"Kamu cemburu?"Riko mengulangi pertanyaannya. Pria itu menatap lekat wajah Yuna. Kegugupan yang gadis itu perlihatkan membuatnya tersenyum tipis. "Hei..aku nanya.." Semburat merah muncul di wajah Yuna. Jarak wajahnya dan Riko hanya sejengkal. Bahkan ia bisa merasakan hembusan nafas Riko di wajahnya. "Kamu cemburu?" Ulang Riko lagi."I...itu...Hah!" Yuna menjauhkan wajahnya dari pria yang saat membuatnya berdebar. "Bang Riko kenapa dekat-dekat. Jangan dekat-dekat ih.""Hah? Kenapa?""Ya...ya nggak kenapa-kenapa, tapi nggak enak dilihatin orang.."Riko kembali menegakkan wajahnya. "Salah mereka, kenapa lihat ke sini..""Iisshh,, mereka punya mata juga bang... Au ah males. Serah bang Riko aja. Aku mau cabut dulu, ada urusan lain."Yuna kembali melangkah namun lagi-lagi ditahan oleh Riko. "Kemana?" Tanya pria itu."Ada urusan..""Aku anter.""Hah? Nggak mau ah.""Kok nggak mau. Kan diantar. Gratis nggak usah bayar."Yuna menatap Riko dengan gundah. Ia mencoba mendalami sikap Riko yan
"Mas jelek..""Iya Mas jelek. Udah marahnya ya sayang.""Tapi mas bener jelek kan?""Iya sayang. Mas jelek. Jelek banget malahan. Cuma kamu yang suka sama mas.""Bukan suka Mas, tapi cinta.""Iya cinta, kamu cinta sama mas. Mas juga sangat cinta sama kamu. Cuma kamu yang mau sama mas. Mas jelek sayang." Ucap Devan yang masih dalam mode membujuk istrinya. Entah kenapa sang istri bisa seperti itu. Kesurupan kah? Ya Tuhan, jangan sampai. Bukan karena ia takut, tapi karena tak tahu cara mengeluarkannya dari tubuh Kinan.Devan harap-harap cemas. Ia menatap sang istri yang sedang menatapnya juga namun dengan tatapan sendu."Sayang.." panggil Devan lagi.Kinan menghela nafas. "Maaasss.." Kinan meringsek masuk dalam pelukan Devan. "Ya Tuhan akhirnya. Iya sayang, mas minta maaf ya." Pelukan itu dibalas hangat oleh Devan. Kinan mengangguk. Keduanya berpelukan. Kinan melepaskan pelukannya dan memilih untuk duduk di pangkuan suaminya. Devan menatap Kinan dengan lembut. Ia menyelipkan rambut y
'Bar, jemput gue ya Bar. Gue mohon bantu gue kali ini. Gue kirim lokasinya.' - SENDSudah lima belas menit yang lalu Yuna mengirim pesan pada teman kuliahnya. Ia hanya memilih secara acak teman yang bisa diajak bekerja sama saat ini. Ia kembali menyimpan ponselnya ke dalam saku celananya setelah ia mengirimkan alamat rumah Kinan pada Akbar.Kali ini ia tak bisa berlama-lama berada di samping Riko. Ia sudah kalah sebelum mulai terlebih dahulu. Ia tak ingin terlalu jatuh dan kali ini ia akan mundur.Ini yang ia takutkan tadi. Ia takut jika Riko ternyata sudah punya tambatan hati dan ia terluka sendirian. Ini rasanya sakit dan sangat sulit."Gimana lanjutan status Lo di kantor papa?" Devan mengalihkan pembicaraan. Devan sangat sadar perubahan sikap Yuna. Namun sayangnya kedua kakak beradik ini tak melihat itu. "Gue lagi mempelajari gimana masalah perusahaan saat ini. Tapi ya itu, gua baru mulai. Bisanya secara perlahan walaupun bidang gue di sana. Tapi terjun secara langsung Baru kali
Pagi sudah menyapa. Matahari menyelinap masuk ke dalam celah gorden yang sedikit terbuka menyapa si pemilik kamar yang masih asik bergelung dalam selimut tebal yang menutupi tubuh telanjang mereka. Kinan terbangun lebih dulu. Ia merasakan tubuhnya dipeluk erat oleh sang suami."Mas, bangun." Bisik Kinan lalu mengecup kedua mata suaminya. Devan tersenyum tipis."Mas sudah bangun sayang. Bahkan tongkat perkasa Mas juga sudah bangun." Balas Devan tepat di telinga Kinan membuat Kinan bergidik geli.Cup.Sebuah kecupan di leher Kinan diberikan oleh Devan. Kecupan yang manis dan lembut itu mampu menarik desahan Kinan untuk keluar."Aaghhh mas..." Desahnya.Devan tersenyum. Ini yang paling ia suka dari Kinan. Tubuh Kinan begitu sensitif jika disentuh. Apalagi sentuhan itu disertai kecupan.Devan memutar posisinya dari samping kini berpindah ke atas tubuh Kinan. Ia menarik selimut sampai menutupi kepalanya sementara Wajah Kinan masih terlihat. Erangan nikmat Kinan terdengar manja saat Devan
Siang ini seperti jadwal yang sudah ditentukan, Kinan dan Yuna kini sudah bertemu di sebuah cafe yang berada tak jauh dari kantornya suami Kinan. Mereka Baru saja selesai memesan makanan dan kini menunggu sembari bercerita."Gimana kabar lo?" Tanya Kinan sedikit basa-basi. "Seperti yang lo lihat. Gua baik.""Tapi hati lo juga aman kan?"Yuna menyipitkan matanya, "maksudnya?""Lo nggak mungkin nggak tahu soal apa yang gua tanya barusan." Yuna menghela nafas berat. Ia sudah yakin Kinan akan membahas soal ini saat mereka bertemu. "Lo bisa jelasin sama gue apa yang sebenarnya terjadi antara lo dan abang gue? Lalu kenapa Akbar bisa sampai di rumah semalam? yang gue tahu Akbar nggak pernah tahu di mana rumah gue dan Akbar juga nggak tahu kalau gue udah nikah. Dan kenapa harus Akbar sih? dari sebanyak itu cowok yang ada di kampus, Kenapa harus Akbar? Bagi gue nggak masalah lu deket sama siapapun, tapi Akbar, why? Lo pasti tahu kan predikat Akbar sebagai cowok brengsek di kampus. dan lo m
"cerita tentang keluarga Yuna hanya aku yang tahu. Yuna hanya memberitahukannya semuanya padaku. Dan teman yang lainnya tahu Yuna yatim piatu dan tinggal bareng Tante sama omnya di Jakarta. Tapi faktanya papanya Yuna masih ada dan namanya meninggal karena overdosis obat-obatan terlarang. Dan mama Yuna meninggal pun juga di kantor polisi saat satu bulan mamanya Yuna masuk penjara." Kinan menghentikan sejenak kalimatnya. ia menatap wajah suaminya dan juga wajah Abangnya yang sama-sama kaget mendengar penuturan darinya. "Kamu jangan bercanda sayang.""Aku nggak bercanda mas. Bahkan aku tahu di mana saat ini papanya Yuna di penjara. Aku bahkan pernah nemenin Yuna buat nemuin papanya." "Yuna baik. Dia sangat baik. Tapi nggak untuk masuk di keluarga kita bang. Keluarga Yuna yang gak jelas dan rusak itu yang membuat Yuna nggak bisa masuk di kehidupan kita. cukup Yuna jadi sahabat aku aja.""Dan kenapa Yuna nggak beritahu yang lainnya? Setahu Abang kamu punya dua sahabat cowok yang kemana-m
"Masuk Yuna!" Perintah Riko namun Yuna tak mendengarkan sama sekali. Ia tetap memilih untuk berjalan kaki menuju kosannya.Riko geram. Ia berlari mengejar Yuna yang melangkah semakin jauh dari mobilnya. "Kamu bisa dengar nggak sih. Aku bilang masuk.""Dan aku nggak mau. Gini deh, sebenarnya Bang Riko itu ke sini ngapain? Ha? Kenapa bang Riko bersikap seperti Bang Riko seolah-olah pacarnya aku. Padahal kita nggak ada hubungan apa-apa. Sebenarnya Bang Riko ini kenapa? Kenapa sikap Kamu aneh sih.""Jangan mengalihkan pembicaraan Yuna. Aku cuma bilang kamu masuk sekarang juga dan aku antar ke kos.""Dan Aku bilang aku nggak mau. Simple kan? Kenapa Harus dibikin repot sih? Oh, Bang Riko mau ke kosan aku, ya silakan!. Bang Riko tinggal tunggu di sana dan aku jalan ke sana."Riko menghela nafas kasar. Ia mendadak frustasi dengan sikap Yuna yang seperti ini. "Apa marahnya kamu saat ini sama aku, ada hubungannya dengan Kinan?" Tanya Riko yang membuat Yuna terdiam. Dan diamnya itu membuat Rik
Pagi ini hujan turun cukup deras. Satu Minggu sudah berlalu sejak Yuna dan Kinan tak lagi saling sapa, dan sejak saat itu jualah Kinan sedikit uring-uringan. Apalagi Yuna yang tak bisa dihubungi. Devan sudah meminta istrinya itu untuk menemui Yuna saja, namun sepertinya masih ada rasa gengsi di hati Kinan yang membuat Kinan tak mau menemui Yuna lebih dulu.Devan baru saja keluar kamar namun ia langsung disuguhkan dengan keadaan istrinya yang nampak gusar. Ia mendekati Kinan dari belakang. Cukup lama Devan berdiri di belakang Kinan namun istri cantiknya itu belum menyadarinya. Kinan tetap fokus pada ponselnya yang kini menampilkan nomor ponsel Yuna.Devan tersenyum gemas melihatnya."Sayang." Sapa Devan sembari memeluk Kinan dari belakang membuat wanita itu seketika terkejut."Eh mas Devan. Kamu udah bangun?" "Aku udah bangun dari tadi dan udah lama juga berdiri di belakang kamu sayang. Tapi ya mau gimana, istri cantikku ini sedang sibuk dengan ponsel." Devan melangkah dan duduk di sa