembali. Ia benar-benar mengumpat pada si penelepon.Secara perlahan, ia mengangkat lengan Devan pada pinggangnya berharap suaminya itu tak terusik sama sekali. karena ia yakin Devan juga sedang lelah. bagaimana tidak, setelah ia melepaskan hal yang paling berharga dalam dirinya untuk sang suami, setelah makan malam, Devan kembali memintanya dan mereka baru tertidur setelah mandi bersama pukul satu dini hari tadi.jangankan Devan, ia pun juga sangat lelah. tapi suara ponselnya ini membuatnya benar-benar mengumpat dan mau tidak mau ia harus bangun.Kinan bernafas lega saat
Kinan dan Devan baru saja sampai di kantor. Saat mereka masuk ke dalam ruang utama sebelum masuk ke ruang kerja Devan, mereka bertemu dengan Risa yang sedah menyeduh minuman."Risa!" Panggil Devan yang langsung mengejutkan Risa."Eh bapak sudah sampai? Selamat siang Buk." Sapa Risa pada Kinan. Kinan mengangguk lalu tersenyum, "Siang juga." Jawabnya."Kamu sedang apa?" Pertanyaan Devan mengalihkan Risa."Ini pak, saya buatkan minum untuk tamu bapak di dalam.""Oh, Sean sudah sampai?""Sean?""Iya. Sean itu yang telpon kamu kemarin itu."Risa mengangguk paham. "Iya pak. Sepertinya memang tuan Sean.""Ya sudah, kamu antarkan minumnya." Devan lalu menatap Kinan, "kamu mau minum apa sayang?" Tanyanya pada sang istri."Aku nggak deh mas. Nanti aja di luar.""Ya sudah. Saya juga nggak usah. Untuk Sean saja." Devan kembali melanjutkan langkahnya sembari menggandeng Kinan disusul dengan Risa di belakang Kinan sambil membawa nampan gelas berisi kopi susu pesanan Sean."Silahkan diminum Tuan kop
Langit terlihat begitu cerah. Bahkan panasnya kota Jakarta saat ini benar-benar membuat siapa saja malas untuk berkeliaran keluar dan hanya betah duduk manis di ruangan ber AC atau di depan kipas angin. Namun hal itu tak berlalu bagi Kinan. Ia sebenarnya sangat ingin berdiam duduk mengademkan diri di ruangan sang suami, apalagi di ruangan Devan ada kamar tidur. Tapi ia tetap harus melangkahkan kakinya ke luar demi menepati janjinya bertemu Yuna.Ia bahkan sampai merengek pada Devan untuk mengizinkannya pergi menemui Yuna karena suaminya itu tak memberi izin sama sekali. "Diluar lagi panas sayang. Nanti kamu sakit." Ucap Devan yang lagi-lagi menolak permintaan istrinya itu."Tapi kan ayang bisa antar. Kita turun ke bawah, naik mobil nyalain AC, habis itu di cafe juga nanti ada ACnya. Jadi nggak panas. Ayolah suamiku yang tampan. nanti Yuna bisa marah lagi kalau aku nggak datang lagi temui dia." rengek Kinan yang tak pernah berhenti."Hmm hmm." gumam Devan sembari menggelengkan kepala