Kriiiing...Kriiiing...Kriiiing...Suara ponsel yang berbunyi mengejutkan Kinan yang terlelap. Ia menegakkan kepalanya namun sulit untuk membuka mata. Di depannya ia bisa melihat Devan yang masih tertidur pulas tanpa terusik sedikitpun dengan suara ponsel miliknya.Ia mencoba untuk duduk namun lengan Devan menahan geraknya. Awalnya Kinan mencoba untuk kembali tidur namun suara ponsel yang tadi sempat mati, berdering kembali. Ia benar-benar mengumpat pada si penelepon.Secara perlahan, ia mengangkat lengan Devan pada pinggangnya berharap suaminya itu tak terusik sama sekali. karena ia yakin Devan juga sedang lelah. bagaimana tidak, setelah ia melepaskan hal yang paling berharga dalam dirinya untuk sang suami, setelah makan malam, Devan kembali memintanya dan mereka baru tertidur setelah mandi bersama pukul satu dini hari tadi.jangankan Devan, ia pun juga sangat lelah. tapi suara ponselnya ini membuatnya benar-benar mengumpat dan mau tidak mau ia harus bangun.Kinan bernafas lega saat
Kinan dan Devan baru saja sampai di kantor. Saat mereka masuk ke dalam ruang utama sebelum masuk ke ruang kerja Devan, mereka bertemu dengan Risa yang sedah menyeduh minuman."Risa!" Panggil Devan yang langsung mengejutkan Risa."Eh bapak sudah sampai? Selamat siang Buk." Sapa Risa pada Kinan. Kinan mengangguk lalu tersenyum, "Siang juga." Jawabnya."Kamu sedang apa?" Pertanyaan Devan mengalihkan Risa."Ini pak, saya buatkan minum untuk tamu bapak di dalam.""Oh, Sean sudah sampai?""Sean?""Iya. Sean itu yang telpon kamu kemarin itu."Risa mengangguk paham. "Iya pak. Sepertinya memang tuan Sean.""Ya sudah, kamu antarkan minumnya." Devan lalu menatap Kinan, "kamu mau minum apa sayang?" Tanyanya pada sang istri."Aku nggak deh mas. Nanti aja di luar.""Ya sudah. Saya juga nggak usah. Untuk Sean saja." Devan kembali melanjutkan langkahnya sembari menggandeng Kinan disusul dengan Risa di belakang Kinan sambil membawa nampan gelas berisi kopi susu pesanan Sean."Silahkan diminum Tuan kop
Langit terlihat begitu cerah. Bahkan panasnya kota Jakarta saat ini benar-benar membuat siapa saja malas untuk berkeliaran keluar dan hanya betah duduk manis di ruangan ber AC atau di depan kipas angin. Namun hal itu tak berlalu bagi Kinan. Ia sebenarnya sangat ingin berdiam duduk mengademkan diri di ruangan sang suami, apalagi di ruangan Devan ada kamar tidur. Tapi ia tetap harus melangkahkan kakinya ke luar demi menepati janjinya bertemu Yuna.Ia bahkan sampai merengek pada Devan untuk mengizinkannya pergi menemui Yuna karena suaminya itu tak memberi izin sama sekali. "Diluar lagi panas sayang. Nanti kamu sakit." Ucap Devan yang lagi-lagi menolak permintaan istrinya itu."Tapi kan ayang bisa antar. Kita turun ke bawah, naik mobil nyalain AC, habis itu di cafe juga nanti ada ACnya. Jadi nggak panas. Ayolah suamiku yang tampan. nanti Yuna bisa marah lagi kalau aku nggak datang lagi temui dia." rengek Kinan yang tak pernah berhenti."Hmm hmm." gumam Devan sembari menggelengkan kepala
Menit berganti jam. langit pun yang tadi terang benderang kini sudah gelap. Tugas matahari juga sudah digantikan oleh bulan dan bintang. Setelah dari cafe, Kinan diantar pulang oleh Yuna. Karena Wanita itu mendapat kabar dari sang suami jika ia tak bisa dijemput karena Devan ada kerjaan mendadak bersama Sean. Dan sampai saat ini, Devan belum juga pulang. Walaupun suaminya itu memberi kabar jika mereka masih di kantor, Tapi tetap saja Kinan sedikit khawatir. Jam sudah menunjukkan pukul 09.00 malam. Kinan kembali melirik ponselnya dan mencoba menghubungi Devan. "Halo sayang." ucap Devan lebih dulu dari seberang sana dan suara Devan terdengar cukup lelah. "Halo Mas, Mas di mana. Kok jam segini belum pulang?" "Mas masih di kantor. Ada masalah di kantor yang benar-benar harus diselesaikan dengan segera. Kamu belum tidur? udah makan belum?" "Aku nggak bisa tidur. nunggu Mas dulu dan aku juga belum makan, nungguin mas.""Ya ampun Sayang, jangan ditungguin. setidaknya kamu makan dulu.
Angin berhembus sepoi-sepoi. Langit tak terlalu cerah namun juga tak gelap pertanda turun hujan. Satu per satu Yuna melihat sepeda motor yang berlalu lalang di depannya. Dan sudah setengah jam, Yuna betah duduk di meja bagian luar cafe sembari menyeruput minuman dingin yang ia pesan dari dalam.Ia baru saja selesai kelasnya satu jam yang lalu dan ia juga malas pulang. Karena itu Yuna memutuskan untuk menghabiskan harinya di cafe langganan di dekat kampusnya. Sebelum Kinan menikah, ia dan Kinan selalu di sini, menunggu para anak teknik yang nongkrong di cafe ini. Tapi sekarang, semuanya benar-benar berubah. Dimas dan Bayu juga tak ada di sini, Kinan juga sudah fokus dengan mas mantan duda.Yuna menghela nafas panjang. Ia benar-benar terlihat nelangsa. Yuna melirik ponselnya, mencari kontak Riko dan masuk ke dalam room chat yang masih kosong. Ingin rasanya ia menghubungi Abang dari Kinan itu, namun ia takut di sangka cari perhatian."My Prince? Asik!" Seseorang merebut ponsel Yuna dari
"Kamu cemburu?"Riko mengulangi pertanyaannya. Pria itu menatap lekat wajah Yuna. Kegugupan yang gadis itu perlihatkan membuatnya tersenyum tipis. "Hei..aku nanya.." Semburat merah muncul di wajah Yuna. Jarak wajahnya dan Riko hanya sejengkal. Bahkan ia bisa merasakan hembusan nafas Riko di wajahnya. "Kamu cemburu?" Ulang Riko lagi."I...itu...Hah!" Yuna menjauhkan wajahnya dari pria yang saat membuatnya berdebar. "Bang Riko kenapa dekat-dekat. Jangan dekat-dekat ih.""Hah? Kenapa?""Ya...ya nggak kenapa-kenapa, tapi nggak enak dilihatin orang.."Riko kembali menegakkan wajahnya. "Salah mereka, kenapa lihat ke sini..""Iisshh,, mereka punya mata juga bang... Au ah males. Serah bang Riko aja. Aku mau cabut dulu, ada urusan lain."Yuna kembali melangkah namun lagi-lagi ditahan oleh Riko. "Kemana?" Tanya pria itu."Ada urusan..""Aku anter.""Hah? Nggak mau ah.""Kok nggak mau. Kan diantar. Gratis nggak usah bayar."Yuna menatap Riko dengan gundah. Ia mencoba mendalami sikap Riko yan
"Mas jelek..""Iya Mas jelek. Udah marahnya ya sayang.""Tapi mas bener jelek kan?""Iya sayang. Mas jelek. Jelek banget malahan. Cuma kamu yang suka sama mas.""Bukan suka Mas, tapi cinta.""Iya cinta, kamu cinta sama mas. Mas juga sangat cinta sama kamu. Cuma kamu yang mau sama mas. Mas jelek sayang." Ucap Devan yang masih dalam mode membujuk istrinya. Entah kenapa sang istri bisa seperti itu. Kesurupan kah? Ya Tuhan, jangan sampai. Bukan karena ia takut, tapi karena tak tahu cara mengeluarkannya dari tubuh Kinan.Devan harap-harap cemas. Ia menatap sang istri yang sedang menatapnya juga namun dengan tatapan sendu."Sayang.." panggil Devan lagi.Kinan menghela nafas. "Maaasss.." Kinan meringsek masuk dalam pelukan Devan. "Ya Tuhan akhirnya. Iya sayang, mas minta maaf ya." Pelukan itu dibalas hangat oleh Devan. Kinan mengangguk. Keduanya berpelukan. Kinan melepaskan pelukannya dan memilih untuk duduk di pangkuan suaminya. Devan menatap Kinan dengan lembut. Ia menyelipkan rambut y
'Bar, jemput gue ya Bar. Gue mohon bantu gue kali ini. Gue kirim lokasinya.' - SENDSudah lima belas menit yang lalu Yuna mengirim pesan pada teman kuliahnya. Ia hanya memilih secara acak teman yang bisa diajak bekerja sama saat ini. Ia kembali menyimpan ponselnya ke dalam saku celananya setelah ia mengirimkan alamat rumah Kinan pada Akbar.Kali ini ia tak bisa berlama-lama berada di samping Riko. Ia sudah kalah sebelum mulai terlebih dahulu. Ia tak ingin terlalu jatuh dan kali ini ia akan mundur.Ini yang ia takutkan tadi. Ia takut jika Riko ternyata sudah punya tambatan hati dan ia terluka sendirian. Ini rasanya sakit dan sangat sulit."Gimana lanjutan status Lo di kantor papa?" Devan mengalihkan pembicaraan. Devan sangat sadar perubahan sikap Yuna. Namun sayangnya kedua kakak beradik ini tak melihat itu. "Gue lagi mempelajari gimana masalah perusahaan saat ini. Tapi ya itu, gua baru mulai. Bisanya secara perlahan walaupun bidang gue di sana. Tapi terjun secara langsung Baru kali